Anda di halaman 1dari 17

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deformasi (tinjau lagi)

Deformasi adalah perubahan bentuk, posisi, dan dimensi dari suatu benda
(Kuang,1996). Berdasarkan definisi tersebut deformasi dapat diartikan
sebagai perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik pada suatu benda
secara absolut maupun relatif. Dikatakan titik bergerak absolut apabila dikaji
dari perilaku gerakan titik itu sendiri dan dikatakan relatif apabila gerakan itu
dikaji dari titik yang lain. Perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik
pada umumnya mengacu kepada suatu sistem kerangka referensi (absolut atau
relatif). Deformasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah besarnya
perubahan posisi suatu titik yang diamati pada jangka waktu tertentu secara
kontinyu atau biasa disebut dengan pergerakan tanah.

Pergerakan tanah adalah proses perpindahan massa tanah secara alami


dalam arah horizontal maupun vertikal dan menjadi salah satu bagian dari
proses pembentukan permukaan tanah. Pergerakan tanah umumnya
disebabkan karena adanya gangguan kestabilan tanah dan akan berhenti
setelah tanah mencapai keseimbangan baru. Berdasarkan tipe gerakannya,
pergerakan tanah dibagi menjadi 4 kelompok [Sharpe, 1938 dalam Schultz &
Cleaves 1956] yaitu :

1. Slow Flowage (Pengaliran Perlahan)

Slow Flowage merupakan gerakan massa tanah atau batuan yang


umumnya sangat lambat sehingga tidak teramati kecuali dalam waktu yang
lama. Slow Flowage biasa disebut dengan istilah rayapan massa (Creep).
Macam-macam bentuk dari slow flowage antara lain :

1) Soil creep (rayapan tanah)


2) Talus creep ( rayapan bahan rombakan berupa tanah dan bongkah
batuan )

3) Rock creep ( rayapan batuan )

4) Rock glacier creep ( rayapan batuan gletser )

2. Rapid Flowage (Pengaliran Cepat)

Rapid Flowage merupakan gerakan massa tanah atau batuan yang


kandungan airnya bertambah sehingga gerakannya lebih cepat dan proses
terjadinya dapat dilihat langsung dengan mata. Macam-macam bentuk dari
rapid flowage antara lain :

1) Earth Flow (aliran tanah )

Earth Flow adalah rapid flowage yang digerakan tanahnya jenuh


dengan air pada lereng yang landai, sehingga gerakannya tidak terlalu
cepat namun bisa dilihat secara langsung.

2) Mud Flow (aliran lumpur )

Mud Flow adalah gerakan rapid flowage yang berupa gerakan aliran
lumpur dengan kandungan air lebih banyak dan gerakanya lebih cepat
daripada earth flow.

3) Debris Avalance ( aliran bahan rombakan berupa tanah dan bongkahan


batuan )

Debris Avalanches adalah gerakan massa batuan yang cepat pada


lereng yang sempit dan curam, karena materialnya lebih encer dan
kemiringan lereng lebih besar.
Gambar 2.1 Jenis-Jenis Pergerakan Tanah

3. Landslide (Longsoran)

Landslide atau tanah longsor adalah runtuhnya massa batuan atau tanah
menuju ke bawah lereng dalam jumlah yang besar. Berdasarkan material
batuan yang dijatuhkan atau yang dibawa, landslide atau tanah longsor
dibedakan menjadi 3 istilah, yaitu :

1) Rock Fall, yaitu peristiwa longsornya massa batuan yang berupa blok
blok batuan.

2) Debris Slide, yaitu longsornya massa batuan yang berupa puing puing
batuan.

3) Slumping, yaitu tanah longsor yang gerakanya terputus putus dengan


jarak yang pendek.

4. Subsidence (Amblesan)

Penurunan tanah (landsubsidence) merupakan salah satu fenomena


deformasi permukaan bumi secara vertikal disamping terjadi fenomena
uplift. Penurunan tanah merupakan suatu fenomena alam yang banyak
terjadi di kotakota besar. Penurunan tanah alami terjadi secara regional
yaitu meliputi daerah yang luas atau terjadi secara lokal yaitu hanya
sebagian kecil permukaan tanah. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya
rongga di bawah permukaan tanah, biasanya terjadi didaerah yang
berkapur (Whittaker and Reddish, 1989). Secara garis besar penurunan
tanah bisa disebabkan oleh beberapa hal (Whittaker and Reddish, 1989),
salah satunya yaitu penurunan tanah alami.

Penurunan tanah alami (natural subsidence) yang disebabkan oleh


proses– proses geologi seperti siklus geologi, sedimentasi daerah cekungan
dan sebagainya. Beberapa penyebab terjadinya penurunan tanah alami
dapat digolongkan menjadi sebagai berikut :

1) Siklus geologi

Penurunan muka tanah terkait dengan siklus geologi. Proses –proses


yang terlihat dalam siklus geologi adalah: pelapukan (denuation),
pengendapan (deposition), dan pergerakan kerak bumi (crustal
movement). Adapun keterkaitannya yaitu pelapukan bisa disebabkan
oleh air seperti pelapukan batuan karena erosi baik secara mekanis
maupun kimia, oleh perubahan temperature yang mengakibatkan
terurainya permukaan batuan, oleh angin terutama di daerah yang
kering dan gersang karena pengaruh glacial dan oleh gelombang yang
biasanya terjadi di daerah pantai (abrasi).

2) Sedimentasi daerah cekungan

Biasanya daerah cekungan terdapat di daerah – daerah tektonik


lempeng terutama di dekat perbatasan lempeng. Sedimen yang
terkumpul di cekungan semakin lama semakin banyak dan
menimbulkan beban yang bekerja semakin meningkat, kemudian proses
kompaksi sedimen tersebut menyebabkan terjadinya penurunan pada
permukaan tanah. Sebagian besar penurunan muka tanah akibat faktor
ini adalah :
a. Adanya gaya berat dari beban yang ditimbulkan oleh endapan dan
juga ditambah dengan air menyebabkan kelenturan pada lapisan
kerak bumi.

b. Aktivitas internal yang menyebabkan naiknya temperature kerak


bumi dan kemudian mengembang menyebabkan kenaikan pada
permukaan pada permukaan tanah. Setelah itu proses erosi dan
pendinginan kembali menyebabkan penurunan muka tanah.

c. Karakteristik deformasi dari lapisan tanah yang berkaitan dengan


tekanan – tekanan yang ada.

3) Adanya rongga di bawah permukaan tanah (Sink hole)

Rongga di bawah tanah yang biasanya terdapat di daerah-daerah


berkapur atau yang tanahnya mengandung batu kapur terjadi karena
adanya aliran air di dalam tanah. Rongga ini bisa jadi semakin lama
semakin membesar dan karena lemahnya stabilitas struktur batuan
kapur maka tidak dapat menahan beban material batuan dan tanah di
atasnya sehingga terjadi keruntuhan material tanah secara progresif.
Oleh karena itu daerah yang mengalami penurunan ini biasanya hanya
bersifat lokal dan berbentuk seperti kerucut atau lingkaran tergantung
dari bentuk rongganya yang biasa disebut sink hole.

4) Aktivitas vulkanik dan tektonik

Aktivitas vulkanik menyebabkan terjadinya pergerakan tanah.


Tekanan yang ditimbulkan aktivitas magma selain menyebabkan
kenaikan permukaan tanah juga menyebabkan penurunan muka tanah
tergantung dari struktur geologi yang ada. Pergerakan kerak bumi atau
lempeng tektonik yang saling bertumbukan di satu sisi menyebabkan
penurunan tanah di suatu daerah, selain itu juga menyebabkan penaikan
muka tanah di daerah lain. Pergerakan tektonik dapat berlangsung
secara terus menerus dan menyebabkan turunnya permukaan tanah.
Besar kecepatan penurunan yang terjadi dapat berlangsung dalam fraksi
milimeter hingga centimeter per tahun, akan tetapi pada saat energi
tertahan tidak dapat bertahan lagi maka akan menyebabkan kecepatan
penurunan terjadi mendadak.

5) Penurunan tanah aibat pengambilan air tanah yang berlebihan

Pengambilan air tanah secara berlebihan akan mengakibatkan


berkurangnya jumlah air tanah pada suatu lapisan akuifer. Hilangnya air
tanah ini menyebabkan terjadinya kekosongan pori-pori tanah sehingga
tekanan hidrostatis di bawah permukaan tanah berkurang sebesar
hilangnya air tanah tersebut.

6) Penurunan tanah akibat beban bangunan

Tanah memiliki peranan penting dalam pekerjaan konstruksi. Tanah


dapat menjadi pondasi pendukung bangunan atau bahan konstruksi dari
bangunan seperti tanggul atau bendungan. Penambahan bangunan di
atas permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan tanah di bawahnya
mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan adanya
deformasi partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara dari
dalam pori dan sebab-sebab lain yang sangat terkait dengan keadaan
tanah yang bersangkutan. Proses pemampatan ini dapat menyebabkan
terjadinya penurunan permukaan tanah.

7) Penurunan tanah akibat pertambangan

Volume dan geometri dari pengambilan bahan tambang, kondisi


geologis daerah di sekitarnya termasuk tanah di atasnya dan kedalaman
bahan tambang dari permukaan tanah dapat mempengaruhi penurunan
tanah yang terjadi akibat aktivitas tambang. Umumnya besar penurunan
tanah akibat aktivitas tambang tersebut bervariasi dari beberapa
milimeter dimana tidak terasakan pergerakannya hingga merusak
struktur lapisan tanah di atasnya.
Menurut Bakti (2010), penurunan tanah di suatu wilayah bisa dipelajari
dengan beberapa metode, misalnya metode hidrogeologis, pengamatan
level muka air tanah dan pengamatan dengan ekstensometer dan
piezometer, maupun metode geodetik seperti survei sipat datar (leveling),
survei Global Positioning System (GPS) dan Interferometric Syntetic
Aperture Radar (InSAR). Karena laju penurunan tanah umumnya relatif
lambat, pemantauan subsidensi lebih efisien dilakukan episodik atau
periodik. Karena data dan informasi tentang penurunan muka tanah akan
sangat bermanfaat bagi aspek-aspek pembangunan seperti untuk
perencanaan tata ruang (di atas maupun di bawah permukaan tanah),
perencanaan pembangunan sarana / prasarana, pelestarian lingkungan,
pengendalian dan pengambilan air tanah, pengendalian instrusi air laut
serta perlndungan masyarakat (linmas) dari dampak penurunan tanah
(seperti terjadinya banjir), maka sudah sewajarnya bahwa informasi
tentang karakteristik penurunan tanah ini perlu diketahui dengan
sebaikbaiknya dengan pemantauan secara berkesinambungan (Bakti,
2010).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Abidin, dkk (2010), disebutkan


bahwa penurunan tanah di sekitar lumpur Sidoarjo diakibatkan oleh :

a. Beban lumpur yang ada di atasnya

b. Naiknya lumpur yang ada dibawah permukaan

c. Lahan pemukiman yang ada diatasnya karena adanya pekerjaan


permukaan, seperti pembuatan tanggul.

Data dan informasi tentang penurunan muka tanah akan sangat


bermanfaat bagi aspek- aspek pembangunan seperti untuk perencanaan tata
ruang (di atas maupun di bawah permukaan tanah), perencanaan
pembangunan sarana/prasarana, pelestarian lingkungan, pengendalian dan
pengambilan airtanah, pengendalian intrusi air laut, serta perlindungan
masyarakat (linmas) dari dampak penurunan tanah (seperti terjadinya
banjir), sehingga informasi tentang karakteristik penurunan tanah ini perlu
diketahui dengan sebaik-baiknya, dipelajari dan dipantau secara
berkesinambungan.

Teknik pemantauan land subsidence dari suatu wilayah dapat dipantau


dengan menggunakan beberapa metode, baik itu metode-metode
hidrogeologis (e.g. pengamatan level muka air tanah serta pengamatan
dengan ekstensometer dan piezometer yang diinversikan kedalam besaran
penurunan muka tanah) dan metode geoteknik, maupun metode-metode
geodetik seperti survei sipat datar (leveling), survei gaya berat mikro,
survei GPS dan InSAR. (Abidin dkk, 2008)

2.2 Mud Volcano

Mud volcano atau gunung lumpur adalah setiap ekstrusi pada permukaan
lempung atau lumpue yang secara morfologi membentuk suatu kerucut yang
di atasnya terdapat suatu telaga dan bersamaan dengan keluarnya air dan gas
yang terdorong kuat, bahkan dengan ledakan [Kusumadinata, 1980].
Seringkali gas yang diekstrusikan ikut terbakar dengan demikian
kenampakannya sangat menyerupai gunung api. Mud volcano biasanya terjadi
ketika material gas yang berasosiasi dengan minyak muncul ke permukaan
bumi melalui suatu rekahan (crevice), membawa serta air yang bercampur
dengan material sub surface yang biasanya berupa mud (lumpur).

Mud volcano sendiri cukup berbeda dengan volcano (gunung api).


Perbedaan antara mud volcano dan volcano terletak pada proses
pembentukannya. Mud volcano merupakan proses pelepasan lumpur ke
permukaan sedangkan volcano merupakan proses pelepasan magma ke
permukaan. Lumpur merupakan batuan endapan aktivitas primer gunung api
sebagai batuan beku. Apabila dibandingkan dengan magma yang keluar dari
gunung api yang mempunyai temperatur yang sangat panas, material mud
volcano justru sebaliknya, bisa mencapai batas titik beku untuk beberapa
kasus. Usia dari aktivitas mud volcano dapat diukur dalam satuan waktu
umum, berbeda dengan volcano atau gunung api yang pembentukannya
didefinisikan dalam waktu geologi [NATO Series Science]

Gambar 2.2 Visualisasi Fisik Mud Volcano

Mud volcano dapat berbentuk danau, kolam maupun kerucut dengan


ukuran dari beberapa centimeter hingga mencapai ketinggian 700 meter dan
diameter sekitar 10 kilometer. Ukuran mud volcano rata-rata yang umum
terjadi berkisar ratusan meter hingga beberapa hektar. Mud volcano dapat
terjadi di daerah-daerah antara lain di sekitar daerah gunung api aktif, sekitar
daerah prospek minyak dan gas bumi (biasanya sekitar daerah antiklin, atau
secara regional bertempat di daerah kompresi tektonik). Menurut catatan
NATO Science Series, tempat-tempat dimana mud volcano berada yaitu di
Barbados Islands, Gulf of Mexico, Norwegian Sea, Offshore Greece,
Offshore Crete, Offshore Cyprus, Borneo, Caspian Sea Alaska, Barbados
Ridge, Sumatra, Java, dan tempat-tempat lainnya.

2.3 Mud Volcano di Sidoarjo

Banjir Lumpur Panas Sidoarjo (Lusi) adalah peristiwa menyemburnya


lumpur panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas di Kecamatan
Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, pada tanggal 29 Mei 2006. Sampai
saat ini, semburan tersebut belum ada tanda-tanda akan berhenti dan
volumenya pun semakin bertambah. Menurut Widodo (2007) dalam bukunya
yang berjudul “Memahami Bencana Gunung Lumpur Kasus Lumpur Panas
Sidoarjo”, pemunculan dan peningkatan volume lumpur panas ini akan
mengakibatkan konsekuensi kejadian beruntun seperti “Tabrakan Karambol”
yaitu tenggelamnya sawah, pemukiman, jalan tol, pabrik, rel kereta api,
jaringan pipa gas industri, jaringan telekomunikasi, jaringan PLN, jaringan
pipa air dan infrastruktur lainnya. Konsekuensi selanjutnya akan
mengakibatkan terjadinya pengungsian, pengangguran, rusaknya jaringan
telekomunikasi, jaringan PLN, dan jaringan jalan sampai terganggunya
perekonomian Jawa Timur.

Gambar 2.3 Busur Vulkanik Selatan Pulau Jawa (Mazzini, dkk. 2007)

Lumpur yang keluar di permukaan adalah campuran fluida, padatan yang


terdiri dari air asin, lumpur dan gas serta uap dengan temperatur mencapai
100oC. Secara geologi, wilayah sempuran lumpur panas Porong, Sidoarjo
terletak di wilayah Delta Brantas dah wilayah depresi Kendeng bagian timur.
Di daerah ini, sedimentasi berlangsung secara cepat dan menjadikan beberapa
tempat sebagai daerah yang ‘overpressure’ yang biasanya menjadi sumber
dari mud volcano.

Kontroversi faktor penyebab kemunculan mud volcano di Porong Sidoarjo


masih berlangsung hingga saat ini. Belum dapat dipastikan penyebab
munculnya fenomena ini. sebagian ilmuwan menyatakan bahwa gempa
Yogyakarta yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 merupakan faktor pemicu
munculnya mud volcano di wilayah Porong Sidoarjo. Sementara itu ilmuwan
lainnya menyatakan bahwa semburan lumpur panas ini terjadi karena adanya
underground blowout dari sumur eksplorasi Banjarpanji 1. Menurut beberapa
ilmuwan, gempa Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006 tidak mungkin
menjadi pemicu semburan lumpur panas di Sidoarjo dikarenakan jarak antara
Sidoarjo dengan Yogyakarta yang terlalu jauh hingga 250 km ditambah
dengan magnitude gempa yang tidak terlalu besar (± 6,3 Mw). Volume
lumpur yang dikeluarkan pada awal mula terjadi semburan sekitar antara
50.000 – 100.000 m3 per hari dan akan terus meningkat.
Gambar 2.4 Dampak Mud Volcano Sidoarjo

2.4 Global Navigation Satellite System

GNSS merupakan suatu metode pengoperasian dan kesesuaian dari


gabungan beberapa sistem satelit navigasi seperti GPS, GLONASS dan
GALILEO yang disediakan untuk kepentingan sipil di seluruh dunia. GPS
merupakan salah satu bagian dari GNSS. Prinsip penentuan posisi GNSS
diadopsi dari prinsip penentuan posisi GPS. GNSS merupakan gabungan dari
beberapa sistem satelit navigasi, GNSS merupakan suatu sistem yang baru
yang memiliki keunggulan dari sistem GPS yang lama. Salah satu faktor yang
menjadi penentu ketelitian posisi sistem satelit adalah dari banyaknya sinyal
satelit yang ditangkap. Semakin banyak sinyal satelit yang ditangkap,
semakin banyak pula data yang dapatdigunakan untuk mendapatkan nilai
koordinat, hal ini mempengaruhi tingkat ketelitian datanya.GPS hanya
mendapatkan data dari sinyal satelit navigasi GPS, sedangkan GNSS
mendapatkandata bukan hanya dari sinyal satelit GPS, melainkan ditambah
dari GLONASS dan Galileo. Sistem penentuan posisi berbasis GPS
belakangan ini menjadi semakin populer.

Pada dasarnya, konsep penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi


(pengikatan ke belakang) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak secara
simultan ke beberapa satelit GPS yang koordinatnya telah diketahui.
Pengamatan secara simultan tidak hanya terhadap satu satelit. Pengukuran
jarak, seperti yang telah diketahui dilakukan dengan metode phaserange dan
bukan pseudorange, karena dianggap akan lebih teliti.

Gambar 2.5 Penentuan Posisi Dengan GNSS

Saat operasionalisasinya, prinsip penentuan posisi dasar dengan GPS dapat


diimplementasikan dalam beberapa bentuk metode penentuan posisi
tergantung kebutuhan dan ketelitian yang diinginkan. Perlu dicatat bahwa
posisi yang diberikan GPS adalah posisi tiga dimensi dalam datum WGS
1984. Dengan GPS, titik yang akan di tentukan dapat dalam posisi diam atau
bergerak. Metode pengukuran dengan menggunakan satu receiver GPS
terhadap pusat Bumi dengan menggunakan metode absolute positioning,
sedangkan jika terhadap titik lainnya yang telah diketahui koordinatnya
disebut dengan relative atau diferensial positioning dan menggunakan
minimal dua receiver GPS.

Sistem GPS kini telah berkembang menjadi bagian dari sistem GNSS
(Global Navigation Satellite System) yang sampai saat ini, survei GNSS
menjadi sistem penentuan posisi berbasis satelit yang paling teliti.Akibat
semakin beragamnya kebutuhan pemetaan dan penentuan posisi, kini
pemilihan metodedapat disesuaikan dengan tingkat ketelitian yang
diharapkan. Salah satu metode baru yangsemakin popular yaitu metode RTK
NTRIP (Real Time Kinematic Networked Transport of RTCM via Internet
Protocol). Secara teori dari hasil penelitian sebelumnya, metode ini paling
efektif dilakukan pada kasus short baseline.
Namun, masih terus dikembangkan dan diteliti oleh banyak pihak untuk
mengetahui seberapa besar tingkat ketelitian yang dapat dihasilkan. Hal ini
berbeda dengan penentuan posisi metode jaring static dan metode radial.
Metode penentuan posisi jaring static dan radial merupakan metode
penentuan posisi yang telah lama digunakan. Metode jaring static dapat
menghasilkan ketelitian posisi yang lebih teliti dibandingkan metode radial
dan merupakan metode survei GNSS yang paling teliti.

Gambar 2.6 Kelas Jaring Kontrol Horizontal

2.5 Global Positioning System

GPS merupakan suatu metode penetuan posisi dengan menggunakan


satelit GPS yang dikelola oleh Amerika Serikat (Abidin, 1995). Sistem ini
sudah mulai banyak digunakan banyak kalangan baik untuk keperluan
navigasi maupun untuk penentuan posisi dan bisa digunakan dalam kondisi
segala cuaca maupun waktu. GPS terdiri dari 3 segmen, yaitu konstelasi
satelit, master kontrol, dan segmen pengguna. Sistem konstelasi satelit GPS
terdiri dari 24 satelit yang terletak pada 6 bidang orbit yang berpusat ke bumi,
dengan jumlah satelit 4 buah pada setiap bidang orbitnya. Satelit GPS
memiliki periode orbit 11 jam 58 menit, dengan inklinasi 55 derajat terhadap
bidang ekuator.

Pada dasarnya penentuan posisi dengan GPS adalah pengukuran jarak secara
bersama-sama ke beberapa satelit (yang koordinatnya telah dikeahui) sekaligus.
Untuk menentukan suatu koordinat suatu titik di bumi, receiver setidaknya
membutuhkan 4 satelit yang dapat ditangkap sinyalnya dengan baik. Secara
default posisi atau koordinat yang diperoleh bereferensi ke global datum yaitu
World Geodetic System 1984 atau disingkat WGS ’84.

Gambar 2.7 Segmen-Segmen GPS [Abidin, 1994]

Secara garis besar penentuan posisi dengan GPS ini dibagi menjadi dua
metode yaitu :

A. Metode absolut atau juga dikenal dengan point positioning, merupakan


metode untuk menentukan posisi hanya berdasarkan pada satu pesawat
penerima (receiver) saja dan tipe receiver yang digunakan untuk keperluan ini
adalah tipe navigasi. Ketelitian posisi yang diperoleh sangat tergantung pada
tingkat ketelitian data serta geometri satelit. Metode ini tidak digunakan untuk
penentuan posisi yang teliti. Aplikasi utama metode ini adalah untuk
keperluan navigasi atau aplikasi-aplikasi lain yang memerlukan informasi
posisi yang tidak perlu terlalu teliti tetapi tersedia secara instan (real time),
seperti untuk keperluan reconnaissance (orientasi lapangan) dan ground
trothing (pengecekan lapangan).

B. Metode relatif atau sering disebut differential positioning, merupakan metode


untuk menentukan posisi dengan menggunakan lebih dari sebuah receiver.
Satu GPS dipasang pada lokasi tertentu di muka bumi dan secara terus
menerus menerima sinyal satelit dalam jangka waktu tertentu dijadikan
sebagai referensi bagi yang lainnya. Metode ini menghasilkan posisi
berketelitian tinggi dan diaplikasikan untuk keperluan survei Geodesi ataupun
pemetaan yang memerlukan ketelitian tinggi.
Gambar 2.8 Metode Penentuan Posisi Dengan GPS [Abidin, 2004]

2.6 Teknik Pemantauan Land Subsidence Dengan Menggunakan GPS

GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang berbasiskan
pada pengamatan satelit-satelit Global Positioning System (Abidin, 2000;
Hofmann-Wellenhof et al., 1997). Prinsip studi penurunan tanah dengan
metode survei GPS yaitu dengan menempatkan beberapa titik pantau di
beberapa lokasi yang dipilih, secara periodik untuk ditentukan koordinatnya
secara teliti dengan menggunakan metode survei GPS. Pengamatan
penurunan tanah dengan menggunakan GPS didapat dari pengukuran dengan
kala yang berbeda dan diamati terutama perubahan tinggi setelah diamati
yang pada kala sebelumnya. Dengan mempelajari pola dan kecepatan
perubahan koordinat dari titik-titik tersebut dari survei yang satu ke survei
berikutnya, maka karakteristik penurunan tanah akan dapat dihitung dan
dipelajari lebih lanjut.

Gambar 2.11 Pemantauan Land Subsidence Dengan GPS [Abidin, 2004]


Untuk mendapatkan nilai penurunan tanah adalah dengan menentukan
beda tinggi masing-masing pengukuran. Persamaan yang digunakan adalah
sebagai berikut :

∆ H =H n+1−H n

Dimana :

ΔH : beda tinggi masing-masing kala

Hn+1 : tinggi titik pada kala ke n+1

Hn : tinggi titik pada kala ke n

Studi permukaan dengan metode survey GPS mempunyai beberapa


keunggulan dan keuntungan, diantara lain yaitu :

a) GPS memberikan nilai vektor pergerakan tanah dalam tiga dimensi (dua
komponen horisontal dan satu komponen vertikal). Jadi disamping
memberikan informasi tentang besarnya penurunan muka tanah, GPS juga
sekaligus memberikan informasi tentang pergerakan tanah dalam arah
horisontal.

b) GPS memberikan nilai vektor pergerakan dan penurunan tanah dalam


suatu sistem koordinat referensi yang tunggal. Dengan itu maka GPS dapat
digunakan untuk memantau pergerakan suatu wilayah secara regional
secara efektif dan efisien.

c) GPS dapat memberikan nilai vektor pergerakan dengan tingkat presisi


sampai beberapa mm, dengan konsistensi yang tinggi baik secara spasial
maupun temporal. Dengan tingkat presisi yang tinggi dan konsisten ini
maka diharapkan besarnya pergerakan dan penurunan tanah yang kecil
sekalipun akan dapat terdeteksi dengan baik.

d) GPS dapat dimanfaatkan secara kontinyu tanpa tergantung waktu (siang


maupun malam), dalam segala kondisi cuaca. Dengan karakteristik
semacam ini maka pelaksanaan survei GPS untuk pemantauan pergerakan
dan penurunan muka tanah dapat dilaksanakan secara efektif dan fleksibel.

(1+ σ ) (1−2 σ ) F x
U x=
2 πE R2

( 1+σ )( 1−2σ ) F y
U y=
2 πE R2

−( 1−σ 2 ) F 1
U z=
2 πE R

1 c2 c 1
U cylinder =2 a
2 ∆P
E {[
( 1−σ ) −
r R2 R 1 ] [
r^ +
1

1
R2 R 1 ]}
^z

Anda mungkin juga menyukai