Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
Meningoensefalitis adalah suatu peradangan pada otak (encephalon) dan
selaput pembungkusnya (meningen). Meningoensefalitis memberikan dua arti
yaitu peradangan pada otak yang disebut ensefalitis dan peradangan pada selaput
pembungkus otak yang disebut meningitis secara bersamaan.1
Adapun penyebab daripada Meningoensefalitis diantaranya adalah (1)
infeksi baik oleh bakteri, virus, jamur, maupun parasit, (2) non-infeksi seperti
akibat obat-obatan, trauma, ataupun lainnya.1,2
Gejala klinis yang muncul pada pasien dapat berupa gejala yang nonspesifik seperti demam, sakit tenggorokan, batuk, ataupun pilek, dapat juga
berupa nyeri otot dan sakit-sakit pada sendi yang kurang khas. Gejala yang lebih
khas berupa tanda-tanda peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial) dan juga
munculnya tanda-tanda meningeal.1,4
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis meningoensefalitis dengan pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan cairan
otak, pemeriksaan EEG, pemeriksaan CT-Scan, pemeriksaan antibodi IgM dan
IgG, dan pemeriksaan lainnya yang disesuaikan dengan gejala klinis yang muncul
serta pertimbangan tujuan pemeriksaan.1,2
Dalam mendiagnosis penyakit Meningoensefalitis dibutuhkan kemampuan
klinis seorang dokter yang mampu menilai tanda dan gejala yang diperlihatkan
pasien sehingga seorang dokter mampu melakukan pemeriksaan fisik yang tepat
dan

pemeriksaan

penunjang

yang

efektif

sehingga

pasien

dengan

Meningoensefalitis dapat diterapi sedini mungkin agar mendapatkan kesembuhan


dan prognosis yang baik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Meningitis
2.1.1. Definisi
Meningitis adalah infeksi atau inflamasi yang terjadi pada selaput
otak (meningens) yang terdiri dari piamater, arachnoid, dan duramater yang
disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi
secara akut dan kronis.1

Gambar 1. Lapisan
Meningen

Gambar 2. Kelainan Pada Meningitis

2.1.2. Etiologi
Meningitis

dapat

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit.1,2


1. Meningitis bakterial :
a. Bakteri non spesifik : meningokokus, H. influenzae, S. pneumoniae,
Stafilokokus, Streptokokus, E. coli, S. typhosa.
b. Bakteri spesifik : M. tuberkulosa.

Gambar 3. Streptococcus pneumoniae

2. Meningitis virus : Enterovirus, Virus Herpes Simpleks tipe I (HSV-I),


Virus Varisela-zoster (VVZ).
3. Meningitis karena jamur.
4. Meningitis karena parasit, seperti toksoplasma, amoeba.
2.1.3. Klasifikasi
Meningitis berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak sebagai
berikut : 1,2
1. Meningitis purulenta
Radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan
medulla spinalis. Penyebabnya adalah bakteri non spesifik, berjalan
secara hematogen dari sumber infeksi (tonsilitis, pneumonia,
endokarditis, dll.)
2. Meningitis serosa
Radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lain seperti lues, virus, Toxoplasma gondhii,
Ricketsia.
2.1.4. Patogenesis
1. Meningitis bakteri
Meningitis bakteri merupakan salah satu infeksi yang serius.
Kebanyakan kasus meningitis akibat dari penyebaran hematogen yang
masuk melalui celah subarachnoid. Mikroorganisme masuk ke cerebral
nervous system melalui 2 jalur potensial. Bakteri masuk kedalam kavitas
intrakranial melalui sirkulasi darah atau berasal dari infeksi primer pada
nasofaring, sinus, telinga tengah, sistem kardiopulmonal, trauma atau
kelainan kongenital daripada tulang tengkorak. Frekuensi terbanyak
berasal dari sinusitis. Organisme juga dapat menginvasi meningens dari
telinga tengah. Meningitis yang diikuti terjadinya otitis media
merupakan proses bakteriemia, walaupun bukan kongenital atau adanya
posttraumatic fistula pada tulang temporal yang mensuplai akses ke
CSS.2
2. Meningitis Virus
Pada umumnya virus masuk melalui sistem limfatik, melalui
saluran pencernaan disebabkan oleh

Enterovirus, pada membran

mukosa disebabkan oleh campak, rubella, virus varisela-zoster (VVZ),


Virus herpes simpleks (VHS), atau dengan penyebaran hematogen
melalui gigitan serangga. Pada tempat tersebut, virus melakukan
multiplikasi dalam aliran darah yang disebut fase ekstraneural, pada
keadaan ini febris sistemik sering terjadi. Propagasi virus sekunder
terjadi jika menyebar dan multiplikasi dalam organ-organ. VHS
mencapai otak dengan penyebaran langsung melalui akson-akson
neuron.
Kerusakan neurologis disebabkan oleh ; (1) Invasi langsung dan
perusakan jaringan saraf oleh virus yang bermultiplikasi aktif. (2) Reaksi
hospes terhadap antigen virus secara langsung, sedangkan respons
jaringan hospes mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vascular
serta perivaskuler.
Pada pemotongan jaringan otak biasanya dapat ditemukan kongesti
meningeal dan infiltrasi mononukleus, manset limfosit dan sel-sel
plasma perivaskuler, beberapa nekrosis jaringan perivaskuler dengan
penguraian myelin, gangguan saraf pada berbagai stadium termasuk
pada akhirnya neuronofagia dan proliferasi atau nekrosis jaringan.
Tingkat demielinisasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan
akson, terutama dianggap menggambarkan ensefalitis pascainfeksi
atau alergi.1,2
2.1.5. Manifestasi Klinis
1. Gejala Non Spesifik
Gejala-gejala yang terkait dengan tanda-tanda non spesifik disertai
dengan infeksi sistemik atau bakteremia meliputi, demam, anoreksia,
ISPA, mialgia, arthralgia, takikardia, hipotensi dan tanda-tanda kulit
seperti; ptechie, purpura, atau ruam macular eritematosa. Mulainya
tanda-tanda tersebut diatas mempunyai dua pola dominan yaitu :
- Akut / timbul mendadak berupa ; manifestasi syok progresif, DIC,
penurunan kesadaran cepat, sering menunjukkan sepsis akibat
meningokokus dan pada akhirnya menimbulkan kematian dalam
24 jam.

- Sub akut berupa ; timbul beberapa hari, didahului gejala ISPA atau
gangguan

GIT

yang

disebabkan

oleh

H.influenza

dan

Streptokokus.

Gambar 4. Gejala Meningitis

Gambar 5. Skema Patofisiologi Meningitis

2. Tanda Peningkatan TIK


Tanda-tanda peningkatan TIK dikesankan oleh adanya muntah,
nyeri kepala dapat menjalar ke tengkuk dan punggung, moaning cry,
kejang umum, fokal, twitching, UUB menonjol, paresis, paralisis saraf
N.III (okulomotorius) dan N.VI (abdusens), strabismus, hipertensi
dengan bradikardia, apnea dan hiperventilasi, sikap dekortikasi atau
deserebrasi, stopor, koma. Selain tersebut diatas, hal lain yang juga
meningkatkkan TIK dikarenakan: 4,5
Peningkatan protein pada CSS :
Karena adanya peningkatan permeabilitas pada sawar otak (Blood
Brain Barier) dan masuknya cairan yang mengandung albumin ke
subdural.
Penurunan kadar glukosa dalam LCS :
Karena adanya gangguan transpor glukosa yang disebabkan adanya
peradangan pada selaput otak dan pemakaian gula oleh jaringan
otak
Peningkatan metabolisme yang menyebabkan terjadinya asidosis
laktat.
3. Tanda Rangsang Meningeal
Tanda terjadinya rangsang meningeal ditunjukkan apabila didapatkan
tanda: 4
Kaku kuduk
Brudzinsky 1 & 2
Kernig sign
Sakit pada leher dan punggung
Posisi hiperekstensi pada leher & punggung
Kelainan N.II, III, VI,
VII, VIII

Gambar 6. Pemeriksaan Tanda Meningeal


6
Gambar 5. Skema Patofisiologi Meningitis

2.1.6. Diagnosa
Diagnosa meningitis

tergantung dari organisme penyebab yang

terisolasi dari darah, CSS, urin dan cairan tubuh lainnya. Namun terutama
berdasar pada pemeriksaan kultur dari cairan serebrospinal. Lumbal punksi
dilakukan pada setiap anak dengan kecurigaan terjadinya sepsis.
Hasil lumbal pungsi, ditemukan hitung leukosit > 1.000/mm3.
Kekeruhan CSS terlihat leukosit pada CSS melampaui 200 400/mm3.
Normal pada neonatus hanya 30 leukosit/mm3. Sedangkan pada anak-anak
< 5 leukosit/mm.
Pada CSS dilakukan pemeriksaan terhadap adanya bakteri, jumlah sel,
protein dan glukosa level. Pada pemeriksaan bakteri dapat ditemukan cairan
7

jernih dengan beberapa sel mengandung banyak bakteri, yaitu sekitar 80%
pada bayi dengan diagnosa meningitis. Jumlah sel dalam CSS > 60/l dan
yang terbanyak adalah sel neutrofil. Konsentrasi protein yang meningkat
dan penurunan glukosa juga dapat ditemukan. Kadar protein normal pada
neonatus dapat mencapai 150 mg/dl, terutama pada bayi prematur. Pada
meningitis kadar proteinnya dapat mencapai beberapa ratus sampai
beberapa ribu mg/dl. Kadar glukosanya kurang dari 40 mg/dl dan 50%
lebih rendah dari glukosa darah yang waktu pengambilan darahnya
bersamaan dengan pengambilan likuor.

Tabel 1. Hasil LCS Berdasarkan Etiologi


Bakteri

Virus

TBC

Warna

Keruh

Jernih

Jernih

Sel

PMN

Limfosit

Limfosit

Ringan

Tinggi

Normal

Protein
Glukosa

Pemeriksaan sediaan apus likuor dengan pewarnaan gram dapat


menduga penyebab meningitis serta diagnosis meningitis dapat segera
ditegakkan. Biakan dari bagian tubuh lainnya seperti aspirasi cairan selulitis
atau abses, usapan dari kotoran mata yang purulen, sekret di umbilikus, dan
luka sebaiknya dilakukan pula, mengingat mikroorganisme pada bahan
tersebut mungkin sesuai dengan penyebab meningitis. Pada bayi usia 1
bulan jumlah leukosit berkisar antara 0-5 sel/mL, banyak kasus pada
neonatus

ditemukan

peningkatan

jumlah

leukosit

dengan

polymorphonuclear (PMN) leukosit lebih dominan. Kultur darah pada


meningitis bakterial mempunyai nilai positif pada 85% kasus neonatus.1,2
Pemeriksaan radiologis yaitu foto dada, foto kepala, bila mungkin CT
scan.
2.1.7. Penatalaksanaan
1. Meningitis bakterial
8

Meningitis yang disebabkan oleh bakteri S.pneumonia, M.meningitidis


dan H.influenza memiliki pilihan terapi sebagai berikut:3
Cephalosporin generasi III: Cefotaksim 200mg/kgBB/24jam dibagi 4
dosis atau
Ceftriakson 100mg/kgBB/24jam dosis tunggal atau
Ceftriakson 50mg/kgBB/12 jam
Kombinasi dengan Vankomycin 60mg/kgBB/hari dalam 4 dosis.
Lama pemberian terapi antibiotik
S.pneumonia sensitif penisilin: dengan cephalosporin generasi III atau
penicillin IV dosis 300.000 U/kg/24jam dalam 4-6 dosis selama 10-14
hari,
Jika resisten: Vankomycin
N.meningitidis: Penicillin IV u/ 5-7 hari
H.influenza type B tanpa komplikasi:7-10 hari
Meningitis tuberkulosa :
OAT PO atau parenteral

Multi drug treatment dengan OAT (INH, Rifampisin, Pirazinamid)


Bila berat dapat + Etambutol/ Streptomycin
Pengobatan minimal 9 bulan

Profil dan pemberian OAT


a. INH
Bakteriosid & bakteriostatik
Dosis 10-20mg/kgBB/hari max. 300mg/hari PO
Komplikasi : Neuropati perifer, dpt dicegah dg Piridoksin 25

50mg/hari
INH + Rifampisin : Hepatotoksik

b. Rifampisin
Bakteriostatik
Dosis 10-20mg/kgBB/hari PO AC
Menyebabkan urin merah
Efek samping : Hepatitis, kelainan GIT, trombositopenia
c. Pirazinamid
Bakteriostatik
Dosis 20-40mg/kgBB/hari PO atau
50-70 mg/kgBB/minggu dibagi dalam 2-3 dosis PO selama 2
bulan

d. Etambutol
Bakteriostatik
Dosis 15-25mg/kgBB/hari PO atau
50mg/kgBB/minggu dibagi dalam 2 dosis PO
Efek samping : Neuritis optika, atrofi optik

o
o
o
o

Rehabilitasi: Fisioterapi & penanganan lanjut bila ada komplikasi


Diet : Tinggi Kalori Tinggi Protein
Konsultasi dokter spesialis saraf
Konsultasi bedah saraf (bila ada hidrosefalus)

2. Meningitis Virus
Istirahat dan pengobatan simptomatis. Likuor serebrospinalis yang
dikeluarkan untuk keperluan diagnosis dapat mengurangi gejala nyeri
kepala.3
Pengobatan simptomatis
a. Menghentikan kejang :
Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis
rektal suppositoria, kemudian dilanjutkan dengan :
Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau
Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis
b.

Menurunkan panas :
Antipiretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen
5-10 mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari
Kompres air hangat/biasa

c. Pengobatan suportif
Cairan intravena

10

Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.


2.2. Ensefalitis
2.2.1. Definisi
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang proses peradangannya
jarang terbatas pada jaringan otak saja tetapi hampir selalu mengenai
selaput otak, maka dari itu lebih tepat bila disebut meningoensefalitis.
Manifestasi utama meningoensefalitis virus terdiri dari konvulsi, gangguan
kesadaran (acute organic brain syndrome), hemiparesis, paralisis bulbaris
(meningo-encephalomyelitis), gejala-gejala serebelar dan nyeri serta kaku
kuduk. 1,2
Ensefalitis mencakup berbagai variasi dari bentuk yang paling ringan
sampai dengan yang parah sekali seperti koma dan kematian. Ensefalitis
dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, riketsia dan virus,
tetapi yang terutama virus dan bakteri. 1,2
2.2.2. Klasifikasi
Ensefalitis diklasifikasikan menjadi 3 kelompok besar pada tinjauan
pustaka ini berdasarkan etiologinya, yaitu ensefalitis virus, ensefalitis
supuratif akut karena bakteri, dan ensefalitis sifilis.
2.2.2.1. Ensefalitis Virus
A. Klasifikasi Ensefalitis Virus
Ensefalitis virus di bagi dalam 3 kelompok :
1) Ensefalitis primer yang bisa disebabkan oleh infeksi virus kelompok
herpes simpleks, virus influenza, ECHO, Coxsackie dan virus arbo
2) Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya
3) Ensefalitis para-infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai
komplikasi penyakit virus yang sudah dikenal, seperti rubeola, varisela,
herpes zoster, parotitis epidemika, mononukleosis infeksiosa dan
vaksinasi.
B. Patogenensis
Patogenensis Ensefalitis Viral diawali dengan adanya infeksi awal masuk
virus baik secara inhlan, ingestan, ataupun masuk melalui injektan melalui
perantara gigitan nyamuk. Virus akan masuk melalui system limfatik dan juga
pembuluh darah (hematogen), kemudian mengakibatkan suatu bentuk infeksi
sistemik. Ketika virus ini mencapai CNS, dan mampu menginfeksi CNS, virus
akan memberikan manifestasi klinis melalui dua cara, yaitu dengan destruksi

11

langsung pada neuron dan akibat reaksi jaringan antibody tubuh terhadap
antigen virus yang berakibat pada demielinisasi dan kerusakan pembuluh darah
di otak yang berakibat akhir pada munculnya gejala neurologi 2,8
C. Manifestasi Klinis
Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga
sering mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih
tepat bila disebut sebagai meningo-ensefalitis. Manifestasi utama meningoensefalitis adalah konvulsi, gangguan kesadaran (acute organic brain
syndrome), hemiparesis, paralisis bulbaris (meningo-encephalomyelitis), gejalagejala serebelar, nyeri, dan kaku kuduk. 4,5
1. Infeksi ringan:
- demam
- nyeri kepala
- nafsu makan yang memburuk
- lemah
2. Infeksi berat:
- demam tinggi
- nyeri kepala yang berat
- mual dan muntah
- kekakuan leher
- disorientasi dan halusinasi
- gangguan kepribadian
- kejang
- gangguan berbicara dan mendengar
- lupa ingatan
- penurunan kesadaran sampai koma
Secara umum, gejala ensefalitis dibagi menjadi tiga (trias):
- tanda infeksi, baik akut maupun subakut: panas
- kejang-kejang
- kesadaran menurun
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, titer
antibodi terhadap virus, pemeriksaan cairan otak: limfosit, monosit meningkat,
kadar protein meninggi ringan, kadar glukosa normal, kultur virus bila
mungkin, EEG dan CT-Scan bila mungkin. Pada ensefalitis yang disebabkan
oleh Herpes simpleks tipe I, gambaran EEG khas berupa aktivitas gelombang
tajam periodik di temporal dengan latar belakang fokal/difus.

12

E. Penatalaksanaan
Pengobatan simtomatik diberikan untuk menurunkan demam dan
mencegah kejang. Kortison diberikan untuk mengurangi edema otak.
Pengobatan antivirus diberikan pada ensefaltis virus yang disebabkan herpes
simpleks atau varisela zoster yaitu dengan memberikan asiklovir 10 mg/kgBB
intravena, 3 kali sehari selama 10 hari, atau 200 mg tiap 4 jam per oral. Bila
kadar hemoglobin (Hb) turun hingga 9 d/dl, turunkan dosis hingga 200 mg tiap
8 jam. Bila Hb kurang dari 7 g/dl, hentikan pengobatan dan baru diberikan lagi
setelah Hb normal kembali dengan dosis 200 mg per 8 jam.3
2.2.2.2 Ensefalitis Supuratif Akut
A. Etiologi
Bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E.
coli, M. tuberculosa dan T. pallidum. Tiga bakteri yang pertama merupakan
penyebab ensefalitis bakterial akut yang menimbulkan

