Anda di halaman 1dari 2

Pencegahan Canine Distemper

Kunci utama dari pencegahan terhadap infeksi Canine Distemper Virus yaitu dengan vaksinasi
dan menghindari kontak dengan hewan yang terinfeksi Canine Distemper Virus terutama pada anak
anjing (Ettinger dan Feldman 2004). Anak anjing sangat rentan terinfeksi virus distemper, terutama jika
kekebalan alami yang diperolehnya dari induk sudah menghilang sebelum anak anjing tersebut mampu
membentuk kekebalan tubuhnya sendiri. Untuk melindungi anjing dewasa, pemilik hewan harus
memberikan vaksin secara berkala sehingga anjing tersebut mempunyai titer antibodi yang cukup untuk
melawan virus tersebut.

Terdapat dua jenis vaksin untuk Canine Distemper Virus yang tersedia yaitu MLV dan rCDV.
Pemberian vaksin Canine Distemper Virus biasanya telah dalam kombinasi dengan parvovirus dan
adenovirus-2. Pemberian vaksin Canine Distemper Virus dimulai sejak anjing berumur 6 minggu dengan
interval pemberian vaksin 3 – 4 minggu sampai pada umur 16 minggu. Anjing harus divaksinasi kembali 1
tahun setelah pemberian vaksin Canine DistemperVirus terakhir kali pada tahap awal. Vaksin komersial
dapat memberikan kekebalan berkelanjutan yang dapat bertahan sampai beberapa tahun. Pada anjing
dewasa, vaksinasi Canine Distemper Virus dianjurkan setiap 3 tahun (Mazzaferro 2010).

Pengendalian

Pengendalian distemper anjing hanya dapat dicapai secara realistis dengan menggunakan
vaksinasi. Jenis-jenis vaksin yang digunakan saat ini dijelaskan, bersama dengan beberapa masalah yang
dihadapi seperti gangguan oleh antibodi ibu, dan penggunaan dalam spesies selain anjing. Vaksin viral
hidup yang dimodifikasi, seperti yang digunakan selama lebih dari tiga puluh tahun, terbukti sangat
efektif. Namun demikian ada ruang untuk beberapa peningkatan dalam efikasi vaksin dan
perkembangan terbaru dalam metode rekombinan genetik dijelaskan (Angelica et al. 2017)

Terapi
Terapi untuk CDV menigoencephalomyelitis yang akut adalah terapi supportif (Nelson and Couto, 2003).
Tidak ada obat anti virus yang efektif, sehingga terapi distemper tidak spesifik. Pemberian antibiotik
dimaksudkan untuk mengatasi terjadinya infeksi sekunder oleh bakteria. Terapi cairan dan elektrolit harus
diberikan, karena penderita mengalami diare sehingga timbul dehidrasi. Untuk terapi simptomatik dapat
diberikan obat sedative dan antikonvulsi. Dexamethasone dapat diberikan pada anjing yang telah terlihat
tanda-tanda gejala syaraf. Terapi Corticosteroid jangka pendek (1-3 hari) dilaporkan adanya perbaikan yang
lumayan, tetapi corticosteroid jangka panjang tidak dianjurkan karena akan terjadi imunosuppresi.
Pemberian antibody monoclonal pada protein H (homoserum) dapat diberikan pada anjing yang menunjukan
gejala klinik dengan perkiraan masih dalam fase inkubasi (Dharmojono, 2001).

Daftar pustaka

Angelika K. Loots,Emily Mitchell,Desire L. Dalton,Antoinette Kotze, and Estelle H. Venter. 2017. Advances
in canine distemper virus pathogenesis research: a wildlife perspective. Journal of general virology.
98:311–321

Ettinger SJ, Feldman EC. Textbook of Veterinary Internal Medicine. Volume I. Edisi ke-6. 2004. St. Louis,
Missouri: Elsevier Inc.

Mazzaferro EM. 2010. Small Animals Emergency and Critical Care. USA: Wiley-Blackwell.

Dharmojono, H., 2001, Kapita Selecta Kedokteran Veteriner, Edisi I, Pustaka Popular Obor, Jakarta, hal 16-
20.

Nelson R.W and Couto C.G., 2003, Small Animal Internal Medicine, Third Edition, Mosby, pp:1015-1016.

Anda mungkin juga menyukai