Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN PADA MENINGITIS

MAKALAH

oleh:
Kelompok 5

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

ASUHAN KEPERAWATAN PADA MENINGITIS

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik IV B (IKK
IV B) dengan dosen pengampu Ns. Jon Hafan Sutawardana, M.Kep., Sp.Kep.MB

oleh:
Velinda Dewi L

NIM 142310101004

Aisatul Zulfa

NIM 142310101029

Wahyu Ramadhani

NIM 142310101004

Lisca Nurmalika F

NIM 142310101109

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada selaput otak. Selaput
otak merupakan lapisan yang encer/tipis sebagai sebuah pelindung atau
pelapis otak dan jaringan saraf pada tulang punggung. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus dan bakteri. Peradangan yang
terjadi pada selaput otak ini dapat mengakibatkat eksudasi berupa pus atau
serosa akibat bakteri dan virus.
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian meningitis pada laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan terutama pada periode natal. Angka kesakitan tertinggi terjadi
setelah meningitis mengenai anak-anak pada neonates hingga umur dibawah
5 tahun. Pada anak usia lebih dari 2 bulan 95% meningitis disebabkan oleh
Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus.
Hemofilus influenza merupakan organism yang paling dominan
menyerang pada anak-anak di usia 3 bulan sampai 3 tahun. Infeksi
Escherichia coli jarang terjadi pada anak-anak dengan usia lebih dari satu
tahun. Meningitis meningococus terjadi pada bentuk epidemic dan ditularkan
melalui infeksi droplet dari sekresi nasofaring. Meningitis ini sering terjadi
pada anak-anak usia sekolah dan adolesens.
2.3 Etiologi
2.3.1 Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :
1. Neonatus
Pada bayi baru lahir biasanya meningitis disebabkan oleh bakteri
seperti Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria
monositogenes.
2. Anak di bawah 4 tahun
Pada usia ini biasanya meningitis disebabkan oleh Hemofilus
influenza, meningococcus, Pneumococcus.
3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa
Pada anak usia diatas 4 tahun dan orang dewasa, meningitis dapat
terjadi karena bakteri seperti Meningococcus, Pneumococcus.
2.3.2 Penyebab meningitis menurut organismenya :
1. Meningitis bakteri

Bakteri
diplokokus

haemofilus
pneumonia,

influenza,
streptokokus

nersseria,
group

A,

stapilokokus aurens, eschericia colli, klebsiela dan


pseudomonas adalah bakteri yang paling sering
menyebabkan meningitis. Tubuh berespon terhadap
bakteri sebagai benda

asing dengan terjadinya

peradangan dengan adanya neutrophil, monosit, dan


limfosit. Peradangan menimbulkan munculnya cairan
eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan leukosit di
ruangan subarachnoid. Cairan akan terkumpul di
dalam cairan otak sehingga menyebabkan lapisan
yang tadinya tipis menjadi tebal. Pengumpulan cairan
tersebut

juga

menimbulkan

peningkatan

pada

tekanan intracranial yang menyebabkan jaringan


otak mengalami infark.
2. Meningitis virus
Meningitis

virus

atau

aseptic

meningitis

disebabkan oleh virus gondok, herpes simplek dan


herpes zoster. Pada meningitis virus tidak ditemukan
adanya eksudat seperti yang terjadi pada meningitis
bakteri dan juga tidak ditemukan organisme pada
kultur cairan otak. Respon jaringan otak terhadap
virus bervariasi tergantung jenis sel yang terlibat.
Pada meningitis virus ini peradangan terjadi di
seluruh korteks cerebri dan lapisan otak.
2.4 Klasifikasi
2.4.1

Meningitis Kriptikokus
Meningitis kriptikokus adalah meningitis yang disebabkan
oleh jamur kriptokokus. Jamur kriptokokkus ini bisa masuk ke
tubuh manusia saat menghirup debu atau tahi burung yang kering.
Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian
tubuh lain. Gejala pada meningitis ini muncul secara perlahan.

Gejala pertama yang muncul termasuk demam, kelelahan, pegalpegal pada leher, sakit kepala, kebingungan, penglihatan mulai
kabur, mual dan muntah. Sakit kepala yang ditimbulkan sangat
sulit untuk ditoleransi, bahkan tidak mampu diredakan oleh
paracetamol.
Untuk

menentukan

diagnosis

harus

dilakukan

tes

laboratorium. Tes ini menggunakan darah atau cairan sumsum


tulang belakang. Tes untuk kriptokokus ini ada dua cara yatu tes
CRAG dan tes biakan. Pada tes CRAG, mencari antigen (protein)
yang dihasilkan oleh jamur kriptokokus. Tes ini cepat dilakukan
dan hasilnya dapat dilihat pada hari yang sama. Sedangkan pada
tes biakan, mencoba menumbuhkan jamur kriptokokkus. Tes ini
membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukkan
2.4.2

hasil yang positif (Yayasan Spiritia, 2006).


Viral meningitis
Viral meningitis termasuk penyakit ringan. Penyebab
meningitis viral di dunia termasuk enterovirus, virus campak, VZV,
dan HIV. Meningitis ini memiliki gejala yang hampir mirip dengan
sakit flu biasa, dan gejala pertama yang muncul hampir sama
dengan gejala meningitis kriptokokus. Biasanya demam yang
terjadi sering pada 38-40 derajat dan diikuti kejang.
Untuk mengetahui diagnose meningitis

viral

harus

dilakukan pungsi lumbal, dan pemeriksaan penunjang seperti


pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan hematologi dan
2.4.3

kimia, pemeriksaan CSF, dan CT Scan.


Bacterial meningitis
Bacterial meningitis merupakan penyakit yang serius. Salah
satu bakteri penyebab meningitis bakterial adalah meningococcal
bacteria.

Gejala

yang

ditumbulkan

seperti

timbul

bercak

kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak kemerahan yang


timbul akan berkembang menjadi memar yang dapat mengurangi
suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuh sehingga berakibat
2.4.4

fatal dan menyebabkan kematian.


Meningitis Tuberkulosis Generalisata

Meningitis ini disebabkan oleh kuman mikobakterium


tuberkulosa varian hominis.gejala pertama yang ditimbulkan
meliputi demam, obstipasi, muntah dan mual, kelelahan, dan
ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku
kuduk, abdomen tampak cekung, gangguan saraf otak dan suhu
badan yang tidak stabil. Untuk menentukan diagnose harus
dilakukan pemeriksaan cairam seperti cairan otak, darah, radiologi,
2.4.5

dan tes tuberculin.


Meningitis Purulenta
Penyebab meningitis purulenta diantaranya Diplococcus
pneumonia (pneumokok), Neisseria meningitides (meningokok),
Stretococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae,

Escherichia

Pneudomonas aeruginosa.

coli,

Klebsiella

pneumoniae,

Gejala yang dapat timbul pada

meningitis purulenta yaitu demam tinggi, menggigil, kaku kuduk,


tingkat kesadaran menurun, nyeri kepala, mual dan mntah serta
nyeri pada punggung dan sendi. Pada diagnosis dapat dilakukan
pemeriksaan cairan otak, antigen bakteri pada cairan otak, darah
tepi, elektrolit darah, biakan dan test kepekaan sumber infeksi,
radiologik, pemeriksaan EEG. (Harsono., 2003)
2.5 Patofisiologi
Otak memiliki 3 lapisan, yaitu durameter, arachnoid,
dan piameter.Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid
yang bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem
ventrikuler dan seluruh otak serta sumsum tulang belakang,
cairan direabsorbsi melalui vili arachnoid yang berstruktur
eperti jari-jari di dalam lapisan sub arachnoid.
Organisme virus/bakteri yang dapat

menyebabkan

meningitis masuk cairan otak melalui aliran darah di dalam


pembuluh darah otak.Cairan (secret hidung) atau secret
teliga akibat fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan
meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak
dengan lingkungan luar, mikrorgansme yang masuk berjalan

ke

cairan

otak

mikroorganisme

melalui
yang

ruangan

patologis

subarachnoid.Adanya
merupakan

penyebab

terjadinya peradangan pada piameter, arachnoid, cairan otak


dan ventrikel.
2.6 Manifestasi klinis
Keluhan utama yang terjadi pada meningitis biasanya adalah nyeri
kepala. Nyeri pada bagian kepala dapat menjalar ke tengkuk dan punggung.
Tengkuk menjadi kaku dan pegal. Kaku ini disebabkan oleh mengejangnya
otot-otot ekstensor pada tengkuk. Bila kaku yang hebat, dapat terjadi
opistotonus. Opistotonus adalah tengkuk kaku dengan kepala tertengadah dan
punggung dalam sikap hiperekstensi. Pada meningitis biasanya terjadi
penurunan kesadaran. Tanda Kernigs dan Brudzinky positif. (Harsono, 2003)
Gejala meningitis yang terjadi tidak selalu sama, tergantung dari usia
penderita dan jenis virus yang menginfeksi. Gejala yang paling umum terjadi
yaitu demam tinggi, mual muntah, sakit kepala dan kejang. Biasanya
penderita cepat merasa lelah, dan penglihatan yang kabur. Bayi yang
terserang meningitis akan sering rewel, muncul bercak-bercak pada kulit,
demam, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangan
bergerak tidak beraturan (Japardi, Iskandar, 2002).
Meningitis yang disebabkan oleh virus ditandai dengan cairan
serebrospinal (CSS) yang jernih serta rasa sakit yang dialami penderita masih
dalam kategori ringan. Pada umumnya, meningitis oleh Mumpsvirus ditandai
dengan gejala malaise dan anoreksia, kemudian diikuti oleh pembesaran
kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Sedangkan
meningitis yang disebabkan oleh Echovirus biasanya ditandai dengan demam,
sakit kepala dan tenggorokan, nyeri pada otot dan timbul ruam makopapular
yang tidak gatal di daerah leher, wajah, badan dan daerah ekstrimitas.
Meningitis yang disebabkan oleh Coxsackie virus memiliki gejala yaitu
tampak lesi vasikuler pada ovula, tonsil, palatum, dan lidah. Setelah itu akan
muncul beberapa keluhan seperti sakit kepala, mual muntah, kaku kudu
kuduk, dan nyeri pada punggung.
Meningitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya ditandai gejala
seperti gangguan pernapasan dan gangguan pada gastrointestinal. Pada

neonatus meningitis ini terjadi secara akut disertai panas tinggi, mual muntah,
penurunan nafsu makan, kejang akibat dehidrasi, dan konstipasi. Pada anak
dewasa biasanya diawali dengan gangguan saluran pernapasan bagian atas,
sakit kepala hebat, nyeri otot dan punggung. CSS tampak keruh atau purulen.
Meningitis tuberkulosa terdiri dari tiga stadium. Stadium I terjadi
selama 2-3 minggu dan ditandai gejala seperti infeksi biasa. Pada anak-anak,
demam jarang terjadi, tetapi BB turun, mual dan muntah serta anak menjadi
apatis. Meningitis yang terjadi pada orang dewasa, demam yang terjadi hilang
timbul, nyeri kepala dan punggung, dan tampak gelisah. Stadium II (stadium
transisi) berlangsung selama 1 3 minggu. Gejala yang tampak yaitu nyeri
kepala heba disertai kejang, seluruh tubuh mulai kaku, terdapat tanda-tanda
peningkatan intrakranial, dan ubun-ubun menonjol. Stadium III (terminal)
gejala kelumpuhan mulai terjadi dan penderita dapat mengalami koma dan
dapat terjadi kematian jika dalam waktu 3 minggu penderita tidak
mendapatkan pengobatan.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah, kadar hemoglobin, jumlah, dan menghitung jenis
leukosit, laju endapan darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit,
kultur. Pada meningitis purulenta diperoleh peningkatan leukosit dengan
pergeseran ke kiri pada hitung jenis (Mansjoer Arif, 2005).
2. Pemeriksaan radiologis, foto thoraks, dan foto kepala (pemeriksaan
mastoid, sinus paranasal, dan gigi geligi) (Mansjoer Arif, 2005).
3. Pemeriksaan serebrospinalis, lengkap dan kultur
Pada purulenta, didapatkan hasil pemeriksaan cairan serebrospinalis yang
keruh, karena mengandung pus berupa campuran leukosit, jaringan yang mati
dan bakteri. Hasil pemeriksaan cairan serebrospinalis yang jernih terdapat pada
infeksi virus. Pemeriksaan kultur liquor digunakan untuk menentukan bakteri
yang menjadi penyebab.
A. Pemeriksaan Penunjang
1. Pungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leokosit CBC meningkat,
kadar glukosa darah menurun, protein menigkat, tekanan cairan
meningkat, asam laktat meningkat, glukosa serum meningkat,
identifikasi organisme penyebab.
2. Kultur darah, digunakan untuk menemukan dan menetapkan
organisme penyebab.

3. Kultur urin
4. Kultur nasofaring
5. Elektrolit serum, meningkat pada pasien yang mengalami dehidrasi.
Na naik dan K turun
6. Osmolaritas urin meningkat dengan sekresi ADH
7. MRI, CT-Scan atau angiografi
Pemeriksaan Rasangan Meningeal
1. Pemeriksaan kaku kuduk
Pasien terlentang dan dilakukan gerakan pasif seperti fleksi dan rotasi
kepala. Kaku kuduk positif (+) jika terjadi kekakuan dan tahanan pada
pergerakan fleksi kepala disertai nyeri dan spasme otot. Dagu tidak bisa
menyentuh dada, tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
2. Pemeriksaan tanda kering
Pasien dalam posisi terlentang, tangan diangkat, melakukan gerakan fleksi
pada panggul, kemudian ekstensi tungkai bawah sendi lutut yang jauh
tanpa disertai nyeri. Tanda kering positif (+) jika saat ekstensi sendi lutut
pasien tidak bisa mencapai sudut 135 dengan disertai spasme otot pada
dan nyeri.
3. Pemeriksaan tanda Brudzinski I (pada leher)
Posisi pasien terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya di
bawah kepala pasien dan tangan kan di atas dada pasien kemudian
melakukan fleksi kepala dengan cepat ke arah dada. Tes Brudzinski positif
(+) jika saat pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
4. Pemeriksaan tanda Brudzinski II (pada kontra lateral tungkai)
Posisi pasien terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul. Tanda brudzinski II positif (+) jika tungkai yang satunya ikut
terfleksi juga.

2.8 Penatalaksanaan medis


Farmakologis
A. Obat anti inflamasi
1. Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
a. Sefalosporin generasi ke 3
b. ampisilina 150 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 6 kali sehari.
c. Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
2. Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
a. Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.

b. Sefalosforin generasi ke 3.
B. Pengobatan simtomatik
1. Diazepam IV; 0,2-0,5 mg/kg/dosis, atau rectal: 0,4-0,6
mg/kg/dosis
2. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian
a. Fenitoin 5 mg/kg/24jam, 3 kali sehari atau
b. Fenobarbital 5-7 mg/kg/24jam, 3 kali sehari
Turunkan panas:
a.
Antipiretik: parasetamol/ salisilat 10 mg/kg/dosis.
b.
Kompres air PAM / es.
C. Pengobatan suportif
1. Cairan intravena
2. Zat asam

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN


4.1 Pengkajian
4.1.1 Identitas pasien
Nama:
Umur: agen infeksi meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada
golongan umur tertentu diantaranya:
a. Neonatus : E. Coli, S. Beta hemolitikus, dan Listeria
monositogenes
b. < 5 th/balita: H. Influenza, Meningococcus dan Pneumococcus
c. 5-20 tahun : Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis,
Streptococcus, dan
Pneumococcus
d. >20 th
: Meningococcus, Pneumococcus, Stafilococcus,
Streptococcus, Listeria
Rentang usia dengan angka mortilitas tinggi adalah bayi sampai
balita (6 bulan-4 tahun).

Gender: Laki-laki mempunyai jumlah yang lebih banyak dari pada


perempuan dalam kasus meningitis, yang diakrenakan adanya
faktor predisposisi dalam kasus meningitis (AM. Youssr, 2005).
Agama: Pendidikan:
Pekerjaan: Meningitis sering terjadi pada masyarakat dengan keadaan sosioekonomi

rendah,

pengahasilan

tidak

mencukupi

untuk

kebutuhan sehari-hari
Gol. Darah: Alamat:
Meningitis banyak terjadi di negara-negara berkembang karena
angka kematian dan kecatatan yang masih tinggi. Perumahan
tidak memenuhi syarat kesehatan minimal, hidup, tinggal atau
tidur yang saling berdesakan. Hygiene dan sanitasi yang buruk
meningkatkan angka terjadinya meningitis.
4.1.2

4.1.3

Riwayat Kesehatan Pasien


a. Keluhan utama: suhu badan tinggi, kejang, kaku kuduk dan penurunan
tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang : pada pengkajian klien dengan meningitis
didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat infeksi dan
peningkatan tekanan intracranial, diantaranya sakit kepala dan
demam. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu
berat dan akibat dari iritasi meningen. Demam ada dan tetap tinggi
selama perjalanan penyakit.
c. Riwayat penyakit dahulu : infeksi jalan napas bagian atas, ototos
media, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah
syaraf, riwayat trauma kepala, pengaruh imunologis
d. Pengkajian psiko-sosio-spiritual: ketakutan akan kecacatan, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
diri). Pada kilen anak perlu diperhatikan dampak hospitaslisasi dan
family center
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
1. Peningkatan suhu lebih dari normal, yaitu 38-41 C, dimulai dari
fase sistemik, kemerhan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan
tersebu dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen
yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh

2. Penurunan denyut nadi, berhubungan dengan tanda peningkatan


tekanan intracranial
3. Peningkatan frekuensi pernapasan, berhubungan dengan laju
metabolism umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan
sebelum mengalami meningitis
B1 (breathing)
a. Inspeksi adanya batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan
otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang
disertai adanya gangguan pada istem pernapasan.
b. Palapasi thorax apabila terdapat deformitas tulang dada
c. Auskultasi adanya bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan meningitis tuberkolosa dengan penyebaran primer dari paru
B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler dilakukan pada klien
meningitis tahap lanjut apabila sudah mengalami renjatan (syok).
Pada klien meningitis meningokokus terjadi infeksi fulminating
denga tanda-tanda septicemia: demam tinggi yang tiba-tiba muncul,
lesi purpura yang menyebar (sekitar wajh dan ekstrimitas), syok,
dan tanda-tanda koagulasi intravascular diseminata.
B3 (Brain)
Pemeriksaan fokus dan lebih lengkap disbanding pengkajian pada
sistem lain.
Tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis berkisar
antara letargi, stupor, dan semikomatosa.
Fungsi serebri
Status mental: observasi penampilan dan tingkah laku, nilai gaya
bicara dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motoric. Pada
klien meningitis ahaplanjut biasanya ststus mental mengalami
perubahan.
Pemeriksaan saraf kranial
a. Saraf I,pada klien meningitis tidak ada kelainan
b. Saraf II, pemeriksaan ketajaman penglihatan pada kondisi normal
dan pemeriksaan papilledema pada meningitis supuratif yang

c.
d.
e.
f.
g.
h.

disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan


peningkatan TIK.
Saraf III, IV, dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil tanpa
kelainanpada klien meningitis tanpa penurunan kesadaran
Saraf V : tidak didapatkan paralisis otot wajah dan reflek kornea
tidak ada kelainan
Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris
Saraf VIII : tidak ditemukan tili konduktif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik
Saraf XI, tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius

Sistem motoric
Kekuatan otot menurun, pada meningitis tahap lanjut
kontrolkeseimbangan dan koordinasi mengalami perubahan
Pemeriksaan reflex
Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon, ligamntum,
atau periosteum derajat reflex pada respon normal. Refles patologis
terjadi pada klien dengan tingkat kesadaran koma.
Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan syaraf, dan dystonia. Pada
keadaan tertentu biasanya mengalami kejang umum terutama pada
anak dengan meningitis yang disertai peningktan suhu tubuh yang
tinggi
Sistem sensorik
Pemeriksaan terkait peningkatan tekanan intracranial, tanda tanda
peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulent dan edema
serebri diantaranya perubahan TTV (melebarnya tekanan pulsa dan
bradikardia), pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan
penurunan tingkat kesadaran.Adanya ruam merupakan ciri
menyolok adanya meningitis meningokokal (Neisseria meningitis)
B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan didapatkan berkurangnya
volume keluaran urine.Hal tersebut berhubungan dengan
penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
B5 (Bowl)

Mual hingga muntah karena peningkatan produksi asam


lambung.Pada klien meningitiss pemenuhan nutrisi menurun
karena anoreksia dan adanya kejang.
B6 (Bone)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (lutut dan
pergelangan kaki).Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh
ruam.Pada kasus berat klien dapat ditemukan ekimosis yang besar
pada wajah dan ekstrimitas.Klien sering mengalami penurunan
kekuatan otot dan kelemahan fisik sehingga mengganggu
aktivitas sehari-hari.

Pengkajian pada anak bergantung pada usia anak dan luasnya


penyebaran infeksi di meningen. Pada penilaian klinis, gejala meningitis
pada anak dibagi menjadi 3 meliputi anak, bayi dan neonates.
a. Anak: timbul sakit secara tiba-tiba, adanya demam,
sakit kepala, panas dingin, muntah, dan kejangkejang. Anak cepat rewel dan agitasi serta menjadi
fotopobia, delirium, halusinasi, tingkah laku agresif
atau mengantuk, stupor, dan koma.Gejala pada
pernapasan

atau

gastrointestinal

meliputi

sesak

napas, muntah dan diare. Tanda yang khas adalah


adanya tahanan pada kepala jika difleksikan, kaku
leher, tanda kerning dan brudzinski (+). Perfusi yang
tidak optimal bisa mengakibatkan tanda klinis kulit
dingin

dan

sianosis

gejala

lain

yang

lebih

spesifikadalah petekia/purpura pada kulit bila anak


mengalami

infeksi

meningokokus

(meningokoksemia), keluarnya cairan dari telinga


pada anak yang mengalami meningitis pneumokokus
dan sinus dermal kongenital akibat infeksi E. colli.
b. Pada bayi: pada umur 3 bulan sampai 2 tahun
ditemukan adanya demam, nafsu makan menurun,

muntah, rewel, mudah lelah, kejang-kejang, dan


menangis meraung-raung. Tanda khas pada kepala
adalah penonjolan pada fontanel.
c. Pada neonates: menolak untuk makan, kemampuan
untuk menetek buruk, muntah dan kadang ada diare.
Tous

otot

mengansi

melemah,

pergerkan

melemah.Pada

hipertermia.demam,

icterus,

ksus

dan
lanjut

rewel,

kekuatan
terjadi

mengantuk,

kejang-kejang, frekuensi napas tidak teratur, sianosis,


penurunan berat badan.Pada fase yang lebih berat
terjadi kolaps kardiovaskuler, kejang kejang dan
apnea.

4.2 Diagnosa
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d Hypertension
oleh eksudasi pus akibat reaksi inflamasi
2. Hyperthermia b.d dehidrasi dan agen faramasi
3. Nyeri Akut b.d Cedera agen biologis (infeksi, iskemia, neoplasma)

4.3 Intervensi
4.
N

1.

5. Diagnosa
Keperaw
atan
13. Resiko
ketidakefe
ktifan
perfusi
jaringan
otak b.d
gangguan
transport
oksigen
melalui
membran
kapiler
menuju
otak oleh
eksudasi
pus akibat
reaksi
inflamasi

6. Perencanaan

7.

