Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Balantidiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Balantidium coli. B.
coli merupakan suatu protozoa yang masuk dalam filum Ciliophora, klas
Kinetofragminophorea, ordo Trichostomatida, famili Balantidiae. Memiliki dua
stadium, yaitu trofozoit dan kista. Merupakan protozoa besar, habitatnya pada usus
besar dan yang biasa menjadi hospes adalah babi dan manusia.
Terdapat paling banyak di daerah yang beriklim panas. Pada manusia
frekwensinya rendah, sekitar 0,77 % (Belding,1952), pada babi (63-91%) menurut
Young, pada tahun 1950. Ada dua spesies yang berbeda, yaitu Balantidium coli, yang
dapat ditularkan dari babi pada manusia dan Balantidium suiis yang tidak dapat
ditularkan pada manusia. Sumber utama yaitu pada manusia yang menderita penyakit.
Infeksi dapat timbul dan meningkat pada manusia yang sering berhubungan dengan
babi seperti peternak babi, pekerja di rumah-rumah pemotongan hewan yang biasanya
memotong hewan terutama babi memiliki sanitasi yang buruk, dan tempattempat yang
padat seperti di penjara, rumah sakit jiwa, asrama ,dll. Di Amerika Serikat, B. coli
memiliki distribusi yang luas dengan perkiraan prevalensinya 1%. Di Papua Nugini
infeksi meningkat 28% berdasarkan kultur yang dilakukan pada babi. Epidemi dapat
timbul pada pasien di RS Jiwa di Amerika Serikat. Balantidium coli juga telah
dilaporkan banyak pada masyarakat yang memelihara babi.
Balantidiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Balantidium coli,
dapat didiagnosa dengan menemukan parasit dalam tinja. Balantidiasis ini kebanyakan
bersifat asimptomatis, dapat diobati dengan diiodohidroksikuinolon, karbarson,
klortetrasiklin.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Setelah proses pembelajaran, diharapkan mahasiswa mampu melakukan asuhan


keperawatan pada klien dengan Balantidiasis.
1.2.2 Tujuan Khusus

Mahasiswa mampu memahami:


a. Definisi Balantidiasis

b. Etiologi Balantidiasis

c. Patofisiologi Balantidiasis
d. Klasifikasi Balantidiasis
e. Manifestasi Klinis Balantidiasis
f. Pencegahan Balandiasis
f. Pemeriksaan Penunjang Balantidiasis
g. Komplikasi Balantidiasis
h. Penatalaksanaan Balantidiasis
i. Asuhan Keperawatan pada pasien Balantidiasis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Balantidiasis
2.1.1 Pengertian
Balantidiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Balantidium coli. B. coli
merupakan suatu protozoa yang masuk dalam filum Ciliophora, klas
Kinetofragminophorea, ordo Trichostomatida, famili Balantidiae. Memiliki dua
stadium, yaitu trofozoit dan kista. Merupakan protozoa besar, habitatnya pada usus
besar dan yang biasa menjadi hospes adalah babi dan manusia.

Balantidiasis adalah infeksi usus langka yang disebabkan oleh bakteri Balantidium
coli, parasit bersel tunggal yang seringkali menginfeksi babi, namun jarang
menginfeksi manusia. Beberapa manusia yang terinfeksi mungkin tidak memiliki
gejala apa pun atau hanya diare ringan dan rasa tidak nyaman pada perut. Namun
beberapa orang dapat mengalami gejala yang lebih serius yang menyerupai peradangan
usus akut.

Infeksi balantidium pada manusia jarang bahkan cenderung langka terjadi pada
negara-negara, seperti Amerika Serikat. Balantidiasis lebih sering ditemui pada babi di
area yang lebih hangat, serta kera di iklim tropis, di mana infeksi pada manusia juga
lebih umum terjadi di sana.

2.1.2 Etiologi

Balantidiasis disebabkan oleh Balantidium coli. B. coli protozoa terdapat dalam 2


bentuk, yaitu trophozoites atau kista. Trophozoites berbentuk bujur atau bulat dan
merupakan parasit protozoa yang paling besar pada manusia.

Sementara itu, kista atau bentuk B. coli yang infektif, berukuran lebih kecil dan lebih
bulat. Tidak seperti trophozoites, kista tidak memiliki cilia pada permukaannya dan
tidak berpindah tempat.
Balantidiasis ditularkan ke inang melalui kista B. coli dengan menelan makanan atau
air yang terkontaminasi. Begitu kista mencapai usus kecil, trophozoites keluar dari
kista dan berkumpul pada usus besar. Trophozoites berkembang dalam lumen usus
besar pada manusa dan hewan, dan kembali membentuk kista infektif. Kista yang
dewasa dan infektif ditularkan melalui feses dan berpindah ke induk baru.

Walau hidup di lumen usus besar, B. coli juga dapat menyerang sekum dan rektum.
Protozoa besar ini juga dapat masuk ke lapisan tebal pada usus yang disebut mukosa
dan dapat menyebabkan ulkus. B. coli menyerang mukosa dengan bantuan enzim
hyaluronidase yang mengurangi komponen sel dinding mukosa. Bakteri lain yang
terdapat pada usus juga dapat memasuki ulkus dengan B. coli, menyebabkan infeksi
sekunder.

2.1.3 Morfologi dan Siklus Hidup

Morfologi dan Siklus hidup :


Morfologi Balantidium ini merupakan protozoa usus manusia yang paling besar.
Memiliki dua bentuk tubuh yaitu, trofozoit dan kista.
a. Bentuk trofozoit seperti kantung, panjangnya 50-200 mμ, lebarnya 40-70 mμ
dan berwarna abu-abu tipis. Silianya tersusun secara longitudinal dan spiral
sehingga geraknya melingkar, sitostoma yang bertindak sebagai mulut pada B.
coli terletak di daerah peristoma yang memiliki silia panjang dan berakhir pada
sitopige yang berfungsi sebagai anus sederhana. Ada 2 vakuola kontraktil dan
2 bentuk nukleus. Bentuk nukleus ini terdiri dari makronukleus dan
mikronukleus. Makronukleus berbentuk seperti ginjal, berisi kromatin,
bertindak sebagai kromatin somatis/vegetatif. Mikronukleus banyak
mengandung DNA, bertindak sebagai nukleus generatif/seksual dan terletak
pada bagian konkaf dari makronukleus.
b. Bentuk kistanya lonjong atau seperti bola, ukurannya 45-75 mμ, warnanya
hijau bening, memiliki makronukleus, memiliki vakuola kontraktil dan silia.
Kista tidak tahan kering, sedangkan dalam tinja yang basah kista dapat tahan
berminggu-minggu.
Siklus hidup :
Siklus hidup Balantidium coli sebenarnya hampir sama dengan E. Histolytica, tetapi
pada B. coli kista tidak dapat membelah diri. Kista akan termakan bersama dengan
makanan atau minuman yang masuk ke dalam tubuh kita, lalu akan terjadi ekskistasi
di dalam usus halus dan menjadi bentuk trofozoit, lalu menuju ke caecum. Setelah
berada di caecum trofozoit akan berbiak dan membelah diri secara belah pasang
tranversal. Selain itu bentuk trofozoit ini akan terbawa oleh aliran isi usus. Di daerah
colon tranversum keadaan kurang menguntungkan bagi trofozoit sehingga akan terjadi
enkistasi. Trofozoit akan berubah menjadi kista lalu kista tersebut akan keluar bersama
dengan tinja.

2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi Balantidium Coli

domain : Eukarya
kingdom : Chromalyeolata
superphylum : Alveolata
phylum : Ciliophora
class : Litostomatea
ordo : Vestibulferida
family : Balantiididae
genus : Balantidium
species : Balantidium coli
2.1.5 Manifestasi Klinik

Infeksi dari parasit ini dapat menyebabkan salah satu dari tiga gejala berikut:

 Asimptomatis di mana orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apa pun
namun ia memiliki kista.
 Radang akut, di mana terdapat peradangan pada usus besar (kolitis) dengan gejala
intens, seperti diare berdarah.
 Infeksi kronis, di mana terdapat beberapa episode akut berulang namun pasien
hampir tidak pernah mengalami gejala di antara episode.

Gejala-gejala umum balantidiasis adalah:

 Sakit perut
 Diare (berair atau dengan darah atau lendir)
 Disentri
 Mual
 Penurunan berat badan
 Muntah
 Demam ringan
 Kehilangan nafsu makan
 Peradangan pada usus besar (kolitis)
 Adanya ulkus pada usus
 Lubang pada usus (pada tahap lanjut)

2.1.6 Pencegahan

Pada balantidiasis, pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan dengan cara :

1. memperbaiki dan menjaga kebersihan pribadi.

2. merawat atau menjaga kesehatan

3. mengawasi atau memantau pengurusan kotoran babi, seperti bagaimana cara


pembuangannya.
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

Balantidiasis dapat didiagnosis dengan bantuan tes-tes berikut:

 Tes laboratorium: Sampel feses digunakan untuk mendiagnosis infeksi B. coli.


Trophozoites besar dari B. coli dapat dikenali dengan mudah, saat sampel feses
dipaparkan dan dilihat di bawah mikroskop. Walau protozoa memiliki cilia pada
tubuh, cilia mungkin tidak selalu terlihat karena organisme menghilangkannya saat
periode berkepanjangan pada tahap kista.
 Kolonoskopi: Pemeriksaan endoskopik usus besar dapat dilakukan untuk mengambil
sampel biopsi dari ulkus.

2.1.8 Penatalaksanaan Medis

Perawatan untuk balantidiasis bertujuan untuk mengurangi tingkat keparahan gejala


dan untuk mencegah komplikasi. Pasien dengan sistem imun yang lemah sering kali
memerlukan terapi yang berkepanjangan.

Pengobatan

Antibiotik diberikan untuk membunuh protozoa B. coli. Tetracycline atau alternatif


lain seperti metronidazole, puromycin, iodoquinol, dan nitazoxanide dapat diberikan
untuk pasien dengan balantidiasis.

Tetracycline membunuh protozoa dengan menghambat sintesis protein di dalam sel,


di mana obat sintetik metronidazole memiliki anti-protozoal dan antibakteri yang
efektif. Kedua obat sering diberikan untuk pasien yang mengalami diare.

 Tablet tetracycline diberikan selama 10 hari, 4 kali sehari, 1 jam sebelum atau 2
jam setelah makan, tidak disarankan untuk wanita hamil.
 Tablet metronidazole diberikan selama 5 hari, 3 kali sehari.
 Alternatifnya, tablet iodoquinol diberikan selama 20 hari, 3 kali sehari setelah
makan.
 Cairan dan pengganti elektrolit direkomendasikan untuk pasien dengan diare
parah.
Operasi

Operasi diperlukan pada beberapa kasus langka, di mana balantidiasis


menyebabkan usus buntu. Pada pasien tersebut, usus buntu diangkat dengan prosedur
operasi yang disebut apendiktomi.

2.2 Asuhan Keperawatan


Kasus

Tn. A berumur 35 tahun datang kerumah sakit dengan diare sudah lebih dari
tiga hari dengan konsistensi cair, pasien merasakan mual, dan badannya lemas,
sambil terlihat memegang perutnya. Tn. A bekerja sebagai seorang petani dan memiliki
peternakan babi dibelakang rumahnya, setiap hari Tn. A membersihkan kandang babi
dan memberi makan babi yang dilakukannya sendiri. Dari pemeriksaan tinja ditemukan
balantidium coli pada tinja Tn. A.
ASUHAN KEPERAWATAN

2.2.1. Pengkajian

1. Pengkajian Data Dasar


a. Biodata Klien
Nama : Tn. A
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kota Baru
c. Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : SLTP
Alamat : Kota baru

c. Data Medik

Tanggal Berobat : 2 april 2013

Tanggal Pengkajian : 2 april 2013

No Induk Puskesmas : 2193

Diagnosa medic : Balantidosis


2. Riwayat Kesehatan

Keluhan Utama : BAB encer lebih dari 3 hari yang lalu

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak semalam klien mencret lebih dari 3 x dengan konsistensi cair.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mengalami diare tapi tidak terlalu parah makan obat dari warung
saja sudah sembuh, itu terjadi +6 bulan yang lalu.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam keluarga saat ini tidak ada yang menderita sakit dengan
penyakit yang sama.
6. Pengkajian Fisik

Keadaan umum : kesadaran : comphosmenthis

Suhu : 37.50 C

Nadi : 85x/mnt

Pulse : 35x/mnt

Kepala : tidak ada kelainan

Rambut : Distribusi merata, bersih dan tidak rontok

Mata : Bentuk mata simetris, konjungtiva anemis sklera, ikterik,


agak cekung
Hidung : tidak ada kelainan

Telinga : Bersih, simetris dan tidak ada kelainan

Mulut : mulut klien bersih tidak ada pembengkakan gusi

Dada : tidak terdapat kelainan

Inspeksi : simetris, tidak ada pembengkakan

Auskultasi : bising usus 25x/mnt

Perkusi : Timpani
Palpasi : Turgor elastis
Anogenital : terlihat kemerahan
Eksmt. Atas : tidak ada kelainan
Eksmt. Bawah : tidak ada kelainan
7. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia
a. O2
Tidak ada sesak, kebutuhan O2 terpenuhi
b. Nutrisi
Sebelum sakit: Klien makan 3 x sehari dengan porsi sedang

Saat sakit: Klien tidak nafsu makan (tidak menghabiskan porsinya) +

4 sendok makan 1 x makan

c. Cairan dan Elektrolit

Sebelum sakit

Klien minum 8 – 10 x gelas minum air.

Saat sakit

Klien minum 5 – 6 gelas.


d. Eliminasi
Sebelumnya BAB 1 x setiap pagi, dengan konsistensi normal, BAK 2

– 3 x sehari

Saat ini klien BAB lebih dari 3 x dengan konsistensi cair


e. Istirahat Tidur
Sebelumnya klien tidur siang + 2 jam, malam + 8 jam

Namun sejak semalam klien tidur + 3 – 4 jam dan sering terbangun


f. Pengobatan
Puyer diare 3 x 1 bungkus

Parasetamol 3 x ½ tablet jika panas


Oralit 5 bungkus diberikan setiap klien mau minum

2.2.2. Diagnosa Keperawatan

a. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air besar dan
encer.
b. Nyeri berhubungan dengan infeksi bakteri dalam usus

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya


intake (pemasukan) dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan
2.2.3. Intervensi

1. Kurangnya volume cairan

a. Kaji status hidrasi,; ubun-ubun, mata, turgor kulit dan membran mukosa

b. Kaji pengeluaran urine; gravitasi urine atau berat jenis urine (1.005-1.020)

atau sesuai dengan usia pengeluaran urine 1-2 ml/kg per jam
c. Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan
d. Monitor tanda-tanda vital

e. Pemeriksaan laboratorium sesuai program; elektrolit, Ht, pH, dan serum


albumin
f. Pemberian cairan dan elektrolit sesuai protokol (dengan oralit, dan cairan
parenteral bila indikasi)
g. Pemberian obat anti diare dan antibiotik sesuai program
h. Klien diistirahatkan
2. Nyeri
a. Kaji kondisi umum klien
b. Kaji tanda-tanda vital
c. Kaji tingkat dan karakteristik nyeri
d. Beri kompres hangat di perut
e. Ajarkan metoda distraksi selama nyeri akut
f. Atur posisi yang nyaman yang dapat mengurangi nyeri
g. Kolaborasi untuk pemberian analgesik
h. Kaji respon klien
3. Meningkatkan kebutuhan nutrisi yang optimum
a. Timbang berat badan klien setiap hari
b. Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran)
c. Setelah rehidrasi, berikan minuman oral dengan sering dan makanan yang
sesuai dengan diet dan usia dan atau berat badan klien
d. Hindari minuman buah-buahan
e. Lakukan kebersihan mulut setiap habis makan
f. Berikan makanan bergizi, tinggi kalori, dan bervariasi yang dapat dipilih
g. Diskusikan keuntungan dari perilaku makan yang sehat dan konsekuensi dari
ketidakpatuhan.
h. Konsultasikan pada ahli gizi untuk menentukan asupan kalori harian yang
dibutuhkan untuk mencapai berat badan yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Centers for Disease Control and Prevention. 2008. Vaksinasi Cacar Air.
http://www.immunize.org/vis/in_var.pdf

Djuanda, Adhi (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK Universitas
Indonesia, Jakarta, 1993.

Dumasari, Ramona.2008. Varicella Dan Herpes Zooster. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
Dan Kelamin. Universitas Sumatra Utara.

Finn, Adam 2005. Hot Topics In Infection And Immunity In Children II. New York: Spinger

Hadinegoro , dkk. 2010. Terapi Asiklovir Pada Anak Dengan Varisela Tanpa Penyulit .
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6, April 2010

Joanne M. McCloskey Dochterman. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).


Elsevier. Mosby

Kurniawan, dkk. 2009. Varicela Zoster Pada Anak. Medicinus · Vol. 3 No. 1 Februari 2009 –
Mei 2009

Mehta. 2006. Pyoderma gangrenosum on varicella lesions. Clinical and Experimental


Dermatology.Volume 32, pages 215–217, 27 November 2006

NANDA.2014. Nursing Diagnoses definitions and clasification 2015-2017 10th edition.


Wiley Blackwell

Prabhu, Smitha. 2009. Chilhood Herpes Zoster : A Clustering Of Ten Cases. Indian Journal
Of Dermatology.Vol : 54 Page 62-64

Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, Edisi 2, jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai