Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyebab suatu penyakit tidak hanya dikarenakan kelainan pada fisiologi tubuh
seseorang namun juga karena adanya gangguan psikologis. Gangguan
psikologi atau gangguan kejiwaan banyak ditemui di tengah masyarakat, mulai
ringan hingga berat. Berbagai penelitian pun dilakukan untuk mencari
penanganan yang tepat. Salah satu masalah kejiwaan yang masih kurang
dipahami masyarakat adalah gangguan bipolar. Selain itu penelitian maupun
jurnal masih jarang mengangkat tentang penyakit gangguan bipolar. Gangguan
bipolar adalah salah satu penyakit mental yang paling umum, parah, dan
persisten (Ikawati, 2011). Gangguan Bipolar atau juga dikenal sebagai mania-
depresif merupakan gangguan otak yang menyebabkan perubahan yang tidak
normal dalam suasana hati, energi, tingkat aktivitas, dan kemampuan untuk
melaksanakan kegiatan sehari-hari

Mood disorder merupakan hal yang umum dan lazim (gangguan ini terbanyak
ditemukan baik dipelayanan kesehatan mental maupun dalam praktek dokter
medis umum). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat
dan Eropa, diperkirakan 9-26% wanita dan 5-21% pria pernah mengalami
depresi yang gawat di dalam kehidupan mereka.

Hampir 2/3 individu yang mengalami depresi memikirkan untuk bunuh diri dan
hanya 10-15% yang melakukan percobaan bunuh diri. Mereka yang di bawa ke
rumah sakit karena percobaan bunuh diri akan lebih berhasil bunuh diri
daripada mereka yang belum dirawat di rumah sakit. Hampir semua pasien
(97%) mengeluh bahwa mereka kekurangan energi, sukar menyelesaikan tugas
mereka, prestasi belajar menurun, prestasi pekerjaan menurun, kurang motivasi
untuk menerima tugas atau proyek baru.

LBM 4 - LABIL 1
Prevalensi gangguan bipolar I (satu atau lebih episode mania atau campuran)
adalah 0,4% sampai 1,6%, dan untuk bipolar II disorder (episode depresi
berulang besar dengan episode hypomania) adalah sekitar 0,5%. Gangguan
bipolar I terjadi sama pada pria dan wanita, sedangkan bipolar II gangguan ini
lebih sering terjadi pada wanita. Perbandingan pria dan wanita adalah sekitar
3:2 (Drayton&Weinstein, 2008). Episode mania lebih terjadi terutama pada
orang muda, sedangkan episode depresi mendominasi dalam kelompok usia
yang lebih tua. Usia onset gangguan bipolar sangat bervariasi. Rentang usia
baik untuk bipolar I dan bipolar II adalah dari masa kanak-kanak sampai 50
tahun, dengan usia rata-rata sekitar 21 tahun. Kebanyakan kasus dimulai ketika
mereka berusia 15-19 tahun

Analisis pola pengobatan pada pasien gangguan bipolar diperlukan salah


satunya untuk mengetahui bagaimana pengobatan pada pasien gangguan
bipolar memberikan outcome membaik dari episode yang sedang dialami
pasien. Di sisi lain, pasien gangguan bipolar memiliki tingkat ketidakpatuhan
untuk farmakoterapi yang relatif tinggi, diperkirakan mencapai 32-45% dari
pasien yang diobati (Rothbaum & Astin, 2000). Sedangkan penyakit gangguan
kejiwaan seperti gangguan bipolar memang belum mendapat perhatian yang
cukup dari banyak kalangan.

1.2 Tujuan Makalah


1. Untuk mengetahui definisi dan klasifikasi dari gangguan afektif bipolar I.
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari gangguan afektif bipolar I.
3. Untuk mengetahui gejala klinis yang dapat timbul pada penderita
gangguan afektif bipolar I.
4. Untuk mengetahui pathogenesis pada penderita gangguan afektif bipolar I.
5. Untuk mengetahui tatalaksana dari kasus gangguan afektif bipolar I.

LBM 4 - LABIL 2
1.3 Manfaat Makalah
1. Agar mahasiswa mengetahui definisi dan klasifikasi dari gangguan afektif
bipolar I.
2. Agar mahasiswa mengetahui epidemiologi kasus gangguan afektif bipolar
I.
3. Agar mahasiswa mengetahui gejala klinis pada penderita gangguan afektif
bipolar I.
4. Agar mahasiswa mengetahui patogenesis pada penderita gangguan afektif
bipolar I.
5. Agar mahasiswa mengetahui tatalaksana dari kasus gangguan afektif
bipolar I.

LBM 4 - LABIL 3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Data Tutorial

Hari/Tanggal Sesi 1 : Senin, 9 Desember 2019.


Hari/Tanggal Sesi 2 : Selasa, 10 Desember 2019.
Tutor Sesi 1 : dr. Fitriannisa Faradina Zubaidi,
M.BiomedSc
Tutor Sesi 2 : dr. Alief Abni Bernindra, S.Ked
Moderator : Tri Aris Munandar
Sekertaris : I Dewa Ayu Krisna Junita

2.2. Skenario LBM IV


LABIL

Dila dibawa ibunya ke klinik FK Unizar karena sejak kurang lebih


2 minggu terakhir sering marah-marah tanpa sebab yang jelas terhadap
keluarga dan tetangga sekitarnya. Pasien selalu marah dan memukul orang-
orang disekitarnya jika ada yang tidak sesuai dengan keinginannya. Pasien
juga mudah tersinggung. Pasien sempat memukul ibunya karena mencoba
memegangnya saat mengamuk. Pasien juga biasanya suka berdandan dan
berganti-ganti baju hingga hampir 4-5 helai baju tiap hari. Pasien jarang
tidur dan biasanya tidur sekitar 2-3 jam saja kemudian bangun dan sudah
tidak tidur lagi sampai pagi.

Menurut ibu pasien, perubahan tingkah laku ini dimulai pada 3


bulan terakhir, setelah pasien diputuskan oleh pacarnya. Sejak saat itu,
pasien juga kurang dan sering merasa bersalah hingga menangis sendiri
walaupun tidak tahu apa penyebabnya. Kadang juga pasien teramat sedih
dan melamun memikirkan nasibnya dan pernah bilang lebih baik mati saja.
Namun,

LBM 4 - LABIL 4
2.3 Pembahasan LBM IV
2.3.1 Klasifikasi Istilah
1. Melantur
Adalah sebuah tindakan atau perilaku seseorang yang tidak sesuai pada
tempat, arah dan tujuan yang dimaksudkan. Tindakan tersebut bisa
berupa ucapan atau tindakan yang menunjukkan sebuah perbuatan fisik.
(Ali, 2006)
2. Labil
Adalah kondisi di saat seseorang mudah berubah keadaan perasaan dan
kejiwaannya, dari sedih berubah menjadi marah, sering marah-marah
dikarenakan sesuatu yang tidak jelas, dan sikap-sikap lainnya. (Ali, 2006)
3. Gelisah
Adalah perasaan yang mengganjal,dan merasa hati seperti tidak tentram
dan kepikiran sesuatu yang penting sekali buat diri kita dan membuat diri
kita tidak nyaman dan merasakan kecemasan. (Ali, 2006

2.3.2 Identifikasi Masalah


1. Apakah gejala pasien diskenario berhubungan dengan pengalaman
terdahulu di putuskan oleh pacarnya ?
2. Apakah ada hubungan keterkaitan antara kondisi pasien dengan kualitas
tidur yang dialami pasien?

2.3.3 Brain Storming


1. Hubungan gejala pasien pada skenario dengan pengalaman terdahulu
di putuskan oleh pacarnya
Jawab :
Gangguan mood merupakan suatu masalah psikiatri yang muncul dari
adanya gangguan depresi. Depresi adalah suatu gangguan keadaan tonus
perasaan yang secara umum ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimis,
dan kesepian. Kasus gejala depresi pada masa remaja merupakan prediksi
yang kuat untuk timbulnya depresi pada masa dewasa kemudian hari.

LBM 4 - LABIL 5
Kejadian gangguan mood pada perempuan dan laki-laki dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu, perbedaan hormon, efek kelahiran, perbedaan
stressor psikososial serta perbedaan model perilaku atau sikap tentang
pengambilan keputusan. Sehingga secara tidak langsung gejala yang
dialami berkaitan dengan pengalaman terdahulu. (Sadock, 2010).

2. Hubungan keterkaitan antara kondisi pasien dengan kualitas tidur


yang dialami pasien
Jawab :
Gangguan tidur bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti insomnia,
minuman alkohol, skizofrenia, bipolar. Pada kasus yang dialami pasien
pada skenario yang mengalami gangguan bipolar, merupakan sebuah
gangguan yang mengalami 2 episode yaitu mania dan depresi. Episde
mania ditandai dengan peningkatan mood (euforia), hiperaktif dan banyak
bicara sehingga keadaan ini yang akan membuat seseorang susah tidur dan
akan tetap terjaga. Episode depresi ditandai dengan penurunan suasana
perasaan (mood), kurangnya minat atau kesenangan dan gelisah sehingga
ini akan berefek terhadap kualitas tidur seseorang, yang akan
menyebabkan seringnya terbangun ditengah malam, dan ketika bangun
keadaan tubuh tidak segar. Kualitas tidur yang tidak baik akan
mengganggu dalam beraktivitas karna menyebabkan perubahan berupa
sering marah-marah, badan lesu, dan sulit berkonsentrasi. Sehingga
terdapat keterkaitan antara gejala yang dialami dengan kondisi yang
dialami. (Sadock, 2010)

LBM 4 - LABIL 6
2.3.4 Rangkuman Permasalahan

2.3.5 Learning Issue


1. Bagaimana diagnosis banding yang sesuai dengan gejala yang terdapat
pada skenario
a) Bipolar I

LBM 4 - LABIL 7
Klasifikasi beserta pedoman diagnostik/ gejala klinis
- Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
- Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dgn gejala psikotik
- Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
- Gangguan afektif bipolar, episode kini depresi ringan atau sedang
- Gangguan afektif bipolar, episode kini depresi berat tanpa gejala
psikotik
- Gangguan afektif bipolar, episode kini depresi berat dgn gejala
psikotik
- Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
- Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
b) Bipolar II
2. Bagaiman tabel penegakkan diagnosis dan diagnosis multiaksial
3. Bagaimana epidemiologi bipolar I
4. Bagaimana etiopatogenesis bipolar 1
5. Bagaimana faktor resiko bipolar 1
6. Bagaimana tatalaksana bipolar 1
7. Bagaimana komplikasi bipolar 1
8. Bagaimana prognosis bipolar 1

2.3.6 Referensi
Gangguan bipolar yang dikenal sebagai manic-depresive illness
adalah penyakit medis yang mengancam jiwa karena adanya percobaan
bunuh diri yang cukup tinggi pada populasi bipolar, yaitu 10-15%.
Gangguan bipolar adalah suatu penyakit jangka panjang dan episodik
dengan berbagai macam variasi perjalanan penyakit. Gangguan bipolar
sering tidak diketahui dan salah diagnosa dan bahkan bila terdiagnosa
sering tidak terobati dengan adekuat (Tohen & Angst 2002).
Diagnosis gangguan bipolar sulit dibuat karena gejala gangguan
bipolar yangbertumpang tindih dengan gangguan psikiatrik yang lain yaitu

LBM 4 - LABIL 8
skizofrenia dan skizoafektif. Hal ini mengakibatkan prevalensi gangguan
skizoafektif, skizofrenia, dan gangguan bipolar berbeda-beda pada setiap
penelitian yang dilakukan (Tohen & Angst 2002).
Gangguan bipolar mempunyai prognosis yang relatif baik terutama
untuk gangguan bipolar yang bentuk klasik. Perjalanan penyakit gangguan
bipolar sangat bervariasi dan biasanya kronik. Kekambuhan yang terjadi
akan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, perkawinan bahkan
meningkatkan risiko bunuh diri. Terapi yang komprehensif diperlukan
pasien untuk mencapai kembali fungsinya semula dan kualitas hidup yang
tetap baik. Terapi komprehensif meliputi farmakoterapi dan intervensi
psikososial (Amir 2012).

2.3.7 Pembahasan Learning Issue

1. Diagnosis banding yang sesuai dengan gejala yang terdapat pada


skenario

a. Bipolar I

Gangguan afektif bipolar adalah suatu gangguan suasana perasaan


yang ditandai oleh adanya episode berulang (sekurang-kurangnya
dua episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitas jelas
terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai
penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada
waktu lain berupa penuruna afek disertai pengurangan energi dan
aktivitas (depresi). (PPDGJ-III dan DSM-5, 2013)

Gangguan bipolar 1 ditandai oleh adanya satu atau lebih episode manik
atau campuran yang biasanya disertai oleh episode-episode depresi
mayor. (Kaplan & Sadock. 2010)

1) Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik (F31.0)

LBM 4 - LABIL 9
Pedoman Diagnostik

Hal dibawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti :


a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
hipomania (F30.0) dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif, atau campuran di masa lampau

Catatan: untuk hipomania kriterianya sebagai berikut:


- Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F30.1),
afek yg meninggi atau berubah disertai peningkatan
aktivitas, menetap selama sekurang-kurangnya beberapa
hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan yg
bertahan melebihi apa yg digambarkan bagi siklotimia
(F34.0) dan tidak disertai halusinasi atau waham
- Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas
sosial memang sesuai dengan diagnosis hipomania, akan
tetapi bila kekacauan itu berat atau menyeluruh, maka
diagnosis mania (F30.1 atau F30.2) harus ditegakkan.

2) Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala


Psikotik (F31.1)

Pedoman Diagnostik

Hal dibawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti :


a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
mania tanpa gejala psikotik (F30.1) dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif, atau campuran di masa

1
LBM 4 - LABIL
0
lampau

3) Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Dengan Gejala


Psikotik (F31.2)

Pedoman Diagnostik

Hal dibawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti :


a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
mania dengan gejala psikotik (F30.2) dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif, atau campuran di masa
lampau

4) Gangguan Afektif Bpolar, Episode Kini Depresi Ringan atau


Sedang (F31.3)

Pedoman Diagnostik

Hal dibawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti :


 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
episode depresif ringn (F32.0) ataupun sedang (F32.1);
dan
 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, mnaik, atau campuran, di masa lampau.

5) Gangguan Afektif Bipolar , Episode Kini Depresif Berat tanpa


Gejala Psikotik (F31.4)

1
LBM 4 - LABIL
1
Pedoman Diagnostik

 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk


episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2)
 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik , manik , atau campuran dimasa lampau
(Maslim , 2013)

6) Gangguan Afektif Bipolar , Episode Kini Depresif Berat dengan


Gejala Psikotik (F31.5)

Pedoman Diagnostik

 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk


episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3)
 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik , manik , campuran di masa lampau
(Maslim , 2013)

7) Gangguan Afektif Bipolar , Episode Kini Campuran (F31.6)

Pedoman Diagnostik

 Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik ,


hipomanik , dan depresif yang tercampur atau bergantian
dengan cepat (gejala mania/hipomania dan depresi sama
sama mencolok selama masa terbesar dari episode
penyakit yang sekarang , dan telah berlangsung sekurang-

1
LBM 4 - LABIL
2
kurangnya 2 minggu
 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik , manik , atau campuran dimasa lampau
(Maslim , 2013)

8) Gangguan Afektif Bipolar , Kini dalam remisi (F31.7)

Pedoman Diagnostik
 Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata
selama beberapa bulan terakhir ini , tetapi pernah
mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik , manik , atau campuran dimasa lampau dan
ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik , manik, depresif, atau campuran) ( Maslim ,
2013)

b. Bipolar II

Gangguan bipolar II di definisikan sebagai gangguan dengan


perjalanan klinis satu atau lebih episode hipomanik dan episode
depresi, ditentukan oleh pola episode depresi yang berlangsung
bolak balik dengan gangguan hipomanik akan tetapi bukan
merupakan mania penuh atau episode campuran

2. Tabel penegakkan diagnosis dan diagnosis multiaksial


Jawab :
Tabel Penegakan Diagnosis

1
LBM 4 - LABIL
3
Keluhan 2 Minggu Terakhir
Gangguan Ganggua Gangguan Ganggua Ganggua Ganggua Gangguan Gangguan
Afektif n Afektif Afektif n Afektif n Afektif n Afektif Afektif Afektif
Bipolar Bipolar Bipolar Bipolar Bipolar Bipolar Bipolar, Bipolar,
Episode Episode Episode Episode Episode Episode Episode Kini
Kini Kini Kini Kini Kini Kini Kini dalam
Hipomani Manik Manik Depresif Depresif Depresif Campuran Remisi
k Tanpa Dengan Ringan Berat Berat
Gejala Gejala atau Tanpa Dengan
Psikotik Psikotik Sedang Gejala Gejala
Psikotik Psikotik
Marah – + + + - - - + -
marah
tanpa sebab
yang jelas
Memukul +/- + + - - - + -
orang –
orang di
sekitarnya
Mudah + + + +/- +/- +/- + -
tersinggun
g
Mengamuk +/- + + - - - + -
Suka +/- + + - - - + -
berdandan
dan
berganti –
ganti baju
4-5 helai/
hari
Jarang +/- + + +/- +/- +/- + -
tidur dan
hanya tidur
2-3 jam per
hari

1
LBM 4 - LABIL
4
Keluhan 3 Bulan Terakhir
Gangguan Gangguan Gangguan Gangguan Ganggua Gangguan Gangguan Gangguan
Afektif Afektif Afektif Afektif n Afektif Afektif Afektif Afektif
Bipolar Bipolar Bipolar Bipolar Bipolar Bipolar Bipolar, Bipolar,
Episode Episode Episode Episode Episode Episode Episode Kini
Kini Kini Kini Kini Kini Kini Kini dalam
Hipomanik Manik Manik Depresif Depresif Depresif Campura Remisi
Tanpa Dengan Ringan Berat Berat n
Gejala Gejala atau Tanpa Dengan
Psikotik Psikotik Sedang Gejala Gejala
Psikotik Psikotik
Riwayat + + + + + + + -
pasien
diputuskan
oleh
pacarnya
Gelisah - - - +/- + + + -
Menyendir - - - + + + + -
i
Berbicara +/- + + +/- +/- +/- + -
melantur
Nafsu +/- +/- +/- +/- + + + -
makan
kurang
Sering - - - + + + + -
merasa
bersalah
dan
menangis
sendiri
tanpa
sebab
Pernah ada - - - - + + + -
keinginan
untuk mati

Sehingga berdasarkan onset dan tanpa adanya gejala psikotik berupa


waham dan halusinasi kami mengarahkan diagnosis menuju Gangguan
Afektif Bipolar Episode Kini Manik Tanpa Gejala Psikotik.

Adapun diagnosis multi aksial sebagai berikut: (Maslim, 2013)


Aksis I : F.31.1 Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Manik
Tanpa Gejala Psikotik
Aksis II :-

1
LBM 4 - LABIL
5
Aksis III :-
Aksis IV : Masalah Psikososial dan Lingkungan Lain
Aksis V : 20-11 (bahaya mencederai diri/orang lain,
disabilitassangat
berat dalam komunikasi dan mengurus diri)

3. Epidemiologi bipolar I
Jawab :
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa berat yang prevalensinya
cukup tinggi. Studi di berbagai negara menunjukkan bahwa risiko untuk
terjadinya gangguan bipolar sepanjang kehidupan adalah sekitar 1-2%.
Studi Epidemiologic Catchment Area (ECA) menemukan bahwa
prevalensi sekali seumur hidup gangguan bipolar adalah antara 0,6%-1,1%
(antara 0,8%-1,1% pada pria dan 0,5%-1,3% pada wanita). Studi-studi
yang dilakukan di Eropa menunjukkan bahwa angka prevalensi gangguan
bipolar mungkin mencapai 5%. Angka prevalensi dari keseluruhan
spektrum gangguan bipolar pada seumur hidup adalah 2,6-7,8%. Puncak
terjadinya gangguan bipolar adalah pada usia 20 hingga 25 tahun.
Beberapa survei menunjukkan gejala-gejala premorbid bahkan bisa
dimulai lebih awal, pada masa remaja. Jarang awitan di atas usia 60 tahun
(Rihmer, 2009).
Berbeda dengan depresi unipolar, gangguan bipolar terjadi pada laki-
laki dan perempuan dengan prevalensi yang seimbang, kira-kira 1:1 (tidak
seperti depresi, di mana kejadian pada perempuan diperkirakan dua kali
lebih sering dibandingkan laki-laki). Gangguan depresif mayor dan
gangguan bipolar frekuensinya lebih tinggi pada kejadian perceraian,
perpisahan dan pada janda (Rihmer, 2009).

4. Etiopatogenesis bipolar 1
Jawab :
Meskipun gangguan bipolar suadah diperkenalkan oleh kraepelin
sejak tahun 1898, ketika itu disebutnya dengan gangguan manic-depresif ,

1
LBM 4 - LABIL
6
etiopatofisiologinya sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Pada
tahun 1970 diperkenalkan lithium sebagai obat yang efektif untuk
pengobatan gangguan bipolar. Sejak itu, penelitian pada gangguan bipolar
banyak dilakukan. Sebagian besar penelitian lebih focus pada
neurobiology dan transmisi genetic bila dibandingkan dengan terhadap
factor lingkungan. Pada tahun 1970-an, 1980-an, dan pertengahan 1990-an
focus penelitian adalah berbagai focus neurologi, misalnya neutransmiter,
aktifitas sinaps, fungsi sel membrane, dan system second strip messenger
(Kaplan, 2010). Dibawah ada beberapa teori yaitu :
 Dysregulation Theory. Mood diatur oleh beberapa mekanisme
homeostasis. Kegagalan komponen homeostasis ini dapat
menyebabkan ekspresi mood tersebut melebihi batasnya yang
diidentifikasi sebagai simtomps mania dan depresi. Pendapat lain
menyatakan bahwa hiperaktifitas pada sirkit yang memediasi mania
atau depresi dapat memunculkan prilaku terkait dangan keadaan mood
tersebut (Kaplan, 2010).
 Chaotic Attractor Theory. Perjalanan penyakit gangguan bipolar tidak
dapat diprediksi. Defek biokimia menyebabkan disregulasi sintesis
neutransmiter. Bentuk disregulasinya konsisten tetapi manifestasi
simtomp baik mania ataupun depresi baergantung kondisi lingkungan
dan fisiologi saat itu (Kaplan, 2010).
 Kindling Theory. Beberapa gangguan psikiatri disebabkan oleh
perubahan biokimia subklinis yang kumulatif di system limbic.
Progresifitas kumulatif ini menyebabkan neuron semakin mudah
tereksitasi sehingga, akhirnya, simtomp dapat diobservasi secara
klinis. Model kindling ini menjelaskan perubahan dan progresifnya
gangguan bipolar sepanjang waktu. Akibatnya, peningkatan beratnya
derajat dan frekuensi episode dapat terjadi dengan semakin lanjutnya
usia (Kaplan, 2010).
 Catecholamine Theory. Abnormalitas noradrenergic yang menonjol
dan diukur dengan konsentrasi norepinefrin dan hasil metaboliknya
1
LBM 4 - LABIL
7
yaitu MHPG. Kada MHPG dalam urin lebih rendah pada depresi
bipolar bila dibandingkan dengan pada depresi unipolar. Pada mania,
konsentrasi norepinefrin MHPG dalam caiaran serebrospinal lebih
tinggi. Tidak ada bukti yang jelas mengenai peran katekolamin
lainnya pda gangguan bipolar. Kadar serotonin rendah dan terdapat
gangguan pada transporter serotonin. Konsentarasin HVA dalam
cairan serebrosipnal, metabolit utama dopamine, juga rendah. Peran
system kolinergik pada gangguan bipolar tidak begitu jelas. Tidak ada
bukti yang kuat mengenai abnormalitas kolinergik (Kaplan, 2010).
 The HPA Axis Theory. Terdapat hubungan yang kuat antara
hiperaktifitas axis HPA dengan gangguan bipolar. Hubungan tersebut
terlihat pada episode campuran dan depresi bipolar tetapi kurangnya
ada bukti dalam klasik mania (Kaplan, 2010).
 Protein Signaling Theory. Abnormalitas dalam sinyal kalsium
berperan dalam gangguan bipolar, jalur protein G, dan jalur protein
kinase C (PKC). Bukti yang mendukung peran G protein lebih banyak
bila dibandingkan dengan yang mendukung peran PKC. System ini
dikaitkan dengan “cellular cogwheels”. Ia berfungsi mengintegrasikan
input dan output biokimia kompleks dan mengatur mekanisme umpan-
balik. System ini berperan mempertahankan plastisitas dan memori
seluler (Kaplan, 2010).
 Cacium Signaling Theory. Abnormalitas pada sinyal kalsium
berperan pada gangguan bipolar. Pada gangguan bipolar terdapat
peningkatan kadar kalsium intraseluler. Obat yang menghambat
saluran kalsium berfungsi efektif dalam mengobati gangguan bipolar
(Kaplan, 2010).
 Neuroanatomical Theory. Terdapat penurunan dalam volume SSP
dan jumlah sel, neuron, dan atau glial dalam gangguan mood.
Ditemukan adanya protein sitoprotektif di korteks frontal. Lithium dan
stabilisator mood lainnya meningkatkan kadar protein ini. Computed
axial tomography ( CAT ) dan Magnetic resonance imaging ( MRI )
1
LBM 4 - LABIL
8
menunjukan adannya hiperintensitas abnormal di region subkorteks,
misalnya region peri ventricular, ganglia basalis, dan thalamus, pada
pasien depresi. Pada pasien dengan gangguan bipolar-I, usia lanjut,
juga terlihat adanya hiperintensitas. Hiperintensitas ini juga
menunjukan terjadinya neurodegenerasi akibat berulangnya episode
mood. Pelebaran ventrikel, atropi korteks, dan melebarnya sulcus juga
dilaporkan pada pasien dengan gangguan bipolar. Pada pasien depresi
juga terlihat pengurangn volume hipokampus dan nucleus caudatus
atropi yang difus dikaitkan dengan beratnya penyakit, seringnya
bipolaritas dan tingginya kadar kortisol. Penelitian pada pasien dengan
depresi yang menggunakan positron emission tomography (PET)
menunjukan adanya penurunan metabolisme otak anterior terutama
atau lebih menonjol di sisi kiri. depresi dikaitkan dengan peningkatan
relative aktifitas hemisfer non dominan (Kaplan, 2010).
 Genetic and familial Theory. Study anak kembar, adopsi, dan
keluarga menunjukan bahwa gangguan bipolar adalah diturunkan.
Konkordans untuk kembar monozigot adalah 70%-90% dan pada
kembar dizigot adalah 16%-35%. Factor risiko pada saudara kandung
adalah 4-6 kali lebih tinggi bila dibandingkan populasi umum. Telah
diidentifikasi berbagai kromosom. Kromosom 18q dan 22q
merupakan dua region yang terkait dengan gangguan bipolar. Bukti
studi linkage pada 18q berasal dari saudara kandung dengan gangguan
bipolar-II dan dari keluaraga dengan yang mempunyai riwayat
gangguan panic (Kaplan, 2010).

5. Faktor resiko bipolar 1


Jawab :
a. Genetik

Faktor genetika dianggap sebagai mekanisme gen yang saling


bergantung, sedangkan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari di

1
LBM 4 - LABIL
9
lingkungan sekitar merupakan faktor dari segi psikososial biasanya
mendahului episode awal dari. gangguan bipolar. Gen adalah sebuah
bangunan. Gen yang terkan dung dalam sel seseorang yang diturunkan
dari orang tua ke anak. Anak-anak dengan orang tua atau saudara yang
memiliki gangguan bipolar adalah empat sampai enam kali lebih
mungkin untuk mengembangkan penyakit, dibandingkan dengan anak
yang tidak memiliki keluarga dengan riwayat gangguan bipolar.
Namun, sebagian besar anakanak dengan riwayat keluarga bipolar
tidak mengalami gangguan  bipolar. (Sadock, 2010)
Gangguan Bipolar terutama BP I memiliki komponen genetik
utama. Bukti yang mengindikasikan adanya peran dari faktor genetik
dari gangguan Bipolar terdapat beberapa bentuk antara lain
 Perlu digaris bawahi keturunan dari orang tua yang menderita
gangguan Bipolar memiliki kemungkinan 50% menderita
gangguan psikiatrik lain. Secara genetik diketahui bahwa pasien
dengan gangguan Bipolar tipe BP I 80-90 % di antaranya memiliki
keluarga dengan gangguan depr esi atau gangguan Bipolar juga
(yang mana 10-20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang
ditemukan pada populasi umum) (Gitayanti 2013)
 Penelitian pada orang yang kembar menunjukkan adanya
hubungan 33-90 % menderita BP I dari saudara kembar yang
identik. Anak kembar yang berasal dari satu telur memiliki
kemungkinan lebih besar untuk menderita gangguan yang serupa
dibandingkan anak kembar yang berasal dari dua telur, jika anak
kembar tersebut dibesarkan di lingkungan yang  be rbeda. Rat a-r
at a ti ngkat kemun gkinan pasangan kembar menderita gangguan
yang sama berkisar 60-70%. (Gitayanti 2013)
 Penelitian pada keluarga adopsi membuktikan bahwa lingkungan
umum  bukan satu-satunya faktor yang membuat gangguan Bipolar
terjadi dalam keluarga. Anak dengan hubungan bilogis pada orang
tua yang menderita BP I atau gangguan depresi, hebat memiliki
2
LBM 4 - LABIL
0
resiko lebih tinggi dari perkembangan gangguan afektif bahkan
meskipun mereka bertempat tinggal dan dibesarkan oleh orangtua
yang mengadopsi dan tidak menderita gangguan. Namun gen
bukanlah satu-satunya Faktor risiko untuk gangguan  bipolar. Studi
kembar identik telah menunjukkan bahwa kembar dari seseorang
dengan penyakit bipolar tidak selalu mengembangkan gangguan
tersebut. Hal ini dapat terjadi pada kembar identik bahwa dengan
gen yang sama dapat tidak tertular untuk terjadi gangguan bipolar .
(Gitayanti 2013)

b. Ras

Tidak ada kelompok ras tertentu yang tertentu yang memiliki


predileksi kecenderungan terjadinya gangguan ini. Namun
berdasarkan sejarah kejadian yang ada. Para klinisme menyatakan
bahwa kecenderungan tersering dari gangguan ini terjadi pada
populasi Afrika-Amerika. (Gitayanti 2013)

c. Jenis Kelamin

Angka kejadian dari BP I sama pada kedua jenis kelamin, namun


Rapidcycling Bipolar Disorder (gangguan dengan 8 atau lebih episode
dalam setahun) lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria.
Insiden BPII lebih sering pada wanita dari pada pria. (Gitayanti 2013)

d. Usia
Awitan gangguan bipolar I lebih dini dari pada gangguan depresi
berat. Awitan usia gangguan bipolar I berkisar dari masa kanak-kanak
(5 atau 6 tahun) sampai 50 tahun atau bahkan lebih tua pada kasus
jarang, dengan usia rerata 30 tahun. Usia rerata awitan gangguan
depresi berat sekitar 40 tahun dengan 50% pasien yang memiliki
awitan usia antara 20 dan 50 tahun. (Gitayanti 2013)

2
LBM 4 - LABIL
1
6. Tatalaksana bipolar 1
Jawab :
Pasien dengan Gangguan Bipolar I sesuai DSM-IV-TR dan Gangguan
Afektif Bipolar Episode Kini Manik Tanpa Gejala Psikotik sesuai PPDGJ
dapat diterapi dengan menggunakan terapi psikososial, terapi farmakologi,
hingga rawat inap. (Sadock, 2010)

Terapi Psikososial
 Terapi kognitif. Terapi dikembangkan untuk memfokuskan distorsi
kognitif diperkirakan ada gangguan depresi berat. Distorsi tersebut
mencakup perhatian selektif terhadap aspek negatif keadaan dan
kesimpulan patologis yang tidak realistik mengenai
konsekuensinya. Contoh apatis dan kurang tenaga adalah akibat
pengharapan pasien mengenai kegagalan disemua area. Tujuan
terapi kognitif adalah meringankan episode depresif dan mencegah
kekambuhan dengan membantu pasien mengidentifikasi dan
menguji kognitif negatif; mengembangkan cara berpikir alternati,
fleksibel, dan positif, serta melatih respon perilaku dan kognitif
yang baru.
 Terapi interpersonal. Terapi yang memfokuskan pada satu masalah
interpersonal pasien saat ini. Terapi ini didasarkan pada dua
asumsi. Pertama masalah interpersonal saat ini cenderung memliki
akar pada hubungan yang mengalami disfungsi sejak awal. Kedua,
masalah interpersonal saat ini cenderung terlibat didalam
mencetuskan atau melanjutkan gejala depresif saat ini. Program
terapi interpersonal biasanya terdiri atas 12 sampai 16 sesi dan
ditandai dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Fenomena
intrapsikik, seperti mekanisme defensi dan konflik internal, tidak
diselesaikan. Perilaku khas seperti tidak asertif keterampilan sosial
terganggu, dan pikiran distorsi dapat diselesaikan tetapi hanya
2
LBM 4 - LABIL
2
dalam konteks pengertiannya terhadap atau pengaruhnya terhadap
hubungan interpersonal.
 Terapi perilaku. Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa
pola perilaku maladaptif mengakibatkan seseorang menerima
sedikit umpa balik positif dan mungkin sekaligus penolakan dari
masyarakat. Dengan memusatkan perhatian pada perilaku
maladaptif di dalam terapi, pasien belajar berfungsi di dalam dunia
sedemikan rupa sehingga mereka memperoleh dorongan positif.
 Terapi berorientasi psikoanalitik. Pendekatan psikoanalitik pada
gangguan mood didasarkan pada teori psikoanalitik mengenai
depresi dan mania. Tujuan psikoterapi psikoanalitik adalah
memberi pengaruh pada perubahan struktur atau karakter
kepribadian seseorang bukan hanya untuk meredakan gejala.
Perbaikan kepercayaan interpersonal, keintiman, mekanisme
koping, kapasitas beduka, serta kemampuan mengalami kisaran
luas emosi adalah sejumlah tujuan terapi psikoanalitik.
 Terapi keluarga. Membantu pasien gangguan mood untuk
mengurangi dan menghadapi stress dapat mengurangi
kemungkinan kambuh. Terapi keluarga diindikasikan jika
gangguan merusak perkawinan pasien atau fungsi keluarga atau
jika gangguan mood bertambah atau dipertahankan oleh situasi
keluarga.

Terapi Farmakologi
 Gangguan Bipolar I. Litium, divalproeks, dan olanzapin adalah satu
satunya terapi yang disetujui FDA untuk fase manik gangguan
bipolar tetapi karbamazepin juga merupakan terapi yang berhasil
baik. Gabapentin dan lamotrigin adalah terpi yang menjanjikan
untuk pasien yang refrakter atau tidak menoleransi terapi.
Efektivitas dua agen yang disebutkan terakhir belum ditegakkan
dengan baik tetapi penggunaan klinisnya meluas. Topiramat adalah

2
LBM 4 - LABIL
3
antikonvulsan lain yang menunjukkan keuntungan pada pasien
bipolar . ECT sangat efektif pada semua fase gangguan bipolar.
(Sadock, 2010)
 Terapi episode manik akut sering membutuhkan penggunaan
tambahan obat sedatif poten. Obat – obat yang sering digunakan di
awal termasuk klonazepam dan lorazepam, olanzapin dan
risperidon juga digunakan antipsikotik atipikal. (Sadock, 2010)
 Pasien yang tidak memberikan respons adekuat terhadap satu
penstabil mood akan baik dengan terapi kombinasi. Litium dan
asam valproat lazim digunakan bersama. Peningkatan
neurotoksisitas merupakan risiko tetapi kombinasinya aman.
Kombinasi lain diantaranya litium ditambah karbamazepin
ditambah asam valproat tetapi membutuhkan pengawasan
laboratorium lebih lanjut. (Sadock, 2010)

7. Komplikasi bipolar 1
Jawab :
 Gangguan emosi atau gangguan neurologic
 Bunuh diri
 Anoreksia
 Penurunan produktifitas dikeluarga dan dimasyarakat (FKUI, 2010).

8. Prognosis bipolar 1
Jawab :
Makin muda pasien mulai sakit, makin besar kemungkinan untuk
mendapat serangan lagi. Prognosis lebih baik jika tidak ada gangguan
kepribadian, episode ringan atau tanpa psikotik, hanya dirawat sebentar di
rumah sakit dan riwayat psikososial baik. Sedangkan prognosis menjadi
kurang baik jika memakai narkoba, memiliki gangguan jiwa lain, ada
riwayat episode depresi lebih dari 1 atau memiliki gangguan depresi
berkepanjangan (distimik). (Sadock, 2009)
2
LBM 4 - LABIL
4
Oleh karena itu, dapat disimpulkan prognosis yang sesuai pada
kasus diskenario adalah ad vitam dan fungsional bonam apabila dilakukan
penanganan segera dengan pemberian terapi farmaka dan non farmaka
secara cepat dan tepat dan adanya follow up pengobatan/terapi yang
dilakukan oleh pemeriksa selaku tenaga medis untuk mencegah terjadinya
keparahan dari gejala yang sudah ada dan memperbaiki fungsi sosial dan
interpersonal dari penderita, sedangkan pada ad sanationam penderita
bipolar I adalah malam, hal ini disebabkan gangguan afektif bipolar
merupakan suatu penyakit yang tidak dapat sembuh atau bersifat seumur
hidup sehingga penyakit ini hanya dapat dicegah kekambuhannya dengan
pengobatan yang kooperatif oleh pasien. (Sadock, 2009)

2
LBM 4 - LABIL
5
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil diskusi SGD kelompok 5 mengenai LBM IV yang


berjudul “Labil” dapat disimpulkan bahwa keluhan – keluhan yang dialami
pasien A.n. Dila menunjukkan kriteria diagnosis dari kasus Gangguan afektif
bipolar I dengan tipe klasifikasi gangguan afektif bipolar episode kini manik
tanpa gejala psikotik.
Tatalaksana yang sesuai dengan penderita Gangguan Bipolar I menurut
DSM-IV-TR dan Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Manik Tanpa Gejala
Psikotik sesuai PPDGJ dapat diberikan terapi dengan menggunakan terapi
psikososial, terapi farmakologi, hingga rawat inap. Indikasi rawat inap tentunya
diberikan pada pasien yang dengan gejala yang serius atau parah akibat
keterlambatan pengobatan sehingga dapat membahayakan diri sendiri dan orang
lain disekitarnya serta diberikan pada pasien yang tidak koperatif dalam
pengobatan farmako dan non farmakologi sehingga dapat menimbulkan terjadinya
suatu kekambuhan. Sehingga prognosis yang sesuai pada kasus diskenario adalah
ad vitam dan fungsional bonam apabila dilakukan penanganan segera dengan
pemberian terapi sesuia anjuran tenaga medis profesional dan prognosis ad
sanationam adalah malam karena gangguan afektif bipolar merupakan suatu
penyakit yang tidak dapat sembuh atau bersifat seumur hidup.

2
LBM 4 - LABIL
6
DAFTAR PUSTAKA

Amir N., 2012. “Tata Laksana Gangguan Bipolar, Episode Manik, Fase Akut.
Dalam: Kumpulan Makalah Konas I Gangguan Bipolar”. Surabaya:
Airlangga University Press. Hal 1-6

Benjamin J. Sadock, M. (2009). “Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of


Psychiatry” (Vol. 9). Philadelphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Elvira, Sylvia D & Hadisukanto, Gitayanti 2013. “Buku Ajar Psikiatri”. Edisi
Kedua. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Fakultas Kedokteran Universiats Indonesia. 2010. “Buku ajar psikiatri”.


Jakarta: Badan Penerbit FKUI

Falita. 2013. “Pola Pengobatan Pada Pasien Gangguan Bipolar Di Rumah Sakit
Grhasia Yogyakarta Pada Tahun 2009-2011”. Universitas Gadjah Mada

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A., 2010. “Sinopsis Psikiatri: Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis”. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Kaplan & Sadock. 2010. “Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2”. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC

2
LBM 4 - LABIL
7
Maslim, Rusdi. 2013. “Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ –III dan DSM – 5” . Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK
UNIKA Atma Jaya

Rihmer Z, Angst J. 2009. “Mood disorder: epidemiology. In: Sadock BJ, Sadock
VA. editors. Kaplan & sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. vol.
II. 9nd ed”. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Tohen M dan Angst J, 2002. “Epidemiology of Bipolar Disorder. In MT Tsuang


& Tohen M (Eds.)”, Textbook in Psychiatric Epidemiology second edition
(pp. 427-447). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc

2
LBM 4 - LABIL
8

Anda mungkin juga menyukai