10. Tujuan dan Kriteria


Hasil

11. Intervensi

16. Setelah dilakukan


tindakan keperawatan
selama x24 jam.
Resiko perubahan
perfusi jaringan
menjadi adekuat.
Kriteria Hasil:

1. Monitoring
tekanan
intrakarnial.
ICP
Monitoring
2. Management pengobatan
(monitoring pemberian
terapi farmakologi untuk
mengurangi TIK).
3. Identifikasi
terjadinya
resiko
lainnya
berhubungan
dengan
peningkatan
TIK
(infeksi).
4. Ajarkan patofisiologi dan
prognosis
dari
Meningitis. Teanching:
Disease Process
5. Ajarkan pola diet, sesuai
dengan kondisi pasien
Meningitis.
Teaching:

1. Tekanan darah sistolik


(n=100-140 mmHg).
Sistolic
blood
pressure
2. Tekanan
darah
diastolik (n=80-100
mmHg).
Diastolic
blood pressure
3. Keseimbangan cairan.
Fluid balance
4. Saturasi oksigen 95100%.
Oxygen

12. Rasional
1. Perubahan tekanan CSS,
akibat herniasi batang otak
yang membutuhkan tindakan
segera.
2. Bertujuan untuk mencegah
peningkatan tekanan
intrakranial.
3. Bertujuan untuk meningkatkan
aliran darah (vena) dari kepala.
4. Bertujuan untuk
meminimalkan fluktuasi aliran
vaskuler.
5. Menurunkan permeabilitas
kapiler, membatasi edema
serebral, mengurangi resiko
peningkatan TIK.

14.
15.

2.

19. Hyperther
mia b.d
a. Dehidrasi
b. Agen
faramasi
20.

saturation
5. Tidak
ada
mual,
muntah dan nyeri.
Nausea,
vomitting,
and pain
17.

21. Setelah dilakukan


tindakan keperawatan
x24jam, diharapkan
jalan nafas pasien
kembali efektif.
Kriteria Hasil:
1. Tekanan darah sistolik
normal. Penigkatan
2. Tekanan
darah
diatolik
normal.
Peningkatan
3. Pasien
tidak
mengalami
kelemahan/fatigue
22.

1.
2.
3.
4.
5.

Prescribed Diet
6. Ajarkan prosedur dan
terapi Meningitis pada
klien.
Teaching:
Procedure/Treatment
7. Monitoring tanda-tanda
vital.
Vital
Sign
Monitoring
18.
Pantau suhusetiap 2 jam
1. Karena suhu pasien dengan
Pantau warna kulit dam suhu
hipertermi dapat beruabahMonitor TD, nadi, RR
ubah setiap waktu.
Monitor intake dan output
2. Warna kulit pasien dengan
Anjurkan asupan cairan oal
hipertermi, kemerahan dan
sedikitnya 2 liter sehari
akral teraba hangat-panas
23. Kolaborasi: berikan obat
(sesuai suhu tubuh) akibat dari
antipiretik bila perlu
proses infeksi (kolor, dolor,
rubor, fusiolesa)
3. TTV merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum
pasien
4. Pasien dengan hipertermi,
akan mengalami dehidrasi
(turgor kulit buruk)
5. Dengan bantuan intake cairan
yang cukup, cairan tubuh yang
hilang dapat terganti.

3.

25. Nyeri
Akut b.d
Cedera
agen
biologis
(infeksi,
iskemia,
neoplasma
)
26.
27.

28. Setelah dilakukan


tindakan keperawatan
selama x24jam rasa
nyeri kepala pada
pasien berkurang dan
hilang. Kriteria Hasil:
29. Pain control
a. Mengetahui penyebab
timbulnya nyeri
b. Menjelaskan
faktor
penyebab
c. Dapat memantau nyeri
yang dirasakan
d. Dapat
melakukan
pencegahan
untuk
terjadinya nyeri
e. Menyatakan
gejala
nyeri yang dirasakan
dapat terkontrol
30.

1. Berikan lingkungan yang


tenang dan nyaman.
2. Bantu pasien untuk
menemukan posisi yang
nyaman, posisi kepala yang
lebih tinggi
3. Tingkatkan tirah baring, dan
bantu pasien dalam
pemenuhan KDM utama
4. Pantau TTV pada pasien
5. Kaji tingkat nyeri pada
pasien PQRST
31.

1.

2.
3.
4.
5.

24. Antibiotik digunakan


untuk mengatasi infeksei yang
menyebabkan hipertemi pada
pasien.
Menurunkan reaksi terhadap
stimulasi eksternal, sensitivitas
terhadap cahaya,
meningkatkan istirahat atau
relaksasi
Menurunkan iritasi meningeal
Menurukan aktivitas atau
gerakan yang dapat
menyebabkan nyeri
Perubahan pada (TD, Nadi,
dan RR) menggambar kondisi
pasien
Untuk mengetahui tingkatan
nyeri dan mengetahui
permasalahn, serta cara
mengatasinya.
32.

33.
4.4 Implementasi
34.
H 35.
36.
J
37.
Implementasi
38.
Pa
ari/
No.
am
raf
Tanggal
Dx
Kep
39.
56.
57.
58.
59.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
60.
Tabel implementasi berisi tentang:
a. Hari dan tanggal melakukan asuhan keperawatan sesuai intervensi yang
telah disusun.
b. Nomor diagnosa keperawatan sesuai denga tabel intervensi keperawatan
c. Waktu dilakukannya tindakan keperawatan
d. Implementasi atau nama tindakan yang dialukakan kepada pasien dengan
menggunakan kata kerja. Tindakan harus seuai dengan intervensi yang
telah disusun untuk mencapai kriteria hasil
e. Tanda tangan atau paraf perawat yang melakukan tindakana disertai
nama di bagian bawahnya.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
4.5 Evaluasi

70.
Hari/ 71.
Ja
72.
Evaluasi
73.
P
Tanggal
m
araf
74.
82.
83.
84.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
85.
86.
Evaluasi merupakan penilaian terhadap intervensi yang dilakukan.
Apakah mencapai criteria hasil atau tidak. Apabila setelah dilakukan
intervensi tidak mencapai criteria hasil yang diharapkan maka masalah tidak
teratasi dan dilanjutkan intervensi atau dan memodifikasi intervensi. Apabila
setelah dilakukan intervensi berhasil mencapai sebagian dari criteria hasil
maka analisa dapat ditulis masalah teratasi sebagian dan intervensi
dilanjutkan atau memodifikasi intervensi. Apabila intervensi mencapai semua
criteria hasil maka pada analisa masalah teratasi, dan intervensi dihentikan.
Pada evaluasi, kelompok kami menggunakan SOAP.
87.
Tabel evaluasi berisi:
a. Hari dan tanggal dilakukannya proses evaluasi terhadap kondisi pasien
saat itu
b. Jam dilakukannya evaluasi pada pasien
c. Evaluasi
yang
dilakukan
umumnya
S

bersifat

SOAP

: data subjektif yang didapatkan datri pernyataan pasien atau


keluarga pasien.

88. O

: data objekti yang didapatkan dari hasil pengamatan atau

pemeriksaan terhadap kondisi pasien.


89. A

: analisis, merupakan perbandingan dari kriteria hasil yang

telah disusun di intervensi dengan kondisi pasien setelah dilakukan


tindakan keperawatan.
90. P

: rencana tindakan keperawatan selanjutnnya (intervensi

dilanjutkan atai intervensi dihentikan).


91. DAFTAR PUSTAKA

92.
93. Judit dan Nancy. 2015. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9.
Jakarta: EGC
94. [serial online] http://spiritia.or.id/li/pdf/LI503.pdf [18 Maret 2016]
95.

[serial online] https://www.scribd.com/doc/47840799/Referatmeningitis-viral [diakses pada tanggal 19 Maret 2016]

96.

[serial online] https://www.academia.edu/7027662/LP_Meningitis


[diakses pada tanggal 19 Maret 2016]

97.

[serial online]
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23705/4/Chapter
%20II.pdf [diakses pada tanggal 19 Maret 2016]

98.

[serial online] http://eprints.undip.ac.id/44877/3/BAB_II.pdf


[diakses pada tanggal 19 Maret 2016]

99.

[serial online] http://eprints.unlam.ac.id/206/1/HULDANI%20%20DIAGNOSIS%20DAN%20PENATALAKSANAAN


%20MENINGITIS%20TUBERKULOSIS.pdf [diakses pada
tanggal 19 Maret 2016]

100.

http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/Nintya%20Zeina
%20Dini.pdf

101.

https://www.academia.edu/9130465/Laporan_kasus_menin
gitis_TB

102.
103.

104.

105.

Pathways
Etiologi : Bakteri,
virus, jamur

106.
107.
Infeksi saluran
108.
pernapasan atas,
109.
otitis media, infeksi
gigi, mastoiditis

110.

Perluasan langsung
dari infeksi di sinus
paranasalis
mastoid, abses otak

Implantasikan
langsung tindakan
bedah otak, pungsi
lumbal

Aspirasi cairan
amion saat bayi lahir

111.
Masuk ke aliran
darah

112.
113.
bakterimi
a
114.

Kolonisasi dan
memperbanyak
diri

Edema
otak

Bakteri melekat di sel


epitel mukosa

Peningkatan
TIK

115.
Masuk ke dalam
116.
CSS

117.

Terjadi infeksi

118.
119.

Peradangan
selaput otak

Bakteri masuk
meningen

Merangsang
Saraf simpati

Menekan
saraf di
servikal

Mual dan
muntah

Otot
berkontraksi

120.
Nafsu
makan

121.
122.
Peningkatan
metabolisme
123.
124.

Meningiti
s
Trombus dan penurunan
aliran darah serebral

Metabolism
bakteri

Akumulasi sekret

125.

Hiperter
mi
126.

127.

Pembentukan
eksudat, vaskulitis
dan hipoperfusi

128.

Keringat
berlebih/
129.
diaphoresi
s 130.

131.
132.
Kekuranga
n volume
133.
cairan
134.

Reabsorbsi CSS
terganggu
Penumpukan CSS
diotak

peningkatan
komponen darah
di serebral

peningkatan
viskositas darah

Edema otak
Permeabilitas
kapiler

Perubahan
nutrisi
kurang
dari

Bakteri masuk
ke aliran balik
vena ke jantung

resiko
infeksi

Otot pada
tengkuk
menegang
Kaku kuduk

135.
136.
137.

Menekan arteri dam


kapiler darah otak

Kebocoran cairan dari


intravaskuler

Penurunan
kesadaran

138.
139.
140.

Suplai darah ke
otak menurun

141.
142.

Penurunan
kesadaran

Peningkatan volume
cairan di interstitial

Ketidakseimbang
an ion

Sel neuron pd RAS


tidak dpt
melepaskan
katekolamin

Kelainan
depolarisasi ion

Perubahan
pada system
RAS

143.
144.
145.
Sakit kepala

146.
147.

148. akut
Nyeri
149.

Gangguan
perfusi
jaringan

Ketidakefekt
ifan pola
napas

Hiperaktifitas
neuron

kejang

Peningkatan
metabolisme

Resiko cidera

Penurunan
reflek batuk

Penumpukan
secret pada
jalan napas

Ketidakefekt
ifan
bersihan
jalan napas

150.

KASUS

151.
152.
I. Identitas Klien
153.

154.

: Tn. A

155.

Nama
157.

158.

55

. RM
159.
Pe

95923
160.
:

Umur
161.

tahun
162.
:

Laki-

kerjaan
163.
St

Satpam SD
164.
:

Jenis

laki

atus

Kela
min
165.

166.

: Islam

nan
167.

170.

: SMA

Ta

174.

168.

2015
172.
:

Oktober

Pengkaji

2015

an
175.

12

Oktober

MRS
171.
Tg

an

Alamat

Kawin

nggal

Pendidik

173.

156.

Perkawi

Agama
169.

No

Su

Tumpangsari

mber

Jember

Informa

176.

Keluarga

si
177.
178.
II. Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa Medik: Meningoensefalitis
2. Keluhan Utama: Penurunan kesadaran
3. Riwayat penyakit sekarang:
179. Minggu, 11 Oktober 2015 pagi pasien mengeluh
pusing, kemudian pasien mengalami penurunan kesadaran
saat bangun tidur tanggal 11 Oktober 2015. Keluarga

12

mengatakan pasien bicara pelo, kemudian pasien dibawa


oleh keluarga ke IGD RSD Soebandi keesokan harinya
(Senin, 12 Oktober 2015) dengan diagnosa stroke infark.
Pasien

kemudian

dibawa

ke

ruang

melati

untuk

mendapatkan perawatan. Di ruang rawat inap melati,


pasien ditempatkan di ruang isolasi.
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
a

Penyakit yang pernah dialami:


180.

Keluarga mengatakan 2 tahun yang lalu pasien

pernah

menderita

batuk

yang

cukup

lama

dan

dinyatakan telah sembuh total. Keluarga mengatakan


pasien seringkali mengalami sariawan.
b

Alergi (obat, makanan, plester, dll):


181.

Pasien memiliki alergi makanan yaitu udang,

kepiting,

dan

ikan

laut

lainnya.

Apabila

pasien

mengkonsumsi jenis makanan tersebut, pasien akan


merasakan gatal-gatal pada kulitnya.
c

Imunisasi:
182.

Keluarga mengatakan tidak mengetahui pasien

sudah di imunisasi atau belum. Tidak ada bekas


imunisasi BCG pada lengan pasien.
d

Kebiasaan/pola hidup/life style:


183.

Pasien memiliki kebiasaan merokok sehari satu

pak, pasien tidak pernah berolahraga, pasien bekerja


sebagai satpam SD di pagi hingga siang hari dan
mengojek pada malam hari, pasien seringkali tidur larut
setelah pulang dari mengojek.
e

Obat-obat yang digunakan:


184.

Keluarga

mengatakan

jika

sakit,

pasien

mengkonsumsi obat-obatan yang dijual di warung atau

toko obat seperti apabila sakit kepala atau panas,


pasien membeli obat paramex di warung.
5. Riwayat penyakit keluarga:
185. Keluarga tidak ada yang memiliki penyakit DM,
hipertensi, ataupun meningitis
186.

Genogram:

187.
188.
189.
190.
1.
191.
2.
192.
3.
193.
4.
194.
5.
195.
6.
196.
Keterangan:
197.

= laki-laki

198.

= meninggal

= perempuan
--------- = tinggal serumah

199.
III.Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
200.
Keluarga pasien mengatakan sehat adalah keadaan dimana
seseorang dapat melakukan kegiatan sehari-hari tanpa adanya gangguan
seperti sakit. Persepsi keluarga tentang sakit yaitu keadaan dimana tubuh

mengalami gangguan seperti sakit pada tubuhnya. Saat sakit, pasien biasanya
membeli obat-obatan di warung, dan apabila tidak dapat diatasi dengan obatobatan warung, pasien berobat ke Puskesmas. Keluarga mengatakan pasien
tidak pernah mengikuti kegiatan olahraga.
201.
Interpretasi :
202.
Pasien belum menerapkan upaya preventif untuk meningkatkan
status kesehatannya seperti berolahraga rutin tiap minggu
2. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD)
Antropometeri
203.
TB : 159 cm
204.
BB : 60 kg
205.
IMT = BB/ (TB/100)2
206.
IMT =60/ (159/100)2
207.
IMT = 60/2.5281
208.
IMT = 23.24
209.
Interpretasi :
210.
Kategori IMT
211.
Underweight= < 18.5
212.
Normal= 18.5-24.9
213.
Overweight = >25
214.
Berdasarkan rumus IMT, pasien termasuk kategori normal
215.
Pemenuhan kalori tubuh
216.
BBI (Berat Badan Ideal) = TB-100 = 159-100=59 kg
217.
Kalori Harian BB Aktual = BB saat ini x level aktivitas
fisik
218.

= 60 x 34 = 2040 kal
219.

220.

Kalori Harian BBI = BBI x level aktivitas fisik


= 59 x 34 = 2006 kal

221.

Pemenuhan Kalori = Kal Harian BB Aktual-Kal Harian

BBI
222.

= 2040-2006= 34 kal
223.

Interpretasi :

224.

Kebutuhan kalori tubuh klien lebih dari kebutuhan tubuh 34

kal.

Biomedical sign:
225.
Nilai hasil pemeriksaan darah lengkap tanggal 13 Oktober
2015
226.
227.
228.
229.
230.
231.
232.
233.

SGOT 16 u/L
SGPT 19 u/L
Glukosa Sewaktu 130 mg/dl
Albumin 4,1 gr/dl
Interpretasi :
SGOT pasien dalam batas normal (normal 10-35 u/L)
SGPT pasien dalam batas normal (normal 9-43 u/L)
Glukosa Sewaktu pasien dalam batas normal (normal <200

mg/dl)
234.
235.

Albumin pasien dalam batas normal (normal 3,4-4,8)


Pasien tidak memiliki gangguan pada faal hati dan glukosa

darah
236.
Clinical Sign :
237.
Kulit dan bibir kering bersisik, rambut tidak rontok

dan

berwarna hitam,
238.
sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, dan tidak ada
edema Interpretasi :
239.
Pada hari pengkajian (13 oktober 2015) pasien tidak
mengalami masalah pada nutrisi secara klinis, namun beresiko
mengalami kekurangan nutrisi karena pasien kehilangan kesadaran
sehingga intake nutrisi tidak dapat dilakukan secara mandiri.
240.
Diet Pattern (intake makanan dan cairan):
241.
Diet susu via NGT 3x250cc
242.
Infus RL 20 tpm (1500 cc/hari)
243.
Interpretasi :
244.
Tidak ada masalah pada diet pasien karena pasien dibantu
dengan NGT dan pemenuhan cairannya dengan dibantu infuse
3. Pola eliminasi:
245.BAK
246.- Frekuensi

:-

247.- Jumlah

: 800cc/11 jam

248.- Warna

: kuning kecoklatan seperti teh

249.- Bau

: khas urin

250.- Karakter
251.- BJ

::-

252.- Alat Bantu : DC


253.- Kemandirian
254.- Lain

: dibantu

:-

255.BAB
256.Pasien belum BAB sejak masuk rumah sakit (12 Oktober 2015)
257.Interpretasi :
258.Balance cairan per shift malam (11 jam):
259.Input:

Susu via NGT 300 cc


Infus RL 20 tpm = 660 cc
Manitol 100cc
Piracetam 15 cc
Citicolin 2 cc
Ceftriaxon 10 cc
Kutoin 2 cc
Water Metabolism (WM) menggunakan luas permukaan tubuh dengan
rumus du bois. Diketahui BB pasien 60 kg dengan TB 159 cm ditemukan
hasil luas permukaan tubuh (LPT) 1,65 m2
260.
WM = 350xLPTxjam shift/24jam
261.
WM = 350x1.65x11/24
262.
WM = 264.7 cc = 265 cc
263.
Total input = 300+660+100+15+2+10+2+265= 1345 cc
264.
Output
265.
Urin 800cc
266.
IWL (Insensible Water Loss) = 2xWM = 2x265 =530cc
267.
Total output = 800+530=1330 cc
268.
269.
Balance cairan = input output
270.
= 1345-1330 cc
271.
= 15 cc

4. Pola aktivitas & latihan


272.

Sebelum sakit, aktivitas pasien sehari-hari yaitu bekerja sebagai

satpam SD pada hari senin-sabtu pada pukul 07.00-14.00 WIB. Setelah pulang
bekerja, pasien tidur siang selama kurang lebih 1 jam, setelah itu pasien
mengojek dari pukul 16.00 sampai pukul 11.00-12.00 WIB tiap harinya. Pada
hari minggu saat libur, pasien biasanya diminta tolong untuk menjadi sopir.
Pasien tidak pernah berolahraga dan mengikuti kegiatan untuk meningkatkan
kebugaran tubuh. Setelah sakit,

keluarga mengatakan

pasien tidak dapat

melakukan aktivitas apapun karena pasien tidak dapat bergerak saat kehilangan
kesadaran sehingga Activity Daily Living (ADL) pasien dibantu total.
273.

Aktivitas harian (Activity Daily Living)

274.

Aktivitas harian (Activity Daily

275.

Living)
276.
Kemampuan

277.278.279.280. 281.

perawatan diri
282.
Makan/minum
288.
Toileting
294.
Mobilitas di

0 1 2 3 4
283.284.285.286.287.
289.290.291.292.293.
295.296.297.298.299.

tempat tidur
300.
Berpindah
306.
ROM
312.
Keterangan :

301.302.303.304.305.
307.308.309.310.311.

313.

0: tergantung total,

314.

1: dibantu petugas dan alat,

315.

2: dibantu petugas,

316.

3: dibantu alat,

317.

4: mandiri

318.

Status Oksigenasi:

319.
Keluarga mengatakan pasien tampak sesak, pasien bernapas
spontan, tampak menggunakan otot-otot bantu pernapasan, pasien tampak
terpasang oropharingeal tube

320.

Fungsi kardiovaskuler :

321.

Auskultasi suara jantung S1 S2 tunggal, tidak ada suara jantung

tambahan, tidak ada wheezing, kadang-kadang stridor, tekanan darah =


130/80, nadi 80x/menit
322.

Terapi oksigen :

323.

Pasien terpasang masker rebreathing dengan aliran oksigen 4 lpm

324.

Interpretasi:

325.

Meskipun pasien dapat bernapas spontan, tetapi kebutuhan

oksigenasi pasien dibantu dengan pemberian oksigen dan pemasangan


oropharingeal tube untuk mematenkan jalan napas.
5. Pola tidur & istirahat
326.
Durasi : Sebelum sakit pasien tidur malam sekitar pukul 01.00
05.00 (4 jam) dan tidur siang pukul 15.00-16.00 (1 jam)
327.
Gangguan tidur : Pasien sering mengalami susah untuk memulai
tidur sehingga seringkali tidur pada pukul 02.00 atau 03.00.
328.
Keadaan bangun tidur : Pasien sering merasakan pusing saat
bangun tidur Lain-lain: 329.
Interpretasi :
330.
Setelah sakit, pasien mengalami penurunan kesadaran sehingga
durasi tidur tidak dapat dikaji
331.
6. Pola kognitif & perseptual
332.
Fungsi Kognitif dan Memori:
333.
Sebelum sakit menurut keluarga, pasien dapat berhitung dan
mengingat dengan baik. Saat sakit, pasien mengalami penurunan kesadaran
sehingga fungsi kognitif dan memorinya tidak dapat dikaji.
334.
Fungsi dan keadaan indera :
335.
Sebelum sakit menurut keluarga, pasien tidak memiliki masalah
dengan kelima inderanya, pasien dapat melihat dengan jelas, mendengar,
mencium bau-bauan, merasakan sakit pada kulit, dan dapat merasakan
bermacam-macam rasa makanan. Saat sakit, pasien mengalami penurunan

kesadaran sehingga fungsi indra pasien tidak dapat dikaji, namun keadaan
indra masih dapat dikaji dengan hasil
a. Mata : tidak terdapat ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor
b.
c.
d.
e.

3mm/3mm, reflek cahaya positif


Hidung: terpasang NGT dan masker rebreathing 4 lpm, simetris, kotor
Telinga: tidak terdapat pembengakakan, telinga simetris, kotor
Pengecap: Peraba : -

336.

interpretasi :

337.

Walaupun pola kognitif dan perseptual pasien tidak dapat dikaji,

namun pasien beresiko mengalami penurunan kognitif, memori, dan fungsi


indera karena pada pasien meningitis dapat terjadi peningkatan TIK yang
dapat menurunkan aliran darah ke otak sehingga dapat menyebabkan
kerusakan pada neuron-neuron otak.
7. Pola persepsi diri
a. Gambaran diri
b. identitas diri

: Tidak terkaji
: Pasien merupakan seorang suami dan ayah bagi

ketiga orang anaknya.


c. Harga diri
: Tidak terkaji
d. Ideal Diri
: Tidak terkaji
e. Peran Diri : Sebelum sakit, peran pasien dalam keluarga adalah sebagai
kepala keluarga dari seorang istri dan 3 orang anak yang bekerja untuk
menafkahi keluarganya
338.

Interpretasi:

339.

Pola persepsi pasien tidak semuanya dapat terkaji karena pasien

mengalami penurunan kesadaran, tetapi saat ini pasien mengalami gangguan


pada peran dirinya sebagai kepala keluarga karena harus bedrest di rumah
sakit.
8. Pola seksualitas & reproduksi
340.
Pasien sudah menikah dengan seorang istri dan memiliki 3 orang
anak Interpretasi:
341.
Tidak ada gangguan pada pola seksual dan reproduksi pasien

342.
9. Pola peran & hubungan
343.
Sebelum sakit, pasien adalah seorang kepala rumah tangga yang
mencari nafkah untuk menghidupi kebutuhan keluarga. Hubungan pasien
dengan anggota keluarga harmonis dan tidak terjadi konflik dalam keluarga.
Saat sakit, peran pasien sebagai pencari nafkah terganggu sedangkan istri
pasien menemani pasien di rumah sakit. Hubungan keluarga saat sakit
harmonis, pasien tampak dijenguk oleh beberapa anggota

keluarga dan

tetangganya. Interpretasi:
344.
Pasien mengalami gangguan peran saat sakit karena tidak ada yang
menggantikan pasien untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan
keluarganya.
345.
10. Pola manajemen koping-stres
346.
Sebelum sakit, pasien biasanya bercerita kepada istrinya saat
memiliki masalah. Menurut keluarga, pasien cukup terbuka dan pasien sering
berdiskusi dengan istrinya untuk memutuskan sesuatu. Berdasarkan
keterangan keluarga, pasien tidak pernah berjalan-jalan untuk menghilangkan
stresnya, pasien hanya bercerita tentang masalahnya kepada istri.
347.

Interpretasi:

348.

Manajemen dan koping stres pasien adaptif karena pasien terbuka

kepada anggota keluarga saat memiliki masalah. Tidak ada gangguan pada
pola manajemen dan koping stres
11. Sistem nilai & keyakinan
349.

Sebelum sakit, pasien tidak pernah pergi ke tempat pengobatan

alternatif jika sakit.

Pasien dan keluarga juga tidak meyakini adanya

pantangan tertentu yang diyakini selama sakit seperti tidak boleh makan telur,
daging ayam atau yang lain. Saat sakit, keluarga pasrah kepada Allah SWT.
Tentang kesembuhan pasien. Keluarga selalu mendoakan agar pasien segera
sadar dan kesehatannya membaik.

350.

Interpretasi: Tidak ada masalah pada sistem nilai dan keyakinan

IV. Pemeriksaan Fisik


351.

Keadaan umum: lemah

352.

GCS : E1-V1-M1

353.

Tanda vital:

Tekanan Darah : 130/60 mm/Hg


Nadi : 80x/mnt
RR : 20x/mnt
Suhu : 36,6OC
354.
355.

Interpretasi :

356.

Pasien dalam keadaan koma

357.
358.

Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi,

Auskultasi)
1. Kepala
359.

Inspeksi: Kepala bulat, simetris, rambut hitam, tidak

rontok. persebaran rambut merata, rambut bersih, wajah


simetris, tidak tampak benjolan abnormal dan pembengkakan
pada wajah.
360.

Palpasi: tidak teraba benjolan abnormal pada kepala

dan wajah
2. Mata
361.

Inspeksi: pupil isokor 3mm/3mm, reflek cahaya

posistif, sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-), bulu mata


rata dan hitam.
362.
mata.
3. Telinga

Palpasi: tidak teraba benjolan abnormal pada kedua

363.

Inspeksi: telinga simetris, bersih, warna sama

dengan kulit lainnya


364.

Palpasi: tidak teraba benjolan abnormal pada kedua

telinga
4. Hidung
365.

Inspeksi: tulang hidung simetris, lubang hidung kotor,

terdapat selang NGT dan terpasang masker rebreathing 4lpm,


tidak terdapat luka/lesi.
366.

Palpasi: tidak teraba benjolan abnormal

5. Mulut
367.

Inspeksi: tampak terpasang oropharingeal tube dan

masker rebreathing 4lpm


6. Leher
368.

Inspeksi: tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid,

leher simetris, warna sama seperti sekitarnya.


369.

Palpasi: tidak teraba benjolan abnormal

7. Dada
370.

Paru-paru

371.

Inspeksi : dada simetris, tampak menggunakan otot-

otot bantu pernapasan, RR 20x/menit, tidak tampak jejas,


tidak tampak batuk.
372.

Palpasi : tidak teraba benjolan atau massa

373.

Perkusi : suara paru sonor

374.

Auskultasi : bunyi napas vesikuler, irama teratur,

tidak ada wheezing, kadang-kadang stridor


375.

Jantung

376.

Inspeksi : dada simetris, tidak tampak jejas

377.

Palpasi : tidak teraba benjolan atau massa

378.

Perkusi : pekak

379.

Auskultasi : suara jantung S1 S2 tunggal, tidak ada

suara jantung tambahan, tekanan darah = 130/80 mmHg


8. Abdomen
380.

Inspeksi: bentuk abdomen simetris, flat, tidak ada

luka/jejas, tidak tampak benjolan abnormal


381.

Palpasi: tidak teraba benjolan/massa

382.

Auskultasi : Bising usus (+)

383.

Perkusi: timpani

9. Urogenital
384.

Inspeksi: terpasang selang kateter, warna urin kuning

kecoklatan seperti teh Palpasi : tidak teraba keras pada vesika


urinaria
10.

Ekstremitas

385.

Inspeksi : tidak tampak luka/jejas, tidak tampak

deformitas, tidak tampak benjolan abnormal


386.

Palpasi : tidak teraba benjolan abnormal, akral

hangat
387.

Kekuatan otot

388. 389.
1
1
390. 391.
1
392.
11.

Kulit dan kuku

393.

Inspeksi : kulit berwarna sawo matang, tidak ada lesi

atau jejas, kuku tangan dan kaki tampak panjang dan kotor,
tidak tampak lesi sekitar kuku
12.

Keadaan local

394.

GCS E1V1M1

395.

Keadaan umum: lemah

13.

Pemeriksaan Neurologis

a. N. I (Olfaktori) : tidak terkaji


b. N. II (Optikus) : tidak terkaji
c. N. III (Okulomotoris) : isokor, reflek cahaya (+)
d. N. IV (Trochlearis) : tidak terkaji
e. N.V (Trigeminus) : tidak terkaji
f. N. VI (Abdusen) : tidak terkaji
g. N. VII (Fasialis) : tidak terkaji
h. N. VIII (Verstibulocochlearis) : tidak terkaji
i. N. IX (Glosofaringeus) : tidak terkaji
j. N. X (Vagus) : tidak terkaji
k. N. XI (Asesoris) : tidak terkaji
l. N. XII (Hipoglosus) : tidak terkaji
396.

V. Terapi
397.
Nama

398.

399.

olonga

Da

Indika

400.

si

Kontra
indikasi

Infus

Dosi

402.

Mekanisme

s dan

Kerja

Cara

ga
ng
403.

401.

pemberia
404.

405.

Kehilan

406.

Keadaa

407.

n
Dise

408.

Larutan

airan

gan cairan

suaikan

kristaloid

RL

kristalo

tubuh,

hiperhidrasi,

dengan

menembus

20

id

dehidrasi

hiperlaktatem

kebutuhan

membran kapiler

tp

hipotonis dan

ia,

cairan,

dari kompartemen

isotonis.

hipernatremia

umumnya

intravaskuler ke

30-40

kompartemen

hiperkloremia

mL/kgBB/h

interstisial,

, hipokalemia

ari pada

kemudian

tanpa

dewasa.

didistribusikan ke

pemberian

semua

kalium

kompartemen

bersama-

ekstra vaskuler.

sama serta

Hanya 25% dari

pada keadaan

jumlah pemberian

insufisiensi

awal yang tetap

hati yang

berada

berat.

intravaskuler,
sehingga
penggunaannya
membutuhkan
volume 3-4 kali
dari volume
plasma yang
hilang. Bersifat
isotonik, maka
efektif dalam
mengisi sejumlah
cairan kedalam
pembuluh darah
dengan segera dan
efektif untuk
pasien yang
membutuhkan

409.

410.

Keadaan akut

411.

Hiperse

Keadaan akut

cairan segera.
412.
Farmakodina

Citicoli

europro

kehilangan

nsitivitas

Biasanya 250-

tektif

kesadaran akibat

terhadap

500 mg. 1-2

2x2

trauma serebral

citicoline.

kali sehari

precursor

50

atau kecelakaan

secara drip IV

fosfatidilkolin,

mg

lalu lintas dan

atau bolus IV

yaitu suatu zat gizi

Keadaan

penting untuk

Keadaan kronik

kronik

integritas dan

Gangguan

Biasanya 100-

fluiditas

psikiatrik atau

300 mg. 1-2

membrane sel

saraf akibat

kali sehari

otak. Senyawa ini

apopleksia,

secara IV atau

juga dapat

trauma kepala

IM.

berubah menjadi

Gangguan

asetilkolin, suatu

Memperbaiki

serebrovaskula

neurotransmiter

sirkulasi darah

r dapat

penting untuk

otak sehingga

diberikan IV

komunikasi antar

termasuk stroke

atau IM

sel sehat serta

iskemik

sampai 1000

untuk menyimpan

mg.

memori dan

pemberian IV

mengeluarkannya.

operasi otak

dan operasi otak

mik:
413.

Merupakan

harus

Citicoline juga

selambat

meningkatkan

mungkin.

aliran darah dan


oksigen otak.
414.
415.

Farmakokine

tik :
416.

Absorbsi

seluruhnya per
oral, dan
bioavailabilitas per
oral kurang lebih
sama dengan
intravena.
Distribusi secara
luas ke seluruh
tubuh,
melewatisawar
darah otak dan
mencapai sistem

saraf pusat (SSP),


masuk ke dalam
membran dan
fraksi fosfolipid
417.
Injeksi

418.

419.

Pengob

Hipersensitif

Dosis umum:

microsomal.
422.
Farmakodina

eurotro

atan infark

terhadap

1 gram 3 x 1

pir

pik

serebral

piracetam.

sehari IV atau

ace

atau

Gangguan ginjal

IM

i aliran darah otak

ta

neuroto

berat (bersihan

Intramuskular

dan metabolisme

nik dan

kreatinin < 20

dan intravena,

glukosa tanpa

3x3

nootrop

ml/menit)

dapat juga

mempengaruhi

gr

ik

diberikan

daerah yang

bersama infus.

normal,

Larutan injeksi

mempermudah

piracetam

kemampuan verbal

stabil dalam

& fungsi ingatan,

infus di atas

meningkatkan

kurang dari 24

fungsi kognitif dan

jam.

kewaspadaan.

420.

mik :
423.

424.

Memperbaik

421.

425.

Farmakokine

tik :
426.

Absorpsi

cepat dan
sempurna.
Distribusi merata,
dapat melewati
sawar darah otak
dan plasenta.
Lebih
terkonsentrasi
pada: korteks
serebri, serebelum
dan ganglia
basalis. Eliminasi
di ginjal. Ekskresi
427.
Metylp
red
nis

429.

431.

ortikost
eroid
430.

Penyaki

t neurologik:

Infeksi jamur
sistemik dan

Meningitis

hipersensitivitas

tuberkulosa

terhadap bahan

434.

Dew

asa
435.
ra

melalui urin (utuh).


436.
Antiinflamasi

Seca

(steroidal)
437.

Glukokortiko

olo

(pengobatan

tambahan),

3x1

diindikasikan

25
mg
428.

obat

intramusku

id menurunkan

Bayi prematur.

lar atau

atau mencegah

Pemberian

intravena,

respon jaringan

untuk

jangka lama

10-40 mg

terhadap proses

pemberian

pada penderita

(base),

inflamasi, karena

bersama dengan

ulkus duodenum

diulangi

itu menurunkan

kemoterapi anti

dan peptikum,

sesuai

gejala inflamasi

tuberkulosa

osteoporosis

keperluan.

tanpa dipengaruhi

pada pasien

berat

penyebabnya.

Penderita

Glukokortikoid

subarachnoid

dengan riwayat

menghambat

432.

penyakit jiwa,

akumulasi sel

Sklerosis ganda,

herpes

inflamasi,

dengan blok

diindikasikan

Pasien yang

untuk

sedang

pengobatan

diimunisasi.

penyakit

433.

termasuk
makrofag dan
leukosit pada
lokasi inflamasi.

eksaserbasi

Metilprednisolon

akut.

juga menghambat
fagositosis,

pelepasan enzim
lisosomal, sintesis
dan atau
pelepasan
beberapa mediator
438.
Ceftria

440.

441.

Infeksi

442.

Hiperse

443.

Dew

kimia inflamasi.
445.
Efek

ntibioti

yang

nsitivitas

asa dan

bakterisida

disebabkan

terhadap

anak diatas

ceftriaxone

2x2

oleh bakteri

antibiotik

12 tahun

dihasilkan akibat

gr

yang sensitif

kelas

terhadap

sefalosforin

xon

439.

ceftriaxon

444.

1-2

penghambatan

gram per

sintesis dinding

hari. Pada

kuman.

keadaan

Ceftriaxone

parah,

mempunyai

dosis dapat

stabilitas yang

ditingkatka

tinggi terhadap

n menjadi

beta-laktanase,

4 gram per

baik terhadap

hari

penisilinase
maupun

sefalosporinase
yang dihasilkan
oleh kuman gramnegatif, grampositif
447.

448.

Manito

iuretik

osmoti

6x1

446.
452.

Profilaksis gagal

Payah jantung

451.

ginjal akut

Penyakit ginjal

viskositas darah

dengan anuria

menurunka

dengan

Kongesti atau

n tekanan

mengurangi

Suatu keadaan
yang dapat

Untu

Menurunkan

00c

timbul akibat

udem paru yang

Intrakranial

haematokrit untuk

operasi jantung

berat

, dosis

mengurangi

Manitol

tahanan pada

0.25 1

pembuluh darah

gram/kgBB

otak dan

diberikan

meningkatkan

bolus intra

aliran darah ke

vena atau

otak, yang diikuti

dosis

dengan cepat

tersebut

vasokontriksi dari

diberikan

pembuluh darah

Luka traumatik

Dehidrasi hebat

berat, dan

Perdarahan intra

menderita

kranial, kecuali

ikterus berat

bila akan

Menurunkan

dilakukan

tekanan

kraniotomi

serebrospinal
dan tekanan

Hipersensitivitas
terhadap

intraokuler

manitol.

selama

arteriola dan

Pengelolaan

450.

lebih dari

menurunkan

terhadap reaksi

10 15

volume darah

hemolitik

menit.

otak.

transfusi.
449.

VI. Pemeriksaan Penunjang & Laboratorium


453.
N

454.

Jenis

pemeriksaan

457.

455.

Nilai

456.

normal

Hasil

(hari/tanggal

458.

459.

nilai

satu
a

)
460.

12

oktober
2015

n
461.
1.

Hematologi
462.
Hemogl

463.

464.

465.

13,5

2.

obin
466.

14-18
467.

g/dL
468.

469.

79/91

0-15

Mm

473.

26.1

LED

(Laju Endap
Darah)

/
j
a

3.

470.

Leukosit

471.

m
472.

4.5-

/ul

11.
4.

474.

Hemato

0
475.

476.

477.

40.9

5.

krit
478.

Trombos

41-53
479.

%
480.

481.

329

150-

109/

it

450

482.
6.

Faal hati
483.
SGOT

484.

485.

486.

16

7.

487.

SGPT

10-35
488.

u/L
489.

490.

19

8.

491.

Albumin

9-43
492.

u/L
493.

494.

4.1

3.4-4.8

g/dL

495.

Gula darah

9.

496.

Glukosa

sewaktu

497.

498.

<200

Mg/

499.

130

504.

1.0

508.

6-20

512.

26-

d
L
500.
10.

Faal ginjal
501.
Kreatini
n serum

502.

503.

0.6-1.3

Mg/
d

11.

505.

BUN

506.

L
507.

21

Mg/
d
L

12.

509.

Urea

510.

511.

46

Mg/
d
L

43

513.

Anda mungkin juga menyukai