Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Di dalam agama Hindu dikenal adanya berbagai jalan untuk menghubungkan diri dengan

Tuhan Yang Maha Esa. Jalan atau cara itu bebas dipilih oleh umat-Nya sesuai dengan sifat dan
pembawaannya. Dalam kitab Bhagavad Gita Bab IV Sloka (11) disebutkan:
Ye yatha mam prapadyante
Tams tathai va bhajamy aham
Mama Vartma nuvartante
Manushyah partha sarvasah
Artinya, jalan manapun ditempuh manusia kearah-Ku, semuanya Ku-terima, dari manamana semua mereka menuju jalan-Ku, oh Parta.
Di dalam agama Hindu tidak ada suatu keharusan untuk menempuh satu-satu jalan,
karena semua jalan untuk menuju Tuhan Yang Maha Esa diturunkan oleh-Nya untuk
memudahkan umat-Nya menuju kepada-Nya. Empat jalan untuk menghubungkan diri, yang
dimaksud adalah menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Usaha untuk
menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa akan berhasil bila didukung dengan metode,
media maupun lokasi spiritual yang kondusif. Untuk itu, di samping personalitas pribadi orang
yang menghubungkan diri kepada-Nya. Di zaman kaliyuga ini, masalah personalitas pribadi
masih menjadi masalah dalam hal mendekatkan diri kehadap-Nya. Seperti yang kita ketahui
bahwa moralitas manusia cenderung menurun karena kemajuan zaman dan factor penyebab
lainnya. Hal tersebut, sebenarnya bisa diatasi jika ada kesadaran dari manusia untuk selalu
berbuat dengan memperhatikan ajaran agama. Salah satunya adalah dengan melaksanakan ajaran
catur marga untuk menghubungkan diri kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

1.2

Rumusan Masalah
1.2.1

Apa pengertian Catur marga Yoga.

1.3

1.4

1.2.2

Apa saja bagian-bagian Catur Marga Yoga.

1.2.3

Apa implementasi dari ajaran Catur Marga Yoga dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan
1.3.1

Untuk mengetahui Pengertian Catur marga Yoga

1.3.2

Untuk mengetahui Bagian-bagian Catur Marga Yoga

1.3.3

Untuk mengetahui Implementasi dari ajaran Catur Marga Yoga.

Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini merupakan tinjauan kepustakaan
yang berupa mempelajari buku-buku yang relevan dengan masalah yang diteliti karena
penyusun tidak melakukan tijauan secara langsung terhadap objek pengamatan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Catur Marga Yoga


Catur marga berasal dari dua kata yaitu catur dan marga. Catur berarti empat dan marga

berarti jalan/cara atapun usaha. Jadi catur marga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk
menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Catur Marga juga sering disebut dengan Catur Marga Yoga. Sesungguhnya kata yoga, dapat juga
berarti masuk atau menyatukan diri, sehingga Catur Marga Yoga dapat pula diartikan empat jalan
untuk menyatukan diri dengan Tuhan untuk mencapai moksa. Keempat jalan ini memiliki nilai
yang sama namun menjadi sangat utama apabila didasari dengan kesungguhan hati dan Sradha
yang mantap. Keempat jalan itu adalah Bhakti Marga Yoga, Karma Marga Yoga, Jnana Marga
Yoga, dan Raja Marga Yoga. Sumber ajaran catur marga ada diajarkan dalam pustaka suci
Bhagawadgita, terutama pada trayodhyaya tentang karma yoga marga yakni sebagai satu sistem
yang berisi ajaran yang membedakan antara ajaran subha karma (perbuatan baik) dengan ajaran
asubha karma (perbuatan yang tidak baik) yang dibedakanmenjadi perbuatan tidak berbuat
(akarma) dan wikarma (perbuatan yang keliru). Karma memiliki dua makna yakni karma terkait
ritual atau yajna dan karma dalam arti tingkah perbuatan. Kedua, tentang bhakti yoga marga
yakni menyembah Tuhan dalam wujud yang abstrak dan menyembahTuhan dalam wujud yang
nyata, misalnya mempergunakan nyasa atau pratima berupa arca ataumantra. Ketiga, tentang
jnana yoga marga yakni jalan pengetahuan suci menuju Tuhan YangMaha Esa, ada dua
pengetahuan yaitu jnana (ilmu pengetahuan) dan wijnana (serba tahu dalam penetahuan itu).
Keempat, Raja Yoga Marga yakni mengajarkan tentang cara atau jalan yoga atau meditasi
(konsentrasi pikiran) untuk menuju Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang WidhiWasa.
2.2

Bagian-bagian Catur Marga Yoga


Di dalam ajaran kerohanian Hindu terdapat jalan untuk mencapai kesempurnaan, yaitu

moksa, dengan menghubungkan diri dan pemusatan pikiran kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa
yang disebut dengan Catur Marga Yoga. Catur marga yoga terdiri dari empat bagian yaitu bhakti
marga yoga, jnana marga yoga, karma marga yoga dan raja marga yoga.

A. Bhakti Marga Yoga


Kata Bhakti berarti menyalurkan atau mencurahkan cinta yang tulus dan luhur kepada
Tuhan, kesetiaan kepadaNya, perhatian yang sungguh-sungguh untuk memujanya. Kata Marga
berarti jalan atau usaha, sehingga Bhakti Marga Yoga adalah jalan pengabdian kepada Ida Sang
Hyang Widhi melalui cinta kasih yang luhur dan mulia. Untuk memupuk sradha harus adanya
rasa bhakti dan kasih sayang terhadap Tuhan, dalam ajaran Agama Hindu dikenal 2 bentuk
bhakti yaitu:
1) Aphara Bhakti, merupakan bhakti yang dilakukan melalui pemujaan atau persembahan
dengan berbagai permohonan. Dan permohonan itu wajar mengingat keterbatasan
pengetahuan kita. Namun, permohonan yang dimaksudkan itu wajar dan tidak berlebihan
2) Parabhakti, merupakan bhakti yang dilakukan melalui pemujaan atau persembahan
dengan rasa tulus iklas, menyerahkan diri sepenuhnya kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa. Penyerahan diri sepenuhnya kepadaNya bukanlah dalam pengertian pasif tidak
mau melakukan aktivitas, tetapi ia aktif dan dengan keyakinan bahwa bila bekerja dengan
baik dan tulus niscaya akan memperoleh pahala yang baik pula.
Dalam pustaka Hindu, diuraikan beberapa jenis bentuk bhakti yang disebut Bhavabhakti,
sebagai berikut:
a. Santabhava adalah sikap bhakti seperti bhakti atau hormat seorang anak terhadap ibu dan
bapaknya.
b. Sakyabhava adalah bentuk bhakti yang meyakini Hyang Widhi, manifestasiNya,
Istadewata sebagai sahabat yang sangat akrab dan selalu memberikan perlindungan dan
pertolongan pada saat yang diperlukan
c. Dasyabhava adalah bhakti atau pelayanan kepada Tuhan seperti sikap seorang hamba
kepada majikannya.
d. Vatsyabhava adalah sikap seorang penyembah atau memandan Tuhan seperti anaknya
sendiri.
e. Kantabhava adalah seorang penyembah atau bhakta seperti sikap seorang istri terhadap
suami tercinta.

f. Madhuryabhava adalah bentuk bhakti sebagai cinta yang amat mendalam dan tulus dari
seorang bhakta kepada Tuhan.
Gejala-gejala dari adanya Bhakti Marga adalah:
a. Kerinduan untuk bertemu kepada yang dipujanya
b. Keinginan untuk berkorban
c. Keingingan untuk menggambarkan
d. Melenyapkan rasa takut
e. Melahirkan rasa seni
f. Melahirkan rasa terharu
g. Melahirkan mitologi
Seseorang yang menjalani Bhakti Marga disebut Bhakta, sikapnya selalu merasa puas dalam
segala-galanya, baik dalam kelebihan dan kekurangan. Sikapnya yang tenang dan sabar
membawanya pada keseimbangan batin yang sempurna, seorang Bhakta akan selalu
mengembangkan sifat Catur Paramitha yaitu Maitri, Karuna, Mudita dan Upeksa. Selain itu,
seorang bhakta akan selalu membebaskan diri dari keangkuhan (ahamkara) dan tidak ada ikatan
sama sekali terhadap apapun karena seluruh kekuatannya dipakai untuk memusatkan pikiran
kepada Hyang Widhi.
B. Karma Marga Yoga
Karma Marga Yoga adalah jalan atau usaha untuk mencapai kesempurnaan atau moksa
dengan perbuatan dan bekerja tanpa pamrih. Dalam Bhagawadgita tentang Karma Yoga
dinyatakan sebagai berikut:
Tasmad asaktah satatam karyam karma samcara, asakto hy acaran karma param apnoti
purusah. (Bhagawadgita III. 19)

Artinya:
Oleh karena itu, laksanakanlah segala kerja sebagai kewajiban tanpa terikat pada hasilnya, sebab
dengan melakukan kegiatan kerja yang bebas dari keterikatan, orang itu sesungguhnya akan
mencapai yang utama.
Pada hakikatnya seorang karma yogi selalu mendambakan pedoman rame inggawe sepi
ing pamrih. dengan menyerahkan keinginannya akan pahala yang berlipat ganda. Hidupnya akan
berlangsung dengan tenang dan dia akan memancarkan sinar dari tubuhnya maupun dari
pikirannya. Bahkan masyarakat tempat hidupnya pun kana menjadi bahagia, sejahtera, ia akan
mencapai kesucian batin dan kebijaksanaan.
C. Jnana Marga Yoga
Jnana artinya, kebijakan filsafat (pengetahuan). Yoga berasal dari urat kata Yuj artinya,
menghubungkan diri. Jadi, Jnana Marga Yoga artinya mempersatukan jiwatman dengan
paramatman yang dicapai dengan jalan mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat pembebasan
diri dari ikatan-ikatan keduniawian. Tiada ikatan yang lebih kuat daripada Maya, dan tiada
kekuatan yang lebih ampuh daripada Yoga untuk membasmi ikatan-ikatan Maya itu. Untuk
melepaskan ikatan-ikatan kita harus mengarahkan segala pikiran kita dan memaksanya kepada
kebiasaan-kebiasaan suci. Akan tetapi, bila kita ingin member suatu bentuk kebiasaan suci pada
pikiran kita, akhirnya pikiran harus menerimanya. Sebaiknya bila pikiran tidak mau
menerimanya maka haruslah kita akui bahwa segala pendidikan yang kita ingin biasakan itu
tidak ada gunanya. Jadi proses pertumbuhan merupakan hal yang mutlak, sebagai jalan
tumbuhnya pikiran, perbuatan lahir, pelaksanaan swadharma, dan sikap batin (wikrama) sangat
diperlukan dimana perbuatan lahir adalah penting, karena jika tidak berbuat maka pikiran kita
tidak dapat diuji kebenarannya. Perbuatan lahir menunjukkan kualitas sebenarnya dari pikiran
kita. Ada tiga hal yang penting dalam hidup ini yaitu kebulatan pikiran, pembatasan pada
kehidupan sendiri, dan keadaan jiwa yang seimbang atau tenang maupun pandangan yang kokoh,
tentram, dan damai. Ketiga hal tersebut di atas merupakan Dhyana yoga. Untuk tercapainya perlu
dibantu dengan Abhyasa, yaitu latihan-latihan dan vairagya yaitu keadaan tidak mengaktifkan
diri. Kekuatan pikiran kita lakukan saat kita berbuat apa saja, dan pikiran harus kita pusatkan
kepada-Nya. Dalam urusan-urusan keduniawian pemusatan ini mutlak diperlukan. Hal ini bukan
hanya diperlukan untuk sukses di dunia, tetapi juga dibutuhkan untuk kemajuan spiritual atau

batin. Usaha untuk menjernihkan kegiatan kita sehari-hari ialah kehidupan rohani. Apapun yang
kita laksanakan, berhasil atau tidaknya tergantung kepada kekuatan pemusatan pemikiran kita
kepada-Nya. Inilah kelebihan Jnana Marga (jalan ilmu pengetahuan) dibandingkan dengan
marga-marga lainnya. Dengan dikuasainya ilmu pengetahuan, manusia dapat bekerja lebih
efektif dan efisien, dibandingkan dengan mereka yang dungu dan sedikit pengetahuannya, baik
itu masalah pengetahuan duniawi ataupun pengetahuan tentang agama, karena ilmu pengetahuan
itulah yangakan menuntun manusia menuju ke jalan yang benar untuk mencapai tujuan akhir.
Maka dari itu, kejarlah ilmu pengetahuan terlebih dahulu sebanyak dan seluas mungkin.
D. Raja Marga Yoga
Raja Marga Yoga adalah suatu jalan mistik (rohani) untuk mencapai moksa, raja marga
yoga mengajarkan bagaimana mengendalikan indria-indria dan vritti mental atau gejolak pikiran
yang muncul dari pikiran melalui tapa, brata, yoga dan semadhi. Tapa dan brata merupakan suatu
latihan untuk mengendalikan emosi atau nafsu yang ada dalam diri kita kearah yang lebih positif
sesuai dengan petunjuk ajaran kitab suci. Sedangkan yoga dan semadhi adalah latihan untuk
menyatukan atma dengan Brahman dengan melakukan meditasi atau pemusatan pikiran.
Adapun tiga jalan pelaksanaan yang ditempuh oleh para raja Yogin yaitu melakukan
Tapa, Brata, Yoga, dan Samadhi. Tapa dan Brata merupakan suatu latihan untuk mengendalikan
emosi atau nafsu dengan petunjuk ajaran kitab suci. Sedangkan Yoga dan Samadhi adalah latihan
untuk dapat menyatukan atman dengan Brahman dengan melakukan meditasi atau pemusatan
pikiran.

2.3

Implementasi dari ajaran Catur Marga Yoga dalam Kehidupan Sehari-hari


A. Bhakti Marga Yoga

Pelaksanaan tri sandya dan yadnya sesa. Jalan yang utama untuk memupuk perasaan

bakti ialah rajin menyembah Tuhan dengan hati yang tulus ikhlas dengan melaksanakanTri
Sandhya yaitu sembahyang tiga kali dalam sehari yaitu pagi, siang, dan sore hari serta
melaksanakan yadnya sesa/ ngejot setelah memasak. Dalam kehidupan sehari-hari sebagai upaya

dalam mewujudkan rasa bhakti sekaligus mendekatkan diri kehadapan-Nya hendaknya


melaksanakan puja tri sandya tersebut dengan tulus dan ikhlas.
Implementasi bhakti marga yoga juga dapat dilihat pada hari-hari keagamaan Hindu,
seperti hari saraswati, tumpek wariga dan tumpek uye. Hari saraswati adalah hari turunnya ilmu
pengetahuan dengan memuja dewi yang dilambangkan sebegai ilmu pengetahuan yaitu Dewi
saraswati. Hari saraswati ini jatuh pada hari Saniscara UmanisWatugunung dan diperingati setiap
210 hari. Pada hari ini semua pustaka terutama Wedadan sastra-sastra agama dikumpulkan
sebagai lambang stana pemujaan Dewi Saraswati untuk diberikan suatu upacara. Menurut
keterangan lontar Sundarigama tentang Brata Saraswati, pemujaan Dewi Saraswati harus
dilakukan pada pagi hari atau tengah hari. Dari pagi sampai tengah hari tidak diperkenankan
membaca dan menulis terutama yang menyangkut ajaran Weda dan sastranya. Bagi yang
melaksanakan Brata Saraswati dengan penuh, tidak membaca dan menulis itu dilakukan selama
24 jam penuh. Sedangkan bagi yang melaksanakan dengan biasa, setelah tengah hari dapat
membacadan menulis. Bahkan di malam hari dianjurkan melakukan malam sastra dan sambaing
samadhi.
Sedangkan Tumpek Wariga merupakan upacara untuk menghormati keberadaan tumbuhtumbuhan sebagai mahluk hidup didunia atau dikenal dengan istilah ngotonin sarwa entikentikan. Sementara Tumpek Uye atau Tumpek Kandang upacara dalam menghormati
keberadaan hewan atau binatang yang hidup di dunia yang sering dikenal dengan istilah
ngotonin sarwa ubuhan. Keduanya jatuh tepat setiap 210 hari dalam perhitungan Hindu. Dalam
konsep Tri Hita Karana penghormatan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas pengadaan
hewan dan tumbuhan ini dilakukan dengan tulus dan iklas. Dengan kata lain melaksanakan
upacara tumpek ini adalah realisasi dari konsep Tri Hita Karana alam kehidupan. Jika semua itu
sudah kita lakukan dengan rasa tulusdan iklas berarti kita telah melaksanakan ajaran bhakti
marga yoga.
B. Jnana Marga Yoga
1) Ajaran brahmacari
Brahmacari adalah mengenai masa menuntut ilmu dengan tulus ikhlas. Tugas pokok
kita pada massa ini adalah belajar dan belajar. Belajar dalam arti luas, yakni belajar dalam

pengertian bukan hanya membaca buku. Tetapi lebih mengacu pada ketulus iklasan
dalam segala hal. Contohnya: rela dan iklas jika dimarahi guru atau orang tua. Guru dan
orang tua, jika memarahi pasti demi kebaikan anak. Maha Rsi Wararuci dalam Kitab
Sarassamuccaya, sloka 27 mengajari kita memanfaatkan masa muda ini dengan sebaikbaiknya, yang beliau umpamakan seperti rumput ilalang yang masih muda. Bahwa masa
muda itu pikiran masih sangat tajam, hendaknya digunakan untuk menuntut dharma, dan
ilmu pengetahuan. Dengan tajamnya pikiran seorang anak juga bisa meyadnyakan tenaga
dan pikirannya itu.
2) Ajaran aguron-guron
Ajaran aguron-guron merupakan suatu ajaran mengenai proses hubungan guru dan
murid. Namun istilah dan proses ini telah lama dilupakan karena sangat susah
mendapatkan guru yang mempunyai kualifikasi tertentu dan juga sangat sedikit orang
menaruh perhatian dan minat terhadap hal ini. Maka untuk memenuhi kualifikasi tertentu,
hendaknya seorang guru mencari sekolah yang mempunyai kurikulum yang membawa
kesadaran kita melambung tinggi melampaui batas-batas senang dan sedih, bahagia dan
derita, lahir danmati. Maka guru seperti itu pasti akan datang kepada kita. Menuntun kita,
menentukan arah tujuan kita, menunjukkan cara dan metodenya, menghibur dan
menyemangatinya. Jangan ragu, pasti akan ada guru yang datang kepada kita.
3) Ajaran catur guru
Berhasilnya seseorang menempuh jenjang pendidikan tertentu (pendidikan tinggi
yang berkualitas) tidak akan mungkin bila kita tidak memiliki rasa bhakti kepada Catur
Guru. Mereka yang melaksanakan ajaran Guru Bhakti sejak dini (anak-anak), mereka
pada umumnya memiliki disiplin diri dan percaya diri yang mantap pula. Dengan disiplin
diri dan percaya diri yang mantap, tidak saja akan sukses dalam bidang akademik, tetapi
juga dalam berbagai aspek kehidupan. Di sinilah kita melihat ajaran Catur Guru Bhakti
senantiasa relevan sepanjang masa, sesuai dengan sifat agama Hindu yang Sanatana
Dharma. Aktualisasi ajaran Guru Bhakti atau rasa bhakti kepada Catur Guru dapat
dikembangkan dalam situasi apapun, sebab hakekat dari ajaran ini adalah untuk
pendidikan diri, utamanya adalah pendidikan disiplin, patuh dan taat kepada sang Catur
Guru dalam arti yang seluas-luasnya.

C. Karma Marga Yoga


1) Ngayah dan Matatulungan
Ngayah merupakan suatu istilah yang ada di Bali yang identik dengan gotong royong.
Ngayah ini bisa dilakukan di pura-pura dalam hal upacara keagamaan, seperti odalanodalan/karya. Sedangkan matulungan ini bisa dilakukan terhadap antar manusia yang
mengadakan upacara keagamaan pula, seperti upacara pawiwahan, mecaru dan lain
sebagainya. Sesuai dengan ajaran karma yoga, maka hendaknya ngayahatau
matatulungan ini dilakukan secara iklas tanpa ada ikatan apapun. Sehingga apayang kita
lakukan bisa memberikan suari manfaat.
2) Mekarme sanemelah
Berbuat yang baik atau mekarma sane melah hendaknya selalu kita lakukan.Dalam
dalam agama hindu ada slogan mengatakanRame ing gawe sepi ing pamrih, slogan itu
begitu melekat pada diri kita sebagai orang Hindu. Banyaklah berbuat baik tanpa pernah
berpikir dan berharap suatu balasan. Niscaya dengan begitu kita akan selalu mendapat
karunianya tanpa pernah terpikirkan dan kita sadari. Untuk melaksanakan slogan itu
dalam kehidupan sehari-hari tidaklah mudah untuk memulainya. Sebagai makhluk
ciptaan Brahman, sepantasnya kita menyadari bahwa sebagian dari hidup kita adalah
untuk melayani. Berkarma baik itu adalah suatu pelayanan. Kita akan ikut berbahagia
bila bisa menyenangkan orang lain. Hal ini tentudibatasi oleh perbuatan Dharma. Slogan
Tat Twam Asi adalah salah satu dasar untuk ber-Karma Baik. Engkau adalah Aku, Itu
adalah Kamu juga. Suatu slogan yang sangatsederhana untuk diucapkan, tapi memiliki
arti yang sangat mendalam, baik dalam arti pada kehidupan sosial umat dan juga sebagai
diri sendiri/individu yang memiliki pertanggungjawaban karma langsung kepada
Brahman.
3) Ajaran Karma pahala
Karma phala merupakan hasil dari suatu perbuatan yang dilakukan. Kita percaya
bahwa perbuatan yang baik (subha karma) membawa hasil yang baik dan perbuatan yang
buruk (asubha karma) membawa hasil yang buruk. Seseorang yang berbuat baik pasti
baik pula yang akan diterimanya, demikian pula sebaliknya yang berbuat buruk, buruk

pula yang akan diterimanya. Karmaphala memberi keyakinan kepada kitauntuk


mengarahkan segala tingkah laku kita agar selalu berdasarkan etika dan cara yang baik
guna mencapai cita- cita yang luhur dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk.
Karmaphala mengantarkan roh (atma) masuk Surga atau masuk neraka. Bila dalam
hidupnya selalu berkarma baik maka pahala yang didapat adalah surga. Sebaliknya bila
hidupnya selalu berkarma buruk maka hukuman nerakalah yang terjadi. Dalam pustakapustaka dan ceritera-ceritera keagamaan dijelaskan bahwa Surga artinya alam atas, alam
suksma, alam kebahagiaan, alam yang indah dan serba mengenakkan. Neraka adalah
alam hukuman, tempat roh atau atman mendapat siksaan sebagai hasil dan perbuatan
buruk selama masa hidupnya. Selesai menikmatiSurga atau neraka, roh atau atma akan
mendapatkan kesempatan mengalami penjelmaankembali sebagai karya penebusan dalam
usaha menuju Moksa.

