Anda di halaman 1dari 8

Bioekologi dan Klasifikasi Parasit

(Protozoa)

ANDI ATIKAH KHAIRANA


B3501202025

Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan


Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
2020
Bioekologi dan Klasifikasi Parasit
1. Bagaimana cara mengkoleksi dan mendiagnosa Trypanosoma dan Trichomonas
2. Bagaimana cara mengoleksi dan mendiagnosa Opalinata dan Balantidium
3. Bagaimana cara mengoleksi dan mendiagnosa Apicomplexa (Plasmodium)
4. Bagaimana cara mengkoleksi dan mendiagnosa Psedeupdia (Entamoeba Histolytica)
1. Trypanosoma dan Trichomonas

1A. Trypanosoma
Trypanosoma merupakan golongan flagellata jenis hemoflagella yang tergolong
dalam subfilum Sarcomastigophora, sering ditemukan hidup dalam pembuluh darah, ciri khas
dari protozoa ini adalah memiliki flagella atau bulu cambuk, ada yang memiliki 1 flagellum,
ada yang memiliki dua flagellum bahkan ada yang memiliki pseudopodia. Cara berkembang
biak dari jenis ini adalah dengan pembelahan longitudinal dan banyak yang memproduksi
kista. Ketika kita mengamati Trypanosoma dalam mikroskop maka kita akan melihat suatu
bentuk yang khas yaitu bentukan seperti daun yang kering atau bulat dan berinti satu, jumlah
mikrotubulus subpelikulernya yang bervariasi, adanya struktur istimewa yang disebut dengan
kinetoplast yaitu flagella tunggal yang muncul dari badan basal (Levine,1994).

Penentuan diagnosis tripanosomiasis adalah berdasarkan penemuan parasit pada


pemeriksaan darah natif, atau dengan pengecatan HE atau trypan-blue. Metode pemeriksaan
lain yang juga dapat membantu dalam diangnosis yaitu Metode Woo yaitu pemeriksaan
secara mikroskopik dengan melihat gerakan parasit yang terdapat diatas buffy coat pada
tabung hematokrit (Subronto, 2010). Pengujian antibody dapat dilakukan uji aglutinasi
langsung ELISA. Sementara untuk uji lanjutan dapat dilakukan dengan metode pemeriksaan
biomolekuler Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk menentukan keakuratan spesies
(Novita R, 2019).
Cara Mengkoleksi Trypanosomiasis yaitu dengan melakukan pengambilan sampel
darah melalui pembunuh vena perifer pada bagian telinga atau ekor dan untuk pemeriksaan
serologis melalui pembuluh vena besar seperti vena jugularis (dengan heparin atau darah
EDTA), dan untuk sampel jaringan (misalnya, otak, jantung, dan limpa) yang difiksasi dalam
formalin. Untuk melakukan pengoleksian menggunakan sampel darah adalah dengan metode
ulas darah tipis yaitu dengan meneteskan darah ke objek glass lalu di ulas dengan ujung objek
glass yang lain sehingga terbentuk lapisan darah yang tipis. Setelah itu preparat difiksasi
menggunakan methanol (Methyl alcohol) selama dua menit lalu dikeringkan dan diwarnai
dengan Giemsa selama 25 menit. Selanjutnya preparat di cuci, dikeringkan dan diwarnai
dengan pewarna May-Grunwald selama 2 menit. Kemudian ditambhakan PBS (Ph 7,2) dan
dibiarkan selama 3 menit, selanjutnya dilarutkan dalam pewarna giemsa selama 25 menit.
Lalu di bilas dan dikeringkan. (CIVAS, 2014)

1B. Trichomonas
Trichomonas adalah jenis protozoa, dengan filum Sarcomastigophora, subfilum
mastigophora, kelas zoomastigophorea, ordo Trichomonadida, family trichomonadidae. Ciri
khas dari protozoa ini adalah memiliki membrane undulans sepanjang tubuhnya, 3 flagella
anterior berasal dari blepharoplast terletak di bagian paling depan dari tubuh. Bentuk parasite
menyerupai buah alpukat atau kumparan dengan satu inti besar yang terletak di bagian depan
(Subronto, 2010).

Cara mengoleksi dari Trichomonas dibagi menjadi dua cara berdasarkan jenis
kelamin, hal ini karena pada jenis Trichomonas Foetus, dapat menyerang sapi jantan maupun
betina, meskipun pada jantan tidak menunjukkan gejala (Asimtomatik) pada sapi jantan
pengambilan specimen dapat dilakukan dengan memasukkan kapas steril dari preputium
sampai daerah fornix, selanjutnya kapas dikeluarkan dan disimpan kedalam botol yang telah
berisi larutan NaCL fisiologis. Metode lain yang dapat dilakukan pada hewan jantan yaitu
dengan metode pembilasan (douche) preputium dengan memasukkan sebanyak 50-100ml
larutan NaCL fisiologis kedalam preputium dengan menggunakan selang karet, lubang
preputium ditutupi dan dikakukan pijatan yang kuat pada daerah fornix, selanjutnya cairan
dikeluarkan dan ditampung kedalam botol, cara ini juga dapat dilakukan pada sapi betina
dengan menggunakan spekulum yang diberi kain steril dan diikat oleh kawat steril. Mukus
yang diperoleh pada bagian luar servix dan bagian depan vagina dengan menggunakan kain
steril tadi, selanjutnya dimasukkan kedalam botol yang berisi cairan NaCL fisiologis
(KEMENTAN-PKH, 2014).
Cara diagnosa pada beberapa jenis Trichomonas adalah bervariasi dapat dilakukan
terknik diagnose langsung maupun tidak langsung, diagnose secara langsung dilakukan
dengan metode PCR, ELISA,atau Kultur In Vitro dengan menggunakan media spesifik
mammalians feeder cells atau media komersial yang tersedia. Untuk diagnose tidak langsung
menggunakan intradermal cell atau agglutination test (KEMENTAN-PKH, 2014).
2. Opalinata dan Balantidium
2 A. Opalinata
Opalinata adalah jenis protozoa dengan filum Sarcomastogophora, subfilum
Opalinata, memiliki ciri-ciri bentukan seperti daun, pipih, silindris dan memiliki satu atau
lebih nukleus serta bagian permukaan sel dikelilingi oleh pelikel dan flagella. Opalina
berkembang biak dengan cara membelah diri dan hidup pada saluran pencernaan tepatnya
dibagian rektum dan selanjutnya menjadi kista dan dikeluarkan bersama feses (Roger,1988).

Cara mengoleksi opalinata adalah dengan melakukan pemeriksaan fese dikarenakan


protozoa ini berada di sepanjang usus halus dan cloaca katak, ikan, dan beberapa jenis reptil,
kelangkaan dari kejadian infeksi opalinata ini masih menunjukkan gejala patologis yang
minim (Foissner et al, 1979).
Untuk melakukan diagnosa pemeriksaan yaitu dengan melakukan pemeriksaan klinis
berupa gejala yang ditimbulkan. Pada sebuah studi ditemukan bahwa ikan yang terkena
opalinata, mati dan ditemukan iritasi pada epitel symphysodon aequaifasciata, pengujian
pada feses dapat dilakukan dengan melihat stadium kista pada feses (Foissner et al, 1979).

2 B. Balantidium
Balantidium adalah protozoa saluran pencernaan, merupakan jenis protozoa yang
pathogen pada manusia. Balantidium dapat menginfeksi berbagai mamalia dan babi
merupakan vector utama, pada beberapa kasus balantidum juga ditemukan menginfeksi jenis
burung. Infeksi Balantidium coli pada kebanyakan kasus tidak menimbulkan gejala yang
serius namun, pada kasus tertentu dapat menyerang usus mukosa dan menyebabkan disentri
balastidial. Kondisi sumber air yang kotor dan kontak dengan babi merupakan faktor resiko
utama infeksi protozoa Balantidium (Gordo and Pomajbikova, 2017).
Untuk mendiagnosa Balantidium adalah dengan melihat gejalanya meskipun pada
berbagai kasus ditemukan kasus asimtomatik, pada kasus tertentu memperlihatkan gejala
disentri dengan kata lain tipe parasite ini adalah bersifat opportunistic dengan mencari
keuntungan ketika kondisi tubuh inang melemah gejala yang ditimbulkan bervariasi mulai
dari gangguan perut nyeri dubur mendadak, pemeriksaan histopat dapat dilakukan pada
mukosa usus, Pengujian PCR untuk menentukan spesies dan ELISA untuk pengujian
antibodi (Purnama et al, 2019)

Untuk pengambilan sampel dapat dilakukan dengan pengambilan sampel feses


disimpan dalam wadah yang terlindung dari sinar matahari langsung, di masukkan kedalam
cool box yang berisi es, ataupun menggunakan sampel organ tubuh berupa potongan usus lalu
diletakkan kedalam wadah yang berisi formalin atau larutan glyserin, untuk melakukan
pengujian antibody dilakukan dengan ELISA atau pengujian ketingkat DNA dengan
Polymerase Chain Reaction (PCR) ( Purnama et al 2019)

3. Apicomplexa (Plasmodium)
Plasmodium termasuk kedalam Subfilum Apicomplexa, genus ini masuk kedalam
eritrosit dan menghasilkan sekitar 8 mikrogamet dan memiliki flagella tunggal. Plasmodium
falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale merupakan penyebab malaria pada manusia
yang ditularkan memalui nyamuk Anopheles (Levine, 1994).

.
Diagnosis malaria yang disebabkan oleh Plasmodium dapat dilakukan berdasarkan
pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan mikroskopik berdasarkan adanya temuan parasit
dalam sediaan darah. Pemeriksaan mikroskopik dicirikan adanya bentukan kompak pada
semua tahapan dan tanpa menyebabkan pembesaran pada eritrosit host, terdapat trofozoid
yang memanjang dan membentang pada eritrosit yang disebut band form. Schizonts biasanya
memiliki sekitar 8-10 merozoit yang sering diatur dalam pola roset dengan rumpun pigmen
ditengah (Putra, 2011).
Cara mengoleksi protozoa ini adalah dengan melakukan pengambilan darah, darah
dibuat menjadi apus darah tebal ataupun tipis, selanjutnya dilakukan pemulasan
menggunakan giemsa atau pewarna field, lalu dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan
pembesaran 100x (World Health Organization, 2011).

4. Psedeupodia (Entamoeba Histolytica)


Entamoeba histolytica adalah protozoa system pencernaan dalam keadaan seimbang
protozoa ini tidak menyebabkan sakit pada inangnya, bersifatt komensal pada lumen usus
besar dan jika mampu menembus dinding usus menjadi pathogen. Organisme ini kadang
mampu sampai ke hati dan organ organ lain, keganasannya dipengaruhi oleh galur amoeba,
kondisi tubuh inang, suhu yang hangat dan kondisi tropis, serta bakteri kontaminan. (Levine,
1994).

Cara mendiagnosa adalah dengan pemeriksaan terhadap feses segar atau


menggunakan retal scrapping untuk motil amoeba menggunakan garam, dapat pula
menggunakan feses yang telah di sentrifuge dan dicampur dengan garam/ yodium smear cara
ini menyebabkan protozoa tidak memiliki motilitas namun dapat diamati di bawah mikroskop
(Mekete and Adem, 2003).
Pengoleksian sampel adalah mengambil feses segar, di masukkan kedalam wadah
yang tidak tembus cahaya lalu di masukkan kedalam cool box yang berisi es, sampel di amati
sesegera mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
(CIVAS) Civas For Indonesia Veterinary Analytical Studies. 2014. Trypanosomiasis (Surra).
http://civas.net/2014/02/25/trypanosomiasis-surra/4/.
Foissner, W., G. Schubert, and N. Wilbert .1979. Morphologie, Infraciliatur und
Silberliniensystem von Protoopalina symphysodonis nov. spec. (Protozoa: Opalinata),
einer Opalinidae aus dem Intestinum von Symphysodon aequifasciata Pellegrin (Percoidei:
Cichlidae.). Zoologischer Anzeiger 202(1-2):71-85.
Gordo F P, Pomajbikova, K J. 2017. Balantidum Coli. In: J.B. Rose and B. Jiménez-Cisneros,
(eds) Global Water Pathogens Project. http://www.waterpathogens.org (R. Fayer and W.
Jakubowski, (eds) Part 3 Protists) http://www.waterpathogens.org/book/balantidium-coli
Michigan State University, E. Lansing, MI, UNESCO.
(KEMENTAN-PKH) Kementrian Pertanian Indonesia. 2014. Manual Penyakit Hewan
Mamalia. Cetakan Kedua. Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, Jakarta.
Levine, N D.1994. Parasitologi Veteriner. Cetakan kedua. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Mekete G, Adem M A.2003. Parasitology. Colaboration with the Ethiopia Health Training
Initiative, The Carter Center, the Ethiopia of Health, and Ethiopia Ministry of Education.
Jimma University.
Novita R. 2019. Kajian Potensi Tripanosomiasis sebagai Penyakit Zoonosis Emerging di
Indonesia. Jurnal Vektor Penyakit Vol 13 No. 1. Puslitbang Biomedis dan Teknologi
Dasar Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI. From:
http://doi.org/10.22435/vektorp.v13i1.934.
Purnama K A, Kardena I M, Berata I K, Winaya I B O, Adi A A A M.2019.Laporan Kasus :
Patologi Balantidiosis pada Babi. From: http://ojs.unud.ac.id/php.index/imv. DOI:
10.19087/imv.2019.8.1.1
Putra T R I. 2011 . Malaria dan Permasalahannya. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume
11 Nomor 2 Agustus 2011.
Roger, A.O.1988. Comparative Protozoology, Ecology, Physiology, and Life History, New
York : Sringer- Verlag New York.
Subronto.2010. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba Pada Anjing dan Kucing. Cetakan
kedua. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai