Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN MANDIRI KOASISTENSI DIAGNOSA LABORATORIK

Infeksi Balantidiosis pada Babi (Sus scrofa)

Disusun oleh :
Desqi Vigia Anggis Dwimantara
20/458146/KH/10516

Dosen Pembimbing :
Dr. drh. Dwi Priyowidodo, M.P.

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
Kajian Parasitologi
Balantidiosis
Etiologi dan Morfologi
Balantidiosis adalah suatu penyakit infeksius yang terjadi di seluruh dunia
dan disebabkan oleh protozoa, Balantidium coli. Parasit ini dapat ditemukan pada
lumen sekum, kolon babi, manusia, dan primata sebagai organisme komensal,
namun dapat menjadi patogen kalau didahului oleh adanya kerusakan pada
jaringan akibat mikroorganisme lain (Winaya et al., 2011).
Memiliki dua bentuk tubuh yaitu, tropozoit dan kista. Bentuk tropozoit
seperti kantung, panjangnya 50-200 mμ, lebarnya 40-70 mμ dan berwarna abu-
abu tipis. Silianya tersusun secara longitudinal dan spiral sehingga geraknya
melingkar, sitostoma yang bertindak sebagai mulut pada B. coli terletak di daerah
peristoma yang memiliki silia panjang dan berakhir pada sitopige yang berfungsi
sebagai anus sederhana. Ada 2 vakuola kontraktil dan 2 bentuk nukleus. Bentuk
nukleus ini terdiri dari makronukleus dan mikronukleus. Makronukleus berbentuk
seperti ginjal, berisi kromatin, bertindak sebagai kromatin somatis/vegetatif.
Mikronukleus banyak mengandung DNA, bertindak sebagai nukleus
generatif/seksual dan terletak pada bagian konkaf dari makronukleus (Winaya et
al., 2011).
Bentuk kistanya lonjong atau seperti bola, ukurannya 45-75 mμ, warnanya
hijau bening, memiliki makronukleus, memiliki vakuola kontraktil dan silia. Kista
tidak tahan kering, sedangkan dalam tinja yang basah kista dapat tahan
berminggu-minggu (Solaymani-Mohammadi, 2006).
Gambar 1. Tropozoit B.coli Gambar 2. Kista B.coli
(Schmidt dan Roberts, 2009)
Siklus Hidup
Balantidium coli merupakan penyakit yang dianggap sebagai food borne
disease dan water borne disease. Siklus hidup Balantidium dimulai dari
tertelannya pakan yang tercemar oleh kista. Kista yang masuk ke dalam tubuh
kita, lalu akan terjadi ekskistasi di dalam usus halus dan menjadi bentuk tropozoit.
Tropozoit ditutupi dengan deretan rambut seperti silia yang membantu dalam
motilitas, lalu menuju ke secum. Setelah berada di secum tropozoit akan berbiak
dan membelah diri secara belah pasang tranversal. Tropozoit ini akan terbawa
oleh aliran isi usus. Tropozoit dan kista keluar dari usus bersama feses namun
hanya kista yang tahan terhadap kondisi lingkungan yang dapat bertahan hidup di
luar tubuh untuk selanjutnya mencemari air dan bahan makanan. Kalau kista
termakan kemudian menyilih (ekskistasi) di dalam usus, bentukan motil ini mulai
memakan nutrisi yang terdapat di dalam sel, bahan karbohidrat dan bahan organik
lainnya (Mehlhorn, 2008).

Gambar 3. Siklus hidup B.coli (1-2) sista, (2.1) tropozoit, (CI) silia, (CW)
dinding sista, (CY) sitopige, (MA) makronukleus, (MI)
mikronukleus) (Mehlhorn, 2008).

Patogenesis
Penyakit yang ditimbulkan oleh Balantidium coli hampir mirip dengan
penyakit yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica. Predileksi dari B. coli
adalah pada usus besar (terutama kolon). Di selaput lendir usus besar, bentuk
vegetatif membentuk abses-abses kecil yang kemudian pecah menjadi ulser.
Infeksi B. coli dapat menyebabkan dua bentuk infeksi yaitu infeksi kronis dan
infeksi akut. Infeksi kronis, bersifat asimptomatis dan tanda klinis yang muncul
tidak spesifik. Infeksi akut, akan menunjukan disentri, anoreksia, penurunan berat
badan, diare berdarah.
Meskipun Balantidium coli biasanya berada di lumen inangnya, tropozoit dapat
menyerang mukosa usus besar (sekum dan kolon). Invasi B. coli tergantung oleh
enzim proteolitik yang diproduksi sehingga menyebabkan kerusakan pada
permukaan epitel usus. Protozoa B. coli dapat melakukan invasi ke dalam mukosa
usus dengan melepaskan enzim proteolitik (seperti hyaluronidase). Enzim ini
dapat mengakibatkan kerusakan epitel seperti ulser sampai nekrosis dan
perdarahan, serta adanya respons seluler dari limfosit dan polimorfonuklear
(Kennedy, 2006).
Gejala Klinis
Penyakit ini muncul dalam tiga bentuk utama yaitu akut, kronis dan
fulminasi. Bentuk akut balantidiasis ditandai dengan penurunan berat badan, abses
hati, perforasi usus besar, dan radang usus buntu, diare kronis, Bentuk kronis
ditandai dengan kelemahan otot, penurunan berat badan dan diare intermitten.
Bentuk fulminasi ditandai dengan kelemahan dan nekrosis mukosa usus besar.
Babi juga dapat menunjukkan tanda klinis nyeri abdomen, desentri dan kloitis.
Masa inkubasi Balantidium coli berkisar 3-6 hari (Kennedy, 2006).
Gambar 4. Gejala Klinis B. coli. (A) Pada kolon dan usus halus mengalami
distensi, hemoragik dan edema (B) Pengamatan pada usus halus
mengalami penipisan mukosa usus, sedangkan perdarahan dominan
pada kolon dan sekum (Purnama et al., 2019).
Diagnosa
Diagnosa didasarkan pada anamnesa, post mortem, deteksi tropozoit dalam
sampel feses dari hewan bergejala atau dalam jaringan yang dikumpulkan selama
endoskopi. Balantidium coli dilewatkan secara intermiten ke luar usus besar dan
hancur dengan cepat. Dengan demikian spesimen feses harus dikumpulkan
berulang kali, dan segera diperiksa atau diawetkan untuk meningkatkan deteksi
parasit. Spesimen biopsi dapat diperiksa untuk identifikasi parasit dengan
pewarnaan preparat histologi dengan metode parafin dan pengamatan tingkat
kerusakan jaringan. Sejauh ini, metode molekuler belum banyak digunakan untuk
mendeteksi B. coli, metode molekuler digunakan untuk memvalidasi dan
mengidentifikasi spesies Balantidium (Taylor et al., 2016).
Pemeriksaan
Pemeriksaan balantidiosis yang umum dilakukan yaitu dengan
pemeriksaan histopatologis organ pencernaan dengan metode parafin dan
pemeriksaan sampel feses. Metode yang dapat digunakan untuk pemeriksaan
sampel feses yaitu metode natif dan apung. Pemeriksaan parasitologi
menggunakan sampel feses dan kolon (Winaya et al., 2011).
a. Metode Natif
Metode natif (direct slide) dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat
dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi ringan sulit untuk
menemukan telur. Metode natif dilakukan dengan cara mencampur feses
dengan air secukupnya. Setelah itu larutan diteteskan di atas gelas objek dan
ditutup dengan kaca penutup, lalu diamati di bawah mikroskop (10x10) dan
dilanjutkan dengan pembesaran kuat. Larutan yang digunakan adalah larutan
NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaan eosin 2% dimaksudkan
untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran disekitarnya
(Agustina et al., 2016).
b. Metode Apung
Metode ini menggunakan larutan garam jenuh atau gula jenuh sebagai alat
untuk mengapungkan telur. Metode apung dipakai terutama untuk
pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur. Cara kerja dari metode ini
berdasarkan Berat Jenis (BJ) telur-telur yang lebih ringan daripada BJ larutan
yang digunakan sehingga telur-telur terapung dipermukaan, dan juga
memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja
(Djaenudin, 2009).
c. Metode Parafin
Metode parafin adalah suatu metode pembuatan preparat dengan
melakukan penanaman jaringan di dalam blok parafin untuk menghasilkan
preparat jaringan hewan yang tipis. Setelah babi dinekropsi, dilakukan
pengambilan terhadap organ yang menunjukkan adanya kelainan, selanjutnya
disimpan dalam pot yang sudah mengandung netral buffer formalin 10 %.
Sampel jaringan usus yang menunjukkan adanya perubahan dipotong kecil-
kecil sesuai ukuran dan didehidrasi di dalam larutan alkohol mulai dari
konsentrasi 70%, 95% dan absolut, kemudian dijernihkan dalam larutan xylol.
Jaringan tersebut kemudian diinfiltrasi menggunakan parafin cair dan
direndam dalam blok parafin agar parafin masuk ke seluruh bagian jaringan.
Blok parafin kemudian dipotong dengan ketebalan 5 mikron untuk diwarnai
menggunakan zat warna hematoksilin dan eosin (HE) (Djaenudin, 2009).
Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan dilakukan dengan memperbaiki sanitasi kandang/lingkungan
yang meliputi kebersihan secara umum. Pengobatan untuk Balantidium coli dapat
menggunakan tertasiklin. Pilihan lain untuk pengobatan balantidiosis adalah
antiprotozoa seperti metrobidazol dan iodoquinol. Pengobatan lain yang dapat
dilakukan yaitu dengan oksitetrasiklin atau kombinasi meronidazole dan
furazolidone (Kennedy, 2006).

LAPORAN PEMERIKSAAN PARASITOLOGI

Jenis Hewan : Babi


Pemilik : Bapak Wadikin
Alamat : Deli Serdang, Sumatera Utara
Anamnesa : Babi terlihat lemas, nafsu makan menurun, diare,
feses encer dan berair, pakan yang diberikan
berupa ampas tahu, bekatul, konsentrat, dan sisa
makan restoran, Babi dipelihara dalam kandang.
Babi belum pernah diberi obat cacing dan vaksin.
Sampel Pemeriksaan : feses dan kolon
Hasil Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan feses
1.1 Metode Natif : (+) tropozoit Balantidium coli
1.2 Metode Sentrifus : (+) kista dan tropozoit Balantidium coli
1.3 Metode Mc master : (+) 125 butir kista Balantidium coli
2. Metode parafin : (+) tropozoit di tunika mukosa kolon
Hasil Pemeriksaan Interpretas Referensi
i
Tropozoit Bentuk tropozoit oval, panjangnya
Balantidium 50-200 mμ, lebarnya 40-70 mμ
coli dan berwarna abu-abu tipis.
Silianya tersusun secara
longitudinal dan spiral sehingga
geraknya melingkar, (Winaya et
(Dewi dan Nugraha, 2007) al., 2011).
Kista Bentuk kistanya bulat, ukurannya
Balantidium 45-75 mμ, warnanya hijau bening,
coli memiliki makronukleus, memiliki
vakuola kontraktil dan silia
(Solaymani-Mohammadi, 2006).
(Dewi dan Nugraha, 2007)
tropozoit di Morfologi tropozoit Balantidium
tunika coli di tunika mukosa kolon,
mukosa stadium tropozoit memiliki
kolon. beberapa bagian yaitu
makronukleus (mn) dan vakuola
(v) (Purnama et al., 2019)
(Purnama et al., 2019)
tropozoit di Morfologi tropozoit Balantidium
tunika coli di jaringan kolon, bagian lain
mukosa dari tropozoit adalah silia di
kolon. permukaan tropozoit (Purnama et
al., 2019).
(Purnama et al., 2019)

Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan parasitologi dengan sampel feses dan kolon,
babi mengalami infeksi Balantidium coli.
Yogyakarta, 13 November 2020

Mengetahui,
Dosen Pembimbing Mahasiswa Koasistensi Diagnosa
Parasitologi Laboratorik

Dr. drh. Dwi Priyowidodo, M.P. Desqi Vigia


Anggis Dwimantara S.K.H.

Daftar Pustaka
Agustina, K.K., Sudewi, N. M. A. A., Dharmayudha, A. A. G. O., Oka, I.B.M.
2016. Identifikasi Dan Prevalensi Infeksi Protozoa Saluran Cerna Anak Babi
Yang Dijual Di Pasar Tradisional Di Wilayah Provinsi Bali. Buletin
Veteriner Udayana, 8 (1) : 17-24.
Dewi, K. dan Nugraha, R.T.P. 2007. Endoparasit Pada Feses Babi Kutil (Sus
Verrucosus) Dan Prevalensinya Yang Berada Di Kebun Binatang Surabaya.
: Zoo Indonesia Vol. 16(1):13 – 19.
Djaenudin, N. 2009. Dasar-Dasar Parasitologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Kennedy MJ. 2006. Balantidium in Swine. Agriculture, Food and Rural
Deveolpment. AGRI-FACTS.
Mehlhorn, Heinz. 2008. Encyclopedia of Parasitology Third Edition. USA :
Springer.
Purnama, K.A., Kardena, A.M., Berata, I.K., Winaya, I.B.O., Adi, A.M. 2019.
Laporan Kasus: Patologi Balantidiosis pada Babi. Indonesia Medicus
Veterinus. Januari 2019, 8(1): 1-8.
Schmidt, G.D. dan Roberts, L.S. 2009. Foundations Of Parasitology Eighth
Edition. USA : McGraw-Hill.
Solaymani-Mohammadi, S. 2006. Review : Zoonotic Implications Of The Swine-
Transmitted Protozoal Infections. Veterinary Parasitology. 140 : 189–203.
Taylor, M. A., Coop, R. L., Wall, R. L. 2016. Veterinary Parasitology Fourth
Edition. New Delhi: Wiley Blackwell.
Winaya, I.B.O., Bearata, I.K., Apsari, I.A.P. 2011. Kejadian Balantidiosis pada
Babi Landrace. Jurnal Veteriner. Maret 2011, Vol. 12, No. 1: 65-68.

Daftar Pustaka

Dewi, K. dan Nugraha, R.T.P. 2007. Endoparasit Pada Feses Babi Kutil (Sus
Verrucosus) dan Prevalensinya yang Berada Di Kebun Binatang
Surabaya. : Zoo Indonesia Vol. 16(1):13 – 19.
Gordo, F.P., dan Pomajbikova, K.J. 2017. Part Three. Spesific Excreted
Pathogens : Environmental and Epidemiology Aspects. Balantidium coli.
Infectious Diseases Canadian Journal of Infectious Disease 14 : 163-
166.
Kennedy MJ. 2006. Balantidium in Swine. Agriculture, Food and Rural
Deveolpment. AGRI-FACTS.
Mehlhorn, Heinz. 2008. Encyclopedia of Parasitology Third Edition. USA :
Springer.
Paramitha, R.P., Ernawati, R., dan Koesdarto, S. 2017. Prevalensi Helminthiasis
Saluran Pencernaan melalui Pemeriksaan Feses pada Sapi di Lokasi
Pembuangan Akhir (LPA) Kecamatan Benowo Surabaya. Journal of
Parasite Science 1 (1) : 23-32.
Pouillevet, H., Dibakou, S.E., Ngoubangoye,B., Paoirotte, C., dan Charpentier,
M.J.E. 2017. A Comparative Study of Four Methods fod the Detection
of Nematode Eggs and Large Protozoon Cyst in Mandrill Faecal
Material. Folia Primatol 88 : 344-357.
Purnama, K.A., Kardena, A.M., Berata, I.K., Winaya, I.B.O., Adi, A.M. 2019.
Laporan Kasus: Patologi Balantidiosis pada Babi. Indonesia Medicus
Veterinus. Januari 8(1): 1-8.
Winaya, I.B.O., Bearata, I.K., Apsari, I.A.P. 2011. Kejadian Balantidiosis pada
Babi Landrace. Jurnal Veteriner. 12 (1): 65-68.

Anda mungkin juga menyukai