D. Raja Marga Yoga


Setiap pengikut Raja Marga Yoga akan dapat menghubungkan dirinya dengan kekuatan
rohaninya melalui Astangga Yoga. Astangga Yoga adalah delapan tahapan yoga untuk mencapai
moksa. Astangga Yoga diajarkan oleh Maha Rsi Patanjali dalam bukunya yang disebut dengan
Yoga Sutra Patanjali. Adapun bagian-bagian dari Astangga Yoga yang merupakan implementasi
dari ajaran Raja Marga adalah:
1) Yama
Yama yaitu bentuk larangan atau pengendalian diri yang harus dilakukan oleh seorang
dari segi jasmani, misalnya dilarang membunuh (ahimsa), dilarang berbohong (satya),
pantang menginginkan sesuatu yang bukan miliknya (asteya), pantang melakukan
hubungan seksual (brahmacari) dan tidak menerima pemberian dari orang lain
(aparigraha).

2) Nyama
Nyama yaitu bentuk pengendalian diri lebih bersifat rohani, misalnya Sauca (tetap
suci lahir batin), Santosa (selalu puas dengan apa yang datang), Swadhyaya (mempelajari
kitab-kitab keagamaan) dan Iswara pranidhana (selalu bhakti kepada Tuhan).
3) Asana
Asana yaitu sikap duduk yang menyenangkan, terartur dan disiplin.
4) Pranayama
Pranayama yaitu mengatur napas sehingga menjadi sempurna melalui tiga jalan yaitu
puraka (menarik napas), kumbhaka (menahan napas) dan recaka (mengeluarkan napas).
5) Pratyahara
Pratyahara yaitu mengontrol dan mengendalikan indriya dari ikatan objeknya,
sehingga orang dapat melihat hal-hal suci.
6) Dhyana
Dharana yaitu pemusatan pikiran yang tenang, tidak tergoyahkan kepada suatu objek.
Dhyana dapat dilakuakan terhadap Ista Dewata.
7) Dharana
Dharana yaitu usaha-usaha untuk menyatukan pikiran dengan sasaran yang
diinginkan
8) Samadhi
Samadhi yaitu penyatuan atman (sang diri sejadi dengan Brahman) bila seseorang
melakukan latihan yoga dengan terartur dan sungguh-sungguh maka ia akan mendapat
etaran-getaran suci dari wahyu Tuhan.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam

perekonomian

terdapat

berbagai

organisasi

perusahaan

seperti

perusahaan

perseorangan ,perkongsian, perseroan terbatas,perusahaan milik Negara dan koperasi. Dalam


teori ekonomi berbagai bentuk perusahaan itu tidak dibeda-bedakan.Setiap perusahaan dipimpin
oleh seorang tenaga kerja yang memiliki keahlian keusahawanan (kewirausahaan). Tenaga kerja
ini akan menggunakan factor-faktor produksi lain dan mengorganisasikannya untuk menjalankan
kegiatan ekonomi.Fungsi produksi menggambarkan berapa jumlah produksi maksimum yang
mampu diproduksi oleh produsen pada setiap kombinasi input atau faktor produksi yang ada.
Tujuan dari produksi tersebut salah satunya untuk memenuhi kebutuhan manusia dan
menghasilkan barang dan jasa. Untuk itu sebelum mencapai tujuan yang diharapkan perlu di
rencanakan dulu cara pengelolaan faktor produksi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai