Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

PENYAKIT BAKTERIAL DAN MIKAL


MAHASISWA SKHB-IPB

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Gram Positif


Kelompok 7

Dosen :
Dr. Drh. Aprilia Hardiati, M.Si

Anggota :

Nor Jannah B04190061


Oscar Daniel Kusumo Digyo B04190066
Ebit Triposa Mudumi B04170206

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET


SEKOLAH KEDOKTERAN HEWAN DAN BIOMEDIS

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


SEMESTER GENAP 2022/2023
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Susu adalah salah satu produk hasil ternak yang memiliki kandungan yang
baik bagi manusia. Susu yang tercemari oleh mikroorganisme dapat menurunkan
kualitas susu. Salah satu penurunan kualitas disebabkan oleh mikroorganisme.
Mastitis adalah radang internal yang dialami sapi di kelenjar ambingnya dengan
tingkat keparahan yang bervariasi. Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai
jenis mikroba patogen yang menginfeksi ambing susu. Kejadian mastitis memiliki
beberapa tingkatan dimana pada mastitis subklinis tidak menunjukkan adanya
gejala klinis (Puspasari et al. 2018). Mastitis tipe tersebut dapat diidentifikasi
melalui identifikasi isolat bakteri dari sampel susu yang dicurigai mastitis.
Bakteri patogen penyebab mastitis antara lain Streptococcus agalactiae,
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Staphylococcus aureus
sering menyebabkan mastitis subklinis maupun mastitis kronis (Hayati et al.
2019). Bakteri merupakan mikroorganisme yang memiliki daya sebar paling
tinggi. Bakteri sulit dilihat secara langsung, sehingga diperlukan identifikasi
bakteri sesuai dengan bentuk morfologi yang dapat dilihat di bawah mikroskop
untuk memastikan jenis bakteri gram positif atau bakteri gram negatif yang
menjadi penyebab mastitis. Teknik identifikasi bakteri dapat dilakukan
menggunakan pewarnaan gram, uji katalase, uji koagulase, uji CAMP, dan uji
glukosa.

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan memahami teknik isolasi bakteri dan
mengidentifikasi jenis bakteri gram positif dan negatif pada susu diduga mastitis.

II. METODE
2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah kaca objek, ose, bunsen,
mikroskop, cawan petri, label, tabung reaksi, dan microtube. Bahan yang
digunakan adalah sampel susu didugas mastitis, zat warna kristal violet, safranin,
lugol, alkohol 96%, media Blood Agar (BA), hidrogen peroksida 3%, NaCl
fisiologis, plasma kelinci, glukosa, isolat bakteri, dan media mannitol salt agar.

2.2 Prosedur Percobaan


2.2.1 Preparat Ulas
Kaca objek dibersihkan dengan dibasahi alkohol. Kaca objek dikeringkan
dan diberi kode sesuai dengan suspensi bakteri menggunakan spidol permanen di
sisi kanan kaca objek. Tabung reaksi yang berisi suspensi bakteri dihomogenkan
dan dipindahkan pada kaca objek menggunakan mata ose. Pengambilan bakteri di
dalam tabung reaksi perlu didekatkan dengan bunsen untuk menghindari
kontaminasi pada biakan bakteri. Suspensi bakteri diambil dua mata ose dan
diletakkan mengulaskan suspensi pada kaca objek. Preparat difiksasi pada api
bunsen untuk melekatkan bakteri pada kaca objek.

2.2.2 Pewarnaan Gram


Pewarnaan gram dilakukan untuk memberikan gambaran yang baik di
pada preparat dibawah mikroskop. Pewarnaan bakteri dimulai dengan pembuatan
preparat ulas dari biakan cair. Preparat ulas yang telah difiksasi di atas bunsen
diberikan berbagai larutan warna kristal violet selama 2 menit, bilas dengan
aquades atau air mengaliri kaca objek. Pewarnaan dilanjutkan dengan tetesan
larutan lugol selama 1 menit dan alkohol 96% selama 10-30 detik. Kaca objek
dibilas menggunakan air yang mengalir. Pewarnaan dilanjutkan dengan zat warna
safranin selama 1-2 menit dan dibilas menggunakan air yang mengalir. Preparat
dikeringkan dan dilanjutkan pengamatan morfologi bakteri sel menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 1000 kali.

2.2.3 Isolasi Bakteri dengan Blood Agar (BA)


Sampel susu diambil dengan satu mata ose suspense yang dioleskan pada
permukaan media Blood Agar (BA) secara aseptis. Cawan petri sebagai wadah
media Blood Agar (BA) terlebih dahulu diberi label pada sisinya dan dibagi
menjadi tiga bagian. Media agar yang telah diberi dioleskan bakteri dan
diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Isolasi bakteri akan tumbuh diatas
media Blood Agar (BA) setelah diinkubasi dan dilanjutkan dengan pengamatan
bakteri serta subkultur bakteri.

2.2.4 Uji Katalase


Koloni bakteri pada media subkultur dipindahkan menggunakan ose pada
kaca objek secara aseptis. Koloni bakteri pada kaca objek kemudian diberikan
tetesan hidrogen peroksida 3%. Homogenkan campuran koloni bakteri dengan
hidrogen peroksida 3%. Pembentukan buih atau gelembung dari campuran
tersebut menandakan hasil yang positif.

2.2.5 Uji Koagulase


Plasma kelinci disiapkan di dalam microtube. Isolat bakteri yang ada pada
media subkultur diambil menggunakan 1-2 mata ose secara aseptis dan
dimasukkan ke dalam microtube yang berisi plasma kelinci. Campuran tersebut
dihomogenkan dan dibiarkan selama 24 jam. Hasil uji koagulase yang positif
ditandai dengan terbentuknya presipitat granular yang tampak seperti cairan
kental.

2.2.6 Uji Glukosa


Tabung reaksi yang diberi glukosa diberi inokulasi isolat bakteri yang
diambil menggunakan 1-2 mata ose pada media subkultur. Tabung reaksi dan
isolat bakteri dihomogenkan. Tabung reaksi yang berisi campuran glukosa dan
isolat bakteri dimasukkan ke dalam anaerobic jar dengan lilin yang menyala
sebagai indikator keberadaan oksigen. Tabung diinkubasi selama 24 jam dalam
suhu 37°C.

2.2.7 Mannitol Salt Agar


Media mannitol salt agar yang terbuat dari Phenol Red Broth dan 1% gula
diberi isolat bakteri dengan cara dioleskan pada media tersebut. Pengolesan
dilakukan secara aseptis untuk menghindari adanya kontaminasi dari lingkungan.
Media diinkubasikan selama 18-24 jam pada suhu 37°C.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pewarnaan Gram Sampel Susu Mastitis

Identifikasi bakteri dilakukan terhadap sampel susu yang diduga diambil


dari sapi yang terkena mastitis. Langkah pertama yang dilakukan dalam
mengidentifikasi bakteri yaitu pewarnaan diferensial berupa pewarnaan Gram.
Pewarnaan Gram bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri dengan
mudah.Pewarnaan Gram untuk membedakan spesies bakteri menjadi dua
kelompok besar, yakni Gram positif dan Gram negatif, berdasarkan sifat kimia
dan fisik dinding sel mereka (Yusmaniar et al. 2017).
Bakteri Gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat
warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram sedangkan bakteri Gram positif
akan mempertahankan zat warna metil ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol.
Bakteri Gram negatif memiliki 3 lapisan dinding sel. Lapisan terluar yaitu
polisakarida (lipid) kemungkinan tercuci oleh alkohol, sehingga pada saat
diwarnai dengan safranin akan berwarna merah. Bakteri Gram positif memiliki
selapis dinding sel berupa peptidoglikan yang tebal. Setelah pewarnaan dengan
kristal violet, pori-pori dinding sel menyempit akibat dekolorisasi oleh alkohol
sehingga dinding sel tetap menahan warna ungu (Yusmaniar et al. 2017).

Gambar 1 Hasil pewarnaan Gram pada sampel susu


Berdasarkan hasil praktikum pada gambar 1, bakteri yang terdapat pada
sampel susu didominasi oleh bakteri dari kelompok Gram positif. Bakteri yang
terlihat di bawah mikroskop berwarna ungu setelah pewarnaan Gram. Selain
untuk menentukan kelompok Gram bakteri, pewarnaan Gram juga bisa dilakukan
untuk melihat bentuk dan susunan bakteri. Bentuk bakteri dari sampel yang
diambil yaitu bulat (kokus) dengan susunan bakteri yang bergerombol.
3.2 Pembiakan Bakteri Pada Media Agar Darah
Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari
campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa
molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Isolasi
mikroorganisme untuk menjadi kultur murni dapat dilakukan dengan
menggunakan media pertumbuhan (Tenny et al. 2014).
Identifikasi bakteri pada sampel susu mastitis diawali dengan melakukan
kultur bakteri pada media agar darah. Media agar darah merupakan media yang
dapat digunakan untuk bakteri yang memiliki kemampuan dalam melisiskan sel
darah merah atau eritrosit darah dan memiliki banyak nutrisi yang dapat
digunakan untuk pertumbuhan bakteri. Media yang diperkaya ini mendukung
pertumbuhan bakteri patogen seperti Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus
aureus. Agar darah juga digunakan untuk mendeteksi dan membedakan
kemampuan hemolisis bakteri seperti Streptococcus sp (Puspitasari 2021).
Menurut Krihariyani et al. (2016), darah domba adalah senyawa esensial
yang digunakan untuk pembuatan media agar darah, dan media ini menjadi media
standar untuk isolasi bakteri yang mempunyai kemampuan untuk menghemolisa
darah. Media agar darah mengandung darah mamalia (umumnya domba) yang
tidak beku sebanyak 5-10%. Penambahan darah tersebut bertujuan untuk
mempersubur perbenihan dan untuk menumbuhkan bakteri yang sukar tumbuh
pada perbenihan biasa.
Teknik inokulasi (penanaman) bakteri pada media agar darah dilakukan
dengan teknik goresan T. Teknik isolasi koloni bakteri dengan cara ini dilakukan
dengan cara menggoreskan suspensi bahan yang mengandung mikroba pada
permukaan media agar padat. Teknik goresan T digunakan untuk mendapatkan
koloni tunggal dengan membagi wilayah goresan menjadi 3 bagian (Yusmaniar et
al. 2017). Isolat bakteri diambil menggunakan jarum ose dan digores pada
masing-masing wilayah goresan secara zigzag. Goresan pada wilayah pertama
akan menghasilkan koloni bakteri yang padat, diharapkan goresan di wilayah
ketiga menghasilkan koloni bakteri tunggal (Rahmadani 2020). Setelah dilakukan
inokulasi, agar darah diinkubasi pada suhu 37℃ selama 24 jam.

Gambar 2 Koloni bakteri pada agar darah


Berdasarkan hasil praktikum, koloni bakteri pada agar darah dengan teknik
inokulasi goresan T hanya terlihat pada daerah 1 dan 2. Daerah 3 tampak tidak
memiliki koloni. Daerah 1 memiliki koloni yang lebih padat daripada daerah 2
dan sudah sesuai dengan pernyataan Rahmadani (2020) bahwa daerah 1 akan
memiliki koloni yang lebih padat dari daerah 2. Koloni yang terlihat pada daerah
1 dan 2 memiliki ciri-ciri berwarna putih dan mengkilat. Hal ini sesuai dengan
gambaran makroskopis koloni Staphylococcus aureus menurut Krihariyani et al.
(2016) yaitu pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus adalah berkoloni
satu-satu, kecil, bulat, halus, dan berpigmen putih pada masa inkubasi 24 jam
Tidak ditemukannya koloni pada daerah 3 dapat terjadi karena teknik inokulasi
yang kurang sempurna yang dilakukan oleh praktikan. Selain itu, tampak juga
robekan pada agar darah di daerah 3 yang menandakan bahwa praktikan
memberikan tekanan yang terlalu besar saat menginokulasi.

3.3 Subkultur Biakan Bakteri ke Agar Miring


Biakan bakteri pada agar darah kemudian dilakukan subkultur ke agar
miring. Subkultur merupakan prosedur pemindahan mikroorganisme dari suatu
media ke media yang lain. Subkultur berfungsi untuk memelihara biakan mikroba
dengan memindahkan kultur secara berkala di media yang baru. Interval
pemindahan kultur bervariasi sesuai jenis mikroorganisme, media dan kondisi
penyimpanan. Subkultur dapat dilakukan di media agar miring, atau media cair
(Wahyuningsih dan Zulaika 2018).
Agar miring merupakan satu bentuk medium yang digunakan untuk
membiakkan mikroba, terutama yang bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif.
Ciri-ciri kultur antara lain pembentukan warna dan bentuk pertumbuhan kuman
yang dapat segera diamati. Inokulasi mikroba pada medium ini dilakukan dengan
cara menggoreskan jarum ose yang mengandung mikroba secara zig-zag pada
permukaan agar miring, atau dengan menusukkan lup ke bagian tengah medium
(Astuti 2019).

3.4 Uji KOH


Pengujian KOH 3% merupakan metode identifikasi bakteri yang baik
dalam menentukan jenis dominan bakteri yang aktif yang ditandai dengan adanya
lendir. Penentuan sifat gram dengan KOH 3% memiliki hasil yang sama dengan
pengujian pewarnaan gram. Pengujian KOH 3% pada bakteri mengindikasikan
bakteri gram (+) memiliki dinding sel yang tebal dan lemak yang tipis sedangkan
gram (-) berlemak tebal dan berdinding sel tipis yang berada di ruang periplasma.
KOH akan menyerang lemak (bilayer lipid) dan membuat sel gram (-) pecah. Sel
yang pecah akan melepaskan materi genetik (DNA) yang merupakan substansi
melimpah di dalam sel bakteri. Molekul DNA sangat panjang bersifat sticky
strings (menyerupai lendir, getah atau dapat berarti lengket) yang memberikan
hasil seperti lendir saat diangkat dengan jarum inokulum (Hardiansyah et al.
2020).
Berdasarkan hasil praktikum pengujian KOH, tidak terlihat adanya lendir
saat diangkat dengan jarum inokulum. Hal ini berarti bahwa tidak ada material
genetik bakteri yang keluar akibat lisisnya sel dan mengindikasikan bahwa bakteri
yang diuji merupakan bakteri dari kelompok Gram positif. Bakteri Gram positif
memiliki dinding sel yang tebal dan lapisan lemak yang tipis sehingga ketika
diberikan KOH tidak akan membuatnya lisis dan mengeluarkan material genetik
yang berlendir (Hardiansyah et al. 2020).

3.5 Pewarnaan Gram pada Sampel dari Subkultur

Gambar 3 Hasil pewarnaan Gram sampel dari subkultur


Pewarnaan Gram sampel dari subkultur dilakukan dengan proses yang
serupa dengan pewarnaan Gram dari sampel susu, hanya saja yang membedakan
yaitu karena media biakan yang digunakan berasal dari media biakan padat, maka
biakan bakteri di kaca objek perlu dibasahi dengan NaCl fisiologis. Hasil dari
pewarnaan Gram sampel subkultur menghasilkan bakteri berwarna ungu (Gram
positif) dengan bentuk bulat dan bergerombol. Menurut Hamidah et al. (2019)
dinding sel bakteri gram positif tersusun atas peptidoglikan yang lebih tebal
dibandingkan bakteri gram negatif. Peptidoglikan yang lebih tebal mampu
mempertahankan zat warna kristal violet meskipun telah diberi larutan pemucat.
Bakteri Gram positif mampu membuat protein ribonukleat kompleks yang dapat
mempertahankan warna dasar setelah dilakukan proses pelunturan. Sebaliknya,
pelarut aseton-alkohol dengan mudah merusak membran luar bakteri gram negatif
yang memiliki lapisan peptidoglikan relatif tipis sehingga tidak dapat
mempertahankan kompleks pewarna.
Menurut Bulele et al. (2019) kelebihan pewarnaan Gram merupakan salah
satu metode paling sederhana dan murah untuk diagnosis cepat infeksi bakteri.
Metode ini jauh lebih cepat dibandingkan dengan kultur bakteri, dan sebagai
pedoman awal untuk memutuskan terapi antibiotik sebelum tersedia bukti definitif
bakteri penyebab infeksi secara spesifik. Kekurangan dari metode ini yaitu hanya
dapat mengetahui ukuran dan bentuk bakteri serta melihat struktur dalam bakteri
dengan zat warna saja.

3.6 Uji Katalase


Uji katalase berfungsi untuk mengetahui mampu atau tidaknya bakteri
memproduksi enzim katalase. Hasil uji katalase positif ditunjukkan dengan
adanya gelembung udara setelah bakteri ditetesi larutan H2O2 (hidrogen
peroksida) (Maulana 2019).

Gambar 4 Hasil uji katalase dari sampel subkultur


Berdasarkan hasil uji katalase pada gambar 4, tampak ada gelembung gas
yang muncul di atas kaca objek setelah biakan bakteri ditetesi larutan hidrogen
peroksida). Menurut Hayati et al. (2019) bakteri yang mengandung enzim katalase
mampu menghidrolisis hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air (H2O) dan
gelembung gas (O2). Hal ini berarti bahwa bakteri yang diuji bersifat katalase
positif. Menurut Becker et al. (2015) bakteri yang termasuk ke kelompok katalase
positif yaitu bakteri yang dahulunya termasuk ke famili Micrococcaceae. Famili
ini kini dipecah menjadi 3 famili yang berbeda yaitu Micrococcaceae,
Staphylococcaceae dan Dermacoccaceae. Bakteri dari genus Staphylococcus dan
Micrococcus merupakan contoh dari bakteri yang memiliki sifat katalase positif.

3.7 Uji Fermentasi Glukosa


Uji fermentasi glukosa dilakukan untuk membedakan bakteri dari genus
Micrococcus dan Staphylococcus. Uji fermentasi glukosa positif ditandai dengan
adanya perubahan warna menjadi kuning dan terbentuk gelembung pada tabung
durham. Selama proses inkubasi, karbohidrat yang difermentasi akan
menghasilkan asam yang menyebabkan indikator brom cresol purple (BCP)
berubah dari warna ungu menjadi kuning dan dapat pula diikuti dengan
pembentukan gas dalam tabung durham (reaksi positif), bila tidak terjadi
perubahan warna medium (merah) maka tidak terjadi fermentasi (reaksi negatif)
(Fallo dan Sine 2016).

Gambar 5 Hasil uji fermentasi glukosa


Berdasarkan hasil praktikum pada gambar 5, uji fermentasi glukosa
menghasilkan sedikit reaksi positif. Hal ini dikarenakan warna yang ditunjukkan
tidak kuning sempurna melainkan merah mendekati kekuningan dan
gelembung-gelembung yang terbentuk pada tabung Durham sangat kecil. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa glukosa tidak dapat terfermentasi secara
sempurna. Menurut Aulia et al. (2022), bakteri dari genus Micrococcus tidak
dapat memfermentasi dan menghasilkan asam dari glukosa sehingga tidak terjadi
perubahan warna (tetap merah). Bakteri dari genus Staphylococcus dapat
memfermentasikan glukosa sehingga merubah warna indikator BCP (merah)
menjadi warna kuning dan menghasilkan gelembung gas di dalam tabung durham.
Hasil dari uji fermentasi glukosa mengindikasikan bahwa bakteri yang diuji
berasal dari genus Staphylococcus.

3.8 Uji Koagulase


Uji koagulase dilakukan untuk diferensiasi Staphylococcus aureus dari
spesies Staphylococcus lainnya. Bakteri Staphylococcus aureus memberikan hasil
uji koagulase positif, sedangkan Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus
saprophyticus memberikan hasil uji koagulase negatif. Uji koagulase dilakukan
untuk mendeteksi pembentukan enzim koagulase yang terikat ke dinding sel
bakteri (Jiwintarum et al. 2015).

Gambar 6 Hasil uji koagulase


Berdasarkan hasil praktikum pada gambar 6, tidak tampak adanya
koagulasi dari plasma darah kelinci. Menurut Dewi (2013), koagulase merupakan
protein ekstraseluler yang dihasilkan oleh S. aureus yang dapat menggumpalkan
plasma dengan bantuan faktor yang terdapat dalam serum. Hasil koagulase positif
ditunjukkan dengan adanya gumpalan/clot pada dasar tabung Eppendorf. Hasil
katalase negatif pada praktikum mengindikasikan bahwa bakteri yang terdapat
pada sampel bukan Staphylococcus aureus. Menurut Becker et al. (2014), contoh
bakteri Staphylococcus koagulase negatif yaitu Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus haemolyticus, Staphylococcus saprophyticus, dan Staphylococcus
lugdunensis.

3.9 Pembiakkan bakteri di mannitol salt agar (MSA)


Pembiakan bakteri pada mannitol salt agar (MSA) dilakukan untuk
membedakan Staphylococcus yang bersifat patogen dengan Staphylococcus non
patogen serta Micrococcus. Staphylococcus aureus (patogen) pada media MSA
menunjukkan pertumbuhan koloni berwarna putih kekuningan dikelilingi zona
kuning karena kemampuan memfermentasi mannitol. Bakteri yang tidak mampu
memfermentasi mannitol akan tampak zona berwarna merah atau merah muda
pada media MSA. Zona kuning menunjukkan adanya fermentasi mannitol, yaitu
asam yang dihasilkan, menyebabkan perubahan phenol red pada agar yang
berubah dari merah menjadi berwarna kuning (Dewi 2013).

Gambar 7 Hasil biakkan pada media mannitol salt agar (MSA)


Berdasarkan hasil pembiakkan pada media MSA terlihat pada gambar 7,
tampak warna media MSA tidak berubah dan tetap berwarna merah. Hal ini
menandakan bahwa bakteri yang dibiakkan pada media tersebut tidak dapat
memfermentasi mannitol sehingga tidak ada produksi asam yang dapat merubah
phenol red pada agar menjadi berwarna kuning. Berdasarkan hasil biakkan ini,
dapat disimpulkan bahwa bakteri yang dikultur dari sampel merupakan bakteri
Staphylococcus epidermidis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lestari et al.
(2020) bahwa koloni bakteri yang berwarna merah saat dibiakkan di media MSA
yaitu Staphylococcus epidermidis.

IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa


hasilnya menunjukan bahwa bakteri yang terkandung dalam susu yang diduga
mastitis mengandung bakteri Gram positif dimana dapat dibuktikan dari uji-uji
yang telah dilakukan seperti uji pewarnaan Gram yang menunjukan warna ungu,
berbentuk kokus dan bergerombol serta dapat diperkuat dengan uji penumbuhan
bakteri pada media blood agar (BA). Hasil dari uji KOH juga mendapatkan hasil
yang Positif yang ditandai dari tidak terbentuknya lendir karena bakteri gram
positif memiliki dinding sel yang tebal sehingga tidak mudah lisis. Bakteri Gram
Positif yang terkandung dalam susu adalah bakteri Staphylococcus epidermidis
dari genus Staphylococcus yang dibuktikan dengan uji katalase, uji fermentasi
glukosa dan uji MSA.

DAFTAR PUSTAKA

Aulia U, Helmi TZ, Darmawi, Fakhrurrazi. 2022. Isolasi dan identifikasi bakteri
Micrococcus luteus dan Staphylococcus epidermidis pada ambing sapi
aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET). 6(2): 46-56.
Astuti LA. 2019. Penuntun Praktikum Oral Mikrobiologi. Gowa (ID): AGMA.
Becker K, Heilmann C, Peters G. 2014. Coagulase-negative staphylococci.
Clinical Microbiology Reviews. 27(4): 870-926.
Becker K, Skov RL, vo Eiff. 2015. Manual of Clinical Microbiology 11th edition.
New Jersey (US): Wiley.
Bulele T, Rares FES, Porotu’o J. 2019. identifikasi bakteri dengan pewarnaan
gram pada penderita infeksi mata luar di Rumah Sakit Mata Kota Manado.
Jurnal e-Biomedik (eBm). 7(1): 30-36.
Dewi AK. 2013. Isolasi, identifikasi dan uji sensitivitas Staphylococcus aureus
terhadap amoxicillin dari sampel susu kambing peranakan ettawa (PE)
penderita mastitis di wilayah Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta. Jurnal
Sain Veteriner. 31(2): 138-150.
Fallo G, Sine Y. 2016. Isolasi dan uji biokimia bakteri selulolitik asal saluran
pencernaan rayap pekerja (Macrotermes spp.). Bio – Edu : Jurnal
Pendidikan Biologi. 1(2): 27-29.
Hamidah MN, Rianingsih L, Romadhon. 2019. Aktivitas antibakteri isolat bakteri
asam laktat dari peda dengan jenis ikan berbeda terhadap E. coli dan S.
aureus.Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan. 1(2): 11-21.
Hardiansyah MY, Musa Y, Jaya AM. 2020. Identifikasi plant growth promoting
Rhizobacteria pada rizosfer bambu duri dengan gram KOH 3%.
Agrotechnology Research Journal. 4(1): 41-46.
Hayati LN, Tyasingsih W, Praja RN, Chusniati S, Yunita MN, Wibawati PA. 2019.
Isolasi dan identifikasi Staphylococcus aureus pada susu kambing
Peranakan Etawah penderita mastitis subklinis di Kelurahan Kalipuro,
Banyuwangi. Jurnal Medik Veteriner. 2(2): 76-82.
Jiwintarum Y, Srigede L, Rahmawati A.2015. Perbedaan hasil uji koagulase
menggunakan plasma sitrat manusia 3,8%, plasma sitrat domba 3,8%, dan
plasma sitrat kelinci 3,8% pada bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal
Kesehatan Prima. 9(2): 1559-1569.
Krihariyani D, Woelansari ED, Kurniawan E. 2016. Pola pertumbuhan
Staphylococcus aureus pada media agar darah manusia golongan O, AB,
dan darah domba sebagai kontrol. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan.
3(2): 191-200.
Lestari R, Admi M, Rastina R, Dewi M, Nurliana N, Harris A, Riady G. 2020.
The isolation of Staphylococcus epidermidis bacteria in white snapper
salted fish (Lates calcalifer) from Sibolga City, North Sumatra Province.
J-Kesma: Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat. 7(1): 44-50.
Maulana MN. 2019. Identifikasi bakteri pada lindi di tempat pembuangan sampah
terpadu (TPST) 3R Mulyoagung Bersatu kecamatan dau Kabupaten
Malang dan kajian implementasinya sebagai sumber belajar biologi
[skripsi]. Malang (ID): Universitas Muhammadiyah Malang.
Puspasari ER, Hartati S, Rahardjo S, Nururrozi A, Indarjulianto S. 2018. Isolasi
dan identifikasi Staphylococcus Epidermidis pada susu sapi PFH penderita
mastitis subklinis di Wukirsari, Cangkringan, Sleman, DIY. Jurnal
Ilmu-Ilmu Peternakan. 28(2): 121 – 128.
Puspitasari AI. 2021. Penggunaan media agar darah manusia untuk pertumbuhan
bakteri golongan beta hemolisa [skripsi]. Surabaya (ID): Universitas
Nahdlatul Ulama Surabaya.
Rahmadani D. 2020. Keberadaan bakteri yang berasosiasi dengan sampah plastik
styrofoam di perairan Pulau Lawase Kabupaten Barru [skripsi]. Makassar
(ID): Universitas Hasanuddin.
Tenny E, Ogunsola FT, Okodugha IM, Bamiro J. 2014. Effect of blood agar from
different animal blood on growth rates and morphology of common
pathogenic bacteria. Advances in Microbiology. 4(16): 1237-1241.
Wahyuningsih N, Zulaika E. 2018. Perbandingan pertumbuhan bakteri selulolitik
pada media nutrient broth dan carboxymethyl cellulose. Jurnal Sains dan
Seni ITS. 7(2): 36-38.
Yusmaniar, Wardiyah, Nida K. 2017. Bahan Ajar Farmasi: Mikrobiologi dan
Parasitologi. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai