Untuk memenuhi tugas mata kuliah Narkotika, Bahan Terlarang, dan Psikotropika
Oleh:
Kelompok 1
Maret 2020
1
Ringkasan Materi
Zat aditif merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam makanan dan minuman dalam
jumlah kecil pada saat membuat makanan dan bertujuan untuk memperbaiki penampilan, tekstur,
cita rasa, aroma, dan memperpanjang masa simpan. Zat aditif itu sendiri dikategorikan menjadi 7
yaitu pewarna, pemanis, pengawet, pemberi aroma, pengemulsi, pengental dan penyedap. Zat
aditif dibedakan menjadi dua yaitu zat aditif alami dan zat aditif buatan. Zat aditif alami diperoleh
dari bahan alami seperti pada makhluk hidup contohnya pemanis dari tumbuhan. Sedangkan zat
aditif buatan diperoleh dari proses reaksi kimia yang bahan bakunya berasal dari bahan kimia
seperti pemanis buatan sakarin.
Dalam kehidupan sehari-hari penggunaan zat aditif sangat mudah ditemui. Contohnya
adalah penggunaan pemanis pada produk pangan dan minuman. Pemanis merupakan salah satu
Bahan Tambahan Pangan (BTP). Pemanis biasa juga disebut sebagai alternatif pengganti gula.
Pemanis dibedakan menjadi dua macam, yakni pemanis alami dan pemanis sintetis atau buatan.
Contoh pemanis buatan atau sintetis yaitu asesulfam K, sakarin, siklamat, neotam, aspartame, dan
sukralosa. Dimana pemanis ini memiliki tingat kemanisan yang lebih besar dibandingkan gula.
Sedangkan contoh pemanis alami yaitu glikosida steviosal, thaumathin, dan Lo-han guo. Setiap
pemanis buatan memiliki batasan untuk dikonsumsi perharinya atau disebut dengan ADI
(Allowed Daily Intake). Namun apabila mengkonsumsi pemanis buatan secara berlebih, kemudian
terakumulasi didalam tubuh maka akan menimbulkan efek samping antara lain dapat
menyebabkan hipertensi, meningkatkan resiko kanker pankreas, resiko serangan jantung, diare,
impotensi, bingung, alergi, iritasi, insomnia, sakit kepala, dan kehilangan daya ingat. Efek
samping dari pemanis buatan ini sangat rentan terhadap anak-anak, antara lain berpotensi anak
mengalami keterbelakangan mental karena otak masih dalam tahap perkembangan dan
terakumulasi pada jaringan saraf.
Sebagai syarat utama, keamanan pangan harus dimiliki setiap produk yang beredar di
pasaran. Sehingga untuk menjamin keamanan tersebut dibutuhkan kerjasama antara produsen
industri makanan dengan pemerintah. Menurut Undang-Undan Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992
pasal 10 menyebutukan bahwa diselenggarakan 15 macam kegiatan sebagai upaya peningkatan
dan pemantapan yaitu diantaranya pengamanan makanan dan minuman. Hal tersebut sebagai
upaya untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi
persyaratan.
Salah satu upaya dalam pembangunan nasional yang diselenggarakan di semua bidang
adalah pembangunan kesehatan. Tujuan pembangunan kesehatan ini dapat terciptanya lingkungan
sehat secara adil dan merata seperti pada isi dasar-dasar pengembangan kesehatan. Keamanan
dalam menggunakan pemanis buatan sangat dibutuhkan. Untuk menyikapi hal ini perlunya
langkah bijak sebagai konsumen untuk lebih berhati-hati dalam memilih dalam membeli produk
pangan dan minuman yang dikonsumsi. Mengingat masih banyaknya para pedagang atau industri
makanan yang menggunakan pemanis buatan yang berlebihan. Sehingga memilih bahan yang
tidak mengandung bahan tambahan adalah pilihan yang tepat [1]. Selain itu, merupakan
kewajiban pemerintah untuk mensosialisasikan kepada seluruh masyarakat mengenai aspek
keamanan pemanis buatan terutama kepada masyarakat yang awam terhadap hal ini. Sehingga
melalui sosialisasi ini dapat membantu masyarakat dalam mempertimbangkan memilih produk
pangan yang aman dikonsumsi [2].
2
Materi
3
1) Madu
Madu dibuat oleh Apis mellifica dengan menggunakan nektar dari bunga. Madu
yang diproduksi oleh lebah madu atau serangga lainnya memiliki sifat yang berbeda.
Lebah madu membentuk nektar menjadi madu dengan proses regurgitasi dan disimpan
sebagai sumber makanan di sarang madu (lilin). Rasa manis pada madu diperoleh dari
fruktosa dan glukosa monosakarida yang rasa manis kira-kira relatif sama manisnya
dengan gula pasir. Kadar air pada madu sangat rendah yaitu sebesar 0,6 sehingga tidak
adanya aktivitas pertumbuhan mikroorganisme. Kegunaan utama madu adalah untuk
memasak, memanggang, sebagai olesan roti, dan sebagai tambahan untuk berbagai
minuman seperti teh dan sebagai pemanis dalam beberapa minuman komersial.
Madu merupakan campuran gula dan senyawa lainnya. Madu mengandung fruktosa
(sekitar 38%) dan glukosa (sekitar 31%). Kandungan karbohidrat dalam madu adalah
maltose, sukrosa, dan karbohidrat kompleks lainnya. Madu mengandung banyak jenis
vitamin dan mineral. Selain itu, madu juga mengandung senyawa lainnya seperti
antioksidan, termasuk chyrsin, pinobanksin, pinocembrin, dan vitamin C. Komposisi yang
terkandung dalam madu tergantung pada varietas bunga yang tersedia untuk lebah.
Komposisi dalam madu contohnya, mengandung fruktosa (38,2%), glukosa (31,0%),
sukrosa (1,5%), maltose (7,2%), air (17,1%), dengan kepadatan sekitar 1,36 kg/L (36%
lebih padat dari air), pH antara 3,2 dan 4,5 (pH yang asam dapat mencegah pertumbuhan
bakteri).
Ada banyak sekali pengolahan pada madu seperti. Pengkristalan madu adalah
glukosa yang secara spontan mengkristal dari larutan sebagai monohidrat atau disebut juga
madu granulasi. Madu yang dipasteurisasi adalah madu yang telah dipanaskan dalam
proses pasteurisasi dengan mengurangi tingkat kelembapan, menghacurkan sel-sel ragi,
dan mencairkan Kristal dalam madu. Namun, apabila madu terpapar oleh panas yang
berlebihan dapat mempengaruhi penampilan, rasa, dan aroma. Sehingga warna madu akan
berubah menjadi gelap (kecoklatan). Madu mentah adalah madu yang diperolah dengan
ekstraksi, mengendapkan atau mengedan tanpa menambahkan panas. Madu mentah
mengandung beberapa tepung sari dan sedikit partikel lilin. Madu ultra-filter adalah madu
yang diproses dengan filtrasi dengan tekanan yang tinggi untuk menghilangkan semua
padatan asing dan butiran serbuk sari. Proses ini biasanya memanaskan madu hingga 65-
77 o C agar lebih mudah melewati filter yang halus. Madu ultra-filter sangat jernih dan
memiliki umur simpan yang lebih lama. Namun proses ini menurunkan kualitas dari madu
[7].
2) Sirup Maple
Sirup maple adalah pemanis yang diperoleh dari getah sel pohon maple. Dalam
kondisi iklim dingin, pohon-pohon ini menyimpan gula di akarnya sebelum musim dingin
dan getah yang naik di musim semi dapat disadap dan pekat. Getah ini hanya memiliki
total padatan 3% hingga 5%, terutama terdiri dari sukrosa. Sirup maple memiliki kalori
sebesar 50 kal/sdm sama seperti gula tebu. Namun, ia juga mengandung banyak potasium,
kalsium, zat besi dan fosfor dalam jumlah kecil, vitamin B dan kandungan natriumnya
yang sangat rendah. Kandungan gula rata-rata 2,5% dan kadar gula sirup rata-rata 66,5.
Secara tradisional, sirup maple biasanya dipanen dengan mengetuk kulit kayu dan batang
4
pohon maple, lalu membiarkan getah mengalir ke dalam ember. Biasanya dipanen pada
bulan Februari, Maret, dan April, tergantung pada kondisi cuaca setempat [7].
4) Sukrosa
Sukrosa adalah disakarida, terbentuk dari glukosa dan fruktosa monosakarida.
Memiliki rumus molekul C12H22O11 dan berat molekul 342.30 g/mol. Sukrosa dapat larut
dalam air. Sukrosa terdiri dari dua monosakarida, α-glukosa dan fruktosa yang bergabung
dengan ikatan glikosidik antara atom karbon 1 unit glukosa dan atom karbon 2 dari unit
fruktosa. Ikatan glikosidik terbentuk antara ujung pereduksi glukosa dan fruktosa. Sukrosa
dapat mencair dan terurai pada suhu 186 °C untuk membentuk karamel. Seperti
karbohidrat lain, ia terbakar menjadi karbon dioksida dan air.
Pengolahan pada tebu berbeda-beda, tetapi proses yang penting terdiri dari langkah-
langkah berikut yaitu mengekstraksi jus tebu dengan penggilingan atau difusi, klarifikasi
jus, konsentrasi jus untuk sirup dengan penguapan, kristalisasi gula dari sirup, dan
pemisahan dan pengeringan dari kristal [7].
5) Glikosida steviosal
Daun Stevia banyak digunakan oleh masyarakat Paraguay dan Brasil pada
umumnya. Pada tahun 1887 seorang ahli botani Eropa pertama MS Bertoni
mendokumentasikan tumbuhan stevia, kemudian pada tahun 1931 seorang ahli kimia
Prancis mengekstraksi steviosida dalam bentuk kristal berwarna putih dan sangat manis.
Steviosida diperoleh dari tanaman Stevia rebaudiana Bertoni yang merupakan keluarga
compositae yang merupakan semak abadi. Stevia rebaudiana merupakan pemanis alami
5
non-kalori pertama yang menunjukkan sifat obat dan dapat digunakan pada obat teh hijau,
penyakit jantung, luka bakar dan lainnya. Memiliki rasa pahit karena adanya minyak
esensial, tannin dan flavonoides yang terkandung didalamnya. Menurut USFDA yang
telah disetujui oleh JECFA mengatakan bahwa steviosol glikosida aman untuk dipakai.
Komponen stevia yaitu steviosida yang merupakan glikosida diterpenoid dan mengandung
steviol yang merupakan suatu aglikon. Tidak hanya steviosida yang terkandung dalam
daun stevia, namun terdapat beberapa senyawa lainnya seperti steviobiosida, rebaudiosida
A, B, C, D, E dan dulkosida A. daun stevia juga dikenal dengan nama “ madu yerba” atau
“daun hiney”.
Glikosida steviosal memiliki struktur yang memiliki stabilitas yang sangat baik.
Sehingga glikosida steviosal dapat larut dalam air. Biasanya pemanis ini digunakan pada
makanan, minuman, dan obat-obat tradisional.
6) Thaumatin
Thaumatin merupakan nama campuran protein poten yang dapat diekstraksi dari
tanaman Thaumatococcus daniellii (Bannett) yang mengandung protein manis. Buah
“katemfe” juga mengandung campuran protein thaumatiniI yang sangat tinggi dan
thaumatiniII memliki urutan asam amino yang sama hanya berbeda dalam lima residunya.
Thaumatin bukan pemanis sintesis yang haya diekstraksi dari sumbernya, namun diperoleh
melalui proses ekstraksi air yang diikuti oleh proses pemisahan fisik untuk menghilangkan
bahan yang tidak diperlukan. Hasilnya berupa bubuk berwarna cokelat muda. Thaumatin
memiliki tingkat kemanisan 2000 kali lebih manis dibandingkan dengan sukrosa.
Thaumatin yang berbentuk bubuk kering beku yang dapat larut dalam air. Tahumatin
harus dimetabolisme sama seperti protein nabati yang lain. Thaumatin banyak digunakan
pada produk makanan dan minuman, contohnya minuman ringan, permen karet, obat-
obatan yang berbetuk cair untuk menghilangkan rasa pahit dan astringen.
7) Lo-han guo
Lo-han guo merupakan buah asli dari Tiongkok. Lo-han guo atau lo han kuo
merupakan nama umum dari tanaman Siraitia grosvenorii keluarga cucurbitaceae.
Komponen rasa manis pada tanaman ini adalah triterpen glikosida yang lebih dikenal
dengan mogrosida. Mogrosida V adalah senyawa polar yang mudah larut dalam air dan
memiliki struktur yang stabil. Pemanis ini 150 kali lebih kuat daripada sukrosa. Ekstrak
dari buah Lo-han guo ini dapat mengobati pilek, sakit tenggorokan, nyeri perut dan
keluhan pada usus. Berdasarkan data penelitian, buah ini menunjukkan bahwa ia memiliki
karakteristik anti-oksidan dan juga dapat memabntu dalam pengobatan kanker karena
memiliki sifat anti kanker.
Selain itu, terdapat juga jenis pemanis alami yang termasuk kedalam gula alkohol atau
poliol. Gula alkohol atau poliol merupakan jenis pemanis yang memiliki nilai kalori yang
rendah. Contoh dari pemanis yang berkalori rendah yaitu maltitol, sorbitol, erythritol,
mannitol dan xylitol.
8) Sorbitol
Di Indonesia sorbitol merupakan salah satu poliol yang dapat ditemukan di alam
dengan jumlah yang cukup besar. Sorbitol ditemukan pada tahun 1872 dengan sebutan abu
6
gunung. Sorbitol dihasilkan untuk mengurangi gula yang bereaksi dengan hydrogen.
Umumnya, sorbitol dijual dalam bentuk sirup maupun bubuk. Sorbitol (Gambar 7.)
memiliki empat macam bentuk yaitu alfa, beta, gamma, dan delta dengan memiliki sifat
yang berbeda-beda. Gamma merupakan bentuk yang paling stabil. Sorbitol hanya
diproduksi dalam bentuk gamma saja. Dalam penggunaanya, sirup sorbitol lebih
dianjurkan daripada sorbitol murni. Sorbitol 60% lebih manis dibandingkan dengan gula.
Biasanya sorbitol digunakan oleh orang yang menderita penyakit diabetes karena apabila
dikonsumsi dapat meningkatkan glukosa darah. Sorbitol juga banyak ditemukan dalam
produk obat kumur dan pasta gigi, oleh karena itu kedua produk tersebut menyediakan
rasa manis.
9) Mannitol
Sama dengan sorbitol, keberadaan mannitol di Indonesia jumlahnya cukup besar.
Mannitol (Gambar 8.) dapat ditemukan di ganggang laut dan jamur. Mannitol dihasilkan
untuk mengurangi gula yang bereaksi dengan hidrogen. Biasanya mannitol dijual dalam
bentuk sirup atau bubuk. Mannitol termasuk senyawa kristal berwarna putih dengan rumus
yang sama dengan sorbitol dengan bentuk polimer yang berbeda. Bentuk yang paling
stabil pada mannitol adalah beta. Manitol merupakan salah satu poliol yang tidak dapat
larut (22 gm / 100 gm air pada 25 o cel) untuk sorbitol karena dalam penggunaannya,
mannitol merupakan pemanis yang paling tidak sehat sehingga batas toleransi
penggunaanya sekitar 20 gram per harinya, sehingga berbeda dengan sorbitol. Mannitol
memiliki rasa manis 50% lebih manis dibandingkan dengan gula.
7
10) Xylitol
Gula alkohol pada xylitol (Gambar 9.) mulai digunakan sebagai zat aditif pada
makanan dan minuman sejak tahun 1960-an. Xylitol ditemukan pada tahun 1891 oleh
Emil Fischer yang diberi nama xylit. Xylitol merupakan pemanis yang memiliki rasa
paling manis dari semua poliol yang setara dengan sukrosa. Untuk menghasilkan rasa
manis dengan intensitas tinggi dapat dibuat dengan cara mengkombinasikan xylitol
dengan semua poliol. Nilai energi bersih dari xylitol sebesar 2,4 kkal/g. biasanya xylitol
digunakan pada produk susu, permen, coklat, permen karet, dan makanan yang
dipanggang.
11) Erythritol
Erythritol (Gambar 10.) merupakan satu-satunya pemanis non-kalori yang banyak
ditemukan secara alami pada sayuran dan buah-buahan. Erythritol pertama kali ditemukan
oleh Lamy pada tahun 1852 melalui isolasi Alga Prototocus vulgaris yang diberi nama
Phycit. Erythritol juga dapat diperoleh dari hasil isolasi ganggang Trentepohlia jolithus.
Erythritol merupakan cairan putih non higroskopis berbentuk Kristal. Biasanya tersedia
dalam bentuk bubuk atau granular dengan rasa manis yang lebih ringan dan tampilannya
seperti sukrosa. Rasa manis erythritol sekitar 60 – 70% mirip sukrosa. Erythritol dapat
menjadi pemanis non-kalori di alam yang biasanya digunakan untuk gula curah. Erythritol
tidak dimetabolisme oleh tubuh karena ukuran molekulnya yang sangat kecil. Ketika
disekresikan oleh tubuh tidak mengalami perubahan di dalam urin maupun tinja. Karena
dihasilkan melalui proses fermentasi, erythritol dapat dipertimbangkan sebagai pemanis
alami. Erithritol tidak memiliki efek samping apabila dikonsumsi dalam jumlah yang
tinggi, karena dapat diserap dengan baik tanpa di fermentasi. Hal ini dapat ditoleransi
daripada laktosa dan insulin (banyak serat). Erithritol tidak dapat terurai dalam lingkungan
asam atau alkali karena strukturnya yang stabil [6].
8
Gambar 10. Struktur kimia erythritol
Sumber: [6]
2) Asesulfam K
Ditemukan oleh seorang ahli kimia Karl Claub dan Jansen yang bekerja di
laboratorium Hoechst AG pada tahun 1967 secara tidak sengaja, ketika melihat rasa yang
9
sangat manis pada selembar kertas yang disentuhnya. Senyawa tersebut adalah Asesulfam
K (Gambar 2.) yang termasuk ke dalam kelas dihydro-oxathiazinone dioxides. Rasa manis
pada asesulfam K kira-kira 200 kali lebih manis dibandingkan sukrosa apabila digunakan
pada tingkat kemanisan sedang. Rasa manis pada asesulfam K sepertiga rasa manis
sukrosa, setengah rasa manis sakarin, seperti rasa manis aspartame [8] dan 4 – 5 kali lebih
manis daripada natrium siklamat. Jenis pemanis ini dinamai dengan merek “Sunett” dan
“Sweet One”. Biasanya digunakan dalam berbagai macam makanan seperti produk roti,
susu, permen, permen karet, selai jeruk, selai, buah kaleng, dan lainnya [6].
3) Siklamat
Pada tahun 1937, Sveda dan Audrieth menemukan bahwa garam asam
cyclohexylsulfamic memiliki rasa manis. Namun rasanya tidak semanis sakarin. Siklamat
memiliki sedikit rasa pahit dan bersifat dapat tercampur dengan baik. Asam
sikloheksilsulfamat terbuat dari asam klorosulfonat sebagai agen sulfamating.
Sikloheksilsulfamat disebut juga garam asam siklamat atau siklamat. Siklamat (Gambar
3.) dapat diubah menjadi metabolit dan sikloheksilamin yang berdasarkan hasil laporannya
menyebutkan bahwa sedikit beracun. Siklamat biasanya ditemukan dalam produk
minuman [6].
4) Aspartam
Aspartam (Gambar 4.) adalah bubuk kristal putih tidak berbau dan merupakan salah
satu jenis pemanis yang juga memiliki rasa manis yang sangat kuat, yang dihasilkan dari
gabungan antara dua asam amino L-fenilanin dan asam L-aspartat dengan tautan metal
10
ester [8]. Ditemukan oleh seorang ahli kimia bernama James Schlatter secara tidak sengaja
pada tahun 1965. Ketika dia sedang mengerjakan obat anti maag, tanpa sengaja ia menelan
zat tersebut dan memperhatikan rasanya yang manis. Rasa manis aspartam 180-200 kali
lebih manis daripada sukrosa. Aspartam dapat dimetabolisme oleh sistem pencernaan,
berbeda dengan Asesulfam K. Aspartam dihasilkan dari asam amino, yang menyediakan 4
kalori per gramnya. Rasa manis aspartam 200 kali lebih manis daripada gula, namun
mengandung hampir nol kalori per sajiannya. Nama merek dagangnya adalah
"NutraSweet" dan "Equal". Sebanyak 32 % terdapat di pasar dengan intensitas yang tinggi.
Biasanya digunakan pada produk minuman ringan, obat-obatan, yougurt, susu, toptable
sweeteners, dan lainnya. Namun, jenis pemanis ini tidak digunakan dalam produk yang
dipanggang atau produk cair yang membutuhkan umur simpan yang lama karena tidak
memberikan stabilitas yang tinggi. Sepuluh gram pemanis Equal mengandung 8 g
dekstrosa dan 0,84 g maltodekstrin (pati) menjadi aspartam. Sepuluh gram Equal
memberikan 36 kalori, sedangkan berat gula yang identik menghasilkan 39 kalori [6].
5) Neotam
Merupakan turunan dari aspartam dengan nama kimianya adalah N- [N- (3, 3-
dimethylbutyl) - L-aspartyl] -L-phenylalanine-1-methyl ester. Neotam (Gambar 5.)
dihasilkan dari aspartam dan 3,3-dimethylbutyraldehyde melalui reduksi alkilasi dengan
diikuti oleh pemurnian, pengeringan dan penggilingan. Neotam memiliki rasa manis yang
bersih dan 8000 kali semanis sukrosa, tidak memiliki rasa pahit atau logam. Neotam tidak
dimetabolisme oleh bakteri oral dan tidak mempengaruhi kontrol glikemik dengan
NIDDM. Jenis pemanis ini banya ditemukan pada produk minuman ringan, minuman
susu, permen kunyah, dan lainnya [6].
6) Sukralosa
Merupakan pemanis potensi tinggi yang terbuat dari sukrosa dengan proses
modifikasi kimia yang dapat menghasilkan peningkatan intensitas kemanisan. Sukralosa
(Gambar 6.) dianggap sebagai pemanis serbaguna yang digunakan untuk berbagai macam
makanan dan minuman. Sukralosa dihasilkan dari tiga kelompok hidroksil pada molekul
sukrosa oleh tiga atom klorin untuk mengasilkan 1,6-dichloro – 1,6-dideoxy-beta-
Dfructofuranosyl – 4 chloro – 4 – deoxy – alpha – Dgalactopyranoside. Rasa manisnya
sekitar 650 kali lebih manis dibandingkan dengan gula alami [8]. Sukralosa murni
memiliki manis yang lebih intens, berwarna putih, tidak berbau, dan bebas larut dalam air.
Biasanya sukralosa digunakan pada produk minuman, buah kaleng, produk susu, permen
karet, dan makanan panggang. Sukralosa atau disebut juga “Splenda” sebanyak 10 g
mengandung 9 g karbohidrat yang terdiri dari 0,96 g pati (maltodekstrin), 8,03 gram gula
(dekstrosa), dan memiliki kalori sebesar 39 kalori atau setara dengan gula [6]
Untuk lebih memahaminya, berikut ini adalah tabel perbandingan sifat fisik pada jenis-jenis
pemanis (Tabel 1.) serta perbandingan jenis pemanis (Tabel 2.) yaitu sebagai berikut.
14
Sebaliknya akan disekresikan tetapi tidak melalui ginjal. Sakarin dapat
menyebabkan sakit kepala, kesulitan bernafas, dan diare [12].
2. Asesulfam K
Asesulfam k dibentuk oleh reaksi awal antara 4-klorofenol dan sodium.
Sintesis pada asesulfam akan dijelaskan pada Gambar 12. Asesulfam K
tidak dimetabolisme oleh tubuh dan tidak disimpan di dalam tubuh, namun
cepat diserap dan disekresikan dalam urin tanpa menjalani modifikasi
apapun. Asesulfam K mengandung metilen klorida yang dapat
menyebabkan sakit kepala, depresi, mual, penyakit hati dan ginjal.
Kerusakan Asesulfam-K dalam tubuh telah terbukti menyebabkan
pertumbuhan tumor di kelenjar tiroid pada tikus, kelinci, dan anjing. Hanya
1% asetoasetamid terkamulasi dalam tiga bulan [13].
\
Gambar 12. Sintesis Asesulfam K [12]
3. Aspartam
Aspartam dibuat dengan cara menggabungkan L-phenylanine atau
metal L-fenilanin ester dengan asam L-aspartat. Sistesis pada aspartam
dapat dilihat pada Gambar 13. Aspartam terurai menjadi sejumlah kecil
metanol, asam aspartam dan fenilalanin selama proses pencernaan.
Methanol merupakan alkohol yang tidak dapat diminum, apabila masuk ke
dalam tubuh menyebabkan keracunan dan kematian dalam beberapa jam.
Tubuh juga memecah methanol menjadi formaldehid yang berubah
menjadi asam format di hati. Folmaldehid dan asam format keduanya
sama-sama beracun. Tubuh menghasilkan formaldehid dalam jumlah yang
15
lebih besar daripada pemanis yang digunakan. Dimana fungsinya untuk
membuat zat-zat yang penting. Asam format jarang menumpuk di dalam
tubuh karena tubuh menggunakan formaldehid dengan cepat dan apabila
berlebih akan dihilangkan melalui urin atau dipecah menjadi CO 2 dan air.
Sehingga aspartame dalam makanan menghasilkan sedikit etanol [14].
Aspartam dapat menyebabkan penyakit kelainan genetik langka
fenilketonuria karena menelan aspartam. Fenilketonuria merupakan
kesalahan metabolisme bawaan yang menyebabkan metabolism asam
amino fenilalanin yang dilemahkan. Fenilketonuria menyebabkan masalah
perilaku dan gangguan mental. Orang penderita penyakit ini memiliki
jumlah enzim fenilalanin hidroksilase yang tidak cukup untuk memecah
fenilalanin. Tanpa enzim ini menyebabkan fenilalanin akan terakumulasi.
Karena metanol, asam aspartame dan fenilalanin yang berasal dari
pencernaan aspartame dapat menyebabkan gejala antara lain sakit
kepala, penglihatan kabur, tumor otak, masalah mata, kehilangan ingatan,
dan mual [12].
4. Neotam
Neotam (Gambar 14.) dapat dimetabolisme dengan cepat oleh
hidrolisis ester metal melalui esterase diseluruh tubuh. Ini menyebabkan
terbentuknya metanol yang terserap ke dalam tubuh. Proses ini
menghasilkan de-esterifikasi neotam. Neotam dan neotam tidak
teresterifikasi secara cepat dari plasma dihilangkan sepenuhnya dari
tubuh dengan pemulihan dalam urin dan feses dalam waktu 72 jam. Aman
bagi orang-orang penderita fenilketonuria karena gugus t-butil
ditambahkan ke kelompok amina bebas asam aspartik. Kelompok t-butil ini
memecah ikatan peptide antara asam aspartat dan fenilalanin, sehingga
mengurangi ketersediaan fenilalanin yang daoat menyebabkan
fenilketonuria [12].
16
Gambar 14. Sintesis neotam [12]
5. Sukralosa
Sukralosa merupakan molekul sukrosa dimana ketiga kelompok
hidroksil tergantikan oleh atom C. Struktur dari sukrosa dan sukralosa
dapat dilihat pada Gambar 15. Sintesis pada sukralosa dapat dilihat pada
Gambar 16. Sukralosa kurang terserap pada tubuh manusia dan sebagian
besar sukralosa yang tertelan disekresikan tidak berubah dalam feses.
Diet 5% sukralosa dapat menyebabkan kelenjar timus menyusut dan juga
dapat menyebabkan diare dan pusing.
18
Peraturan
Bahan tambahan pangan (BTP) memiliki peranan yang sangat penting sejalan dengan
meningkatnya kemajuan teknologi pangan sintetis. Banyaknya BTP yang tersedia secara
komersial dengan harga murah menyebabkan meningkatnya jumlah BTP yang dikonsumsi oleh
masyarakat [11]. Mengkonsumsi makanan dan minuman yang memiliki kandungan pemanis yang
berlebihan tanpa diimbangi dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi dapat menimbulkan
gangguan terhadap metabolism tubuh. Kondisi ini menyebabkan penggunaan pemanis akan
mengeser bahan pemanis utama. Awalnya penggunaan pemanis buatan ditujukan untuk orang-
orang penderita penyakit diabetes. Namun saat ini penggunaan pemanis buatan semakin meluas
pada berbagai produk pangan, bahkan pemanis buatan dapat langsung dikonsumsi oleh
masyarakat dengan cara menambahkannya kedalam makanan atau minuman sebagai pengganti
gula. Untuk mengatasi permasalahan ini perlunya peraturan yang mengatur jumlah atau batas
dalam penggunaan pemanis buatan. Tabel di bawah ini merupakan pemanis alami dan pemanis
buatan yang dapat digunakan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
033 tahun 2012 yaitu sebagai berikut [4].
Tabel 4. Pemanis Alami (Natural Sweetener)
No Nama INS
Sorbitol (Sorbitol) 4420(i)
1.
Sorbitol Sirup (Sorbitol syrup) 420 (ii)
2. Manitol (Mannitol) 421
3. Isomalt/Isomaltitol (Isomalt/Isomaltitol) 953
4. Glikosida steviol (Steviol glycosides) 960
Maltitol (Maltitol) 965 (i)
5.
Maltitol sirup (Maltitol syrup) 965 (ii)
6. Laktitol (Lactitol) 966
7. Silitol (Xylitol) 967
8. Eritritol (Errthritol) 968
Sebagai syarat utama, keamanan pangan harus dimiliki setiap produk yang beredar di
pasaran. Sehingga untuk menjamin keamanan tersebut dibutuhkan kerjasama antara produsen
industri makanan dengan pemerintah. Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun
1992 pasal 10 menyebutukan bahwa diselenggarakan 15 macam kegiatan sebagai upaya
19
peningkatan dan pemantapan yaitu diantaranya pengamanan makanan dan minuman. Hal tersebut
sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi
persyaratan [16]. Di bawah ini adalah persyaratan atau ketentuan batas penggunaan maksimum
pemanis buatan oleh Badan Standar Nasional Indonesia yaitu sebagai berikut [17].
1. Asesulfam-K
Batas maksimum penggunaan asesulfam-K pada berbagai produk pangan
yang telah diatur oleh CAC yaitu berkisar antara 200-1000 mg/kg produk
[17]. Sementara itu, batas maksimum penggunaan asesulfam-K pada
berbagai produk pangan yang telah diatur oleh CFR yaitu GMP atau CPPB.
Sedangkan batas maksimum penggunaan asesulfam-K pada berbagai
produk pangan yang telah diatur oleh FSANZ yaitu berkisar antara 200
mg/kg – 3.000 mg/kg produk.
20
04.1.2.2 Buah kering 500
04.1.2.3 Buah dalam cuka 200
larutan garam dan
minyak
04.1.2.4 Buah dalam kaleng 500
atau dalam botol
04.1.2.5 Jem, jeli, dan 1000
marmalad
04.1.2.6 Produk oles berbasis 1000
buah
04.1.2.7 Buah bergula 500
04.1.2.8 Bahan berbasis buah- 1000
buahan seperti santan
kelapa
04.1.2.9 Makanan pencuci 1000
mulut atau penutup
(dessert)
04.1.2.10 Produk buah CPPB
berfermetasi
04.1.2.11 Buah untuk isi pastry 1000
04.1.2.12 Buah yang dimasak 500
04.2.2.3 Sayuran dan rumput 200
laut dalam minyak,
cuka, dan larutan
garam
04.2.2.4 Sayuran dalam kaleng 350
dan botol
04.2.2.5 Produk oles sayuran 2500
biji-bijian dan kacang-
kacangan
04.2.2.6 Bahan baku dan bubur 350
sayuran, kacang-
kacangan dan biji-
bijian
04.2.2.7 Produk fermentasi CPPB
sayuran
05.1.1 Kakao campuran dan 2500
kakao kue
21
05.1.2 Kakao campuran 2500
(sirup)
05.1.3 Produk oles kakao 2500
05.1.4 Kakao dan produk 1000
coklat
05.1.5 Coklat imitasi 2500
05.2 Kembang gula 2000
05.3 Permen karet 5000
05.4 Dekorasi (untuk fine 500
bakery wares), topping
dan saus manis
06.3 Sereal untuk sarapan 1200
2. Aspartam
Batas maksimum penggunaan aspartam pada berbagai produk pangan
yang telah diatur oleh CAC yaitu berkisar antara 500 mg/kg – 5.500 mg/kg
produk[17]. Sementara itu, batas maksimum penggunaan aspartam pada
berbagai produk pangan yang telah diatur oleh CFR yaitu tidak melebihi
0,5% dari berat bahan yang siap dipanggang. Sedangkan batas maksimum
penggunaan aspartam pada berbagai produk pangan yang telah diatur
oleh FSANZ yaitu berkisar antara 150 mg/kg – 10.000 mg/kg produk.
22
digumpalkan
01.4.4 Krim tiruan 1000
01.5.1 Susu bubuk dank rim CPPB
bubuk (tawar)
01.5.2 Susu dank rim bubuk 2000
tiruan
01.5.3 Campuran susu dank CPPB
rim bubuk tawar dan
beraroma
01.6.1 Keju tanpa pemeraman CPPB
(keju mentah)
01.6.5 Keju tiruan 1000
01.7 Makanan penutup atau 3000
pencuci mulut
berbahan dasar susu
(es susu, pudding,
buah atau yoghurt
beraroma)
02.3 Emulsi lemak atau CPPB
produk beraroma
emulsi lemak
02.4 Makanan penutup atau 3000
pencuci mulut berbasis
lemak
04.1.2.1 Buah beku CPPB
04.1.2.2 Buah kering 3000
04.1.2.3 Buah dalam cuka, 300
minyak, dan larutan
garam
04.1.2.4 Buah yang di 1000
pasteurisasi dalam
kaleng atau dalam
botol
3. Sakarin
Menurut pernyataan JECFA, sakarin merupakan pemanis yang aman untuk
dikonsumsi oleh manusia dengan ADI sebanyak 5 mg/kg berat badan. FDA
telah menghilangkan kewajiban pelabelan pada produk pangan yang
23
mengandung sakarin sejak bulan Desember tahun 2000. Batas maksimum
penggunaan sakarin pada berbagai produk pangan yang telah diatur oleh
CAC yaitu 80 mg/kg – 5.000 mg/kg produk.
4. Siklamat
Menurut pernyataan JECFA, siklamat merupakan pemanis yang aman
untuk dikonsumsi oleh manusia dengan ADI sebanyak 11 mg/kg berat
badan. Batas maksimum penggunaan siklamat pada berbagai produk
pangan yang telah diatur oleh CAC yaitu 100 mg/kg – 2.000 mg/kg
produk. Negara-negara yang tidak mengizinkan penggunaan siklamat
sebagai bahan pemanis adalah Kanada dan USA.
5. Neotam
Neotam telah disetujui sebagai pemanis dan pecinta rasa oleh FDA dan
FSANZ. Batas maksimum penggunaan neotam pada berbagai produk
pangan yang telah diatur oleh CAC yaitu 2 mg/kg – 50 mg/kg produk
untuk minuman ringan, 6 mg/kg – 130 mg/kg produk untuk roti, 800
mg/kg – 4.000 mg/kg produk untuk sediaan, 5 mg/kg – 50 mg/kg produk
untuk susu, dan 10 mg/kg – 1.600 mg/kg produk untuk permen karet.
6. Silitol
Menurut pernyataan JECFA, silitol merupakan pemanis yang aman untuk
dikonsumsi oleh manusia. Batas maksimum penggunaan siklamat pada
berbagai produk pangan yang telah diatur oleh CAC yaitu 10.000 mg/kg –
30.000 mg/kg produk dan sebagian besar digolongkan sebagai GMP/CPPB.
7. Sorbitol
Menurut pernyataan JECFA, sorbitol merupakan pemanis yang aman
untuk dikonsumsi oleh manusia. Batas maksimum penggunaan siklamat
pada berbagai produk pangan yang telah diatur oleh CAC yaitu 500 mg/kg
– 200.000 mg/kg produk dan sebagian besar digolongkan sebagai
GMP/CPPB.
8. Sukralosa
Menurut pernyataan JECFA, sukralosa merupakan pemanis yang aman
untuk dikonsumsi oleh manusia dengan ADI sebanyak 10 mg/kg – 15
mg/kg berat badan. Batas maksimum penggunaan siklamat pada
berbagai produk pangan yang telah diatur oleh CAC yaitu 120 mg/kg –
5.000 mg/kg produk.
30
Daftar Rujukan
[1] R. D. Ratnani, “Bahaya bahan tambahan makanan bagi kesehatan,” Momentum, vol. 5, no. 1,
pp. 16–22, 2009.
[2] I. Ambarsari, “Penerapan standar penggunaan pemanis buatan pada produk pangan,” J.
Stand., vol. 11, no. 1, pp. 46–56, 2009.
[3] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan Alam Untuk SMP/MTs Kelas
VIII. Jakarta: Balitbang, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2017.
[4] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Permenkes ttg BTP.pdf. Indonesia, 2012.
[5] Kementerian Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
722/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. 1988.
[6] T. Jain and K. Grover, “Sweeteners in Human Nutrition,” Int. J. Heal. Sci. Res., vol. 5, no. 5,
pp. 439–451, 2015.
[7] R. Kaur, S. Sharma, and U. K. Jain, “A critical review on natural and artificial sweeteners,”
Pharm. Chem. J., vol. 3, no. 1, pp. 21–29, 2016.
[8] S. Chaudhary, “The Unbiased Thruth Artificial Sweeteners,” Int. J. Clin. Biomed Res., vol. 2,
no. 1, pp. 38–40, 2015.
[9] A. Jami, Y. Sabilu, and S. Munandar, “Gambaran Pengetahuan, Sikap, Tindakan dan
Identifikasi Kandungan Pemanis Buatan Siklamat Pada Pedagang Jajanan Es Di Kecamatan
Kadia Kota Kendari Tahun 2017,” J. Ilm. Mhs. Kesehat. Masy., vol. 2, no. 6, pp. 1–11, 2017.
[10] R. J. Brown, M. A. De Banate, and K. I. Rother, “Artificial Sweeteners : A Systematic
Review of Metabolic Effects in Youth,” Int. J. Pediatr Obes, vol. 5, no. 4, pp. 305–312,
2010, doi: 10.3109/17477160903497027.Artificial.
[11] W. Cahyadi, Analisis dan Aspek Kesehatan: Bahan Tambahan Pangan Edisi Kedua. Jakarta:
Bumi Aksara, 2012.
[12] A. Periyasamy, “Artificial Sweeteners,” Int. J. Res. Rev., vol. 6, no. 1, pp. 120–128, 2019.
[13] F. Zeynep and Ş. Türko, “Determination of the effects of some artificial sweeteners on
human peripheral lymphocytes using the comet assay,” J. Toxicol. Enviromental Heal. Sci.,
vol. 6, no. 8, pp. 147–153, 2014, doi: 10.5897/JTEHS2014.0313.
[14] P. Humphries, E. Pretorius, and H. Naude, “Direct and indirect cellular effects of aspartame
on the brain,” Eur. J. Clin. Nutr., vol. 62, pp. 451–462, 2008, doi: 10.1038/sj.ejcn.1602866.
[15] C. R. Whitehouse, J. Boullata, and L. A. McCauley, “The potential toxicity of artificial
sweeteners.,” AAOHN J., vol. 56, no. 6, pp. 251–259, 2008.
[16] Y. Utomo, A. Hidayat, M. Dafip, and F. A. Sasi, “STUDI HISTOPATOLOGI HATI
MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIINDUKSI PEMANIS BUATAN,” J. MIPA, vol. 35,
no. 2, pp. 122–129, 2012.
[17] Badan Standar Nasional Indonesia, Bahan tambahan pangan pemanis buatan - Persyaratan
penggunaan. 2004.
[18] A. Madar, “ARTIFICIAL SWEETENERS VERSUS NATURAL SWEETENERS,” vol. 7,
no. 1, 2014.
31
Daftar Rujukan Gambar
X[6] T. Jain and K. Grover, “Sweeteners in Human Nutrition,” Int. J. Heal. Sci. Res., vol. 5, no. 5,
pp. 439–451, 2015.
[12] A. Periyasamy, “Artificial Sweeteners,” Int. J. Res. Rev., vol. 6, no. 1, pp. 120–128, 2019.
32