Anda di halaman 1dari 64

NEURO INFEKSI

Dr. Farida,SpS
Infeksi SSP :
infeksi akut dan subakut selaput otak
(arachnoid dan piamater) yang disertai
perubahan sel dan kimiawi LCS
Bila kuman masuk ke dalam tubuh yang dapat
terjadi pada saraf sentral adalah :
Radang akut
Radang kronis
Kuman hidup laten (misal : komensal di
nasofaring)
1. Meningitis
demam, sakit kepala, kaku kuduk
2. Ensefalitis (meningoensefalitis)
perubahan status mental, gejala fokal,
kejang
3. Abses
klinis seperti ensefalitis, peninggian
TIK
4. Mielitis
gejala motorik, sensorik, otonom

Manifestasi ( akut dan kronis)

Infeksi SSP :
A. Mening (leptomening)
Akut : * bakteri nonspesifik
* virus
Kronik : * bakteri spesifik (TBC)
* fungus
* enterovirus
* imunodefisiensi
Infeksi SSP :
B. Ensefalitis (meningoensefalitis)
Akut : * bakteri nonspesifik
* virus (paling sering)
Kronik : * bakteri spesifik
* fungus
* enterovirus
* imunodefisiensi
Infeksi SSP :
C. Abses
Kronik : * bakteri (tersering)
* fungus
* enterovirus
* imunodefisiensi
Cara infeksi
Hematogen : tersering
Perkontinuitatum : sinus, telinga, mata, gigi
Inokulasi : trauma
Saraf : HSV, VZV, Rabies
Kuman penyebab
Staphylococcus pneumonia (pnemokokus)
Streptococcus -haemolyticus grup B
E. coli
Listeria monocytogenes
Haemophilus influenzae tipe B (Hib).2
Pseudomonas
Salmonella
Enterobacter aerogenes
Klebsiella sp.

Gambaran Klinis
Diawali oleh ISPA
Sakit kepala, demam, kaku kuduk,
fotofobia
Jenis meningitis berdasarkan
penyebab
A. Meningitis TB
- Mycobacterium Tuberculosis
TB Paru
- Basil TB hematogen selaput
meningen dan pemukaan otak
terbentuk tuberkel pecah ke sub
arakhnoid Rx inflamasi
- Rx vaskulitis infark
- Gangguan aliran LCS hidrosefalus
Klinis
Stadium I : prodormal, kaku kuduk, nyeri
kepala
Stadium II : defisit neurologis,hemiparesis,
kelumpuhan saraf kranial (VI,III,IV,VII,II,X)
Stadium III : penurunan kesadaran
coma
Pem.Penunjang
LP
Fhoto thorak
Skreening TB : Manotux tes,PCR
Tata Laksana
Umum
AB Obat anti TBC
Steroid
B. Meningitis Bakterial
- Fokus infeksi primer saluran nafas atas
( >>)
- OMSK , Sinusitis,fraktur basis cranii,
post craniotomi,laserasi serebri
- bakterimia sub arachnoid Rx
radang mediator inflamasi akumulasi pus
destruksi piamater dan korteks
- Bisa juga terjadi vaskulitis infark serebri

Klinis :
Nyeri kepala, kaku kuduk, demam
(bakterimia), kejang , hemiparesis
Komplikasi :
- Hidrosefalus
- Abses otak
- Ventrikulitis
Tehnik LP(Lumbal Punksi)

DIAGRAM L P
PAPIL EDEMA
KOMA
DEFISIT FOKAL
YA
TIDAK
CT ATAU MRI
MASSA
INTRAKRANIAL ?
YA TIDAK


PEMERIKSAAN
LANJUTAN
LP
3 CC 2-5 CC 1 CC 2-6 CC
GLU
PROT
KULTUR,
GRAM TB,
FUNGAL

COUNT
DIFF
ANTIGEN
TEST
Kontra indikasi LP
Adanya lesi luas pada kulit yang akan di
LP
Adanya tanda-tanda peningkatan
intrakranial
Papil edema
Adanya penyakit gangguan pembekuan
darah
Profil LCS
Bakteri
Purulen( PMN >>, glukosa <<) fase akut

TB, fungal, spirocheta
Limfositer, glukosa <<

Viral
Limfositer, glukosa N
Profil LCS (lanjutan)
Profil awitan patologi
purulen Akut (1-2 hari) Pus
Limfositer, glukosa << subakut Granulomatosa
pada basis kranii
Kelumpuhan saraf
otak

Limfositer, glukosa
normal
Akut / subakut inflamasi
Perbedaan Klinis dan Laboratoris antara meningits bakteri dan virus


CLINICAL FEATURES
- SEVERITY
- HIGH FEVER
- SHAKING CHILL
- COURSE
- SYSTEMIC SIGN
- PREVIOUS HEALTH

CSF EX.
- CEU
- GLUCOSE
- PROTEIN
- GRAM
- BACT ANTIGEN

BLOOD TEST
- WBC
- BLOOD RUPTUR
BACT MEN

OFTEN SEVERE
COMMON
COMMON
UNTREATED COURSE
URTI/ENT

POOR HEALTH


NEUTROPHIL LOW


OFTEN BACT
OFTEN DETECTED

USUALLY
> 60 %
VIRAL MEN

OFTEN MILD
UNCOMMON
UNCOMMON
SELDOM WORSEN
AFTER FIRST DAY
MAY HAVE PAROTIS
OR DIARRHE
OFTEN HEALTH

LYMPHOSIT
(N)
(NI - SLIGHT )
NO BACT
ABSENT

OFTEN (N)
STERIL

Terapi empirik
Neonatus
Ampisilin + cefotaxim

Usia lebih tua
Seftriakson (2 dd 2 gram )/sefotaksim +
Vankomisin (2-3 gram/hari)
Penggunaan Steroid
Deksamethason diberikan sebelum dosis
pertama antibiotik
Keluaran neurologi yang lebih baik
Menurunkan angka kematian 50 %
Pemeriksaan penunjang
Bakteri nonspesifik
Kultur, kuman dalam LCS

Jamur
Kultur, serologi, PCR

Spirochaeta
Serologi, VDRL, TPHA, PCR

Kuman spesifik /TB
BTA LCS, kultur
Spondilitis TB
Spondilitis TB pada dewasa infeksi
sekunder dengan fokus infeksi di tempat
lain dan tidak selalu berasal dari paru
(usus, ginjal, tonsil)
Penyebaran dari fokus primer :
hematogen, limfogen
Sering melibatkan vertebra thorakal 50%,
lumbal 35%,cervikal 10%

Infeksi dimulai dari bag.anterior korpus
vertebra kollaps corpuskifosis
gibus
Bila bag posterior terinfeksimenyebar ke
diskus intervertebralis
absesparavertebral
Gejala Klinis
Nyeri lokal iritasi vertebra yang peka
saraf
Nyeri radikuler iritasi radiks dorsalis
Kompresi MS ok paraspinal abses d
vertebra kolaps defisit neurologis

Pemeriksaan penunjang
Darah rutin : leukositosis, LED meningkat
Skreenig TB : mantoux tes, Sputum BTA,
PCR
Radiologi : foto polos vertebra sesuai
dermatom (level lesi), foto thoraks
MRI perluasan penyakit ke jaringan
lunak
Penatalaksanaan
Suportif
Medikamentosa : OAT selama 6-9 bulan
Operatif : deformitas,instabilitas vertebra,
atau tidak ada respon dengan obat
Rehabilitasi mencegah cacat
Mielitis
Infeksi yang terjadi pada sustansia putih
dan abu-abu MS
Etiologi : - inflamasi diduga karena virus
- Auto imun
Klinis : Paraplegi, ganguan miksi dan
defikasi

Neuro - AIDS
Dr.Farida,SpS
RSUZA
Epidemiologi
Jumlah penderita HIV di Indonesia saat ini
antara 130.000 140.000 orang ( Menkes 2002)
Prevalensi penderita HIV yg dirawat di bangsal
neurologi RSCM meningkat
Dalam kurun waktu 12 bulan pd thn 2002 2003 : 16
pasien
Dalam kurun waktu 4 bulan pd Januari April 2004 :
26 pasien
Komplikasi neurologik 30 70 % penderita HIV
(Maschke 2000)
Kelainan neuropatologik pada 90 % spesimen
posmortem (McArthur 2003)


Perjalanan Penyakit Infeksi HIV
Fase awal : CD4 , Viral load , selanjutnya mekanisme imun mengambil
peranan utk menekan viral load
Fase lanjut : mekanisme imun gagal, CD turun makin progresif, viral
load meningkat
Stadium Infeksi HIV
Menurut CDC 1993
CDC 1 : Asymptomatik
Klinis : pemb kel getah bening, viral rash
CD4 > 301 sel/ml
CDC 2 : Symptomatik
Klinis : candiadiasis oral, diare, neuropati
CD 4 = 201 300 sel / ml
CDC 3 : Stadium AIDS, timbul penyakit yg
mrpkan pertanda AIDS
Klinis : Meningitis kriptokokus, ensefalitis
toksoplasma
CD 4 < 200 sel / ml

Manifestasi Neurologik
HIV/AIDS
Primer : akibat langsung virus HIV
Demensia HIV (stadium lanjut)
Neuropati HIV (stadium lanjut)
Meningitis HIV (stadium dini, serokonversi)
GBS (stadium dini, serokonversi)
Mielopati HIV (stadium lanjut)
Sekunder : Infeksi opportunistik, neoplasma
Ensefalitis toksoplasma
Meningitis Kriptokokus
TBC dll
Limfoma
PML (progressive multifocal leucoencephalopathy)

Struktur Virion HIV
Neurotoksik
Gp 120
Gp 41
S. Kramer-Hammerle et al. /
Virus Research 111 (2005)
194213
HIV ENTRY INTO THE BRAIN
NEURONAL DAMAGE
Neuro Infection Sub Division
Department of Neurology University of Indonesia - Cipto Mangunkusumo Hospital
Neuropatogenesis HIV
Untuk masuk ke dalam sistim saraf pusat, HIV
terlebih dahulu harus menginfeksi sel yang
memiliki reseptor CD 4. (terdapat pada sel
limfosit T, monosit, makrofag dan sel dendritik )
Masuknya virion HIV kedalam sistim saraf pusat
adalah dengan cara menumpang pada monosit
yang terinfeksi virus
Replikasi virus dlm SSP pada mikroglia
(perivascular microglia ) dan makrofag (
meningeal macrophages ; choroid plexus
macrophages) menimbulkan pelepasan
mediator kimia dan protein HIV yg bersifat
neurotoksik
Demensia HIV
Sindrom klinis yang ditandai dengan
gangguan kognitif dan motorik yang
menyebabkan hambatan menjalankan
aktifitas hidup sehari-hari.
Bentuk klinis yang lebih ringan penderita
masih dapat menjalankan aktifitas sehari-
hari yang disebut sebagai HIV-associated
minor cognitive-motor disorder ( MCMD ).
Demensia HIV

Psikomotor Slowing
Gangguan kognitif
Biasanya dimulai : mudah lupa (forgetfullnes),
sukar berkonsentrasi, apatis, libido dan
menarik diri dari kehidupan sosial. Sukar
mengikuti alur suatu percakapan, sulit
memahami cerita baik membaca/nonton film.
Gangguan motorik
Keluhan motorik awal : kelambanan motorik,
kesukaran menulis, gangguan
berjalan,(ataksia), bila memegang suatu
benda sering kali terlepas.
Demensia HIV
Gejala awal sering disalah artikan sebagai
depresi, atau pengaruh narkoba.
Dalam menetapkan diagnosanya perlu
disingkirkan sebab lain misalnya infeksi
oportunistik di otak
Mempengaruhi adherence (keteraturan)
pasien dlm berobat ARV
Zidovudin dikatakan mampu memperbaiki
keluhan demensia HIV
Ensefalitis Toksoplasma (ET)
30 - 50 % penderita HIV dengan lesi massa
intrakranial.
Biasanya dijumpai pada penderita dengan kadar
CD 4 dibawah 200 sel/L.
Keluhan yang sering dijumpai adalah nyeri
kepala disertai demam.
Defisit neurologi fokal, hemiparesis, ataksia,
defisit saraf kranial dan gangguan lapangan
pandang merupakan kelainan neurologi yang
dapat dijumpai disertai kesadaran menurun dan
tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Ensefalitis Toksoplasma (ET)
Semua penderita HIV dengan klinis gang
neurologik disertai gambaran CT/MRI Focal
Brain Lesion dan serologi toksoplasma positif,
diterapi empirik dgn anti-toksoplasma selama 2
minggu.
Berhasil : ditegakkan diagnosis ET
Gagal : cari diagnosis lain
Terapi ET di RSCM dipakai fansidar dan klindamisin.
Dosis fansidar 2 3 tablet per hari dan klindamisin 4 X
600 mg per hari disertai dengan leukoverin 10 mg per
hari selama 4 minggu, dilanjutkan dosis maintenance
Fansidar 1 X 1 selama CD msh dibawah 200 sel /ml
Fansidar mengandung pirimetamine 25 mg + sulfadoksin
500 mg.
Ensefalitis Toksoplasma (ET)
CT dan MRI pada awal terapi
CT Setelah terapi 2 minggu

Meningitis Kriptokokus
Thailand melaporkan prevalensi
kriptokokosis pada seluruh penderita HIV
sebesar 18,5 %.
Klinis meningitis subakut / kronik
Pemeriksaan imajing tidak memberikan
gambaran yang khas
Lebih dari 50 % penderita dijumpai
tekanan intrakranial yg tinggi (Graybill
2000).

Meningitis Kriptokokus
Medikamentosa
Ampoterisin-B
Fluconazole
Pungsi Lumbal : diagnosis dan treatment
utk peningkatan TIK
Pem Kriptokokus : serologi darah dan
CSF, kultur CSF dan tinta india ( murah
dan mudah, dpt dilakukan dibangsal)
Meningitis Kriptokokus
Di RSCM terapi primer terhadap
meningitis kriptokokokus fase akut adalah
Amfoterisin B 0,7 mg/kg BB/hari intravena
selama 2 minggu,
Kemudian dilanjutkan dengan Fluconazole
400 mg per hari per oral selama 8 10
minggu.
Terapi pencegahan kekambuhan
menggunakan Fluconazole 100 mg per
hari diberikan untuk seterusnya selama
jumlah sel CD 4 masih dibawah 200 sel/ml
Amp-B
Sedian Amp-B yg ada : Fungizone 50 mg/vial
Efek samping : reaksi alergi, demam, sakit
kepala dan gangguan fungsi ginjal ( berbahaya
).
Ibuprofen, parasetamol, diphenhydramin dan
deksametason dapat diberikan untuk
tatalaksan dan pencegahan efek samping.
Status hidrasi pasien harus dipantau ketat,
input cairan minimal 2000 cc per hari
Periksa Ureum-Creatinine, elektrolit tiap 2 hari,
SGOT, SGPT dan darah perifer tiap minggu



Protokol Amp-B
Fungizone 50 mg dalam vial, larutkan dgn D5%
hingga 10 cc. menjadi larutan 1 cc = 5 mg amp-
B
Hari pertama:
Test Dose: 1 mg Amp-B dalam 500 cc D5%, infus 4
6 jam.
Hari ke-dua 5 mg dalam 500 cc D5%, infus 4 6
jam
Hari selanjutnya dinaikkan 5 mg tiap hari sampai
tercapai dosis yg diinginkan (perhitungan dosis
sesuai BB, misalnya dosis 0,7 per KgBB: berat
pasien 60 mg butuh amp-B 42 mg per hari)
Untuk mengurangi efek samping, dosis total
sehari dpt dibagi dalam infus per 24 jam
(misalnya 10 mg dlm D5% 500 cc tiap 6 jam ;
total 40 mg/hr)

Tinta India
Infeksi Sitomegalovirus
Retinitis CMV plg tinggi frekuensinya, infeksi
saluran cerna dan manifestasi neurologi
pada urutan selanjutnya.
Pemeriksaan funduskopi secara rutin bila
CD 4 dibawah 100 sel/L
Manifestasi sitomegalovirus pada sistim
saraf pusat dapat terjadi pada otak,
medula spinalis dan saraf tepi
Retinitis Sitomegalovirus
Klinis: penurunan tajam penglihatan, gangguan lapangan
pandang dan melihat benda-benda yang bergerak pada
lapangan penglihatan ( floaters ).
Ensefalitis CMV
Diagnosis infeksi sitomegalovirus pada sistim
saraf pusat tidak mudah dibuat
Diagnosis hanya dapat tegak berdasarkan
gambaran klinik yang disokong oleh imajing dan
pemeriksaan marker virus
Pemeriksaan antigen sitomegalovirus dari LCS
bersifat spesifik
IgG dan IgM sitomegalovirus tidak spesifik
Imajing dan LCS tdk spesifik


Ventrikulitis CMV

Penyangatan pada daerah
periventrikular ( Owls eyes )
merupakan gambaran yang
khas
Poliradikulopati CMV
Progresif : memperlihatkan gejala
sindroma kauda-equina
Paraparesis yang kemudian diikuti oleh
saddle anesthesia dan inkontinensia urin
dalam beberapa hari atau minggu
EMG : demyelinisasi
LP : tdk khas, namun sel dan protein
biasanya meningkat
Antigen CMV pd LCS

Gansiklovir
Terapi induksi :
Gansiklovir IV 5 mg/KgBB dua kali sehari
selama 14 21 hari sebagai
Terapi rumatan :
Gansiklovir dosis 5 mg/KgBB sekali sehari
Valasiklovir ( voltrex) per oral juga dpt
digunakan hingga CD4 mencapai 100

Algoritma di RSCM
Pasien HIV dgn klinis
Defisit neurologik yg progresif, kesadaran menurun, kejang,
klinis meningoensefalitis, sefalgia hebat, klinis SOL
CT kontras / MRI
Focal Brain Lesion
YA TDK
Terapi Tokso 2 minggu
Berhasil
Ensefalitis toksoplasma
Lumbal Pungsi
Kriptokokus / TBC / M Purulenta Gagal
Pikirkan Diagnosa lain Limfoma
Terapi Sesuai Etiologi
Infeksi Oportunistik
Obati terlebih dahulu infeksi oportunistik,
baru kemudian setelah 2 4 minggu dpt
diberikan obat anti retroviral, mengingat
pemberian banyak obat dlm jumlah yg
besar memberikan efek samping yg
signifikan pd sebagian besar penderita.
Terapi Anti Retroviral
ARV: Mortalitas dan morbiditas menurun,
kejadian infeksi oportunistik menurun.
Kapan memulai ARV
Pasien dgn gejala klinis AIDS : ensefalitis
toksoplasma, demensia, TBC, meningitis
cryptococcus, CMV, diare kronik, pneumonia
PCP
Tanpa memperhatikan gejala klinis bila CD4 <
200 sel /ml (utk negara maju batasan CD4 350)
Viral load > 55.000 kopi/ml
ARV First-line di RSCM
Kombinasi 3 obat
AZT (zidovudin) 2 X 300 mg/hari
3TC (lamivudin) 2 X 150 mg/hari
NVP (nevirapin) 2 X 200 mg/hari

Bila anemia Hb < 8 AZT dpt diganti Stavudin 30 mg 2 X 1
Bila timbul efek samping nevirapin (alergi & gang fungsi hepar),
dapat diganti efavirens 600 mg per hari
Neuro-AIDS
Dgn ARV umur harapan hidup penderita
HIV akan makin meningkat
Dimasa datang akan banyak kita jumpai
penderita HIV yang datang dengan
problem neurologi
Pengetahuan tentang patofisiologi,
diagnosis dan terapi HIV menjadi sangat
penting dipahami oleh komunitas dokter
saraf


Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai