Anda di halaman 1dari 5

Efek Induksi

EFEK INDUKSI
Pada pembahasan kali ini yaitu mengenai efek induksi. Apa sih efek induksi itu?
Mari kita bahas bersama tentang efek induksi. Sifat induksi terjadi karena adanya
perbedaan keelektronegatifan . Gejala elektrostatik diteruskan melalui rantai karbon. Efek
induksi terdiri atas dua yaitu +I (pendorong electron) dan –I (penarik
electron). Menurut konvensi gugus penarik electron yang lebih besar dari hydrogen H
merupakan efek induksi –I sedangkan gugus penarik electron yang lebih lemah dari
hydrogen H merupakan efek induksi +I. Pada efek induksi ini juga sangat mempengaruhi
nilai keasaman dari suatu senyawa. Berikut ini adalah contohnya.

Gugus alkyl yang terikat pada gugus fungsi senyawa organic merupakan gugus
pendorong electron, dimana semakin besar alkyl yang terikat pada gugus fungsi akan
mengakibatkan factor +I semakin besar. Berikut ini urutan reaktifitas induksi –I (penarik
electron) adalah sebagai berikut:
-Cl > -Br > -I > -OCH3 > -OH > -C6H5 > -CH+CH2 > -H
Sifat induksi yang dimiliki senyawa tersebut mempengaruhi reaktivitas molekul
senyawa organic tersebut, mis. senyawa asam karboksilat akan mempengaruhi sifat
keasaman senyawa asam karboksilat dan pada senyawa alkyl halide akan mempengaruhi
gugus lepas pada reaksi substitusi dan eliminasi sedangkan senyawa karbonil akan
mempengaruhi jalannya reaksi adisi nukleofil, dan sebagainya.
Pengaruh efek induksi terhadap kekuatan tiga jenis asam karboksilat yang
disintesis dari suatu amida.

Efek induksi bekerja pada ikatan sigma pada ketiga reaksi diatas. Dorongan dari
gugus R membuat kerapatan electron pada H semakin tinggi sehingga sulit untuk
terionisasi. pengaruh efek induksi terhadap kekuatan tiga jenis asam karboksilat yang di
sintesis dari amida terletak pada kecenderungan mudahnya lepas gugus hidroksil dalam
air yang di pengaruhi oleh efek induksi tersebut.
Hal tersebut dapat kita ketahui dari nilai pka yaitu pada asam format memiliki nilai
pka 3,68. Nilai pka asam asetat 4,74 dan nilai pka asam butanoat 4,80. Dan semakin kecil
nilai pka maka semakin kuat sifat asamnya , dimana hal ini dipengaruhi karena pada
gugus alkil untuk mendorongsehingga kerapatan H meningkat dan sulit untuk terionisasi.
Dan dari reaksi diatas gugus hidroksil pada asam format sangat sukar untuk terionisasi
dan keasamanya lebih tinggi ,begitu juga dengan gugus hidroksil pada asam asetat sukar
terionisasi dan nilai keasamanya dibawah asam format , begitu juga untuk asam butanoat
yang memiliki gugus hidroksil yang dapat terionisasi dan nilai keasamanyapun lebih
rendah.
Efek lain yang bekerja adalah efek medan. Efek ini bekerja tidak melalui ikatan tapi
langsung melalui ruang atau molekul pelarut. Biasanya sulit untuk memisalkan efek
induksi dengan efek ruang, tapi ada fakta yang menunjukkan bahwa efek medan
tergantung pada geometri molekul sedangkan efek induksi hanya tergantung pada sifat
ikatan. Fakta yang diperoleh dari eksperimen seperti itu memperlihatkan bahwa efek
medan lebih penting daripada efek induksi.
Gugus fungsi dapat dikelompokkan sebagai gugus penarik elektron (-I) dan gugus
pendorong elektron (+I) relatif terhadap atom hidrogen. Sebagai contoh gugus nitro adalah
suatu gugus –I, gugus ini lebih kuat menarik elektron ke dirinya daripada atom hidrogen.

Jadi di dalam α-nitrotoluena, elektron di dalam ikatan C-N lebih jauh dari atom
karbon daripada elektron di dalam ikatan H-C toluena. Hal yang serupa, elektron ikatan C-
Ph lebih jauh dari cincin daripada di dalam toluena. Dengan digunakan atom hidrogen
sebagai pembanding, gugus NO2 adalah gugus penarik elektron (-I) dan gugus O- adalah
gugus pendorong elektron (+I). Meskipun demikian, tidak ada pemberian atau penarikan
yang benar-benar terjadi, hanya karena ini istilah ini nyaman digunakan, di sini hanya
terjadi perbedaan posisi elektron yang disebabkan oleh perbedaan elektronegativitas antara
H dengan NO2 atau antara H dengan O-. Tabel 1.1 memuat sejumlah gugus –I dan +I yang
paling umum, dan terlihat bahwa dibandingkan dengan hidrogen, kebanyakan gugus
adalah penarik elektron. Gugus yang bersifat pendorong elektron hanya gugus dengan
muatan formal negatif (tidak semuanya demikian), atom-atom berlektronegatif rendah
seperti Si, Mg, dan sebagainya, dan kemungkinan juga gugus alkil. Gugus alkil biasanya
dipandang sebagai gugus pendorong elektron, tapi akhir-akhir ini sejumlah contoh yang
ditemukan mengarah pada kesimpulan bahwa gugus bersifat penarik elektron dibanding
dengan hidrogen.
Tabel 1.1 Efek medan berbagai gugus relatif terhadap hidrogen

Hal tersebut berdasarkan pada nilai 2,472 untuk elektronegativitas CH3 (Tabel 1.2)
dibanding dengan 2,176 untuk H. Jika gugus alkil terikat pada gugus tak jenuh atau
karbon trivalensi (atau atom lain), gugus ini berkelakuan sebagai gugus +I; tetapi jika
gugus ini terikat pada atom jenuh, hasilnya menjaditidak jelas karena dalam beberapa hal
gugus ini sebagai +I dan dalam hal lain gugus ini sebagai –I.

Tabel 1.2 Beberapa nilai elektronegativitas gugus relatif terhadap H = 2,127

Hal yang serupa, adalah sudah jelas bahwa urutan efek medan gugus alkil jika
terikat pada sistem tak jenuh adalah tersier > sekunder > primer > CH3, tetapi urutan ini
tidak selalu bertahan jika gugus-gugus tersebut terikat pada sistem jenuh. Deuterium
adalah gugus pendorong elektron bila dibandingkan dengan hidrogen. Hal lain yang sama,
atom ikatan sp umumnya mempunyai kekuatan penarikan elektron lebih besar daripada
atom ikatan sp2 yang mempunyai kekuatan penarikan elektron lebih besar daripada atom
ikatan sp3. Catatan ini untuk fakta bahwa gugus aril, vinil, dan etunil adalah –I.

Efek Induksi dan Mesomeri

Efek Induksi
Dalam suatu ikatan kovalen tunggal dari atom yang tak sejenis, pasangan
electron yang membentuk ikatan sigma, tidak pernah terbagi secara merata di
antara kedua atom. Electron memiliki kecenderungan untuk tertarik sedikit
ataupun banyak kea rah atom yang lebih elektronegatif dari keduanya. Misalnya
dalam suatu alkil klorida, kerapatan electron cenderung lebih besar pada daerah
didekat atom Cl daripada atom C. sebagai penunjuk bahwa atom yang satu lebih
elektronegatif, secara umum dituliskan sebagai berikut:
Jika atom karbon terikat pada klorin dan ia sendiri berikatan pada atom karbon
selanjutnya, efek induksi dapat diteruskan pada karbon tetangganya.
Akibat dari pengaruh atom klorin, electron pada ikatan karbon klorin
didermakan sebagian ke klorin, sehingga menyebabkan C1 sedikit kekurangan
electron. Keadaan C1 ini menyebabkan C2 mesti mendermakan juga sebagian
elektronnya pada ikatan C2 dengan C1 agar menutupi kekurangan electron di
C1. Begitu seterusnya. Namun, efek ini dapat hilang pada suatu ikatan jenuh
(ikatan rangkap), efek induktif ini juga semakin mengecil jika melewati C2.
Pengaruh distribusi electron pada ikatan sigma ini dikenal sebagai efek induksi.
Sebagai perbandingan relatifitas efek induksi, kita memilih atom hydrogen
sebagai molekul standarnya, misalnya CR3-H.

- Jika ketika atom H dalam molekul ini diganti dengan Z (atom ataupun gugus),
kemudian kerapatan electron pada bagian CR3 pada molekul ini berkurang
daripadadalam CR3-H, maka Z dapat dikatakan memiliki suatu efek – I (efek
penarik electron / electron-withdrawing / electron-attracting). Contoh gugus dan
atom yang memiliki efek – I: NO2, F, Cl, Br, I, OH, C6H5-.

- Jika kerapatan electron dalam CR3 bertambah besar dari pada dalam CR3-H,
maka Z dikatakan memiliki efek + I (efek pendorong electron / electron-repelling
/ electron-releasing). Contoh gugus dan atom yang memiliki efek + I: (CH3)3C-,
(CH3)2CH-, CH3CH2-, CH3-.

Efek Mesomeri (efek resonansi/konjugasi)

Distribusi electron dapat terjadi dalam rantai karbon tak jenuh, khususnya
dalam system terkonjugasi, melalui orbital π. Contohnya adalah gugus karbonil,
tidak dapat hanya digambarkan dengan struktur sederhana (a) saja, maupun
dengan dipole (b) yang diperoleh dari pergeseran electron π. Struktur yang
sebenarnya adalah (c), yaitu suatu hybrid dari (a) dan (b) yang merupakan
bentuk kononikal. Efek induksi juga dapat terjadi, seperti ditunjukan pada (c),
namun efek induksi akan sangat kecil dibandingkan dengan efek mesomeri
sebab electron σ kurang dapat terpolarisasi dan oleh karenanya kurang siap
untuk bergeser daripada electron π.
Jika gugus C=O terkonjugasi dengan C=C, polarisasi di atas dapat
diteruskan lebih lanjut oleh electron π, contohnya:
Delokalisasi terjadi, sehingga pada C3 terjadi kekurangan electron, begitu jugan
dengan C1. Perbedaan antara transmisi dengan system terkonjugasi ini dengan
efek indutif dalam suatu system jenuh adalah bahwa di sini efek kekurangan
electron disebabkan oleh transmisi tersebut, dan polaritasnya bergantian antara
atom karbon yang berdekatan.

Stabilisasi dapat terjadi dengan delokalisasi ion bermuatan positif atau negative
dengan orbital π
Stabilisasi anion penoksida (2), dengan delokalisasi muatannya dengan
delokalisasi orbital π pada inti, hal ini menyebabkan fenol bersifat asam (fenol
lebih asam dari alcohol tetapi lebih rendah dari asam karboksilat)

Efek mesomerik, mirip dengan efek induksi, efeknya terpolarisasi secara


ermanen dalam keadaan dasar molekul, dan oleh karena itu dinyatakan dalam
sifat fisika senyawanya. Mesomeri hanya dapat terjadi pada senyawa tak jenuh,
namun efek induktif dapat terjadi pada senyawa jenuh maupun tak jenuh. Efek
induksi hanya terbatas pada jarak yang terbatas, sedangkan efek mesomeri
dapat terjadi sepanjang molekul masih menyediakan system terkonjugasi.
Pada tabel berikut ini diuraikan beberapa gugus yang bersifat penarik dan
pendorong electron dan gugus yang dapat menimbulkan efek mesomerik.

HIPERKONJUGASI
Merupakan delokalisasi yang melibatkan elektron σ. Hiperkonjugasi di atas dapat
dipandang sebagai overlap antara orbital σ ikatan C-H dengan orbital π ikatan C=C,
analog dengan overlap π-π. Hiperkonjugasi disebut juga resonansi tanpa ikatan.
Secara singkat efek hiperkonjugasi merupakan perubahan dari suatu ikatan C-H
menjadi ikatan C=C atau C≡C oleh Hα. Hiperkonjugasi dapat meningkatakan
kestabilan molekul dengan semakin banyaknya Hα maka suatu molekul tersebut
akan semakin stabil.
Contoh:
Jika suatu karbon yang mengikat atom hydrogen dan terikat pada atom tak jenuh
atau pada satu atom yang mempunyai orbital bukan ikatan maka untuknya dapat
dituliskan bentuk kanonik seperti diatas. Di dalam bentuk kanonik seperti itu sama
sekali tidak ada ikatan antara karbon dengan ion hidrogen, dan resonansi seperti itu
disebut resonansi tanpa ikatan. Hidrogen tidak pergi (karena resonansi tersebut
bukanlah suatu hal yang nyata melainkan hanya bentuk kanonik yang berkontribusi
ke struktur molekul nyata). Efek struktur diatas pada molekul nyata adalah elektron
dalam C-H lebih dekat ke karbon daripada jika struktur diatas tidak berkontribusi.

Anda mungkin juga menyukai