pernanahan

pada

korteks serebri sehingga terbentuk abses serebri. Ensefalitis bakterial akut


sering disebut ensefalitis supuratif akut.1,2
B. Patogenesis
Pada ensefalitis supuratif akut, peradangan dapat berasal dari radang,
abses di dalam paru, bronkiektasis, empiema, osteomielitis tengkorak, fraktur
terbuka, trauma tembus otak atau penjalaran langsung ke dalam otak dari otitis
media, mastoiditis, sinusitis.
Akibat proses ensefalitis supuratif akut ini akan terbentuk abses serebri
yang biasanya terjadi di substansia alba karena perdarahan di sini kurang
intensif dibandingkan dengan substansia grisea. Reaksi dini jaringan otak
terhadap kuman yang bersarang adalah edema dan kongesti yang disusul
dengan pelunakan dan pembentukan nanah. Fibroblas sekitar pembuluh darah
bereaksi dengan proliferasi. Astroglia ikut juga dan membentuk kapsul. Bila
kapsul pecah, nanah masuk ke ventrikel dan menimbulkan kematian.1,2
C. Manifestasi Klinis
Secara umum, gejala berupa trias ensefalitis yang terdiri dari demam,
kejang dan kesadaran menurun. Pada ensefalitis supuratif akut yang
berkembang menjadi abses serebri , akan timbul gejala-gejala sesuai dengan
proses patologik yang terjadi di otak. Gejala-gejala tersebut ialah gejala-gejala
13

infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu nyeri


kepala yang kronik progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran
menurun. Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit
neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses. 4,6
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ensefalitis supuratif
akut adalah pemeriksaan yang biasa dilakukan pada kasus-kasus infeksi
lainnya. Di samping itu dapat juga dilakukan pemeriksaan elektroensefalogram
(EEG), foto Rontgen kepala, bila mungkin CT-Scan otak, atau arteriografi.
Pungsi lumbal tidak dilakukan bila terdapat edema papil. Bila dilakukan
pemeriksaan cairan serebrospinal maka dapat diperoleh hasil berupa
peningkatan tekanan intrakranial, pleiositosis polinuklearis, jumlah protein
yang lebih besar daripada normal, dan kadar klorida dan glukosa dalam batasbatas normal.2,8
E. Diagnosis Banding
Pada kasus ensefalitis supuratif akut diagnosis bandingnya adalah
neoplasma, hematoma subdural kronik, tuberkuloma, hematoma intraserebri.2,8
F. Penatalaksanaan
Pada ensefalitis supuratif akut diberikan ampisilin 4 x 3-4 g dan
kloramfenikol 4 x 1 g per 24 jam intravena, selama 10 hari. Steroid dapat
diberikan untuk mengurangi edema otak. Bila abses tunggal dan dapat dicapai
dengan cara operasi sebaiknya dibuka dan dibersihkan tetapi bila multiple,
yang dioperasi ialah yang terbesar dan mudah dicapai.
G. Prognosis
Prognosis ensefalitis supuratif akut buruk karena angka kematian mencapai
50%.
2.2.2.3. Ensefalitis Sifilis
A. Definisi dan Etiologi
Ensefalitis Sifilis adalah peradangan pada otak yang disebabkan karena
infeksi bakteri Treponema pallidum.2
B. Patogenesis
Pada sifilis, yang disebabkan kuman Treponema pallidum, infeksi terjadi
melalui permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi

14

melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistem limfatik. Melalui


kelenjar limfe, kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini
berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat.
Treponema pallidum akan tersebar di seluruh korteks serebri dan bagian-bagian
lain susunan saraf pusat.
C. Manifestasi Klinis
Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian yaitu gejala-gejala
neurologis dan gejala-gejala mental. Gejala-gejala neurologis itu diantaranya
adalah kejang-kejang yang dating dalam serangan-serangan, afasia, apraksia,
hemianopsia, kesadaran mungkin menurun, sering dijumpai pupil ArgylRobertson. Nervus optikus dapat mengalami atrofi. Pada stadium akhir timbul
gangguan-gangguan motorik yang profresif. 4,5
Gejala-gejala mental yang dijumpai ialah timbulnya proses demensia
yang progresif. Intelegensia mundur perlahan-lahan yang pada awalnya tampak
pada kurang efektifnya kerja, daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang,
daya pengkajian terganggu, pasien kemudian tak acuh terhadap pakaian dan
penampilannya, tak acuh terhadap uang. Pada sebagian timbul waham-waham
kebesaran, sebagian menjadi depresif, lainnya maniakal.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus-kasus ensefalitis sifilis, perlu dilakukan pemeriksaan tes
serologik darah (VDRL, TPHA) dan cairan otak. Cairan otak menunjukkan
limfositosis, kadar protein meningkat, IgG, IgM meninggi, tes serologis positif.
Scan otak dapat dilakukan bila dicurigai ada komplikasi hidrosefalus.
E. Penatalaksanaan
Terapi dengan medikamentosa yaitu:
1. Penisilin parenteral dosis tinggi

Penisilin prokain G: 2,4 juta unit/hari intramuskular + Probenesid

2.

4 x 500 mg oral selama 14 hari


Dapat ditambahkan Benzatin penisilin

G: 2,4 juta unit,

intramuscklar, selama 3 minggu


Bila alergi penisilin:
Tetrasiklin: 4 x 500 mg per oral selama 30 hari, atau
Eritromisin: 4 x 500 mg per oral selama 30 hari, atau
Kloramfenikol: 4 x 1 gram intravena selama 6 minggu, atau
Seftriakson: 2 gram intravena/ intra muskular selama 14 hari

15

BAB III
LAPORAN KASUS

16

3.1

IDENTITAS

Nama

: IWS

Umur

: 45 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Bangsa

: Indonesia

Suku

: Bali

Agama

: Hindu

Alamat

: Yeh Kuning

Pekerjaan

: Wiraswasta

Nomor rekam medik

:207794

Tanggal status dibuat

:18 April 2016

Dokter yang merawat

:dr. I Gusti Putu Ardana, Sp.S

3.2

AUTOANAMNESIS / HETEROANAMNESIS

3.2.1 Penyakit Sekarang


Keluhan utama: Kesadaran menurun
Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama:
Pasien datang ke IGD RSUD Negara pada tanggal 16 April 2016 datang
dengan kesadaran menurun. Pasien dikeluhkan oleh keluarga mengalami
penurunan kesadaran kurang lebih sejak 1 jam sebelumnya, keluarga pasien
mengatakan pasien tidak seperti biasanya, pasien mulai tidak banyak bicara hanya
kadang-kadang berbicara tidak jelas yang tidak dimengerti oleh keluarga pasien.
Sebelumnya pasien memang tidak nyambung apabila diajak bicara dan juga
gelisah tidak bisa diam. Selain penurunan kesadaran pasien juga dikeluhkan
sempat mengalami kejang, dan juga demam sebelumnya.
Keluhan kejang dikeluhkan oleh keluarga pasien dialami pasien pada saat pasien
mengalami penurunan kesadaran. Pasien mengalami kejang sebanyak dua kali
pada seluruh tubuhnya seperti menghentak-hentak kurang lebih selama 10-15
menit dan berhenti dengan sendirinya.
Sebelumnya pasien juga dikeluhkan demam sejak dua hari sebelumnya, dengan
sebelumnya pasien sudah sempat dibawa ke puskesmas dan suhu terukur hingga

17

390C diberikan obat penurun panas demam sempat turun, namun kembali naik
beberapa saat kemudian.
Keluhan seperti sakit tenggorokan, batuk ataupun pilek sebelumnya disangkal
oleh keluarga pasien.
Pada saat pemeriksaan tanggal 18 April 2016 keluhan penurunan kesadaran masih
dialami pasien, demam sudah membaik, dan tidak ada kejang. Pasien dalam
keadaan terpasang NGT sejak pasien MRS di RSUD Negara dan sebelumnya
dikatakan sempat keluar cairan berwarna kehitaman, namun pada saat
pemeriksaan sudah tidak ada. Keluhan nyeri perut atau perut terasa tidak nyaman
belum diketahui karena pasien dalam keadaan belum kooperatif untuk
dianamnesis.
.
3.2.2 Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Pasien sebelumnya tidak memiliki riwayat keluhan serupa seperti yang dialami
sekarang. Riwayat penyakit sistemik seperti kencing manis, tekanan darah tinggi
disangkal oleh pasien.
3.2.3 Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada diantara keluarga pasien yang pernah
mengalami keluhan yang sama seperti yang dialami pasien saat ini. Riwayat
penyakit sistemik seperti kencing manis, tekanan darah tinggi dalam keluarga
disangkal.
3.2.4 Riwayat Pribadi / Sosial
Lahir

: normal

Kanan / Kidal

: kanan

Mulai bicara

: tidak ingat

Makanan

: biasa

Gagap

: tidak ada

Minuman keras

: tidak

Mulai jalan

: tidak ingat

Merokok

: tidak

Mulai membaca

: tidak ingat

Kawin

: ya, 1 kali

Jalan waktu tidur

: tidak ingat

Anak

:2

Ngompol

: tidak ingat

Abortus

: tidak ada

Pendidikan

: SMA

Kontrasepsi

: tidak ada

18

Lain-lain
3.3

: tidak ada

STATUS PRESENT

Berat

: 60 kg

Pernapasan

Tinggi

: 170 cm

Frekuensi

: 20 kali/menit

IMT

: 20,76 kg/m2

Jenis

: torakoabdominal

Tekanan darah,

Pola

: normal

kanan

: 120/70 mmHg

Suhu Aksila

: 37,3 oC (riwayat 390C)

kiri

: 120/70 mmHg

VAS

: 0 (0-10) di luka bekas operasi kepala bagian kanan

Nadi,
kanan

: 92 kali / menit

kiri

: 92 kali / menit

Kepala
Mata

: Konjungtiva pucat (-/-); ikterus (-/-); refleks pupil (+/+);


(3 mm/3 mm)

THT
Telinga

: Hiperemik (-); sekret (-); nyeri (-); edema (-)

Hidung

: Hiperemik (-); sekret (-); nyeri (-); edema (-)

Tenggorok

: Tonsil (T1/T1); Hiperemik (-); nyeri (-); edema (-)

Mulut

: Sianosis (-), lainnya: tidak ada

Lainnya :
Leher
Arteri karotis komunis kanan, bruit (-)
Arteri karotis komunis kiri, bruit (-)
Lainnya

: tidak ada

Thoraks
Jantung,

inspeksi

: iktus kordis tidak tampak

palpasi

: iktus ckordis tidak teraba; thrill (-)

perkusi

: batas atas

: ICS II kiri

batas kanan

: PSL kanan setinggi ICS V

batas kiri

: MCL kiri ICS V + 2 cm

19

auskultasi : S1 S2 tunggal regular; murmur (-)


Paru,

inspeksi

: dekstra-sinistra simetris

palpasi

: vokal fremitus (normal/normal)

perkusi

: suara perkusi (sonor/sonor)

auskultasi : vesikuler (+/+); ronkhi (-/-); wheezing (-/-)


Abdomen
Inspeksi

: distensi (-); asites (-); peristaltik (-)

Auskultasi

: bising usus (+); normal

Palpasi
Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

Perkusi
Genitalia

: timpani
: tde

Ekstremitas

: akral hangat

Kulit

: sianosis (-)

3.4

edema

STATUS NEUROLOGIKUS

3.4.1 Kesan Umum


Kesadaran

: somnolen (GCS : E3 V3 M4)

Kecerdasan

: kesan sesuai tingkat pendidikan

Kelainan jiwa

: kesan tidak ada

Kaku dekortikasi

:(-)

Kaku deserebrasi

:(-)

Refleks leher tonik


(Magnus-deKleijn)

:(-)

Pergerakan mata boneka

: tidak dievaluasi (tde)

Deviation conjugee

:(-)

Krisis okulogirik

:(-)

Opistotonus

:(-)

Kranium

20

bentuk

: normocephali

simetris

: simetris

fontanel

: normal tertutup

kedudukan

: normal

perkusi

: pekak

palpasi

: ttb benjolan

auskultasi

: bruit (-)

transluminasi : hydrocephalus (-)


3.4.2 Pemeriksaan Khusus
Rangsangan Selaput Otak
Kaku kuduk

: (+)

Tanda Kernig

: (+/+)

Tanda leher Brudzinski


(Brudzinski I)

: (-/-)

Tanda tungkai kontralateral Brudzinski


(Brudzinski II)
Saraf Otak

: (-/-)
Kanan

Kiri

Nervus I
Subjektif

: tidak ada keluhan

Objektif

: tde

tde

Visus

: kesan >2/60

kesan >2/60

Kampus

: belum dievaluasi (bde)

Hemianopsia

: bde

Melihat warna

: bde

Skotom

: bde

Fundus

: bde

Nervus II

Nervus III, IV, VI


Kedudukan bola mata

: bde

bde

Pergerakan bola mata

: bde

bde

Nistagmus

: tidak ada

tidak ada

Celah mata

: normal

normal

Ptosis

: tidak ada

tidak ada

Pupil

21

bentuk

: bulat, reguler

bulat, reguler

ukuran

: 3 mm

3 mm

r. cahaya langsung

: miosis

miosis

r. cahaya konsensuil

: miosis

miosis

konvergen

: (+)

(+)

r. pupil Marcus-Gunn

: (-)

(-)

Tes Wartenberg

: (-)

(-)

Motorik

: kesan normal

kesan normal

Sensibilitas

: bde

bde

langsung

(+)

(+)

konsensuil

(+)

(+)

Refleks pupil

r. akomodatif /

Nervus V

Refleks kornea

Refleks kornea-mandibuler

: (-)

(-)

Refleks bersin

: tde

tde

Refleks nasal Becterew

: tde

tde

Refleks maseter

: (-)

(-)

Trismus

: tidak ada

tidak ada

Refleks menetek

: tidak ada

tidak ada

Refleks snout

: tidak ada

tidak ada

Nyeri tekan

: tidak ada

tidak ada

Nervus VII
Otot wajah saat istirahat
lipatan dahi

: simetris kiri kanan

sudut mata

: simetris kiri kanan

sulkus nasolabialis

: simetris kiri kanan

sudut mulut

: simetris kiri kanan

Mengerutkan dahi

: bde

bde

Menutup mata

: normal

normal

22

Meringis

bde

Bersiul / mencucu

bde

Gerakan involunter
Tic

: negatif

negatif

Spasmus

: negatif

negatif

Lainnya

: tidak ada

Indera pengecap
Asin

: tde

Asam

: tde

Manis

: tde

Pahit

: tde

Sekresi air mata

: bde

Hiperakusis

: bde

Tanda Chvostek

: (-)

(-)

Reflek Glabela

: (-)

(-)

: bde

bde

Rinne

: bde

bde

Schwabach

: bde

bde

Weber

Bing

: bde

bde

Tinitus

: bde

bde

Keseimbangan

: bde

Nervus VIII
Mendengar suara bisik
(gesekan jari tangan)
Tes garpu tala

Vertigo

bde

: kesan tidak ada

Nervus IX, X, XI, XII


Langit-langit lunak

: simetris kiri kanan

Menelan

: bde

Disartri

: kesan tidak ada

Disfoni

: kesan tidak ada

Lidah

23

Tremor

: tidak ada

Atrofi

: tidak ada

Fasikulasi

: tidak ada

Ujung lidah saat istirahat

: simetris

Ujung lidah sewaktu


dijulurkan keluar

: bde

Refleks muntah

: tde

Mengangkat bahu

: bde

bde

: bde

bde

Fungsi m. sternokleido-mastoideus
Anggota Atas

Kanan

Kiri

Simetris

: simetris

simetris

: bde

bde

: bde

bde

: bde

bde

: bde

bde

: bde

bde

: bde

bde

: bde

bde

Tonus

: normal

normal

Tropik

: distropi (-)

distropi (-)

Tenaga
M. deltoid
(abduksi l. atas)
M. biseps
(fleksi l. atas)
M. triseps
(ekstensi l. atas)
Fleksi pergelangan
tangan
Ekstensi pergelangan
tangan
Membuka jari-jari
tangan
Menutup jari-jari
tangan

Refleks

24

Biseps

: (++)

(++)

Triseps

: (++)

(++)

Radius

: (++)

(++)

Ulna

: (++)

(++)

Leri

: (+)

(+)

lengan (Grewel)

: (+)

(+)

Mayer

: (+)

(+)

Hoffman-Tromner

: (-)

(-)

Memegang

: (-)

(-)

Palmomental

: (-)

(-)

Perasa raba

: bde

bde

Perasa nyeri

: bde

bde

Perasa suhu

: bde

bde

Perasa proprioseptif

: bde

bde

Perasa vibrasi

: bde

bde

Stereognosis

: bde

bde

Barognosis

: bde

bde

Diskriminasi dua titik : bde

bde

Grafestesia

: bde

bde

Topognosis

: bde

bde

Parestesia

: bde

bde

Tes telunjuk-telunjuk : bde

bde

Tes telunjuk-hidung

: bde

bde

: bde

bde

(diadokokinesis)

: bde

bde

Tes tepuk lutut

: bde

bde

Dismetri

: bde

bde

Pronasi-abduksi

Sensibilitas

Koordinasi

Tes hidungtelunjuk-hidung
Tes pronasi-supinasi

25

Fenomena lajak
(Stewart Holmes)

: bde

bde

Vasomotorik

: normal

normal

Sudomotorik

: normal

normal

Pilo arektor

: normal

normal

Tremor

: negatif

negatif

Khorea

: negatif

negatif

Atetosis

: negatif

negatif

Balismus

: negatif

negatif

Mioklonus

: negatif

negatif

Distonia

: negatif

negatif

Spasmus

: negatif

positif

Tanda Trousseau

: bde

bde

Tes Phalen

: bde

bde

Nyeri tekan pada saraf

: bde

bde

Vegetatif

Gerakan involunter

26

Badan
Keadaan kolumna vertebralis
Kelainan lokal

: tidak ada

Nyeri tekan/ketok lokal

: tidak ada

Gerakan
Fleksi

: bde

Ekstensi

: bde

Deviasi lateral

: bde

Rotasi

: bde
Kanan

Keadaan otot-otot

Kiri

simetris, atrofi (-)

Refleks kulit
dinding perut atas

: (+)

(+)

perut bawah

: (+)

(+)

Refleks Kremaster

: tde

tde

Refleks anal

: bde

bde

Perasa raba

: bde

bde

Perasa nyeri

: bde

bde

Perasa suhu

: bde

bde

Refleks kulit dinding

Sensibilitas

Koordinasi
Asinergia serebelar

: bde

Vegetatif
Kandung kencing

: kesan normal

Rektum

: kesan normal

Genitalia

: kesan normal

Gerakan involunter
Anggota Bawah
Simetri

: tidak ada
Kanan
: simetris

Kiri
simetris

Tenaga

27

Fleksi panggul

: bde

bde

Ekstensi panggul

: bde

bde

Fleksi lutut

: bde

bde

Ekstensi lutut

: bde

bde

Plantar-fleksi kaki

: bde

bde

Dorso-fleksi kaki

: bde

bde

Gerakan jari-jari kaki

: bde

bde

Tonus

: normal

normal

Trofik

: normal

normal

Lutut (KPR)

: (++)

(++)

Achilles (APR)

: (++)

(++)

kaki (Grewel)

: (++)

(++)

Plantar

: (++)

(++)

Babinsky

: (-)

(-)

Oppenheim

: (-)

(-)

Chaddock

: (-)

(-)

Gordon

: (-)

(-)

Schaefer

: (-)

(-)

Stransky

: (-)

(-)

Gonda

: (-)

(-)

Bing

: (-)

(-)

Mendel-Bechterew

: (-)

(-)

Rossolimo

: (-)

(-)

Paha

: (-)

(-)

Kaki

: (-)

(-)

Perasa raba

: bde

bde

Perasa nyeri

: bde

bde

Perasa suhu

: bde

bde

Refleks

Supinasi-fleksi

Klonus

Sensibilitas

28

Perasa proprioseptif

: bde

bde

Perasa vibrasi

: bde

bde

Diskriminasi dua titik

: bde

bde

Grafestesia

: bde

bde

Topognosis

: bde

bde

Parestesia

: bde

bde

: bde

bde

: bde

bde

Koordinasi
Tes tumit-lutut-ibu
jari kaki
Tes ibu jari kakitelunjuk
Vegetatif
Vasomotorik

: normal

Sudomotorik

: normal

Pilo arektor

: normal

Gerakan involunter
Tremor

: (-)

(-)

Khorea

: (-)

(-)

Atetosis

: (-)

(-)

Balismus

: (-)

(-)

Mioklonus

: (-)

(-)

Distonia

: (-)

(-)

Spasmus

: (-)

(+)

Tes Romberg

Nyeri tekan pada saraf

: bde

bde
bde

Fungsi Luhur
Afasia motorik

: bde

Afasia sensorik

: bde

Afasia amnestik (anomik)

: bde

Afasia konduksi

: bde

Afasia global

: bde

29

Agrafia

: bde

Aleksia

: bde

Apraksia

: bde

Agnosia

: bde

Akalkulia

: bde

Pemeriksaan Lain
Tanda Myerson

: bde

Tanda Lhermitte

: bde

Tanda Naffziger

: bde

Tanda Dejerine

: bde

Tanda Tinel

: bde

Tanda Lasegue

: (-)

(-)

(Lasegue silang)

: (-)

(-)

Lainnya

: (-)

(-)

Bragad

: (-)

(-)

Sicard

: (-)

(-)

Pattrick

: (-)

(-)

Kontra Pattrick

: (-)

(-)

Tanda Valsava

: (-)

(-)

Tanda OConnel

3.5 RESUME
Pasien laki-laki berusia 45 tahun, suku Bali, kinan, datang diantar oleh
keluarga pasien ke IGD RSUD Negara karena mengalami penurunan kesadaran.
Pasien mengalami penurunan kesadaran dengan riwayat demam tinggi dua hari
sebelumnya dan sebelum dibawa ke RSUD sempat mengalami kejang sebanyak
2x.
Status Present
Tekanan darah

: 120/70 mmHg (kanan)


120/70 mmHg (kiri)

Nadi

: 92 x/menit

30

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu Aksila

: 37,3 o C (riwayat 390C)

Status General

: dbn

Status Neurologis
GCS E3V3M4, Somnolen
Kaku kuduk (+), Kernig sign (+/+)
3.6

DIAGNOSIS TOPIK
Selaput mengingen dan Ensefalon, menyebabkan penekanan pada ARAS
dan gangguan fungsi kesadaran cerebri

3.7

DIAGNOSIS BANDING

Observasi meningoencephalitis

Observasi penurunan kesadaran ec proses ekstrakranial metabolic


(imbalance elektrolit, hipoglikemia, uremic, hepatic)

3.8

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Darah Lengkap (16/4/2016)
-

WBC

: 6 x103/L

HB

: 12,7 g/dL

HCT

: 35,5%

PLT

: 109 x103/L

B. Kimia Klinik (16/4/2016)


-

Gula darah sewaktu

: 195 mg/dL

Kolesterol Total

: 130 mg/dL

Trigliserid

: 75 mg/dL

HDL

: 40 mg/dL

LDL

: 75 mg/dL

Ureum

: 17 mg/dL

Creatinin

: 1,0 mg/dL

31

3.9

SGOT

: 88 U/L

SGPT

: 124 U/L

DIAGNOSIS MUNGKIN
Meningoencephalitis ec bakteri dd/ virus

3.10 PENATALAKSANAAN
-

MRS

O2 Nasal kanul 2 LPM

Ceftriaxon 3 x 1gr IV

Dexamethasone 3 x 5mg IV

Phenytoin 1 x 300mg dalam NaCl 100cc IV

Citicholine 3x250mg IV

3.11 PROGNOSIS
Ad Vitam

: Dubius ad bonam

Ad Functionam

: Dubius ad bonam

Ad Sanationam

: Dubius ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam kasus, didapatkan pasien datang dengan keluhan kesadaran yang


menurun dimana sebelumnya pasien mengalami demam sejak dua hari SMRS
dengan suhu 390C. Ketika pasien mengalami penurunan kesadaran, pasien
dikeluhkan sempat mengalami kejang sebanyak 2x sebelum akhirnya sampai di
RSUD Negara. Berdasarkan teori dari anamnesis, pasien-pasien dengan
meningoensefalitis mengeluhkan keluhan seperti yang dialami pasien. Pada
meningitis, keluhan ditandai dengan gejala non spesifik, gejala peningkatan TIK,
dan juga didapatkannya tanda meningeal. Dari anamnesis gejala non spesifik
dapat berupa demam, myalgia, atralgia, hipotensi, ISPA. Gejala ini sesuai dengan
gejala yang dialami pasien dikarenakan pasien mengalami demam sejak dua hari
sebelumnya, walaupun sebab pasti demam belum diketahui. Gejala peningkatan

32

TIK dapat berupa nyeri kepala, muntah proyektil, strabismus, hipetensi dengan
bradikardi, dan kejang. Pada pasien gejala ini sesuai dengan teori bahwa terdapat
peningkatan TIK yang ditandai dengan adanya kejang, namun munculnya kejang
juga dapat diakibatkan karena proses ensefalitis. Berdasarkan teori dari Ensefalitis
secara umum, pasien dengan kecurigaan ensefalitis datang dengan keluhan berupa
trias: (1) tanda infeksi dapat berupa demam, (2) kejang, dan juga (3) penurunan
kesadaran. Pada kasus keluhan yang dialami pasien sesuai dengan teori dari
ensefalitis.
Dari pemeriksaan fisik pasien pada kasus didapatkan kesadaran pasien
menurun, dengan GCS E3V3M4 dan pada pemeriksaan tanda meningeal
didapatkan positif pada pemeriksaan kaku kuduk dan tanda kernig. Berdasarkan
teori kesadaran menurun adalah suatu tanda yang dapat ditemukan baik pada
meningitis ataupun ensefalitis, sehingga pada kasus ini dapat mengarah ke
diagnosis meningoensefalitis karena ditemukan tanda-tanda yang sesuai dengan
teori meningitis dan ensefalitis. Disamping itu ditemukannya kaku kuduk dan
tanda kernig yang positif juga mendukung teori terjadinya meningitis yang
diandai dengan adanya tanda mengingeal (meningeal sign) yang positif.
Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan penunjang Lumbal Pungsi untuk
mengidentifikasi penyebab dari terjadinya Meningoensefalitis. Berdasarkan teori
Meningoensefalitis adalah suatu peradangan yang disebabkan oleh infeksi, dimana
infeksi tersering yang menjadi penyebab adalah bakteri dan virus. Untuk
menentukan penyebab dapat dilakukan Lumbal Pungsi yang kemudian dievaluasi
bagaimana keadaan LCS nya. Pada pasien tidak dilakukan lumbal pungsi dengan
suatu pertimbangan sehingga belum diketahui secara pasti penyebabnya.
Tatalaksana yang diberikan kepada pasien pada kasus adalah berupa terapi
medikamentosa berupa : Ceftriaxon 3 x 1, Dexamethasone 3 x 1, Phenytoin 1 x
3amp, dan Citicholine 3x1. Berdasarkan teori terapi dari meningoensefalitis
disesuaikan dengan penyebab dari mengingoensefalitis itu sendiri. Berdasarkan
teori apabila disebabkan karena bakteri dapat diberikan antbiotik golongan
Cefalosporin generasi ketiga dimana utk obat pilihan dapat diberikan Ceftriakxon.
Pemberian Ceftriaxon pada kasus diberikan dengan pertimbangan belum diketahui
secara pasti penyebab dari meningoensefalitis yang dapat saja diakibatkan oleh

33

bakteri sehingga pemberian antibiotik diharapkan mampu untuk mengatasi apabila


benar penyebab meningoensefalitis ini disebabkan oleh bakteri. Berdasarkan teori
juga pada pasien dengan mengingoensefalitis diberikan terapi simtomatis sesuai
dengan gejala yang muncul. Pada kasus, pasien sebelumnya memiliki gejala
kejang sehingga pasien diberi terapi simtomatis dengan pemberian phenytoin.

BAB V
SIMPULAN
Meningoensefalitis adalah suatu peradangan pada otak (encephalon) dan
selaput pembungkusnya (meningen) yang terjadi bersamaan diakibatkan oleh
etiologi tersering infeksi baik virus ataupun bakeri
Gejala klinis pada pasien sangat bervariasi, dapat ditandai dengan gejala
yang non-spesifik seperti demam, sakit tenggorokan, batuk, ataupun pilek, dapat
juga berupa nyeri otot dan sakit-sakit pada sendi yang kurang khas. Gejala yang
menandakan adanya peningkatan TIK berupa nyeri kepala, muntah proyektil,
penglihatan kabur, hingga kejang. Penanda lain gejala yang muncul adalah
penurunan kesadaran akibat terganggunya ensefalon dan meningen
Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya ciri terganggunya meningen
berupa radang dengan ditandai didapatkannya tanda-tanda meningen berupa kaku
kuduk, brudzinski, dan juga tanda kernig. Dapat juga ditemukan kesadaran yang
menurun dari pengamatan Glasgow Comma Scale pasien yang menurun

34

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan


diagnosis meningoensefalitis dengan pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan cairan
otak, pemeriksaan EEG, pemeriksaan CT-Scan, pemeriksaan antibodi IgM dan
IgG, dan pemeriksaan lainnya yang disesuaikan dengan gejala klinis yang muncul
serta pertimbangan tujuan pemeriksaan.
Pemberian terapi disesuaikan dengan penyebab dari meningoensefalitis
apakah disebabkan oleh bakteri atau virus. Prinsip pemberian terapi adalah
memberikan terapi kausa seperti misalnya pemberian antiobiotik pada
meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri dan juga terapi simtomatis sesuai
gejala yang muncul pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL :


http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm

2.

Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library


URL:http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi23.pdf

3.

Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial


Meningitis. The New England Journal of Medicine. 336 : 708-16 URL
:http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf

4.

Cambell W,

DeJongs The Neurologic Examination Sixth edition,

Lippincott Williams and Wilkins, Philadelpia, 2005;19-20,37-40,97-277


5.

Lumbantobing SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental,


FKUI, Jakarta, 2004; 7-111

6.

Juwono T, Pemeriksaan Klinik Neurologi dalam Praktek. EGC, Jakarta; 553

35

7.

Posner JB, Schiff ND, Saper CB, Plum F, Plum and Posner Diagnosis of
Stupor and Coma fourth edition, Oxford University Press, Oxford, 2007;
38-42

8.

Markam S, Penuntun Neurologi, Binarupa Aksara, Jakarta; 18-50

9.

Chusid JG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional Bagian


Satu, Gajah Mada University Press, Jogjakarta, 1990; 150-190

10.

Duus Peter, Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan


Gejala edisi II, EGC, Jakarta; 78-127

11.

Fitzgerald MJ, Gruener G, Mtui E, Clinical Neuroanatomy and


Neuroscience Fifth edition International edition, Saunders Elsevier,
British, 2007; 225-257

12.

Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana. 2006.
Lumbar Puncture. The New England Journal of Medicine. 12 : 355 URL
:http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf

36

Anda mungkin juga menyukai