Anda di halaman 1dari 18

PENGEMBANGAN HUKUM MENDEL

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Genetika
Yang Dibina Oleh Ibu Novida Pratiwi, S.Pd., M.Si
dan Bapak Deny Setiawan, M.Pd

Disusun oleh :
Harista Nur Fiddin (170351616601)
Mahasti Wiandita (170351616582)
Kelompok 4 / OFF C

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PRODI PENDIDIKAN IPA
Februari 2020
RINGKASAN MATERI

Peristiwa semi dominansi terjadi jika suatu gen dominan tidak menutupi
pengaruh alel resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot
akan muncul sifat antara (intermedier). Kodominansi merupakan keadaan dalam
heterozigot dimana dua anggota dari sepasang alel menyokong fenotip, yang
merupakan campuran dari sifat-sifat fenotip yang dihasilkan oleh salah satu
keadaan heterozigot. Interaksi gen adalah penyimpangan semu terhadap hukum
Mendel yang tidak melibatkan modifikasi rasio fenotipe, namun menyebabkan
fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerjasama atau interaksi dua pasanga gen
non alelik. . Interaksi gen ada 5 macam, yaitu: interaksi gen/atavisme, polimeri,
kriptomeri, epistasis-hipostasis, dan gen komplementer. Ada beberapa macam
bentuk epistasis antara lain epistasi dominan seperti pada peristiwa persilangan
diatas, epistasi resesif, epistasi dominan-resesif, epistasi dominan duplikat,
epistasi resesif duplikat, dan gen duplikat dengan efek kumulatif. Penyimpangan
semu hukum mendel adalah penyimpangan yang tidak keluar dari aturan hukum
Mendel, meskipun terjadi perubahan rasio F2-nya karena gen memiliki sifat
berbeda-beda. Pada penyimpangan semua hukum Mendel, terjadinya suatu
kerjasama berbagai sifat yang memberikan fenotipe berlainan, tetapi masih
mengikuti hukum-hukum perbandingan genotipe dari Mendel. Rekombinasi
genetik adalah proses pertukaran elemen genetik yang dapat terjadi antara untaian
DNA yang berlainan (interstrand), atau antara bagian-bagian gen yang terletak
dalam satu untaian DNA (intrastrand). Pengertian yang lebih sederhana yaitu
rekombinasi genetik didefinisikan menjadi penggabungan gen dari satu atau lebih
sel ke sel target.

1
KAJIAN PUSTAKA

1. PERSILANGAN INTERMEDIET (SEMI DOMINAN/DOMINASI


TIDAK SEMPURNA)
Peristiwa semi dominansi terjadi jika suatu gen dominan tidak menutupi
pengaruh alel resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot
akan muncul sifat antara (intermedier). Dengan demikian, individu heterozigot
akan memiliki fenotipe yang berbeda dengan fenotipe individu homozigot
dominan. Sehingga, pada generasi F2 tidak didapatkan rasio fenotipe 3 : 1,
tetapi akan menjadi 1 : 2 : 1 seperti halnya rasio genotipe (Rohmad, 2013).
Contoh peristiwa semi dominansi yaitu pada pewarisan warna bunga pada
tanaman bunga pukul empat (Mirabilis jalapa). Gen yang mengatur warna
bunga pada tanaman ini adalah M, yang menyebabkan bunga berwarna merah,
dan gen m, yang menyebabkan bunga berwarna putih. Gen M tidak dominan
sempurna terhadap gen m, sehingga warna bunga pada individu Mm bukannya
merah, melainkan merah muda. Oleh karena itu, hasil persilangan sesama
genotipe Mm akan menghasilkan generasi F2 dengan nisbah fenotipe merah :
merah muda : putih = 1 : 2 : 1 (Arumningtyas, 2016).

P1 : MM x mm
Fenotipe : (Merah) (Putih)
Gamet : M m
F1 : Mm
Fenotipe : (Merah muda)
F2 :
M m

M MM (merah) Mm (merah muda)


m Mm (merah muda) Mm (putih)

Rasio Fenotip : 1 (merah) : 2 (merah muda) : 1 (putih)


Rasio genotipe : 1 MM : 2 Mm : 1 mm
2. KODOMINANSI
Kodominansi adalah keadaan dalam heterozigot dimana dua anggota dari
sepasang alel menyokong fenotip, yang merupakan campuran dari sifat-sifat
fenotip yang dihasilkan oleh salah satu keadaan heterozigot. Masing-masing

2
alel kodominan bila dalam keadaan heterozigot akan memberikan pengaruh
yang berdiri sendiri. Kodominansi lain sama sekali dengan dominansi yang
tidak penuh. Seperti pada semi dominansi, peristiwa kodominansi ini akan
menghasilkan perbandingan fenotipe 1 : 2 : 1 pada F2. Perbedaannya,
kodominansi ini tidak memunculkan sifat antara pada individu heterozigot,
namun menghasilkan sifat hasil ekspresi masing-masing alel. Dengan
demikian, kedua alel akan sama-sama diekspresikan dan tidak saling menutupi
(Suryo, 1990).
Peristiwa kodominansi misalnya pada pewarisan golongan darah sistem
ABO pada manusia. Gen IA dan IB masing-masing menyebabkan terbentuknya
antigen A dan antigen B di dalam eritrosit individu yang memilikinya. Pada
individu dengan golongan darah AB (bergenotipe IAIB) akan terdapat baik
antigen A maupun antigen B di dalam eritrositnya. Artinya, gen IA dan IB sama-
sama diekspresikan pada individu heterozigot tersebut.
Misalnya pada perkawinan laki-laki dan perempuan yang masing-masing
memiliki golongan darah AB:
IAIB X IAIB
1 IAIA (golongan darah A)
2 IAIB (golongan darah AB)
3 IBIB (golongan darah B)
Sehingga diperoleh perbandingan golongan darah
A : AB : B
1 : 2 :1
3. PENYIMPANGAN SEMU HUKUM MENDEL
Interaksi gen adalah penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang
tidak melibatkan modifikasi rasio fenotipe, namun menyebabkan fenotipe-
fenotipe yang merupakan hasil kerjasama atau interaksi dua pasangan gen non
alelik. Selain terjadi interaksi antar alel, interaksi juga dapat terjadi secara
genetik. Selain mengalami berbagai modifikasi rasio fenotipe karena adanya
peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum
Mendel yang tidak melibatkan modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan
fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang

3
gen nonalelik. Peristiwa ini dinamakan interaksi gen menurut (Suryo, 2001).
Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C.
Penyimpangan semu hukum mendel adalah penyimpangan yang tidak
keluar dari aturan hukum Mendel, meskipun terjadi perubahan rasio F2-nya
karena gen memiliki sifat berbeda-beda. Pada penyimpangan semu hukum
Mendel, terjadinya suatu kerjasama berbagai sifat yang memberikan fenotipe
berlainan, tetapi masih mengikuti hukum-hukum perbandingan genotipe dari
Mendel. Penyimpangan semu ini terjadi karena adanya dua pasang gen atau
lebih saling mempengaruhi dalam memberikan fenotipe pada suatu individu
(Astarini, 2018).
Penyimpangan semu hukum Mendel disebabkan oleh genetik dan interaksi
alel dimana alel-elel yang berasal dari gen yang berbeda terkadang
berinteraksi dengan memunculkan perbandingan fenotipe yang tidak umum.
Hal tersebut menyebabkan dominasi suatu alel terhadap alel lain tidak selalu
terjadi. Contohnya interaksi bentuk pial pada ayam yang berbentuk rose dan
walnut (Yunus, dkk., 2006).
Penyimpangan semu ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih
saling mempengaruhi fenotipe suatu individu. Peristiwa pengaruh-
memengaruhi antara 2 pasang gen atau lebih disebut interaksi gen. Perbedaan
perubahan rasio fenotipe bergantung pada macam interaksi gennya. Jadi
interaksi gen terjadi di antara gen yang berbeda alel. Dibandingkan dengan
pewarisan Mendel terjadi di antara gen pada alel yang sama atau gen pada
kromosom yang sehomolog. Terdapat 5 macam interaksi gen, yaitu: Interaksi
Gen/Atavisme, Polimeri, Kriptomeri, Epistasis-hipostasis, dan Gen
Komplementer. Selain itu dikenal ada sifat dominan tidak sempurna,
kodominan (Nusantari, 2015).
1. Interaksi Gen (Atavisme)
Interaksi gen pertama ditemukan oleh William Bateson (1861-
1926) dan R.C Punnet pada tahun 1906. Setiap gen memiliki pengaruh
sendiri untuk menumbuhkan karakter (sifat). Tetapi ada juga beberapa
gen yang bekerja saling berinteraksi atau saling mempengaruhi dalam
menghasilkan karakter atau fenotip. Atavisme adalah munculnya suatu

4
sifat sebagai akibat adanya interaksi beberapa gen, contohnya bentuk
pial (jengger) ayam. Misalnya pada persilangan ayam dengan 4
macam bentuk jengger yaitu:
a. Bentuk biji (Pea) dengan fenotip : rrP-
b. Bentuk mawar/gerigi (Rose) dengan fenotipe : R-pp
c. Bentuk sumpel (Walnut) dengan fenotipe : R-P-
d. Bentuk belah atau tunggal (Single) dengan fenotipe : rrpp

Gambar Fenotip Jengger Ayam dengan Pola Interaksi Gen


(Sumber: Irawan, 2010)
Persilangan antara ayam berjengger gerigi dengan biji
memperoleh keturunan F1 bertipe sumpel:
P1 : RRpp >< rrPP
(gerigi) (biji)
Gamet : Rp rP
F1 : RrPp
(sumpel/Walnut)
Jika terjadi persilangan antara F1 x F1
P2 : RrPp >< RrPp
(Sumpel) (Sumpel)
Gamet : RP, Rp, rP, rp RP, Rp, rP, rp
F2 :

♂ RP Rp rP Rp

RP RRPP RRPp RrPP RrPp
(Walnut) (Walnut) (Walnut) (Walnut)
Rp RRPp RRpp RrPp Rrpp
(Walnut ) (Gerigi) (Walnut) (Gerigi)

5
rP RrPP RrPp rrPP rrPp
(Walnut ) (Walnut ) (Biji) (Biji)
rp RrPp Rrpp rrPp rprp
(Walnut ) (Gerigi) (Biji) (Belah)
Berdasarkan segi empat Punnet di atas, perbandingan F2 yaitu:
Sumpel (Walnut) : Gerigi (Rose) : Biji (Pea) : Belah (Single)
9 :3 :3 :1
Fenotipe baru (jengger belah) muncul dari perkawinan oleh
interaksi di antara 2 gen resesif.
2. Polimeri
Polimeri merupakan bentuk interaksi gen yang bersifat kumulatif
(saling menambah). Gen yang menumbuhkan suatu karakter polimeri
biasanya lebih dari dua, sehingga disebut karakter gen ganda. Polimeri
pertama kali dikemukakan oleh H. Nilson Ehle pada tahun 1813 di
Swedia dalam percobaannya dengan menyilangkan Triticum vulgare
berbiji merah homozigot dengan Triticum vulgare berbiji putih
homozigot, menghasilkan keturunan F1 dengan biji berwarna merah
muda. Persilangan sesama F1 menghasilkan keturunan F2 yang terdiri
atass Triticum vulgare berwarna merah beraneka ragam dan putih
dalam perbandingan 15 : 1. Untuk memahami peristiwa tersebut
Nielson Ehle melakukan percobaan persilangan pada jenis gandum,
yaitu gandum bersekam merah dengan gandum bersekam putih.
Misalnya genotipe gandum berwarna merah adalah M1M1M2M2,
sedangkan genotip gandum berwarna putih adalah m1m1m2m2.
Kedua jenis gandum disilangkan:

6
♂ M1M2 M1m2 m1M2 m1m2

M1M2 M1M1M2M2 M1M1M2m2 M1m1M2M2 M1m1M2m2
(merah) (merah) (merah) (merah)
M1m2 M1M1M2m2 M1M1m2m2 M1m1M2m2 M1m1m2m2
(merah) (merah) (merah) (merah)
m1M2 M1m1M2M2 M1m1M2m2 m1m1M2M2 m1m1M2m2
(merah) (merah) (merah) (merah)
m1m2 M1m1M2m2 M1m1m2m2 m1m1M2m2 m1m1m2m2
(merah) (merah) (merah) (putih)
Rasio Genotip adalah:
M1-M2- = 9 (Merah)
M1-m2m2 = 3 (Merah)
m1m1M2- = 3 (Merah)
m1m1m2m2 = 1 (Merah)
Rasio Fenotipe Merah : Putih = 15 : 1
3. Kriptomeri
Correns (1912) adalah seorang ahli yang menyelidiki peristiwa
kriptomeri. Kriptomeri adalah peristiwa suatu faktor dominan yang
baru tampak pengaruhnya apabila bertemu dengan faktor dominan lain
yang bukan alelnya. Faktor dominan ini seolah-olah tersembunyi
(kriptos), misalnya, pada bunga Linaria maroccana.
A – ada pigmen antosianin.
a – tidak ada pigmen antosianin.
B – air sel bersifat basa.
b – air sel tidak bersifat basa.
Jika kedua gen dominan A dan B hadir dalam satu individu, warna
bunga ungu. Jika gen dominan A saja tanpa gen dominan (B), warna
bunga merah. Jika gen dominan B hadir tanpa gen dominan A dan jika
kedua gen dominan A dan B tidak hadir, warna bunga putih. Contoh
bunga merah (AAbb) disilangkan dengan bunga putih (aaBB), maka
hasil F1 adalah bunga ungu (AaBb) ungu (Nusantari, 2015).
P1 : AAbb >< aaBB
(bunga merah) (bunga putih)

7
F1 : 100% AaBb
Bunga ungu
P2 : AaBb >< AaBb
(numha ungu) (bunga ungu)

♂ AB Ab aB Ab

AB AABB AABb AaBB AaBb
Bunga ungu Bunga ungu Bunga ungu Bunga ungu
Ab AABb AAbb AaBb Aabb
Bunga ungu Bunga merah Bunga ungu Bunga merah
aB AaBB AaBb aaBB aaBb
Bunga ungu Bunga ungu Bunga putih Bunga putih
Ab AaBb Aabb aaBb Aabb
Bunga ungu Bunga merah Bunga putih Bunga putih
Rasio Genotip adalah:
A-B- = 9 (Ungu)
A-bb = 3 (Merah)
aaB- = 3 (Putih)
aabb = 1 (Putih)
Rasio Fenotipe Ungu : Merah : Putih = 9 : 3 : 4

4. Epstasis-Hipostasis
Epistasis – hipostasis adalah peristiwa dimana adanya gen dominan
lain yang bukan alelnya menutupi gen dominan lainnya. Faktor
pembawa sifat yang menutupi disebut epistasis, sedangkan sifat yang
tertutup disebut hipostasis. H. Nilson dan Ehle (1873-1949)
menyelidiki peristiwa tersebut pada persilangan jenis gandum berkulit
biji hitam dengan gandum berkulit biji kuning yang keduanya bergalur
murni (Nusantari, 2015).
Peristiwa epistasis dan hipostasis di atas dapat digambarkan seperti
contoh di bawah ini :
P1 : HHkk (biji hitam) >< hhKK (biji kuning)

8
Gamet : Hk hK
F1 : HhKk (biji hitam) artinya: H epistasis terhadap K / k
P2 : HhKk (biji hitam) >< HhKk (biji hitam)
Gamet : HK, Hk, hK, hk HK, Hk, hK, hk
F2 :

HK Hk hK hk
HK HHKK HHKk HhKK HhKk
Biji hitam Biji hitam Biji hitam Biji hitam
Hk HHKk HHkk HhKk Hhkk
Biji hitam Biji hitam Biji hitam Biji hitam
hK HhKK HhKk hhKK hhKk
Biji hitam Biji hitam Biji kuning biji kuning
Hk HhKk Hhkk hhkK hhkk
Biji hitam Biji hitam Biji kuning Biji putih
Sehingga pada persilangan ini diperoleh keturunan dengan
perbandingan fenotip = Hitam : Kuning : Putih = 12 : 3 : 1
Maka dapat terlihat bahwa genotip yang mengandung H selalu
berwarna hitam, sedangkan genotip yang mengandung K tanpa disertai
H selalu berwarna kuning jadi dapat disimpulkan bahwa H epistasis
terhadap K dan K hipostasis terhadap H. Modifikasi 9 : 3 : 3 : 1
menjadi 12 :3 :1 terjadi karena individu bergenotip H-K- memiliki
genotip yang sama dengan yang bergenotip H-kk. Contoh tersebut
merupakan epistasis dominan.
Ada beberapa macam bentuk epistasi antara lain epistasi dominan
seperti pada peristiwa persilangan diatas, epistasi resesif, epistasi
dominan-resesif, epistasi dominan duplikat, epistasi resesif duplikat,
dan gen duplikat dengan efek kumulatif (Suryo, 2008).
a. Epistasis resesif
Pada epistasis resesif hasil dari perkawinan antar F1 akan
memperoleh perbandingan fenotip pada F2 yaitu 9 : 3 : 4. Misalnya
dijumpai tiga tipe warna pada mencit, yaitu agouti, hitam, dan
albino. Alel A pada mencit menentukan warna agouti (seperti
warna tikus liar umumnya), pasangannya, alel a dalam keadaan

9
homozigot (aa) menyebabkan warna hitam. Alel B menentukan
keluarnya warna, pasangannya, alel b dalam keadaan homozigot
(bb) menyebabkan warna tidak keluar atau albino. Dalam hal ini
bb epistasis terhadap A dan a sehingga agar tikus berwarna agouti
atau hitam harus memiliki alel B. Jika dua ekor tikus agouti
heterozigot (AaBb) dikawinkan maka dihasilkan fenotip pada
keturunannya bukan 9 : 3 : 3: 1 melainkan menjadi 9 : 3: 4
P1 : AAbb X aaBB
(Agouti) (hitam)
Gamet : Ab, aB
F1 : AaBb (Agouti)
P2 : AaBb X AaBb
(Agouti) (Agouti)
Gamet : AB, Ab, aB, ab AB, Ab, aB, ab
F2 :
AB Ab aB ab
AB AABB AABb AaBB AaBb
Ab AABb AAbb AaBb Aabb
aB AaBB AabB aaBB aabB
ab AaBb Aabb aaBb aabb
Perbandingan F2 : 9 A-B- : Agouti
3 A-bb : albino
3 aaB- : hitam
1 aabb : albino
Pada peristiwa epistasis resesif, bb epistatik terhadap A dan a,
perbandingan fenotip F2 9 : 3: 4 (Irawan, 2010).
b. Epistasis dominan resesif
Peristiwa epsitasis dominan resesif akan diperoleh hasil
perbandingan fenotip pada F2 yaitu 13 : 3. Misalnya pada warna
bulu ayam. Ayam berwarna putih disebabkan oleh dua peristiwa.
Pertama yaitu ayam tersebut memang tidak memiliki alel yang
dapat menghasilakn warna (cc), kedua ayam tersebut memiliki
yang dapat menghasilkan warna (C-) namun alel ini tidak dapat
bekerja secara normal dikarenakan terhambat oleh gen lain, yaitu

10
gen inhibitor (I). Ayam bergenotip IICC berwarna putih
dikarenakan meski memiliki alel yang dapat menghasilkan warna
(CC) tetapi ekspresinya dihambat oleh alel gen lain (II). Jika dua
ekor ayam putih (IICC) dan ccii bila dikawinkan sesamanya akan
menghasilkan ayam putih, tetapi jika ayam putih F1 dikawinkan
sesamanya maka keturunannya F2 ada yang memiliki warna ada
juga yang tidak memiliki warna dengan perbandingan 13 : 3.
P1 : IICC X iicc
(ayam putih) (ayam putih)
Gamet : Ic, iC
F1 : IiCc (Ayam putih)
P2 : IiCc X IiCc
(ayam putih) (ayam putih)
Gamet : IC, Ic, iC, ic IC, Ic, iC, ic
F2

IC Ic iC ic
IC IICC IICc iICC iIcC
Ic IICc IIcc iICC iIcc
iC IiCC IicC iiCC iiCc
ic IiCc Iicc iiCc iicc
Perbandingan F2 : 9 I-C- (ayam putih)
3 I-cc (ayam putih)
3 iiC- (ayam berwarna)
1 iicc (ayam putih)
Pada peristiiwa epistasis dominan resesif, II epistatik terhadap C
dan c, sedangkan cc epistasis terhadap I dan i. Perbandingan fenotip F2
adalah 13 : 3 (Irawan, 2010).
c. Epistasis dominan duplikat
Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap
pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen dominan dari
pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka
epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan duplikat. Kedua
gen itu berada bersama-sama dan fenotipnya merupakan gabungan

11
dari kedua sifat gen-gen dominan tersebut. Epistasis ini
menghasilkan perbandingan fenotipe 15 : 1 pada generasi F2.
Contoh peristiwa epistasis dominan duplikat dapat dilihat pada
pewarisan bentuk buah Capsella. Ada dua macam bentuk buah
Capsella, yaitu segitiga dan oval. Bentuk segitiga disebabkan oleh
gen dominan C dan D, sedang bentuk oval disebabkan oleh gen
resesif c dan d. Dalam hal ini C dominan terhadap D dan d,
sedangkan D dominan terhadap C dan c (James, 1994).

d. Epistasi Resesif Duplikat


Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah
gen I, epistatis terhadap pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang
bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga
epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi
dinamakan epistasis resesif duplikat. Epistasis ini menghasilkan
perbandingan fenotipe 9 : 7 pada generasi F2. Sebagai contoh
peristiwa epistasis resesif ganda dapat dikemukakan pewarisan
kandungan HCN pada tanaman Trifolium repens. Gen L
menyebabkan terbentuknya enzim L yang mengatalisis perubahan
bahan dasar menjadi bahan antara berupa glukosida sianogenik.
Alelnya, l, menghalangi pembentukan enzim L. Gen H
menyebabkan terbentuknya enzim H yang mengatalisis perubahan
glukosida sianogenik menjadi HCN, sedangkan gen h menghalangi
pembentukan enzim H. Dengan demikian, l epistatis terhadap H
dan h, sementara h epistatis terhadap L dan l. Persilangan dua

12
tanaman dengan kandungan HCN sama-sama rendah tetapi
genotipenya berbeda (LLhh dengan llHH) akan menghasilkan
keturunan dengan tingkat HCN tinggi (9) dan tingkat HCN rendah
(7) (Suryo, 2008).

e. Gen Duplikat Dengan Efek Kumulatif


Peristiwa gen duplikat yang mempunyai efek kumulatif
data terjadi bila keberadaan gen-gen yang resesif memberi efek
yang sama, misalnya gen aa dan bb akan menghasilakan sifat
fenotipe yang sama. Epistasi ini akan menghasilkan perbandingan
fenotipe, yaitu 9 : 6 : 1. Sebagai contoh, pada Cucurbita pepo
dikenal tiga macam bentuk buah, yaitu cakram, bulat, dan lonjong.
Gen yang mengatur pemunculan fenotipe tersebut ada dua pasang,
masing-masing B dan b serta L dan l. Apabila pada suatu individu
terdapat sebuah atau dua buah gen dominan dari salah satu
pasangan gen tersebut, maka fenotipe yang muncul adalah bentuk
buah bulat (B-ll atau bbL-). Sementara itu, apabila sebuah atau dua
buah gen dominan dari kedua pasangan gen tersebut berada pada
suatu individu, maka fenotipe yang dihasilkan adalah bentuk buah
cakram (B-L-). Adapun fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan
berupa buah berbentuk lonjong (Standfield, 1991).

13
5. Gen Komplementer
Gen komplementer merupakan interaksi antara dua gen dominan,
jika terdapat bersama-sama akan saling melengkapi sehingga akan
muncul suatu fenotip. Jika salah satu gennya tidak ada maka
permunculan sifatnya akan terhalang. Contoh perkawinan pria bisu
tuli (BBtt) dan wanita bisu tuli (bbTT).
P1 : BBtt X bbTT
(bisu tuli) (bisu tuli)
Gamet : Bt, bT
F1 : BbTt (normal)
P2 : BbTt X BbTt
(normal) (normal)
Gamet : BT, Bt, bT, bt BT, Bt, bT, bt
F2 :
BT Bt bT bt
BT BBTT BBTt BbTT BbTt
Normal Normal Normal Normal
Bt BBtT BBtt BbTt Bbtt
Normal Bisu tuli Normal Bisu tuli
bT BbTT BbTt bbTT bbTt
Normal Normal Bisu tuli Bisu tuli
bt BbTt Bbtt bbTt Bbtt
Normal Bisu tuli Bisu tuli Bisu tuli
Dalam hal ini, gen T dan gen B tidak akan menunjukkan sifat
normal apabila kedua gen tersebut tidak terdapat bersama-sama dalam satu
genotip. Dengan demikian, jika hanya terdapat gen T tanpa gen B, atau

14
jika hanya terdapat gen B tanpa gen T maka akan memunculkan sifat bisu
tuli. Rasio fenotip F2 yang dihasilkan adalah 9 Normal : 7 bisu tuli
(Nusantari, 2015).

4. REKOMBINASI GENETIK
Rekombinasi merupakan salah satu dasar terjadinya variabilitas genetik
mahluk hidup. Rekombinasi pada tingkat genetik adalah proses pertukaran dan
penyisipan elemen genetik yang dapat terjadi antara rantai DNA (atau materi
genetik RNA) yang berlainan, atau antara bagian-bagian gen yang terletak
dalam satu rantai DNA atau RNA. Rekombinasi genetik didefinisikan sebagai
penggabungan gen dari satu atau lebih sel ke sel target. Rekombinasi genetik
juga merupakan penggabungan gen, serangkaian gen atau bagian dari gen ke
dalam kombinasi baru, baik secara biologis atau melalui manipulasi
laboratorium. Penyusunan kembali informasi genetik dalam dan antara molekul
materi genetik meliputi berbagai macam proses (Toha, dkk. 2015).
Rekombinasi genetik adalah proses pertukaran elemen genetik yang dapat
terjadi antara untaian DNA yang berlainan (interstrand), atau antara bagian-
bagian gen yang terletak dalam satu untaian DNA (intrastrand). Pada eukariot,
rekombinasi biasanya terjadi selama meiosis sebagai pindah silang kromosom
antara kromosom yang berpasangan.Proses ini menyebabkan keturunan suatu
makhluk hidup memiliki kombinasi gen yang berbeda dari induknya, dan dapat
menghasilkan alel kimerik yang baru. Penyusunan kembali informasi genetik
dalam dan antara molekul DNA yang meliputi berbagai macam proses yang
terletak secara kolektif dibawah rekombinasi genetik. sama-sama diekspresikan
pada individu heterozigot tersebut (Agus, 2018).
Fungsi dari rekombinasi genetik bervariasi tergantung mekanismenya.
Beberapa fungsi rekombinasi genetik adalah memelihara perbedaan genetik,
sistem perbaikan DNA khusus, regulasi ekspresi gen tertentu, dan penyusunan
kembali genetik yang diprogram selama perkembangan.
Ada tiga tipe rekombinasi genetik yaitu rekombinasi homolog atau
rekombinasi umum, rekombinasi khusus, dan rekombinasi transposisi atau
rekombinasi replikatif. Rekombinasi umum atau rekombinasi homolog
memiliki ciri khusus yaitu DNA homolog dibentangkan dengan mekanisme

15
umum lalu salah satu rantai dirusak dan digabung dengan yang lain untuk
membentuk struktur pindah silang (cross over)-Holliday intermediate;
kemudian daerah rantai molekul DNA yang berbeda diperbaiki-hetero duplex
DNA, diperluas oleh cabang migrasi dan terakhir dua rantai Holliday
intermediate dibelah dan yang rusak diperbaiki untuk membentuk produk
rekombinan. Rekombinasi khusus adalah rekombinasi yang terjadi bukan
antara kromosom homolog. Rekombinasi khusus hanya terjadi pada tempat
khusus di dalam segmen molekul DNA. Sedangkan rekombinasi transposisi
atau replikatif berlangsung karena proses transposisi. Transposisi adalah proses
perpindahan elemen genetik dari satu lokus dalam suatu kromosom, plasmid,
atau genom virus, ke bagian lain kromosom yang sama, atau bahkan ke suatu
lokus dalam koromosom lain (Yuwono 2011).

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Rosana. 2018. Dasar-Dasar Biologi Molekuler: Basics of Molecular


Biology. Celebes Media Perkasa.
Arumningtyas, Laras, Estri. 2016. Genetika Mendel: Prinsip Dasar Pemahaman
Ilmu Genetika. Malang: UB Press.
Astarini, Dwi. 2018. Peningkatan Pemahaman Materi Penyimpangan Semu
Hukum Mendel Melalui Alat Bantu Baling-Baling Genetika Pada Siswa
Kelas XII IPS 2 SMA N 1 Baturetno Tahun Pelajaran 2017/2018. Jurnal
JARLITBANG Pendidikan. 3(2).

16
Toha, Hamid A, Abdul ., dkk. 2015. Rekombinasi Genetik. Jurnal IBC Raja
Ampat. 11(4).
Irawan, Bambang. 2010. Genetika Penjelasan Mekanisme Pewarisan Sifat.
Surabaya: Airlangga University Press.
James, L. R.. 1994. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta:
Erlangga.
Nusantari, Elya. 2015. Genetika: Belajar Genetika dengan Mudah &
Komprehensif. Yogyakarta: Deepublish.
Rohmad. 2013. Diktat Kuliah Genetika Ternak. Kediri: Universitas Islam Kediri.
Standfield. W. D. 1991. Genetika: Teori dan Soal-Soal. Jakarta : Erlangga.
Suryo. 1990. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suryo. 2001. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suryo. 2008. Genetika Strata I. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Yunus, Rosman dkk. 2006. Teori Darwin dalam Pandangan Sains dan Islam.
Jakarta: Prestasi.
Yuwono T. 2011. Biologi Molekuler. Jakarta: Erlangga.

17

Anda mungkin juga menyukai