Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH TEKNOLOGI PANGAN

KONSEP TEKNOLOGI APLIKASI PANAS DENGAN METODE PEMANASAN

DOSEN PEMBIMBING :

Rahmani, S.TP., M.P

DISUSUN OLEH :

- Anis Diah Pitaloka (P07131219001)

- Hawazen (P07131219015)

- Ni Putu Sintha Dewi Aqni (P07131219029)

- Rina Shopia (P07131219035)

- Riska Rahmayanti (P07131219037)

- Zalfa Alya Anshari (P07131219049)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

2020/2021
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah tugas Teknologi Pangan ini dengan baik dan selesai tepat pada
waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini dapat terselesaikan
sebagaimana yang diharapkan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunannya, makalah ini masih jauh dalam
kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada supaya tidak terulang
kembali.

Banjarbaru, 21 Januari 2021


3

Daftar Isi

Kata Pengantar.............................................................................................................................

Daftar Isi.......................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................................................

B. Rumusan masalah...........................................................................................................

C. Tujuan Makalah...............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Sterilisasi............................................................................................ .............................

B. Blaching atau blansir........................................................................................................

C. Pateurisasi.........................................................................................................................

D. Pengasapan.......................................................................................................................

E. Cooking............................................................................................................................

BAB III PENUTUPAN

A. Kesimpulan ....................................................................................................................
Daftar Pustaka
4

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan primer yang sangat penting bagi kehidupan.
Manusia tidak dapat hidup apabila tidak ada yang dapat dikonsumsinya, Sehingga
Pengolahan pangan sangat penting untuk kita ketahui serta bagaimana pengaruhnya terhadap
pemenuhan gizi dalam masyarakat, Sehingga tidak mengherankan jika semua negara baik
negara maju maupun yang sedang berkembang seperti negara Indonesia, selalu berusaha
untuk menyediakan bahan pangan yang cukup, aman, dan bergizi. Salah satu caranya dengan
melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan
perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi.
Dengan berkembangannya zaman dan seiring kemajuan teknologi, manusia mulai
melakukan perubahan-perubahan cara mengolah makanan menjadi lebih baik dari sebulmnya,
Hal ini bisa dikarenakan semakin lama kehidupan manusia semakin sibuk sehingga tidak
mempunyai waktu untuk melakukan pengolahan dan saat sekarang manusia lebih menyukai
makanan yang instan. Salah satu cara pengolahan bahan pangan yaitu dengan penggunaan
panas, tujuan dari penggunaan panas agar makanan enak dimakan dan mempunyai daya
simpan yang lebih lama.
Dalam pemanasan ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu destruksi mikroorganisme
dan Inaktivasi enzim yang tidak dikehendaki, cara pengolahan bahan pangan dengan panas
ada beberapa macam yaitu Blansing, Pasteurisasi, dan Sterilisasi.

B. RUMUSAN MASALAH

Dalam makalah ini ada beberapa masalah yang akan dikaji, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan sterilisasi ?
2. Apa yang dimaksud blanching?
3. Apa yang dimaksud pasteurisasi?
4. Apa yang dimaksud pengasapan?
5. Apa yang dimaksud cooking?

C. TUJUAN
5

Tujuan penyusunan makalah ini diantaranya adalah sebagai berikut :


1. Menjelaskan apa itu sterilisasi.
2. Menjelaskan macam-macam sterilisasi.
3. Menjelaskan apa itu pasteurisasi.
4. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan blanching.

6.Menjelaskan apa itu pengasapan.


7.Menjelaskan apa yang dimaksud dengan cooking.
6

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sterilisasi
1. Pengertian Strelisasi
Sterilisasi adalah proses membebaskan bahan pangan dari semua mikroorganisme
termasuk bakteri, spora bakteri,kapang dan virus, menggunakan kombinasi suhu tinggi dan
waktu tertentu. Untuk membunuh
semua mikroorganisme termasuk sporanya didalam bahan pangan, yang dapat tumbuh, pada
kondisi normal. Sterilisasi yang tidak baik juga dapat menghasilkan penyebaran infeksi
bakteri dan virus seperti hepatitis dan HIV.
Proses Sterilisasi lebih intens dari proses pasteurisasi yang menggunakan suhu diatas
1000oC dengan waktu yang cukup lama sehingga dapat berpengaruh terhadap penampakan
dan rasa dari produk.
2. Macam-Macam Sterilisasi
a. Sterilisasi Termal
Proses termal merupakan serangkaiaan proses yang harus dilakukan secara akurat dan
hati-hati untuk menjamin keamanan produk. Masalah utama yang berkaitan dengan produk
kaleng untuk produk pangan berasam rendah adalah pembentukan toksin botulium. Toksin
tersebut dihasilkan oleh mikroorganisme c.botulinum. penyakit yang disebabkan oleh toksin
botulin disebut botulisme. Pencegahan pembentukan toksin botulin merupakan tujuan utama
dari proses pengalengan. Sterilisasi termal merupakan unit pengolahan., yaitu produk pangan
diberi perlakuan panas menggunakaan suhu tinggi dan waktu tertentu un tuk mendestruksi
mikroba dan aktivitas enzim. Akibatnya, produk pangan sterilisasi mempunyai umur simpan
yang lama lebih dari enam bulan. Perlakuan panas yang ekstrem selama sterilisasi
mengakibatkan perubahan nutrisi dan sifat sensori produk pangan. Oleh karena itu, teknik
sterilisasi terus dikembangkan untuk mengurangi kerusakan nutrisi dan mutu sensori produk
pangan, termasuk pengembangan teknologi sterilisasi nontermal.
b. Sterilisasi Komersial
Sterilisasi Komersial (Ditujukan untuk membunuh semua mikroorganisme yang hidup
pada suhu penyimpanan normal atau suhu ruang, perlu kita ingat ada beberapa organisme
yang juga dapat bertahan pada suhu tinggi.). Sterilisasi komersial ,merupakan proses
sterilisasi dengan tujuan membunuh suatu mikroorganisme yang dapat tumbuh pada produk
pangan pada kondisi suhu ruang. Produk yang diproses melalui sterilisasi komersial, aseptis,
7

dan dikemas secara hermetis biasa dikategorikaan sebagai produk kaleng walaupun kemasan
yang digunkan tidak terbatas pada kaleng saja melainkan dapaat berupa kemasan yang lain,
sepertiretort pouch dan gelas jar. Berbeda dengan sreilisasi total yang biasa di terapkan dalam
dunia medis atau kedokteran, Sterilisasi komersial tidak sepenuhnya membunuh mikroba
karena masih terdapat mikroba karena masih terdapat beberapa mikroba yang masih dapat
hidup secara sterilisasi. Akan tetapi, kondisi dalam kaleng selama distribusi, pemasaran, dan
penyimpanan yang aseptis dan vakum, maka mikroba tersebut tidak dapat hidup dan
berkembang biak.
Pemberian panas yang tidak mencukupi menyebabkan penyebaran penigkatan resiko
kerusakan dan keamanan pangan akibat mikroba yang ada menjadi aktif kembali. Untuk
menghindari hal tersebut, proses sterilisasi yang di terapkan di industry pangan di rancang
secara khusus untuk mencapai kondisi sterilisasi komersial yang aman.
Pemanasan Sterilisasi komersial umum dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak
asam atau lebih dikenal dengan bahan pangan berasam rendah. Bahan pangan berasam
rendah memiliki pH > 4,5, misalnya seluruh bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur
dan ikan serta sayuran seperti buncis dan jagung. Makanan berkadar asam tinggi memiliki pH
< 3,5, dan Berkadar asam sedang pH 3,5-4,5.
Apabila pada kondisi penyimpanan yang benar, spora yang tahan terhadap suhu tinggi
tidak dapat berkembang dan sebaliknya apabila suhu penyimpanan salah maka spora tersebut
dapat menyebabkan kerusakan pada makanan kaleng, Clostridium botulinun menjadi target
utama dari proses sterilisasi komersial. Untuk pangan yang PH diatas 6,4 Atau AWN diatas
85 % ketidak cukupan proses sterilisasi akan menyebabkan spora Clostridium botulinun
tumbuh serta dapat meghasilkan toksin botulin yang sangat mematikan didalam makanan
kaleng. Waktu dan suhu sterilisasi bahan pangan tergantung juga pada wadah apa yang
digunakan, kondisi ( Jenis, Komposisi, Kekeantalan) bahan pangan, Resistensi
mikroorganisme dan enzim terhadap panas, pH bahan makanan, ukuran wadah / kemasan
yang disterilkan.
Dapat dicontohkan seperti, proses sterilisasi soup memerlukan waktu yang lebih pendek
dari proses sterilisasi kornet. Cairan atau kuah soup akan membantu mempercepat proses
pemindahan panas (Heat transfer)secara konvensi, sedangkan pada sterilisasi kornet proses
perpindahan panas secara konduksi sehingga proses pemanasan berjalan lambat. Produk
pangan sterilisasi mempunyai umur simpan yang panjang dan dapat disimpan pada suhu
ruang.
8

Dengan demikian, sterilisasi komersial ini hanya digunakan untuk mengolah bahan
pangan berasam rendah di dalam kaleng, seperti kornet, sosis dan sayuran dalam kaleng. Susu
steril dalam kotak adalah contoh produk lain yang diproses dengan sterilisasi komersial.
Tetapi prosesnya berbeda dengan pengalengan. Susu steril dalam kotak diproses dengan
pengemasan aseptik yaitu suatu proses sterilisasi kontinyu dimana produk susu yang sudah
disterilkan dimasukkan ke dalam kotak yang sudah disterilkan dalam lingkungan yang juga
aseptik.
3. Proses Sterilisasi
1) Sterilisasi Dalam Kemasan
Sterilisasi produk pangan dalam kemasan, seperti kaleng, gelas, atau retort pouch,
dilakukan dengan tahapan pengisian, pengeluaran udara (exhausting), penutupan, sterilisasi,
dan pendinginan. Tahap pengisian dilakukan setelah produk pangan di blansing untuk
sayuran dan buah-buahan atau di beri perlakuan pra pemasakan untuk produk hewani. Pada
proses pengisian, medium penghantar panas sekaligus dimasukan kedalam wadah kemasan.
Medium tersebut selain sebagai penghantar panas juga berperan sebagai bumbu atau pemberi
rasa, seperti larutan garam, laerutan gula, dan saus.
Proses pengeluaran udara atau exhausting kemudian dilakukan sebelum penutupan
atau sealing. Tujuannya adalah mengeluarkan udara dalam kemasan untuk mencega
pemuaian yang berlebihan ketika kemasan dan produk pangan dipanaskan. Penghilangan
oksigen juga bertujuan mencegah korosi dan perubahan oksidatif produk pangan. Uap air
digunakan untuk mengeluarkan udara. Ketika didinginkan, uap air tersebut mengembun pada
permukaan produk sehingga kondisi vakum tercipta.
Pengeluaran udara dapat dilakukan melalui cara berikut ini :
a) Pengisian panas dalam (hot filling) produk pangan kedalam kemasan. Tehnik ini biasa
digunakan sebagai perlakuan pemanasan awal yang dapat menurunkan waktu proses.
b) Pengisian produk pangan dalam kondisi dingin (cool filling) kemudian dilakukan
pemanasan kemasan dan isinya pada suhu 80-95 dengan tutup kemasan sebagian terbuka.
c) Penghilaangan udara secara mekanis menggunakan pompa vakum.
d) Penghilangan udara menggunakan uap air, yaitu aliran uap air dilewatkan pada kemasan
sebelum penutupan. Metode ini paling sesuai untuk produk pangan yang berwujud cair
karena biasanya terdapat sejumlah udara yang terperangkap dan permukaan datar sehingga
tidak mengganggu aliran uap air.
Daya simpan produk pangan hasil sterilisasi bergantung pada kemampuan kemasan
untuk melindungi produk pangan secara sempurna dari pengaruh lingkungan tempat
9

penyimpanan. Jenis kemasan yang digunakan untuk produk sterilisasi dapat berupa logam
atau kaleng, botol atau gelas selai, kemasan retort pouch fleksibel atau nampan ( tray ) yang
bersifat kaku. Penutupan kemasan kaleng di lakukan secara khususs dengan tehnik penutupan
ganda atau dikenal dengan doble seamer. Tujuanya adalah untuk menjamin bahwa tutup tidak
mengalami kebocoran yang dapat berakibat kehilangan kondisi vakum dan aseptis.pada
proses sterilisasi, panas dipindahkan dari uap air atau air bertekanan tinggi menuju kemasan
yang mengandung produk pangan. Pada umumnya , koefisien pindah panas permukaan
kemasan sangat tinggi dan tidak menjadi factor pembatas pada proses pindah panas. Factor-
faktor penting yang mempengaruhi laju penetrasi panas kedalam produk pangan adalah jenis
produk, ukuran kemasan, suhu retort atau sterilizer, bentuk kemasan, dan jenis kemasan.
Cairan yang disterilisasi umumnya adalah media fermentasi yang mengandung gula,
garam fosfat, ammonium, trace metals, vitamin, dan lain-lain. Secara umum ada dua cara
sterilisasi cairan yaitu dengan panas dan disaring (filtrasi). Sterilasi dengan panas dilakukan
di dalam autoclave, di mana steam tekanan tinggi diinjeksikan ke dalam chamber untuk
mencapai temperatur 121 derajat C dan tekanan tinggi (sekitar 15 psig). Durasinya bervariasi,
namun umumnya diinginkan cairan dipertahankan pada 121 derajat C selama minimal 15
menit. Jika termasuk waktu untuk heating dan cooling steps, total waktu berkisar 1-2 jam
tergantung volume cairan yang disterilisasi. Terkadang temperatur bisa diset pada 134 derajat
C (untuk medis).
Unsur kritis kedua dalam menjamin proses pengolahan aseptis yang berhasil adalah
proses sterilisasi kemasan. Berbagai teknik telah dikembangkan untuk bisa melakukan proses
sterilisasi kemasan secara kering. Salah satu yang populer dan terbukti efektif adalah
sterilisasi menggunakan H2O2.
2) Sterilisasi Produk
Salah satu keuntungan dari proses pengolahan aseptis adalah bisa dilakukannya sterilisasi
secara terpisah; antara sterilisasi produk dan sterilisasi kemasan. Hal ini memungkinkan
dilakukannya sterilisasi secara sinambung (continuous) dengan menggunakan alat penukar
panas atau bahkan dengan pemanasan langsung, sehingga pemanasan bisa dilakukan pada
suhu yang sangat tinggi dan waktu yang sangat singkat. Pemanasan demikian sering disebut
sebagai pemanasan ultrahigh temperature atau beberapa literatur juga menyebutkan sebagai
ultra-heat treatment yang dua-duanya sering disingkat sebagai UHT. Umumnya, UHT adalah
proses pemanasan pada suhu tinggi (> 135oC – 150oC) tetapi pada waktu hanya sekitar 2-15
detik. Pemanasan demikian, mampu membunuh spora bakteri tahan panas sehingga tercapai
kondisi sterilitas produk yang diinginkan dan sekaligus mampu meminimalkan tingkat
10

kerusakan mutu (tekstur, warna, citarasa dan flavor) dan zat gizi. Produk pangan yang
populer diproduksi dengan teknik UHT antara lain adalah susu, sari buah, teh, sup, dan
produk pangan cair lainnya.
Secara umum, proses sterilisasi secara sinambung dapat disajikan secara
skematis dimana pemanasan dan pendinginan dilakukan dengan menggunakan alat penukar
panas (heat exchanger; HE). Beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dengan sistem
pemanasan terpisah ini, antara lain adalah (i) proses dapat berjalan dengan sinambung, (ii)
proses pemanasan dan pendinginan yang cepat, karena bahan pengemas tidak menjadi
penghalang, (ii) beberapa skema konservasi energi dapat diaplikasikan pada sistem ini, dan
sekaligus (iv) meningkatkan jumlah pilihan bahan dan sistem pengemasan.
3) Sterilisasi zona Aseptik
Kondisi zona aseptis, yaitu area atau ruangan steril dimana proses pengisian produk steril
ke dalam kemasan steril akan dilakukan. Zona jelas akan mempengaruhi keberhasilan proses
sterilisasi secara keseluruhan. Pada dasarnya keseluruhan area atau zona aseptis perlu
disterilkan, dengan menggunakan sterilan yang aman dan efektif. Sterilan yang sering
digunakan adalah uap panas dan/atau H2O2 yang disemprotkan secara homogen ke seluruh
permukaan di zona aseptis. Sering sterilan H2O2 juga dibantu dengan uap panas, untuk
memastikan tingkat sterilitas yang diinginkan. Hal penting lain dalam kaitannya dengan zona
aseptis ini adalah bahwa kondisi steril ini harus dipastikan terpelihara dengan baik selama
proses berlangsung.
4) Strerilisasi Suhu Ultra Tinggi (UHT, Ultrahigh Temperature)
Masalah utama pada sterilisasi pada produk pangan yang berwujud padat atau kental
adalah laju penetrasi panas yang rendah sehingga waktu proses lama. Hak ini berakibat pada
kerusakan komponen nutrisi pada bagian pangan yang terletak dekat permukaan kemasan.
Metode untuk meniungkatkan laju pindah panas adalah penggunaan kemasan yang tipis dan
agitasi seperti yang telah di jelaskan. Peningkatan suhu retort juga menyebabkan waktu
proses yang lebih pendek sehingga kerusakan nutrisi dan perubahan sensori dapat di kurangi.
Suhu yang lebih tinngi dengan waktu proses yang lebih pendek dapat di lakukan jika
produk pangan di sterilisasi sebelum di kemasa dalam kemasan yang telah disterilisasi.
Metode ini merupakan dasar proses UHT yang juga di sebut pengolahan aseptis (aseptic
processing). Metode ini telah di terapkan untuk produk pangan berwujud cair, seperti susu,
jus, kosentrad buah, dan krim; serta produk pangan yang mengandung parkulat diskret seperti
makanan bayi, sous tomat, sayuran dan buah-buahan, serta sup. Kualitas produk UHT serta
dengan produk yang diawetkan dengan iradiasi dan pendinginan. Akan tetapi, produk UHT
11

mempunyai umur simpan yang lebih pendek jika disimpan tanpa pendinginan yaitu kurang
dari 6 bulan.
Keuntungan metode UHT yang lain di bandingkan pengalengan adalah ukuran kemasan
bebas, harga kemasan lebih murah, produktifitas tinggi karena dapat di proses secara otomatis,
dan energy lebih efisien. Metode UHT bersifat ekonomis untuk pengolahn karena berbeda
dedngan proses pasteurisasi.
Keterbatasan utama metode UHT adalah biaya operasional yang tinggi dan pengolahan
lebih kompelks. Metode UHT harus di lengkapi dengan peralatan sterilisasi kemasan,
termasuk tengki dan pipa yang di jamin steril, kondisi lingkungna pengolahan damn
permukaan mesin pengisi yang steril, dan keterampilan pekeja yang tinggi.
Selain efektif membunuh mikroba, sterilisasi UHT dengan pengolahan aseptik juga
menjamin nilai gizi produk pangan. Dan setelah dibandingkan, tingkat kerusakan setelah
proses sterilisasi UHT lebih kecil dibandingkan sterilisasi biasa (pemanasan dalam botol).
4. Pengaruh Sterilisasi Terhadap Karakteristik Produk Pangan
Tujuan sterilisasi stermal adalah memperpanjang umur simpan produk pangan dengan
tetap meminimumkan perubahan nutrisi dan sensori produk. Perrbedaan nilai
mikroorganisme, enzim serta kompoinen nutrisi dan sensori produk pangan diperhatikan
untuk mendapatkan kondisi proses sterilisasi dinasi suhu obtimum.
1) Perubahan Warna
Kombinasi suhu dan waktu yang digunakan dalam pengalengan mempengaruhi pigmen
dalam produk pangan. Sebagai contoh pigmen oksimioglobin yang berwarna coklat, dan
mioglobin yang berwarna keunguan di ubah menjadi miohemigromogen yang berwarna
merah-cokelat. Reaksi pencoklatan maillard dan karamelisasi berperan terhadap warna
produk yang disterilisasi. Perubahan tersebut pada daging dikehendaki. Garam nitrit atau
nitrat di tambahkan pada produk olahan daging untuk mengurangi resiko
pertumbuhan C.botulinum, juga untuk mendapatkan warna daging yang cerah dari nitrit
oksidamioglobin dan metmioglobin nitrit.
Pada sayuran dan buah-buahan, klorofil diubah menjadi faeofitin, karatenoid
berisisomerisasi dari 5,6 etoksida menjadi 5,8 etoksida yang mempunyai intensitas warna
lebih rendah serta antosianin didegradasi menjadi berwarna cokelat. Selama penyimpanan
perubahan warna produk pangan yang dikalengkan terjadi. Sebagai contoh, jika besi atau
tima dari kemasan kaleng beraksi dengan antosianin berbentuk pigmen berwarna ungu. Jika
leukoantisianin yang tidak berwarna bereaksi dengan logam tersebut berbentuk kompleks
12

antosianim yang berwarna merah muda. Pada produk susu, perubahan warna yang terjadi
diakibatkan oleh sedikit karamelisasi dan reaksi Maillard.
2) Perubahan Bauh dan Cita Rasa
Daging kaleng mengalami perubahan yang kompleks seperti pirolisissilkan, diaminasi,
dan dekarboksilasi asam amino, degradasi, reaksi maillard dan karamelisasi karbohidrat
berbentuk furfural dan hidroksimetilfurfural, serta oksidasi dan dekarboksilasi lipid. Interaksi
antar komponen tersebut menghasilkan lebih dari 600 senyawa cita rasa dan bauh.
Pada sayuran dan buah-buahan, perubahan terjadi akibat reaksi kompleks yang menjakup
dekradasi, rekominasi dan folatilisasi aldehid, keton, gula,lakton, asam amino, dan asam-
asam organic. Pada susu, pembentukan cita rasa matang (cooked flavor) disebabkan oleh
denaturasi protein whey membentuk hydrogen sulfida dan pembentukan lakton dan
metilketon akibat oksidasi lipid. Pada proses UHT, perubahan tersebut lebih sedikit terjadi
dan cita rasa serta bauh alami produk dan bahan pangan dapat dipertahankan.
3) Perubahan Tekstur Dan Viskositas
Pada daging kaleng, perubahan tekstur disebabkan koagulasi dan penurunan daya ikat air
dari protein. Akibatnya, terjadi pengerutan dan daging menjadi kaku. Pelunakan terjadi akibat
hidrolisikolagen, pelarutan gelatin yang berbentuk dari hasil hidrolisis kolagen, dan pelelehan
fraksi lemak yang terdispersi dalam jaringan daging. Poli fosfat biasa ditambahkan pada
daging untuk meningkatkan daya ikat air. Polifosfatase dapat mengurangi pengerutan dan
meningkatkan keempukan daging. Pada buah dan sayur-sayuran, pelunakan disebabkan oleh
hidrolisis senyawa-senyawa pectin, gelatinisasi pati, pelarutan persial hemiselulosa, yang
dikombonasikan dengan penurunan turgor (tekanan sel). Garam kalsium dapat ditambahkan
pada proses blansing seperti telah dijelaskan untuk meningkatkan kekerasan buah dan
sayuran kaleng garam kalsium yang digunakan dapat beragam bergantung pada jenis bahan.
Misalanya, kalsium hidroksida digunakan untuk ceri, kalsium klorida untuk tomat, dan
kalsium laktat untuk apel. Penggunaan jenis garam kalsium yang berbeda disebabkan oleh
perbedaan proporsi peptin yang didemitilasi.
Pada proses pengalengan daging, waktu relative lama di butuhkan untuk hidrolisis
kolagen dan suhu relative rendah dibutuhkan untuk mencega daging menjadi kaku.
4) Perubahan Nilai Gizi
Faktor penting yang harus di perhatikan pada proses pengolahan adalah perubahan nilai
gizi. Pengalengan menyebabkan hidrolisis karbohidrat dan lipid, tetapi kedua kompnen
tersebut tetap mempunyai ketersediaan hayati yang baik dan nilai gizinya tidak berubah.
Protein terkoagulasi dan biasannya penurunan asam amino terjadi sebesar 10-20%. Keturunan
13

kadar lisin setara dengan suhu yang digunakan. Penurunan kadar triptofan kadar lisin setara
dengan suhu yang digunakan. Penurunan triptofan dan metionin menurunkan nilai biologi
protein sebesar 6-9%
Penurunan kadar vitamin terjadi terutama pada tiamin (50-75%), dan asam pantotenat
(20-35%). Pada buah-buahan dan sayuran kaleng penurunan vitamin terjadi pada hamper
semua vitamin larut air terutama asam askorbat. Penurunan tersebut beragam bergantuk pada
jenis produk pangan, kadar residu oksigen dalam kemasan, dan metode pesparasi sebelum
pengalengan (missal pengupasan dan pengirisan atau bansing). Pada sejumlah produk ,
sejumlah vitamin larut dalam sirup atau medium lain ynag juga dikomsumsi, sehingga terjadi
penurunan pada proses sterilisasi metode UHT, penurunan vitamin hanya sedikit terjadi.
Sterilisasi pada daging tiruan yang dibuat dari kedelai dapat meningkatnkan nilai gizinya
berkaitan dengan inerfiktasi komponen antitrypsin. Antitrypsin merupakan protein yang dapat
berikatan dengan enzim tripsin dalam pencernaan sehingga menurunkan ketersediaan hayati
protein.
Dan setelah sterilisasi dilakukan secara baik, dipaparkan Purwiyatno lebih lanjut, ada
tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mempertahankan kesegaran produk, yakni perlakuan
pemanasan yang cukup, pengemasan dan pengkeliman (penyegelan) kemasan secara hermetis
(kedap), dan penanganan kemasan dengan baik dengan memastikan integritas sambungan dan
penutupan tetap terjaga sebelum, selama, dan setelah pemanasan
Adapun tujuan dari sterilisasi secara umum adalah sebagai berikut:
a. Mencegah terjadinya infeksi
b. Mencegah makanan menjadi rusak
c. Mencegah kontaminasi mikroorganisme dalam industri
d. Mencegah kontaminasi terhadap bahan- bahan yang dipakai dalam melakukan biakan murni.
B. Blanching
1. Pengertian Blanching
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menemui bahan pangan nabati seperti buah
dan sayur dalam bentuk produk beku, kering atau kalengan. Bentuk olahan-olahan tersebut
disukai karena selain dapat memperpanjang umur penyimpanan bahan, proses produksinya
juga dipermudah karena akan mempersingkat waktu pengolahan bahan tersebut menjadi
produk akhir. Selama proses pembekuan, pengeringan, pengalengan maupun selama proses
penyimpanannya, bahan pangan tersebut dapat mengalami penurunan mutu dan nutrisi,
sehingga dibutuhkan suatu proses pemanasan awal yang dikenal dengan
istilah blanching. Blanching adalah proses perlakuan pemanasan awal yang biasanya
14

dilakukan pada bahan nabati segar sebelum mengalami proses pembekuan, pengeringan atau
pengalengan.
2. Jenis Peralatan Blanching
a) Water Blanching
Pada metode ini, digunakan air panas (mendidih) untuk menaikkan temperatur bahan
pangan, biasanya temperatur operasi berkisar antara 70-100oC . Metode ini merupakan
metode blanching yang paling sederhana dan memerlukan biaya operasi yang murah.
Peralatan yang digunakan biasanya blancher yang memiliki penutup, atau panci besar dengan
penutup. Kekurangan dari penggunaan metode water blanching ini adalah menghilangkan
mineral dan nutrien penting yang larut dalam air.
b) Steam Blanching
Metode ini disarankan untuk hanya beberapa jenis sayuran seperti brokoli, labu, kentang
dan winter squash, namun sebenarnya bahan-bahan ini dapat menggunakan metode water
blanching. Steam blanching biasanya digunakan untuk bahan pangan yang berukuran kecil,
atau sudah dipotong dengan ukuran yang kecil. Waktu pemrosesan dengan steam
blanching biasanya 1.5 kali lebih lama dibandingkan dengan metode water blanching.
Pada steam blanching, produk diangkut oleh belt conveyor melalui ruang uap dengan
temperatur sekitar 100oC yang diinjeksikan ke dalam peralatan. Keunggulan metode steam
blanching ini adalah meminimasi kehilangan komponen pangan yang larut dalam air seperti
vitamin, protein, mineral dll ,memiliki efisiensi energi yang lebih tinggi serta meminimisasi
tingkat BOD yang terlarut.
c) Hot gas Blanching
Penggunaan gas cerobong dari pembakaran gas pada medium pemanas digunakan untuk
memanaskan bahan pangan, sehingga terjadi proses blanching. Dengan menggunakan
metode gas blanching akan mengurangi limbah yang dihasilkan, namun seringkali
mengakibatkan berkurangnya berat produk. Penggunaan hot gas blanching tidak digunakan
dalam industri dan kebutuhan dalam penelitian lebih lanjut.
d) Microwave Blanching
Penelitian tentang penggunaan microwave untuk blanching telah dimulai pada tahun
1940an, penggunaan microwave memiliki potensi yang cukup besar untuk dipergunakan pada
skala industri, namun untuk menggunakannya secara konvensional perlu peninjauan lebih
lanjut. Pada umumnya, penggunaan microwave blanching dalam skala industri terbatas,
karena masih terbatasnya ketertarikan industri untuk menggunakan metode ini. Hal ini
disebabkan mereka harus mengganti semua peralatan (umumnya dengan steam
15

blanching atau water blanching) serta tidak lebih menghemat waktu dibandingkan dengan
metode lainnya.
3. Metode Blanching
Proses blanching dilakukan dengan memanaskan bahan pangan pada suhu kurang dari
100oC dengan menggunakan air panas atau uap air panas. Contoh proses blanching yaitu
mencelupkan sayuran atau buah di dalam air mendidih selama 3 sampai 5 menit atau
mengukusnya selama 3 sampai 5 menit.
Setelah dilakukan proses pemanasan bahan pangan, biasanya dilanjutkan dengan proses
pendinginan yang bertujuan untuk mencegah pelunakan jaringan yang berlebihan sekaligus
dan sebagai proses pencucian setelah blanching. Proses pendinginan dilakukan segera setelah
proses blanching selesai. Bahan dibenamkan ke dalam air es selama beberapa waktu,
biasanya lamanya waktu untuk proses pendinginan sama dengan lama waktu yang digunakan
untuk blanching. Waktu pendinginan ini tidak boleh terlalu lama, karena dapat menyebabkan
meningkatnya kehilangan komponen larut air karena lisis kedalam air pendingin. Untuk
meminimalkan kehilangan komponen larut air karena lisis kedalam air pendingin, maka
proses pendinginan dapat dilakukan dengan menggunakan udara dingin sebagai media
pendinginnya.
Setiap bahan pangan memiliki waktu proses blanching yang berbeda-beda untuk
inaktivasi enzim, tergantung pada jenis bahan tersebut, metode blanching yang digunakan,
ukuran bahan dan suhu media pemanas yang digunakan. Pada Tabel dibawah ini dapat dilihat
lama waktu blanching dari beberapa jenis bahan pangan :
Sayuran (dalam air suhu
100oC) Waktu blanching (menit)
Brokoli 2-3
Jagung 2-3
Bayam 12
Beet ukuran kecil, utuh 3-5
Beet dipotong dadu 3
Idealnya, lama waktu yang diperlukan untuk proses blanching adalah pas tidak terlalu
lama atau terlalu sebentar. Proses blanching yang berlebihan akan menyebabkan produk
menjadi matang, kehilangan flavor, warna, dan nutrisi-nutrisi penting yang terkandung
didalamnya karena komponen-komponen tersebut dapat rusak dan terlarut kedalam media
pemanas (pada proses blanching dengan air panas atau steam).
16

Sebaliknya, waktu blanching yang terlalu sebentar akan mendorong meningkatnya


aktivitas enzim perusak dan menyebabkan kerusakan mutu produk yang lebih besar
dibandingkan dengan yang tidak mengalami proses blanching.
Proses blanching salah satunya bertujuan untuk menjaga mutu produk, dengan cara
menonaktifkan enzim alami yang terdapat pada bahan pangan. Enzim tersebut di nonaktifkan
karena dapat mengganggu kualitas pangan saat dilakukan proses pengolahan
selanjutnya. Contohnya ialah enzim polifenolase yang menimbulkan pencoklatan pada bahan
pangan buah-buahan.
Dalam proses blanching buah dan sayuran, terdapat dua jenis enzim yang tahan panas,
yaitu enzim katalase dan peroksidase. Kedua enzim ini memerlukan pemanasan yang lebih
tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-enzim yang lain. Baik enzim katalase
maupun peroksidase tidak menyebabkan kerusakan pada buah dan sayuran. Namun karena
sifat ketahanan panasnya yang tinggi, enzim katalase dan peroksidase sering digunakan
sebagai enzim indikator bagi kecukupan proses blanching. Artinya, apabila tidak ada lagi
aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran yang telah di blanching,
maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan baik.
Pada proses blanching prinsipnya adalah melewatkan bahan pangan menuju uap pemanas
dan media pendingin (dapat berupa udara atau air). Proses blanching dalam skala industri
dilakukan pada Rotary Drum Steam Blancher. Ini merupakan suatu alat dimana proses
blanching berupa pemanasan dan pendinginannya dilangsungkan dalam suatu drum yang
berputar. Proses pemanasan di dalam alat umumnya dilakukan pada suhu 70-80oC bergantung
pada jenis bahan pangan dan menggunakan uap jenuh. Sementara untuk proses pendinginan
dipilih menggunakan media pendingin berupa air kondensat.
Blanching dengan air panas tidak selalu diinginkan, terutama pada buah potong yang
akan dimakan dalam bentuk segar dan buah beku yang akan dikonsumsi dalam bentuk segar
(tanpa pemasakan) setelah proses thawing. Pada buah potong yang akan dikonsumsi dalam
bentuk segar, proses blanching dapat menyebabkan perubahan karakteristik sensorik ‘khas
buah segar’-nya. Sementara pada buah beku, kerusakan panas yang terjadi selama blanching
pada beberapa jenis buah menyebabkan perubahan flavor dan tekstur buah (tekstur menjadi
porous seperti gabus) setelah dithawing. Kondisi ini menyebabkan buah menjadi tidak layak
untuk dikonsumsi segar. Untuk kasus seperti ini, maka digunakan metode alternatif lain untuk
menghambat perubahan enzimatis terutama reaksi pencoklatan.
Beberapa metode yang bisa digunakan sebagai pengganti blanching pada pembuatan
buah beku adalah inaktivasi enzimatis secara kimia, menghindarkan kontak dengan oksigen
17

(misalnya dengan mengemas buah dalam larutan gula) dan perendaman dalam larutan yang
mengandung anti oksidan (misalnya asam askorbat).
Contoh lain proses blanching diterapkan pada buah-buahan. Proses blanching ini
bertujuan untuk mencegah terbentuknya warna coklat pada buah- buahan. Buah yang paling
mudah mengalami pencoklatan adalah apel. Blanching yang dilakukan pada buah- buahan ini
adalah dengan memberikan panas terhadap bahan pangan melalui perendaman bahan dalam
air yang mendidih atau pemberian steam dalam waktu yang relatif singkat.
Untuk apel, setelah dikupas dan dipotong- potong selanjutnya apel direndam di dalam air
panas selama 3 menit dengan suhu mencapai 82-93°C. Setelah proses perendaman selesai,
apel direndam dalam larutan vitamin C. Dengan takaran vitamin 200 miligram per liter.
Sehingga akan diperoleh apel yang tetap segar dengan tambahan vitamin C. Selain itu, proses
blanching untuk buah- buahan dapat dilakukan dalam larutan garam kalsium dengan tujuan
untuk memperbaiki kekerasan buah dengan terbentuknya kalsium pektat. Kekerasan buah
setelah diblanching juga dapat diperbaiki dengan bantuan pektin, karboksimetil dan alginat.
4. Pengaruh Blanching Terhadap Produk Pangan
Beberapa parameter yang dapat dilihat dalam pemrosesan blanching diantaranya adalah :
a) Rasa (flavor)
Secara langsung dan tidak langsung proses blanching memengaruhi rasa pada berbagai
produk pangan dengan menginaktivasi enzim tertentu dalam produk tsb. Selain
itu blanching juga meningkatkan retensi rasa dan seringkali menghilangkan rasa pahit yang
tidak diinginkan dalam pangan.
b) Tekstur
Blanching dapat menyebabkan softening dari produk pangan yang tidak diinginkan,
namun hal ini dapat diatasi dengan penambahan kalsium pada pangan tsb. Selain itu,
penggunaan kombinasi temperatur rendah pada bahan mentah terbukti telah efektif dalam
proses firming pada sayuran kaleng. Parameter untuk melihat struktur pada bahan pangan
diantaranya adalah kerenyahan, kegaringan, serta pengukuran instrument seperti gaya geser
maksimum.
c) Warna
Perubahan warna pada proses blanching terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Contohnya dalam pengolahan kentang, dimana blanching akan mengurangi kadar gula,
kemudian akan memengaruhi perubahan warna pada kentang, dimana biasanya terjadi reaksi
Maillard. Dalam industri, makanan pada umumnya perbandingan warna secara visual
dilakukan dengan metode instrument berdasarkan reflektansi.
18

d) Nilai Gizi
Secara umum, blaching akan menurunkan nilai nutrisi dalam makanan, terutama ketika
menggunakan air dalam prosesnya. Beberapa nutrisi yang kemungkinan akan hilang pada
saat pemrosesan diantaranya adalah vitamin C, vitamin B1, vitamin B2, karoten, dan
beberapa mineral lainnya.
Sayuran hijau yang diberi perlakuan blanching sebelum dibekukan atau dikeringkan
mutu wama hijaunya lebih baik dibandingkan dengan sayuran yang tidak
di blanching terlebih dahulu. Dalam pengalengan sayuran dan buah-buahan, blanching dapat
menghilangkan gas dari dalam jaringan tanaman, melayukan jaringan tanaman agar dapat
masuk dalam jumlah banyak dalam kaleng, menghilangkan lendir dan memperbaiki warna
produk. Alat yang digunakan untuk proses blanching adalah blancher dimana proses yang
terjadi bertujuan untuk:
1) Menonaktifkan enzim alami yang terdapat pada bahan pangan.
2) Membunuh sebagian jasad renik yang terdapat pada bahan pangan.
3) Mematikan jaringan-jaringan bahan.
4) Menghilangkan kotoran yang melekat pada sayuran.
5) Menghilangkan zat-zat penyebab lendir pada sayuran.
6) Mengeluarkan gas-gas, termasuk O2 dalam jaringan buah atau sayuran.
7) Mempertahankan mutu sensorik dan nutrisi dari buah dan sayur.

C. Pasteurisasi
1. Pengertian Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah perlakuan panas yang diberikan pada bahan baku dengan suhu di
bawah titik didih. Teknik ini digunakan untuk mengawetkan bahan pangan yang tidak tahan
suhu tinggi, misalnya susu. Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi
hanya yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora. Oleh sebab itu, proses ini sering
diikuti dengan teknik lain misalnya pendinginan atau pemberian gula dengan konsentrasi
tinggi. Produk hasil pasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya bertahan 1 sampai 2
hari sedang jika disimpan pada suhu rendah dapat tahan 1 minggu.
2. Metode Pasteurisasi
a. Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short Time/HTST),
yaitu proses pemanasan susu selama 15 – 16 detik pada suhu 71,7 – 750C dengan alat Plate
Heat Exchanger.
19

b. Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long
Time/LTLT)yakni proses pemanasan susu pada suhu 610C selama 30 menit.
c. Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature) yaitu memnaskan susu
pada suhu 1310C selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi untuk
menghasilkan perputaran dan mencegah terjadinya pembakaran susu pada alat pemanas.
3. Proses Pasteurisasi
a. Pasteurisasi Batch
Pasteurisasi batch adalah metode pasturisasi tertua, paling sederhana dan paling
cocok untuk memproses volume yang relatif kecil produk. Pasteurisasi batch dilakukan
dengan memanaskan bahan pangan pada suhu dan waktu pasteurisasi tertentu, selanjutnya
dikemasdalam kemasan steril dengan teknik pengisian hot filling. Pasteurisasi batch
merupakan alat yang berupa tangki berjaket yang dikelilingi air atau uap yang bersirkulasi.
Pemanasan dan pendinginan pada pasteurisasi batch, dilakukan dalam jaket, agar media
pemanas maupun pendingin tidak bercampur dengan bahan yang akan dipasteurisasi. Di
dalam tangki, bahan dipanaskan selama holding time sambil diaduk kemudian didinginkan.
Pendinginan dilakukan pada tangki yang sama dengan pemanasan. Pendinginan dilakukan dengan
mengganti airpanas dengan air dingin yang dialirkan melalui pipa yang sama. Pendinginan
dilakukan sampai suhu Pasteurisasi juga ada yang dilakukan dengan cara memodifikasi aliran
bahan. Misalnya pada bahan susu, bisa dipanaskan lebih dulu di plate atau tubular HE
sebelum masuk ke dalam tangki batch. Pada pasturisasi batch terdapat beberapa komponen,
antara lain: mechanical agitator, top filling line, dan special valve untuk pengosongan di
bagian bawah. Selain itu juga terdapat indicating thermometer, air space thermometer, dan
recording thermometer. Mechanicalagitator pada pasteurisasi batch berfungsi untuk
mengaduk produk saat pemanasan atau pendingin agar partikel berat seperti gula dapat
tercampur dan heat transfer menjadi lebih besar. Kekuatan agitasi harus diatur agar busa yang
terbentuk tidak banyak. Indicating dan airspace thermometer dipakai untuk membaca suhu
produk dan udara dalam batchpasteuriser. Sedangkan record thermometer untuk membaca
suhu dan waktu dari produk pasteuriser. Pasteurisasi cara batch biasanya digunakan oleh
industri susu skala kecil mengingatkapasitas pengolahan susunya yang masih terbatas
jumlahnya. Kebutuhan akan energi cukup besar untuk membuat air pemanas dan air pendingin
untuk memanaskan dan mendinginkan susu, sementara susu yang dihasilkan dalam jumlah
yang sedikit. Ini sangat berpotensimengalami kerugian dalam setiap proses pasteurisasi susu.
Pasteuris batch juga sering digunakan untuk memproses produk seperti yogurt, mentega susu,
dan produk kental seperties krim. Contoh operasi pada pasteuriser batch: produk susu yang
20

dipanaskan pada 149°Fatau 65°C selama 30 menit, diikuti dengan pendinginan cepat ke
sekitar 39° F atau 4° C. Pada suhu di atas 66 °C terjadi degradasi flavor dan pemisahan krim
terhambat karena lipida dari membran lemak telah rusak.
b. Pasteurisasi kontinyu
Pasteurisasi kontinyu dikenal juga dengan pasteurisasi HTST. Pasteurisasi dilakukan
dengan menggunakan pelat pemindah panas (plate heat exchanger). PHE terdiri dari bagian
pemanasan (heating), regenerasi (regeneration), dan pendinginan (cooling). Adanya bagian
regenerasi dapat menghemat kebutuhan pemanas dan pendingin hingga 90%. Temperatur dan
waktu minimum yang dibutuhkan pada metode HTST adalah 80oC selama 25 detik. Proses
berlangsung tanpa terputus, yaitu bahan yang telah dipasteurisasi langsung dibawa ke tahap
pendinginan dan langsung dikemas. Cara kontinyu menggunakan suhu yang lebih tinggi
dengan waktu proses yang lebih singkat dibandingkan metode batch. Pasteurisasi cara HTST
atau kontinyu dimanfaatkan oleh industri susu skala besar yang memerlukan teknologi tinggi
serta energi yang besar pula. Contoh besar panas yang dibutuhkan untuk pasteurisasi
kontinyu pada susu yaitu pemanasan dilakukan pada 161°F atau 72°C, setidaknya selama 16
detik, kemudian didinginkan sampai suhu 39°F atau 4°C atau lebih dingin. Pada proses ini,
90-99% bakteri mati dan terjadi perubahan pada lemak, laktosa, dan kasein. Komponen Plate
Heat Exchanger pada pasteurisasi kontinyu, antara lain
1. Pemanas susu (heater ) memanaskan susu dengan air panas hingga 80⁰ C.
2. Regenarasi susu (Regenerator) memanaskan susu dari tangki pencampur dan susudari unit
heater
3. Flow Diversion Valve (FDV), memindahakan aliran susu ke holder secara otomatis pada
suhu susu yang telah ditetapkan (misalnya 80⁰ C).
4. Penahan suhu (holder) mempertahankan suhu susu yang berasal dari heater selama15-16
detik.
5. Pendingin awal (cooler) mendinginkan susu yang datang dari regenerator dengan air sumur.
6. Pendingin lanjut (chiller) mendinginkan susu yang datang dari cooler dengan air es hingga
suhu 4 – 8⁰ C.
4. Pengaruh Pasteurisasi Terhadap Produk Pangan
Produk hasil pasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya bertahan 1 sampai 2 hari
sedangkan jika disimpan pada suhu rendah dapat bertahan selama 1 minggu. Pasteurisasi
memiliki tujuan:
1) Untuk membunuh bakteri patogen, yaitu bakteri yang berbahaya karena dapatmenimbulkan
penyakit pada manusia. Bakteri pada susu yang bersifat patogen misalnya
21

Mycobacterium tuberculosis dan Coxiella bunetti. Selain itu, pasteurisasi dapat mengurangi
populasi bakteri. Bakteri Mycobacterium tuberculosis adalah jenisbakteri yang tidak
membentuk spora.
2) Untuk memperpanjang daya simpan bahan atau produk. Proses pasteurisasi sedikit
memperpanjang umur simpan produk pangan dengan cara membunuh semuamikroorganisme
patogen (penyebab penyakit) dan sebagian besar mikroorganisme pembusuk, melalui proses
pemanasan. Karena tidak semua mikroorganisme pembusuk mati oleh proses pasteurisasi,
maka untuk memperpanjang umursimpannya produk yang telah dipasteurisasi biasanya
disimpan di refrigerasi yang beroperasi pada suhu rendah atau pendinginan dengan cepat setelah
pemanasan diperlukan untuk mencegah tumbuhnya bakteri yang masih hidup.
3) Dapat menimbulkan citarasa yang lebih baik pada produk
4) Pada susu proses ini dapat menginaktifkan enzim fosfatase dan katalase yaitu enzim yang
membuat susu cepat rusak. Fosfatase terdapat pada susu segar mentah dan diinaktifkan melalui
pasturisasi.
D. Pengasapan

Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses pengawetan

makanan, terutama daging, ikan. Makanan diasapi dengan panas dan asap yang dihasilkan

dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat dengan api agar tidak terpanggang atau

terbakar.

Sebelum diasapi, daging biasanya direndam di dalam air garam. Beberapa jenis ikan tidak

perlu direndam lebih dulu di dalam air garam, Setelah dilap dan dikeringkan, makanan

digantung di tempat pengasapan yang biasanya memiliki cerobong asap. Sebagai kayu asap

biasanya dipakai serpihan kayu yang bila dibakar memiliki aroma harum seperti kayu pohon

ek dan bukan kayu yang memiliki damar. Ke dalam kayu bakar bisa ditambahkan rempah-

rempah seperti cengkeh dan akar manis.

Sewaktu pengasapan berlangsung, makanan harus dijaga agar seluruh bagian makanan

terkena asap. Waktu pengasapan bergantung ukuran potongan daging dan jenis ikan. Api

perlu dijaga agar tidak boleh terlalu besar. Bila suhu tempat pengasapan terlalu panas, asap
22

tidak dapat masuk ke dalam makanan. Sewaktu pengasapan dimulai, api yang dipakai tidak

boleh terlalu besar.

Di peternakan negara-negara Barat sering terdapat bangunan kecil yang disebut

smokehouse (rumah asap) untuk mengasapi dan menyimpan daging. Bangunan ini didirikan

terpisah dari bangunan lain untuk mencegah bahaya kebakaran.

A. Prinsip Pengasapan

Proses di mana molekul larut air dan larut lemak,Uap dan partikel lain dilepaskan dari

kayu yang terbakar dan masuk dalam makanan. Makanan menyerap aroma asap sementara

asap mengeringkan makanan dan memperbaiki cita rasa.

Partikel yang dilepaskan kayu (unsur-unsur dalam asap) :

 Air

 Aldehid

 Asam asetat

 Keton

 Alkohol

 Asam formiat

 Fenol: Sebagai antioksidan dan efektif pada konsentrasi rendah.

 CO2

B. Fungsi dan Tujuan Pengasapan

Fungsi:
 Desinfektan, didukung panas
 Pemberi flavor dan warna
 Pengawet, mencegah tengik (antioksidasi)
23

Tujuan:
 Untuk mengawetkan/memperpanjang masa simpan
 Memperoleh cita rasa dan kenampakan yang khas
 Meningkatkan nilai ekonomi produk yang diasap
C. Metode Pengasapan

1. Metode pengasapan tradisional ada 2 yaitu:

 Panas

Sumber asap berada langsung di bawah lemari asap dan langsung mengenai bahan yang
diasap, suhu 50-60oC. Pengasapan panas memerlukan waktu beberapa jam. Bisa sekalian
memasak. Jika sekalian sampai masak, Usahakan suhu dalam ruang asap sekitar 55-82oC.

 Dingin

Pengasapan dingin bisa jauh lebih lama, kadang beberapa hari. Bahan agak jauh dari

sumber asap. Asap dialirkan melalui pipa aliran asap kemudian mengenai bahan yang diasap,

suhu berkisar 30-40oC. Bahkan ada yang suhunya di bawah 30oC.

 Pengasapan dingin tidak bisa memasakkan.

 Sebagian besar mikroorganisme masih hidup

 Biasa dilakukan pada daging babi

Kelemahan Pengasapan Tradisional:

 Waktu persiapan lama

 Tidak terkontrol kualitasnya

 Cemaran bau asap

 Resiko kebakaran

 Waktu optimum dan suhu pengasapan tidak dapat dipertahankan

 Menghasilkan senyawa karsinogen seperti fenol, nitrosamin, benzopiren


24

2. Metode Pengasapan Modern

 Pengasapan dengan fase gas

 Pengasapan dengan asap cair. Prinsip pengasapannya adalah bahan

direndam/dicelupkan dalam asap cair diikuti dengan pengeringan.

Pengasapan Cair

Asap cair merupakan senyawa-senyawa yang menguap secara simultan dari reaktor

panas melalui teknik pirolisis dan berk ondensasi pada sistem pendingin. Asap cair dibuat

melaluibeberapa tahapan yaitu pirolisis, kondensasi, dan redestilasi. Kualitas, komposisi, dan

komponen yang terdapat dalam asap cair dipengaruhi oleh j enis bahan baku yang digunakan.

Komponen utama dalam asap cair terdiri atas asam, derivat fenol, dan karbonil. Unsur-unsur

kimia tersebut dapat berperan sebagai pemberi flavor (aroma), pembentuk warna, antibakteri,

dan antioksidan. Asap cair dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena sifat antibakteri

dan antioksidannya. Senyawa fenol dan asam asetat dalam asap cair dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Pseudomonas fluorescence, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan

Staphylococcusaureus. Senyawa fenol juga dapat berfungsi sebagai antioksidan dengan cara

menstabilkan radikal bebas.

Asap cair memberikan aroma yang spesifik dan kualitas warna yang lebih baik pada

produk asap. Aplikasi asap cair dapat dimanfaatkan pada pengasapan belut, ikan, ataupun

olahan steak ikan. Asap cair juga dapat dimanfaatkan dalam industri perkebunan dan industri

kayu.

E.COOKING
Cooking adalah pengolahan dengan pengalengan memproses produk dalam jumlah besar
dalam sekali proses, dan ada tahap pemasakan awal
25

precooking) pada tahap awal setelah pencucian bahan baku, sehingga dari segi keamanan dan
kesegaran bahan baku dapat mudah dikontrol, dibandingkan dengan pada proses pengolahan
yang lain. Karena itu industri pengalengan ikan berkembang pesat.
Dengan berkembangnya wadah pengemas produk pengalengan, dimana ada wadah yang
tahan panas seperti retortable pouch yang tersedia dan dapat dibeli dengan harga yang cukup
murah (< Rp. 1.000,-) per kantong, maka pengolahan produk makanan lokal (etnic food)
dalam keadaan masak dan siap saji (ready to eat), dapat diproses melalui pasteurisasi maupun
sterilisasi dengan memakai air panas. Penelitian yang telah dilakukan oleh Berhimpon Dkk.
(2014), cakalang fufu (asap) rica-rica dapat dikemas dalam retortable pouch, divakum,
kemudian dipanaskan pada air mendidih (temperature 90-100oC, tahan selama satu tahun
pada temperatur ruang. Untuk “safety” dipertimbangngkan masa simpan 6 bulan. Pengolahan
seperti ini dapat dilakukan oleh usaha kecil menengah (UKM), dengan distribusi produk yang
luas, karena daya awetnya yang lama,
26

BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Sterilisasi adalah proses membebaskan bahan pangan dari semua mikroorganisme
termasuk bakteri, spora bakteri,kapang dan virus, menggunakan kombinasi suhu tinggi dan
waktu tertentu. Untuk membunuh
semua mikroorganisme termasuk sporanya didalam bahan pangan, yang dapat tumbuh, pada
kondisi normal. Sterilisasi yang tidak baik juga dapat menghasilkan penyebaran infeksi
bakteri dan virus seperti hepatitis dan HIV.
Proses Sterilisasi lebih intens dari proses pasteurisasi yang menggunakan suhu diatas
1000oC dengan waktu yang cukup lama sehingga dapat berpengaruh terhadap penampakan
dan rasa dari produk.
2. Macam-Macam Sterilisasi
a. Sterilisasi Termal
Proses termal merupakan serangkaiaan proses yang harus dilakukan secara akurat dan
hati-hati untuk menjamin keamanan produk.
b. Sterilisasi Komersial
Sterilisasi Komersial (Ditujukan untuk membunuh semua mikroorganisme yang hidup pada
suhu penyimpanan normal atau suhu ruang, perlu kita ingat ada beberapa organisme yang
juga dapat bertahan pada suhu tinggi.)

Pengertian Blanching
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menemui bahan pangan nabati seperti buah dan
sayur dalam bentuk produk beku, kering atau kalengan. Bentuk olahan-olahan tersebut
disukai karena selain dapat memperpanjang umur penyimpanan bahan, proses produksinya
juga dipermudah karena akan mempersingkat waktu pengolahan bahan tersebut menjadi
produk akhir.

Pengertian Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah perlakuan panas yang diberikan pada bahan baku dengan suhu di bawah
titik didih. Teknik ini digunakan untuk mengawetkan bahan pangan yang tidak tahan
suhu tinggi, misalnya susu. Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi
hanya yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora. Oleh sebab itu, proses ini sering
27

diikuti dengan teknik lain misalnya pendinginan atau pemberian gula dengan konsentrasi
tinggi. Produk hasil pasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya bertahan 1 sampai 2
hari sedang jika disimpan pada suhu rendah dapat tahan 1 minggu.

Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses pengawetan
makanan, terutama daging, ikan. Makanan diasapi dengan panas dan asap yang dihasilkan
dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat dengan api agar tidak terpanggang atau
terbakar.

Cooking adalah Pengolahan dengan pengalengan memproses produk dalam jumlah besar
dalam sekali proses, dan ada tahap pemasakan awal (precooking) pada tahap awal setelah
pencucian bahan baku, sehingga dari segi keamanan dan kesegaran bahan baku dapat mudah
dikontrol, dibandingkan dengan pada proses pengolahan yang lain. Karena itu industri
pengalengan ikan berkembang pesat.
28

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Kumara. 2012. “Blanching”. http:///danang-kurang-


kerjaan.blogspot.com/2011/05/05/blanching.html.

Vennyciaw, 2012. “Blanching Pada


Makanan”. http://vennyciaw.wordpress.com/2012/10/26/blanching-pada-makanan/.Zaifbio
2013. “Proses Blanching Pada Industri Pangan”.

http://zaifbio.wordpress.com/2012/12/27/proses-blanching-pada-industri-pangan

Hardin,Muhammad.2016.”Teknik Pengasapan pada Bahan Pangan”.

https://www.academia.edu/25498981/Laporan_Teknologi_Pengolahan_Pangan_TEKNIK_PE
NGASAPAN_PADA_BAHAN_PANGAN

http://ojs.uho.ac.id/index.php/jstp/article/download/7201/5303

https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JPDG/article/download/2052/2081

Anda mungkin juga menyukai