Anda di halaman 1dari 30

PR SSP 5 TEKNIK BOBATH

KELOMPOK GENAP:
1 SEKAR AYU (1810301012)
2. MARISSA DWI RAHMAWATI I(181810301014)
3. SABRINA ARFA (1810301016)
4. INDHIRA NURAYUNING.T (1810301018)
5. NINA RAHAYU (1810301020)
6. LALU MUH FURQON (1810301056)

1. ( soal NIMgenap).
TuanX usia 50 tahun mengalami hemiparese dextra datang ke klinik fisioterapi mengeluh
tangan dan kaki kanannya lemes, tidak bisa digerakkan,riwayat tensi 160/100 mmhg,
Kolesterol 240. Hasil pemeriksaan Fisioterapis nilai MMT 4. Pada saat jalan belum
stabil.
Pertannyaan:

a. Jelaskan definisi kasus,patologi dan patofisiologikasus?


a. Patologi
Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena robek/pecahnya
pembuluh darah otak, diikuti pembentukan oedema dalam jaringan otak disekitar
hematoma, akibatnya terjadinya diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh
hematoma dan oedema pada struktur sekitar sehingga menyempitkan atau
menyumbat pembuluh darah yang lain disekitarnya sehingga terjadi ishemik pada
jaringan yang dilayaninya.

b. Anatomifisiologi
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf pusat yang mengalami
perubahan secara bertahap dan organ vital yang ikut berpartisipasi dalam
mengurus dan melaksanakan gerakan melalui susunan neuromuskuler volunter.
Secara fungsional dan anatomi, otak dapat dibagi menjadi: Brain steam,
Serebellum, Serebrum.
b. Apakah pemeriksaan dan pengukuran yang dilakukan?
Pemeriksaan Vital Sign, IPPA, pemeriksaan gerak aktif dan pasif ,pemeriksaan
kekuatan otot AGA dan AGB, pemeriksaan antropometri, pemeriksaan
sensibilitas dan pemeriksaan spesifik (skala asworth, koordinasi non equilibrium,
indeks barthel, berg balancescale).

c. Jelaskan minimal 2 intervensi di sertai konsep bobat (berikangambar)?

1) Propioceptive Neuromuscular Facilitation(PNF)


PNF adalah terapi latihan yang menggabungkan fungsional pola diagonal
berdasarkan gerakan dengan teknik fasilitasi neuromuskuler untuk
membangkitkan respon motorik dan meningkatkan kontrol neuromuskular dan
fungsi. Metode ini berusaha memberikan rangsangan-rangsangan yang sesuai
dengan reaksi yang dikehendaki, yang pada akhirnya akan dicapai kemampuan
atau gerakan yang terkoordinasi (Kisner,2007).

1. Propioceptive Neuromuscular Facilitation(PNF)


a. Rhythmical InitiationÆterapis melakukan gerakan pasif, kemudian pasien
melakukan gerakan aktif seperti gerakan pasif yang dilakukan terapis, gerakan
selanjutnya diberikantahanan.
b. Timing for EmphasisÆbagian yang kuat ditahan dan bagian yang lemah
dibiarkanbergerak.
c. Contract relaxÆgerakan pasif atau aktif pada gerak agonis sampai batas
gerak. Pasien diminta mengkontraksikan secara isotonic dari otot-otot antagonis
yang mengalami pemendekan. Aba-aba tarik atau dorong. Tambah LGS pada tiga
arah gerakan, tetap diam dekat posisi batas dari gerakan. Pola yang digunakan
yaitu fleksi-abduksi-eksorotasi,ekstensi-adduksiendorotasi.
d. Slow ReversalÆgerakan dimulai dari yang mempunyai gerak yang kuat.
Gerakan berganti ke arah gerak yang lemah tanpa pengendoran otot. Sewaktu
berganti ke arah gerakan yang kuat tahanan atau luas gerak sendiditambah.
Teknik ini berhenti pada gerak yang lebih lemah. Gunakan aba-aba tarik atau
dorong. Teknik ini dapat dilakukan dengan cepat.

2. ) Infrared ( IR)

: Infra red merupakan terapi fisik radiasi elektromagnetik dengan sinar cahaya yang lebih
panjang dari sinar cahaya yang terlihat dari microwave. Sinar Infra red mengeluarkan efek
panas ketika diserap oleh kulit, Infrared memiliki panjang gelombang antara 4x10 Hz dan
7,5x10 Hz jaraknya yaitu 40 -60 cm . Efek panas yang dipancarkan oleh Infra red telah
terbukti meningkatkan perluasan jaringan, memperbaiki sendi berbagai gerak, mengurangi
rasa sakit dan meningkatkan penyembuhan jaringan lunak lesions
Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik

A ) Jurnal 1

PENGARUH PEMBERIAN PNF TERHADAP KEKUATAN FUNGSI


PREHENSION PADA PASIEN STROKE HEMORAGIK DAN NON- HEMORAGIK

Wahyuddin, Arief W
Fisioterapi – Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta
Fisioterapi – Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta
Jl. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510 wahyuddin@indonusa.ac.id

Abstrak
Stroke merupakan cedera vascular akut pada otak. Cedera dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan darah,
penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. Metode PNF lebih
menekankan pada pemberian rangsanganrangsangan yang sesuai dengan reaksi dikehendaki yang pada akhirnya akan
dicapai kemampuan atau gerakan terkoordinasi. Salah satu efek dari metode PNF adalah kelompok otot yang kuat
memberikan luapan stimulus ke otot yang lemah, hal ini sama dengan konsep timing for emphasis. Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh informasi empiris tentang adanya perbedaan hasil terapi pada kedua kondisi stroke yaitu
stroke hemoragik dan stroke non hemoragik terhadap peningkatan kekuatan fungsi prehension. Dalam melakukan
penelitian ini bersifat Quasi experimental untuk mempelajari perbedaan pengaruh pemberian metode PNF terhadap
kekuatan fungsi prehension pada pasien stroke hemoragik dan stroke non- hemoragik. Perlakuan terapi latihan
metode PNF terhadap pasien stroke hemoragik bermanfaat terhadap peningkatan kekuatan fungsi prehension. Hal ini
terbukti dari hasil penelitian dengan menggunakan analisis statistik terbukti bahwa nilai P = 0.012 Sedangkan
perlakuan terapi latihan metode PNF terhadap pasien stroke non hemoragik juga bermanfaat terhadap peningkatan
kekuatan fungsi prehension. Hal ini terbukti dari hasil penelitian dengan menggunakan analisis statistik terbukti
bahwa nilai P = 0.011. Setelah kedua kondisi stroke ini dibandingkan dengan menggunakan analisis statistik uji
Mann Whitney didapat nilai P = 0.185 dengan demikian tidak terdapat perbedaan pengaruh yang bermakna tindakan
terapi PNF pada kasus stroke hemoragik dan stroke non hemoragik fase penyembuhan terhadap peningkatan kekuatan
fungsi prehension.

Kata Kunci: Fungsi Prehension, Hemoragik, Non Hemoragik


oleh karena faktor lingkungan yang kurang higienis
Pendahuluan seperti penyakit disentri, diare, infeksi dan lain-lain.
Di era globalisasi yang semakin berkembang dan modern Namun pada saat ini kasus yang banyak ditemui adalah
serta seiring perubahan kemajuan zaman dan teknologi, kasus yang berhubungan dengan faktor degeneratif yaitu
pola kehidupan manusia juga mengalami perubahan. antara lain penyakit osteoatritis, penyakit jantung dan
Begitu juga terjadi pada kasus - kasus penyakit yang stroke yang dipengaruhi sebagian besar oleh karena gaya
dialami manusia. hidup, pola makan, jarang olah raga dan sebagainya.
Ketika dahulu kasus-kasus yang banyak ditemui adalah Stroke merupakan kasus yang banyak terjadi akhir - akhir
Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 1, April 2008
Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik

ini, bukan hanya dialami oleh orang yang tua tetapi juga terkoordinasi dan ke arah fungsional, salah satunya
menyerang yang masih berusia muda. Di Indonesia pada adalah meningkatkan kekuatan fungsi prehension.
pengumpulan dari 28 Rumah Sakit didapatkan bahwa Karena fungsi prehension sangat penting dalam
usia rata-rata pasien stroke adalah 58,8 tahun, 38.8 % menjalankan aktivitas sehari-hari disamping karena
diantaranya berumur diatas 65 tahun. 12,9 % berumur tangan merupakan salah satu organ yang paling aktif
dibawah 45 tahun. Disamping itu terdapat kuadran setelah kaki.
kenaikan penderita stroke terutama pada usia muda.
Kasus stroke sendiri dapat disebabkan oleh beberapa
faktor. beberapa orang yang memiliki faktor resiko yang Stroke
tinggi dan rentan terhadap penyakit ini antara lain: Stroke menurut beberapa referensi dapat diartikan
hipertensi, diabetes mellitus, kebiasaan merokok, penyakit antara lain sebagai berikut:
jantung, obesitas, akibat mengkonsumsi alkohol Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan
berlebihan, jarang olah raga, penyalahgunaan obat dan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul
lain-lain. secara mendadak dalam beberapa detik atau secara cepat
Stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke sumbatan (80 % dalam beberapa jam dengan gejala-gejala atau tandatanda
) dan stroke perdarahan (20 %). Untuk memperkecil yang sesuai dengan daerah yang terganggu. Dengan kata
jumlah perdarahan stroke paling baik dilakukan dengan lain stroke merupakan cedera vascular akut pada otak.
pencegahan terjadinya stroke: prioritasnya pencegahan Cedera dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan darah,
primer yaitu bagi orang –orang yang belum pernah penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan penyempitan
menderita stroke. Sedangkan pencegahan skunder atau pecahnya pembuluh darah. Semua ini menyebabkan
ditujukan kepada orangorang yang pernah mengalami kurangnya pasokan darah yang memadai.
stroke agar tidak terjadi stroke berulang. Oleh karena itu Menurut Neil F Gordon (1993): Stroke adalah
faktor resiko yang mempermudah terjadinya stroke harus gangguan potensial yang fatal pada suplai darah bagian
kita cegah sedari dini, termasuk pencegahan pada otak. Tidak ada satupun bagian tubuh manusia yang dapat
kelompok usia muda yang ternyata makin rentan bertahan bila terdapat gangguan suplai darah dalam waktu
terhadap mangsa stroke. relatif lama sebab darah sangat dibutuhkan dalam
Adapun keadaan klinis orang yang mengalami stroke kehidupan terutama oksigen pengangkut bahan makanan
antara lain mengalami kesemutan/gangguan sensibilitas yang dibutuhkan pada otak dan otak adalah pusat sistem
dan kelemahan dari anggota gerak sesisi termasuk kontrol tubuh termasuk perintah dari semua gerakan fisik.
wajah, kesulitan berbicara dan memahami pembicaraan Melihat permasalahan yang ditimbulkan, maka
atau tiba- tiba menjadi bingung, gangguan penglihatan stroke dapat dibagi menjadi: stroke iskemik dan stroke
pada satu atau kedua mata, kesulitan berjalan, hemoragik. Stroke iskemik dapat terjadi apabila suplai
sempoyongan atau kehilangan keseimbangan, nyeri darah pada beberapa bagian di otak tidak mencukupi
kepala hebat dengan sebab yang tidak jelas dapat disertai sehingga terjadi iskemia dan oksigen yang dibutuhkan sel
mual dan muntah, perubahan mendadak tingkah laku atau untuk berkembang sedikit atau tidak ada. Stroke
status mental. hemoragik terjadi oleh karena pecahnya pembuluh darah
Oleh karena angka kejadian yang semakin meningkat di otak sehingga terjadi genangan darah dalam otak.
setiap tahunnya. Maka hal ini menjadi perhatian serius Stroke jenis ini paling berbahaya karena dapat
bagi pemerintah indonesia terutama Departemen menimbulkan kerusakan yang luas akibat genangan darah
Kesehatan dan instansi lain yang terkait, begitupun peran sehingga melumuri seluruh jaringan otak.
Dunia Pendidikan seperti di Fakutas kedokteran dan
fisioterapi. Fisioterapi memiliki peranan penting dalam
penanganan stroke oleh karena kasus ini tidak hanya
cukup ditangani dengan cara medika mentosa saja Stroke Iskemik
melainkan perlu ada latihan - latihan yang berkelanjutan Hampir 85 % stroke disebabkan oleh: sumbatan
yang dilakukan oleh orang yang memilki spesialis khusus oleh bekuan darah, penyempitan sebuah arteri atau
yaitu fisioterapis. beberapa arteri yang mengarah ke otak, atau embolus
Sedangkan tujuan utama fisioterapis dalam menangani (kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri
kasus stroke ini adalah untuk memelihara lingkup gerak ekstrakrani (arteri yang berada di luar tengkorak) yang
sendi, mencegah tejadinya kontraktur, meningkatkan menyebabkan sumbatan disatu atau beberapa arteri
gerak motorik kasarnya serta mengajarkan pola yang intrakrani (arteri yang berada di dalam tengkorak). Ini
benar agar terbentuknya pola gerakan yang lebih disebut sebagai infark otak atau stroke iskemik.
Pada orang berusia lanjut lebih dari 65 tahun,
Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 1, April 2008
Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik

penyumbatan atau penyempitan dapat disebabkan oleh masuk ke dalam jaringan otak, merusak neuron sehingga
aterosklerosis (mengerasnya arteri). Hal inilah yang bagian otak yang terkena tidak dapat berfungsi dengan
terjadi pada hampir dua pertiga pasien stroke iskemik. benar.
Embolisme cenderung terjadi pada orang yang mengidap Pecahnya sebuah aneurisma merupakan penyebab
penyakit jantung (misalnya denyut jantung cepat tidak tersering perdarahan subaraknoid. Pada perdarahan
teratur, penyakit katup jantung dan sebagainya) secara subaraknoid, darah didorong keruang subaraknoid yang
rata-rata seperempat dari stroke iskemik disebabkan oleh mengelilingi otak. Jaringan otak pada awalnya tidak
embolisme, biasanya dari jantung (stroke kardioembolik) terpengaruh, tetapi pada tahap selanjutnya dapat teganggu.
bekuan darah dari jantung umumnya terbentuk akibat Kadang satu-satunya gejala perdarahan
denyut jantung yang tidak teratur (misalnya fibrilasi subaraknoid adalah nyeri kepala, tetapi jika diabaikan
atrium), kelainan katup jantung (termasuk katup buatan gejala ini dapat berakibat fatal. Nyeri kepala khas pada
dan kerusakan katup akibat penyakit rematik jantung), perdarahan subaraknoid timbul mendadak, parah dan
infeksi di dalam jantung (dikenal sebagai endokarditis) tanpa sebab yang jelas. Pasien menerangkannya sebagai
dan pembedahan jantung. ”kepala seperti dipukul palu”, ”sakit kepala terparah
Penyebab lain seperti gangguan darah, seumur hidupku" atau ”seperti ada orang yang
peradangan dan infeksi merupakan penyebab sekitar 5-10 menendang–nendang mau keluar dari atas kepalaku”.
% kasus stroke iskemik, dan menjadi penyebab tersering Nyeri kepala ini sering disertai oleh muntah, kaku leher,
pada orang berusia muda. Namun penyebab pasti dari atau kehilangan kesadaran sementara.
sebagian stroke iskemik tetap tidak diketahui meskipun Namun hampir 30 % dari semua perdarahan
telah dilakukan pemeriksaan yang mendalam. subaraknoid memperlihatkan gejala yang berbeda dengan
Sebagian stroke iskemik terjadi di hemisfer otak, yang dijelaskan di atas; dan perdarahan subaraknoid yang
meskipun sebagian terjadi di serebelum (otak kecil) atau kecil, terutama pada orang berusia lanjut, mungkin tidak
batang otak. Beberapa stroke iskemik di hemisfer menimbulkan nyeri kepala hebat atau memiliki serangan
tampaknya bersifat ringan (sekitar 20 % dari semua yang parah. Karena itu, semua nyeri kepala yang timbul
stroke iskemik); stroke ini asimptomatik (tak bergejala; mendadak harus segera diperiksakan.
hal ini terjadi pada sekitar sepertiga pasien usia lanjut) Berat ringannya stroke tergantung dari bagian
atau hanya menimbulkan kecanggungan, kelemahan mana yang mengalami kerusakan akibat pengumpulan
ringan atau masalah daya ingat. Namun stroke ringan darah atau perdarahan, besar atau luasnya kerusakan dan
ganda dan berulang dapat menimbulkan cacat berat, seberapa banyak yang mampu ditanggulangi atau diatasi.
penurunan kognitif dan demensia. Waktu pemulihan bergantung pada jenis stroke.
Karena perbedaan dalam jumlah jaringan otak yang
rusak, peluang pemulihan fungsional segera biasanya
lebih besar pada mereka yang mengalami perdarahan
Stroke Hemoragik intraserebrum atau subaraknoid daripada mereka yang
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke mengalami stroke iskemik.
dalam jaringan otak (disebut hemoragia intraserebrum Orang yang mengidap penyakit medis berat,
atau hematom intraserebrum) atau kedalam ruang misalnya gagal jantung, ginjal dan diabetes tahap lanjut
subaraknoid yaitu ruang sempit antara permukaan otak cenderung pulih lebih lambat daripada mereka yang tidak
dan lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut mengalami penyakit tersebut.
hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang Pasien yang pernah mengalami perdarahan
paling mematikan, tetapi relatif hanya menyusun sebagian subaraknoid nonaneurisma memiliki prognosis yang
kecil dari stroke total: 1015% untuk perdarahan relatif baik dengan angka kekambuhan perdarahan hanya
intraserebrum dan 5% untuk perdarahan subaraknoid. sekitar 2-10 % dalam 15 tahun.
Perdarahan dari sebuah arteri intrakranium
biasanya disebabkan oleh aneurisma (arteri yang melebar)
yang pecah atau karena suatu penyakit. Perubahan Tonus
Penyakit yang menyebabkan dinding arteri Perubahan tonus pada stroke terjadi sebagai
menipis dan rapuh adalah penyebab tersering perdarahan manifestasi klinis dari hilangnya kontrol supra spinal
intraserebrum. Penyakit semacam ini adalah hipertensi yakni berupa hipotonus (flaccid) dan hipertonus (spastik).
atau angiopati amiloid (dimana terjadi pengendapan Pada perubahan tonus flaccid (hipotonus) dapat terjadi
protein di dinding arteri-arteri kecil di otak). Jika sesorang secara permanen atau sementara, dalam keadaan ini tidak
mengalami perdarahan intraserebrum, darah dipaksa terdapat tahanan pada gerakan pasif, ekstremitas
Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 1, April 2008
Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik

dirasakan berat, lemas dan tidak mampu menggerakan Reaksi Asosiasi (Associated Reaction)
anggota tubuhnya, aktivitas refleks tendon menurun Reaksi asosiasi adalah aktivitas refleks abnormal
sampai hilang, sehingga dengan demikian penderita tidak pada sisi sakit yang polanya sama dengan pola spastisitas
mampu mempertahankan posisinya. di lengan atau tungkai. Reaksi asosiasi ini timbul pada
Pada perubahan tonus spastik (hipertonus) dapat timbul saat menguap, bersin atau batuk pada 80% penderita
secara bertahap dan derajatnya berbeda ringan sampai hemiplegia. Istilah reaksi asosiasi sering rancu dengan
berat. Disini terdapat tahanan terhadap gerakan pasif dan gerakan asosiasi (associated movement). Terutama untuk
besarnya tahanan sebanding dengan kecepatan gerakan menyebut gerakan yang terjadi pada reaksi asosiasi. Pada
pasif yang diberikan, semakin cepat gerakan pasif yang hakikatnya perbedaannya adalah bahwa reaksi asosiasi
akan terjadi akan semakin besar pula tahanannya. adalah reaksi abnormal sedangkan gerakan asosiasi adalah
Spastisitas ini mengakibatkan terjadinya pola tertentu gerakan normal.
yang merupakan ciri khas hemiplegia, yaitu: Efek-Efek reaksi asosiasi adalah:
- Kepala lateral fleksi ke sisi sakit dan rotasi ke sisi sehat. 1. Lengan pada posisi fleksi abnormal yang secara
- Trunk lateral fleksi dan rotasi ke sisi sakit kosmetik jelek, sehingga mengundang perhatian orang
- Lengan; scapula retraksi dan depressi, bahu; adduksi lain.
dan internal rotasi, siku; fleksi dan pronasi (kadang- 2. Aktivitas fungsional terganggu oleh karena lengan
kadang supinasi), pergelangan tangan; fleksi dan deviasi dan tungkai terfiksir pada posisi tertentu.
ke ulnar, jarijari; fleksi dan adduksi. 3. Lengan selalu terfiksir dalam posisi fleksi sehingga
mudah kontraktur.
4. Menghalang timbulnya reaksi keseimbangan
Pola Gerakan Sinergis 5. Menghambat terjadinya gerakan oleh adanya
Gerakan sinergis berada dalam reaksi asosiasi spastisitas.
atau pola spasitisitas dan hal ini dapat dilihat pada bayi,
mereka bergerak dalam posisi massal tetapi jika di test Terlepasnya Beberapa Refleks Tonus antara lain:
tidak terdapat spasitisitas. Demikian pula halnya dengan 1. Tonic Labirinthing Reflex Refleks ini timbul oleh
beberapa penderita hemiplegia, kemungkinannya karena perubahan posisi kepala di udara, reseptornya
tonusnya tidak tinggi, tetapi pada waktu dia bersama adalah organ otolitik di labirin, termasuk refleks
meluruskan siku maka yang terjadi adalah gerakan seluruh primitif pada level batang otak. Pada posisi
lengannya, yaitu; abduksi-internal rotasi bahu, pronasi terlentang otot-otot ekstensor akan meningkat
lengan bawah, ekstensi pergelangan tangan sedangkan pada posisi terlungkup tonus fleksor yang
dan fleksi jari-jari meningkat, tetapi pada kasus dimana spastisitas
ekstensornya tinggi, responnya hanya tampak pada
penurunan tonus ekstensornya saja. Oleh karena
Gerak Sinergis Pada Lengan: refleks ini timbul oleh perubahan posisi kepala maka
Sinegis Fleksor efeknya juga dilihat pada posisi berdiri maupun
Terjadi pada waktu penderita mengangkat lengan, duduk, misalnya pada saat penderita menengadahkan
meraih benda-benda atau pada waktu mempertahankan kepala akan terlihat tonus otot ekstensor tungkai
lengan dalam posisi elevasi atau fleksi. Sinergis fleksor bertambah.
dapat digambarkan sebagai berikut: skapula elevasi dan 2. Symetrical Tonic Neck Reflex (STNR) Termasuk
retraksi, bahu abduksi dan rotasi internal/ eksternal, siku refleks proprioseptive yang reseptornya terdapat di
fleksi, lengan bawah supinasi (pronasi karena otot dan sendi leher. pada waktu ekstensi kepala,
spastisitas), pergelangan tangan fleksi, jari-jari dan ibu jari tonus ekstensor lengan dan fleksor tungkai
fleksi, adduksi. meningkat. 3. Asymetrical Tonic Neck Reflex
(ATNR) Seperti STNR, refleks ini reseptornya juga
Sinergis Ekstensor terletak didaerah leher. Bila kepala menoleh/rotasi ke
Skapula protraksi-depressi, bahu internal rotasi- salah satu sisi maka tonus ekstensor lengan dan
adduksi, siku ekstensi dengan pronasi lengan bawah, tungkai sisi muka akan meningkat.
pergelangan tangan sedikit ekstensi (fleksi), jari-jari dan 4. Grasp Reflex
ibu jari fleksiadduksi. Reseptornya terletak di telapak tangan, responnya
adalah fleksi seluruh jari-jari dan pergelangan tangan.
Pengaruh refleks ini setiap benda ditaruh/menempel
Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 1, April 2008
Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik

pada telapak tangan penderita akan menyebabkan (meningen) dan berada di dalam tulang tengkorak. Otak
bertambahnya tonus fleksor jari-jari/ menggenggam. menjadi inti dari sistem syaraf dengan beberapa
komponen bagian yaitu: serebrum, cerebellum, pons
farolli, dan medulla oblongata. Permukaan otak berwarna
Gangguan Sensorik abu-abu, karena terdiri dari substansia grisea yang
Pada gerakan yang normal dibutuhkan fungsi mengandung neuron-neuron. Di bawah substansia
motorik dan sensorik yang baik. Semua gerakan yang grisea terdapat substansia alba yang terdiri dari serabut
terjadi sesungguhnya merupakan respon dari rangsang serabut syaraf. Substansia grisea beserta substansia alba
sensorik dari luar melalui eksteroreseptor, proprioseptor, lapisan belahan otak yang disebut hemisperium. Antar
mata dan telinga. Semua rangsangan tersebut diolah oleh dua hemisperium ini dihubungakan oleh corpus callosum
sistem syaraf pusat yang kemudian akan menghasilkan yang berada disebelah dalam fissura longitudinalis
respon sesuai. cerebri. Masing- masing hemisperium terdiri dari
Pada penderita hemiplegi, tonus abnormal akan beberapa lobus yaitu; a. Lobus Frontalis
memberikan masukan yang abnormal sehingga keluarnya Lobus frontalis dimulai dari ujung frontal dan berakhir pada
berupa gerakan abnormal pula. Problem tersebut akan sulkus sentralis dan sisi samping pada fissura
menjadi semakain parah apabila pada penderita hemiplegi lateralis. Sulkus presentralis dibagi menjadi dua yaitu
didapat pula gangguan sensorik. Beberapa gangguan superior dan inferior. Sulkus ini berjalan ke arah
sensorik yang sering dijumpai pada penderita hemiplegi depan dan bawah yang menyebabkan terbaginya
adalah; homonimus, hemi anopsia, hemi anastheshia, permukaan lateral lobus frontalis menjadi tiga bagian
gangguan proprioseptif dan gangguan sensorik lainnya yaitu girus frontalis superior, medius dan inferior.
seperti rasa raba ringan, astereognosis, agraphesthesia dan b. Lobus Temporalis
lainlain. Bagian lobus temporalis dari hemisperium cerebri
terletak di bawah fissura lateralis dan berjalan ke
belakang sampai fissura parieto-occipitalis cerebri.
Sulkus temporalis superior berjalan sepanjang lobus
Anatomi – Fisiologi Sistem Syaraf temporaslis sejajar dengan fissura lateralis cerebri.
Otak adalah organ vital. Otak bertanggung jawab Sulkus temporalis medialis terletak di bawah sejajar
atas fungsi mental dan intelektual kita, seperti berfikir dengan suklus temporali superior sedikit di
dan mengingat. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut bawahnya. Girus temporalis medius terdapat diantara
neuron. Selsel penunjang yang dikenal sebagai sel glia, sulkus temporalis dan medius, girus temporalis
cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Arteri adalah inferior terletak di bawah sulkus temporalis medius
pembuluh yang mengangkut darah yang kaya akan dan berjalan menuju ke posterior untuk berhubungan
oksigen dan nutrien, misalnya glukosa ke otak. Vena dengan girus occipitalis inferior, sedangkan girus
adalah pembuluh yang membawa darah yang telah transversalis menempati bagian posterior dari bagian
digunakan dan zat sisa menjauhi otak. Semua orang temporalis superior, sulkus inferior berjalan di
memiliki jumlah neuron yang sama – sekitar 100 miliar - sepanjang permukaan inferior lobus temporalis, dari
tetapi jumlah koneksi diantara berbagai neuron berbeda- lobus temporalis disebelah depan sampai pada lobus
beda. Pada seorang dewasa otak membentuk hanya occipitalis di belakang. Girus fusiformis atau
sekitar 2 % (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi occipito temporalis berada di sebelah medial dan
mengkonsumsi sekitar 20 % oksigen dan 50 % glukosa girus temporalis inferior di sebelah lateralnya
yang ada di dalam darah arterial. terhadap sulkus temporalis inferior. Fissura
Otak mendapat darah arterial dari sepasang hipocampalis berjalan di sepanjang permukaan
sistem sirkulasi utama. Yang pertama terdiri dari dua inferiomedial lobus temporalis. Girus
arteri, yaitu arteri karotis (kanan dan kiri), yang parahippocampalis terletak diantara fissura
menyalurkan darah ke bagian depan otak. Ini dikenal hipocampalis dan bagian anterior fissura collateralis.
sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. yang kedua Bagian anteriornya melengkung berbentuk kaitan
adalah sistem vertebrobasilar, yang memasok darah ke dan dikenal sebagai uncus.
bagian belakang otak. Sistem ini disebut juga sirkulasi c. Lobus Parietalis
arteri serebrum posterior. Kedua sistem ini dihubungkan Lobus Parietalis meluas dari sulkus centralis sampai
oleh pembuluhpembuluh darah. fissura parieto-occipitalis dan ke lateral sampai
Otak merupakan bagian depan dari system setinggi fissura cerebris lateralis. Sulkus precentalis
syaraf pusat yang mengalami perubahan dan pembesaran. menuju ke bawah dan sejajar dengan fissura lateralis
Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung
Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 1, April 2008
Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik

serta terdiri dari bagian seperior dan inferior. Girus medialis dan lobus fluccolonodularis. Lobus anterior
supramarginalis merupakan bagian lobus parietalis merupakan paleocerebellum yang menerima masukan
inferior yang melenakung di atas ramus posterior rangsang dari ujung –ujung proprioseptif dalam otot dan
fissurra lateralis cerebri. Girus angularis yaitu bagian tendon serta dari reseptor raba dan tekan. Lobus medialis
yang melengkung diatas sulkus temporaris superior merupakan neocerebellum yang tidak berhubungan
dan bersatu dengan girus temporalis medius. Girus dengan gerak voluntary. Sedangkan lobus
centralis posterior terletak diantara sulkus centralis fluccolonodularis merupakan bagian tertua dari
dan post centralis. Recuniatus merupakan bagian cerebellum serta merupakan archicerebellum yang
posterior dari pass medial berada diantara fissura behubungan dengan susunan vestibular (nervus
parieto-occipitalis dan ujung ascenden sulkus cinguli. vestibularis dan nukleus vestibularus).
d. Lobus Occipitalis Bagian ini merupakan respon terhadap stimulus dari
Lobus Occipitalis merupakan lobus posterior yang telinga bagian dalam dan membantu mempertahankan
terbentuk pyramid dan terletak di belakang fissura keseimbangan dengan membawa modifikasi dalam tonus
parieto-occipitalis. Sulkus occipitalis lateralis berjalan otot. Secara umum fungsi cerebellum adalah melakukan
transversal sepamjang permukaan lateral serta koordinasi dengan kerja sinergis semua refleks dan
membagi lobus occipitalis menjadi cuneus dan girus aktivitas otot volunter.
lingualis. Cuneus yang yang berbentuk pasak segitiga Thalamus (bersama sub thalamus, epithalamus
terletak diantara fissura calcarina dan fissura parieto- dan hipothalamus), adalah stasiun relay sensorik yang
occipitalis. Girus lingualis berada diantara fissure sangat penting sedangkan subthalamus merupakan
calcalina dan bagian posterior fissura collateralis. nukleus motorik extrapiramidal untuk gerakan involuntary
Bagian posterior girus fusiformis terdapat central atau yang kuat. Epithalamus membantu dalam korelasi impuls
basal lobus occipitalis. olfactorius dan somatic. Hipothalamus akan
mempengaruhi suhu tubuh fungsi genital, tidur dan intake
makanan. Bagian lain dari sistem syaraf pusat adalah
Patofisiologi medulla oblongata yang secara terstruktur dibagi menjadi
empat tinglatan yaitu: Tingkat decusstio piramidum
Semua kegiatan tubuh diatur oleh system syaraf
motorik besar, tingkat decusstio piramidum sensorik
pusat. Korteks serebri merupakan stasiun terakhir
besar, tingkat olives dengan syaraf cranialis (vestibulo
menerima informasi dari mata, telinga dan organ sensasi
cochlearis, glosso pharyngeus, vagus, assesorius,
umum. fungsi korteks adalah memilah–milah dan
hipoglossus dan nucleus acuata) dan tingkat di inferior
menghubungkan informasi yang diterima dengan
pons. Pons merupakan bagian dari sistem syaraf pusat
memori-memori masa lalu. Lesi pada korteks motorik
yang merupakan nucleus syaraf cranialis: trigeminus,
primer (area 4) akan menimbulkan paralysis yang lebih
abduscens, fasialis dan vestibochlearis.
parah dari kerusakan daerah motorik skunder (area 6),
kerusakan daerah ini akan menimbulkan paralysis
kontralateral yang lengkap.
Lesi pada girus frontalis inferior kiri (area Plastisitas
broca) menyebabkan kehilangan kemampuan untuk Otak adalah Organ yang sangat mudah
bicara (aphasia) ekspresif dimana pasien masih mampu beradaptasi. Penelitian – penelitian terakhir
memikirkan kata-kata dapat menuliskan kata-kata, masih memperlihatkan bahwa pertumbuhan otak dan perubahan
mengerti tulisan dan mendenggarkan kata-kata. Lesi pada sel syaraf tidak terbatas pada masa anak-anak seperti
girus angularis pada lobus parietalis posterior tidak yang semula disangka. Meskipun neuron yang mati tidak
mampu untuk membaca atau menulis, sedangkan pada mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas
daerah prefrontalis tidak menghilangkan intelegensi otak manusia sangatlah luar biasa terutama pada kaum
secara nyata. Pada lesi lobus parietalis superior akan muda. Terdapat bukti bahwa dalam situasi tertentu bagian-
mengganggu kemampuan untuk mengkombinasikan bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian –
rangsangan raba, tekanan proprioseptif, tidak mampu bagian yang rusak. Dengan kata lain bagian-bagian otak
mengapresiasikan susunan ukuran dan bentuk sepertinya belajar kemampuan baru. Hal ini mungkin
(stereognosis). merupakan mekanisme paling penting yang berperan
Cerebellum yang merupakan bagian penting dari dalam pemulihan sroke.
susunan syaraf pusat secara tidak sadar mengendalikan Plastisitas otak adalah kemampuan otak untuk
kontraksi otot–otot volunter secara optimal. Bagian- memodifikasi sistem organisasi dan fungsi otak untuk
bagian dari cerebellum yaitu: lobus anterior, lobus mengganti fungsi yang mengalami kerusakan dalam arti
Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 1, April 2008
Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik

kata kemampuan untuk beradaptasi, mengontrol dan Institute tahun 1946 dan tahun 1951 dengan terbitnya
mengatasi bahaya-bahaya. Plastisitas ini akan memberikan buku ”Proprioseptive Neuro-
perbaikan baik secara struktur maupun fungsional. muscular Facilitation”.
Proses plastisitas ini antara lain: a. Tujuan pengobatan PNF antara lain untuk:
Collateral sprouting - Memperoleh kuantitas maksimal dari aktivitas yang
Collateral sprouting merupakan suatu keadaan dapat dicapai pada setiap usaha volunter.
dimana akson dari sel-sel yang sehat memberikan - Memperoleh pengulangan aktivitas yang maksimal
cabang membentuk sinapsis dengan serabut otot untuk memudahkan timbulnya respon.
degenerasi yang ada didekatnya. Collateral sprouting
tampaknya hanya terjadi pada akson-akson yang Dasar-dasar tehnik PNF :
mempunyai target sel yang sama dengan akson yang 1. Pattern of Facilitation (pola untuk mempermudah
mengalami degenerasi. Fenomena ini juga disebut respon)
“reactive synapto- Pada dasar teknik ini digunakan patern dalam suatu
genesis”. gerakan. Pola gerakan yang digunakan adalah spiral
b. Unmasking of pathways Unmasking of pathways dan diagonal yang sangat erat hubungannya dengan
merupakan suatu proses aktivasi jalur syaraf laten gerakan yang berfungsi secara normal. Setiap pattern
multisinaptik. Dimana saat keadaan normal tidak gerak mempunyai tiga komonen gerak masing-masing
difungsikan. dua komponen gerak angulasi dan satu komponen
c. Neural regeneration gerak rotasi. Setiap pattern gerak diberi nama sesuai
Neural regeneration juga merupakan sprouting dari dengan gerakan yang terjadi pada sendi yang
serabut syaraf yang cedera lalu kemudian membentuk proksimal pada seluruh gerakan, misalnya: fleksi,
regenerative adduksi, eksternal rotasi lengan. Gerakan sendi distal
synaptogenesis. mengikuti arah gerakan sendi proksimal, sedangkan
d. Reorganisasi mekanisme Reorganisasi mekanisme sendi yang ditengah dapat bergerak pada dua arah.
saraf merupakan penataan kembali koneksi sinap, Pola PNF pada anggota gerak atas:
melalui aktivitas spesifik dan terus- menerus secara a. Fleksi – adduksi –eksternal rotasi
berulang-ulang. (dengan siku fleksi , lurus dan ekstensi)
b. Ekstensi – abduksi –internal rotasi
(dengan siku fleksi, lurus dan ekstensi)
c. Fleksi – abduksi – eksternal rotasi
PNF (Proprioseptive Neuromuscular (dengan siku fleksi, lurus dan ekstensi)
Facilitation ) d. Ekstensi – adduksi – internal rotasi
Teknik PNF pada hakikatnya memberikan (dengan siku fleksi, lurus dan ekstensi) 2.
rangsangan pada proprioseptor untuk meningkatkan Optimal resistance
kebutuhan dari mekanisme neuromuskular, sehingga Optimal resistance adalah tahanan besar yang
diperoleh respon yang mudah. Sistem mekanisme disesuaikan dengan kondisi pasien dan diberikan
neuromuscular mempersiapkan suatu gerakan dalam kepada otot yang sedang berkontraksi. Dalam tehnik
memberikan respon terhadap kebutuhan aktivitas. To PNF, optimal
facilitate berarti membuat mudah dan membuat lebih resistance diberikan dengan tangan pada semua
mudah. Dengan demikian maka neuromuscular gerakan dan ditahan terus-menerus selama gerakan
fasilitation dapat diartikan sebagai memberikan terjadi. Semua komponen gerakan harus
rangsangan pada proprioseptor untuk meningkatkan mendapatkan tahanan optimal pada tiap tingkatan
kebutuhan dari mekanisme neuromuskular, sehingga gerakan tersebut. Optimal resistance merupakan
diperoleh respon yang mudah proses dimana respon sarana penting untuk mendapatkan aktivitas motor
mekanisme neuromuscular dibuat mudah atau lebih unit. Rangsangan pada otot spindle akan
mudah. menaikkan tension intramuskular yang maksimal dan
Pengobatan dengan tehnik PNF sangat praktis dan dapat menimbulkan penyebaran rangsang pada group
meliputi penggunaan prinsip-prinsip PNF yang dapat otot yang berdekatan dengan jalan proses irradiasi.
digunakan untuk upaya therapeutic. Metode ini Optimal resistance digunakan dalan semua tehnik
dikembangkan oleh Herman PNF untuk:
Kabath dan miss Margareth Knot pada Khabat Kaiser a. Meningkatkan daya penerimaan rang-
Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 1, April 2008
Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik

sang dapat dilihat pada orang-orang pekerja berat dimana


b. Meningkatkan kekuatan otot komponen otototot yang terletak dalam suatu pattern
c. Meningkatkan daya tahan otot dapat saling memperkuat secara otomatis dan
d. Memperoleh rileksasi otot yang telah tergantung dari tahanan yang diberikan dan jika
berkontraksi tahanan yang diberikan secara optimal maka proses
e. Memperkembang koordinasi saling memperkuat tersebut akan meyebar pada
3. Manual contact bagian-bagian tubuh lainnya. Contoh: kontraksi
Manual contact dapat memberikan fasilitasi terhadap maksimal pada otot – otot yang kuat akan dapat
kebutuhan aktivitas dengan adanya sentuhan tangan merangsang kontraksi pada otot – otot yang lemah
dan akan merangsang eksoreseptor. Yang harus dalam pattern gerak yang sama.
diperhatikan adalah bahwa dalam memberikan c. Stretch Stimulus
manual contact harus bertujuan, terarah dan enak / Penggunaan stretch stimulus adalah dengan
nyaman. melakukan penguluran yang kuat dan tiba-tiba tetapi
4. Traction and Approximation (Tarikan dan dalam batas kontrol yang diberikan pada sebuah otot
penekanan) sampai pada batas perpanjangan otot tersebut dan
Traksi dan penekanan sangat efektif untuk disertai dengan aba-aba yang dinamis sehingga dapat
merangsang proprioceptif yang berasal dari struktur merangsang penderita untuk berusaha dengan
persendian a. Traksi maksimal. Efek dan penggunaan stretch stimulus
Dilakukan bersama sama dengan manual kontact dapat adalah untuk mempermudah terjadinya kontraksi
memberikan penarikan selama gerakan terjadi. apabila arkus refleks masih baik, karena dengan
Penarikan ini diberikan terutama pada gerakan dilakukannya stretch stimulus akan dapat menambah
fleksi dan kebanyakan pada ekstremitas superior. atau meningkatkan respon sehingga mempercepat
b. Aproksimasi (penekanan) terjadinya proses penguatan.
Penekanan pada persendian dapat merangsang suatu
posisi dari anggota gerak dalam menahan berat
tubuh. Oleh karena itu penekanan seharusnya Tehnik pelaksanaan PNF
/idealnya diberikan pada gerakan – gerakan 1. Timing for emphasis
ekstensi terutama pada ekstremitas inferior.
Timing for emphasis didasarkan atas penggunaan
5. Verbal stimulatif (Aba-aba) Suara aba-aba yang
kelompok otot yang kuat untuk memperkuat otot –
diberikan harus merupakan ”verbal stimulatif”
otot yang lemah dan tidak efektif. Pemakaian timing
(rangsangan perintah) sehingga dapat merangsang
for emphasis adalah dengan memberikan maksimal
usaha pasien untuk membentuk suatu gerakan. Aba-
kontraksi pada kelompok otot yang kuat untuk
aba harus disingkat, sederhana dan tegas, mudah
memperkuat kelompok otot yang lemah.
dipahami oleh pasien dan disesuaikan dengan umur
Timing for emphasis berarti menggunakan kontraksi
dan keadaan/ kondisi pasien.
kelompok otot tertentu dan komponen-komponen
a. Normal timing tertentu diulang-ulang pada setiap bagian ROM untuk
Timing umumnya dimulai dari distal ke proksimal, memperoleh reaksi saling memperkuat dari kelompok
karena bagian distal tersebut yang pertama kali otot yang kuat kepada kelompok otot yang lemah
menerima rangsang. Normal timing dalam PNF untuk memperoleh kekuatan otot dan memperbaiki
dimulai dari distal ke proksimal dan diawali dengan keseimbangannya.
gerakan rotasi yang menentukan arah gerakan 2. Repeated contraction (repetisi kontraksi ) Adalah
tersebut. Dari sini gerakan terus-menerus terjadi pengulangan aktivitas dengan melawan tahanan dan
dengan halus sehingga semua sendi bergerak secara ditujukan untuk meningkatkan kekuatan dan daya
urut mulai dari: distal, intermedia dan proksimal. Bila tahan otot. Dalam hal ini kontraksi otot–otot tertentu
normal timing tidak dapat ditimbulkan maka yang lemah atau komponen suatu pattern yang lemah
digunakan ”timing for emphasis” (rangkaian diulang-ulang agar mendapatkan pengaruh saling
gerakan yang ditekankan untuk mengkoreksi adanya memperkuat dari bagian atau kelompok otot yang lain
ketidakseimbangan). yang diberikan kontraksi isometrik maksimal.
b. Re-inforcement (saling memperkuat) Apabila bagian
Pemakaian Repeated contraction adalah dengan
tubuh membentuk usaha yang besar maka akan diikuti
menggunakan timing for em-
dan diperkuat oleh bagian tubuh lainnya. Peristiwa ini
phasis untuk memperoleh kontraksi isotonik yang
Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 1, April 2008
Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik

maksimal yang digunakan sebagai penguat kelompok sakit. Demikian pula bila terjadi kekakuan sendi maka
otot tersebut kemudian ditahan sehingga timbul daerah limit ROM yang diberikan rhytmical
kontraksi isometrik dengan melawan tahanan optimal. stabilisation.
Teknik ini digunakan untuk koreksi terhadap 5. Hold relax
keseimbangan dan rileksasi kelompok otot–otot Tehnik ini merupakan teknik rileksasi yang
antagonis dan untuk memperoleh peningkatan ROM digunakan untuk memperoleh waktu pemanjangan
dalam kondisi kekakuan sendi. dari kelompok otot–otot yang berkontraksi sebagai
3. Slow reversal antagonis terhadap suatu gerakan yang mengalami
kelompok otot tertentu tepancing maka hal ini akan keterbatasn ROM. Tehnik ini sangat efektif,
dapat menambah eksitabilitas sistem refleks sederhana dan tanpa menimbulkan rasa nyeri.
kelompok antagonisnya. Prisip ini menggunakan Pemakaian hold relax: Dengan melakukan gerakan
gerakan voluntary dan bekerjasama dengan sampai pada limit ROM tertentu dan melawan
kelompok antagonis dalam membentuk suatu tahanan fisioterapis, pada akhir limitasi gerak maka
gerakan. Kontraksi kelompok otot – otot agonis yang tahanan diubah pada posisi antagonisnya dan pasien
kuat atau pattern yang kuat digunakan sebagai disuruh menahan tahanan oleh fisioterapis kearah
proprioseptif untuk merangsang kelompok otot kelompok antagonisnya. Tehnik ini diberikan secara
antagonis yang lemah atau berulang dan biasanya diikuti dengan repeated
pattern yang lemah. contraction.
Pemakaian slow reversal adalah dengan memberikan Efek dan penggunaan: Dengan adanya kontraksi
tahanan optimal pada gerakan kelompok agonis isometrik pada kelompok otot antagonis maka hal ini
kemudian diikuti dengan cepat tanpa adanya rileksasi akan mempermudah pembentukan aktivitas
dengan gerakan yang berlawanan (gerakan kelompok kelompok antagonis tersebut. Bila aktivitas antagonis
antagonis) dengan tahanan optimal. Gerakan dapat dipermudah maka reaksi pemanjangan otot
kebalikan yang berlawanan tersebut terjadi secara yang memendek akan bertambah. Tehnik hold relax
halus dengan timing tanpa rileksasi dengan digunakan untuk meningkatkan ROM, mengurangi
mengubah posisi tangan fisioterapis. kekakuan, mengurangi nyeri terutama bila rasa nyeri
Efek dan pengguanaan slow reversal adalah disebabkan oleh kekakuan sendi.
mempermudah kontraksi kelompok otot – otot
antagonis dengan memberikan tahanan optiimal pada
kelompok otot agonis pada saat berkontraksi dan Standar pelaksanaan Terapi PNF pada
langsung diikuti kontraksi otot antagonis tersebut
Stroke
dengan melawan tahanan yang sama.
Pelaksanaan terapi PNF pada kasus stroke dibagi
4. Rhytmical stabilisation
dalam dua tahap yaitu pada fase
Dalam tehnik ini digunakan kontraksi otot – otot
antagonis secara isometrik dengan tujuan untuk flaccid dan fase spastic dan diberikan sesuai dengan
memelihara dan meningkatkan stabilitas sendi. Stabilitas pattern PNF baik pada ekstremitas atas maupun
sendi dipertahankan dengan adanya ko-kontraksi ekstremitas bawah. Tujuan terapi PNF pada fase flaccid
kelompok otot antagonis melawan resisten. Sebuah adalah untuk memperbaiki fisiologi otot, fasilitasi
gerakan pada saat melakukan fungsi prehension akan baik kontraksi dan mengajarkan kembali gerak fungsional
apabila stabilisasi pada elbow dan shoulder juga baik. dengan teknik rhytmical stabilization dan slow reversal.
Pemakaian rhytmical stabilisation dapat diberikan Tujuan terapi PNF pada fase spastic adalah untuk
beberapa titik dalam suatu pattern gerakan. Pasien disuruh mengurangi spastisitas dan melatih koordinasi gerak
menahan saat fisioterapis memberikan optimal resisten dengan tehnik slow reversal dan
yang berubah secara teratur dari satu arah kearah lain. timing for emphasis.
Disini komponen gerakan rotasi sangat penting untuk
mengunci sendi. Efek dan penggunaannya adalah: Dengan
adanya ko-kontraksi otot otot antagonis yang melawan Gerakan pada Ekstremitas atas
optimal resisten akan memsendi lebih lancar. Teknik ini 1. Fleksi –abduksi –eksternal rotasi
dapat diberikan pada setiap bagian ROM sesuai pilihan. a. Posisi awal: Shoulder ekstensi –adduksi – internal
Misalnya untuk meningkatkan eksitasi dengan bagian rotasi, lengan atas diatas hip dalam posisi pronasi
ROM yang kuat atau bila terjadi rasa sakit dari suatu dan palmar fleksi.
ROM maka dipilih bagian ROM yang bebas dari rasa
Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 1, April 2008
Tehnik ini didasarkan atas teknik bentuk atau meningkatkan eksitasi respon ”Sherrington”
yaitu adanya induksi secara dari otot – otot sehingga mempemudah beruntun, dimana setelah sistem
refleks peningkatan kekuatan otot, sirkulasi sekitar
Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik

b. Pegangan: Kedua tangan berada diatas distal, carpometacarpal metacarpo phalangel, dan Inter
bagian distal tangan memegang dengan empat jari Phalangeal (Distal interphalangeal, proksimal
menggunakan pegangan lumbrikal pada interphalangeal).
metacarpal II dan ibu jari pada metacarpal V.
Bagian proksimal tangan dengan lumbrikal
memegang sisi dorsal lengan bawah. Biomekanik sendi pergerakan tangan dan
c. Posisi akhir: Lingkup gerak sendi dapat jari-jari Sendi-sendi radio carpal
dilaksanakan secara penuh dengan Merupakan sendi avoid dimana memiliki dua
posisi akhir dorsi fleksi tangan, eksternal rotasi derajat kebebasan, gerak palmar-dorsal flexi dan radial-
dan fleksi shoulder. ulnar deviasi. Dimana os radius concave menghadap
2. Fleksi-adduksi –eksternal rotasi distal sedikit serong 15 derajat, bersendi dengan corpus
a. Posisi awal: Posisi tangan dalam tetapi melalui discus. Arthrokinematik dan
keadaan terulur ke arah dorsal ekstensi dan osteokinematik, ROM palmar dan dorsal flexi 800-
bahu retro fleksi, scapula sedikit bergerak ke arah 900/0/700-900 dan ROM: radial dan ulnar deviasi
anterior. 150/0/300400 CPP, posisi dorsal flexi penuh dan LPP;
b. Pegangan: Bagian distal tangan yang berlawanan netral sedikit ulnar deviasi
memegang dengan cengkraman lumbrikal ke arah a) Sendi-sendi intercarpal Gerakan fisiologis berupa
dorsal fleksi pergelangan tangan pasien bagian gerakan geser intercarpalia. Struktur sendi,
proksimal pada permukaan palmar lengan bawah. scapoideum, lunatum, triquentrum, sendi datar
c. Gerakan: Kedua lengan fisioterapis memberikan dihubungkan dengan lig interossium kurang kuat dan
fasilitasi gerakan ke arah yang berbeda. merupakan deretan proximal dari mid carpal. Deretan
d. Posisi akhir: Lengan terulur ke arah radial fleksi distal terdiri dari: trapezium, capitatum dan hametum
3. Ekstensi – adduksi –internal rotasi yang dihubungkan oleh lig. Interossium secara kuat
a. Posisi awal: Shoulder adduksi, lengan diatas antara kedua deretan ini membentuk sendi mid carpal.
kepala Arthrokinematik dan osteokinematik, pada mid carpal
b. Pegangan: Bagian distal tangan memegang ternyata memiliki ROM yang besar dimana saat gerak
dengan cengkraman lumbrical memakai empat palmar dan dorsal flexi penuh menjadi 300.
jari proksimal metacarpal V proksimal permukaan CPP posisi dorsal flexi dan LPP intercarpal posisi
dorsal dari ibu jari metacarpal II. Bagian netral sedikit flexi CPP; mid carpal , posisi ekstensi
proksimal dengan lumbrikal pada bagian dan ulnar deviasi, sedangkan LPP; mid carpal posisi
ekstensor lengan bawah netral sedikit fleksi.
c. Posisi akhir: Lingkup gerak sendi dalam posisi b) Sendi-sendi Karpo metacarpal . Sendi Karpo
ekstensi pergelangan tangan dan adduksi shoulder metacarpal II dan III stabil, dimana gerakan angulasi
secukupnya. yang terjadi kecil, terutama CMC II gerak
angulasinya ke palmar-dorsal menyebabkan
Prehension penambahan dan pengurangan arcus carpalis distalis.
Anatomi Terapan dan Biomekanik Sendi Sendi karpo metacarpal IV merupakan sendi tipe
Tangan Dan Jari-Jari uniaxial hinge dengan derajat kebebasan gerak ayun
flexi ekstensi. Permukaan os hamatum konkaf sedang
permukaan basis metacarpal IV konveks sehingga
Tulang
arah translasi yang terjadi berlawanan arah dengan
Tulang yang membentuk pergelangan tangan dan
angulasinya. Sendi karpo metacarpal V merupakan
jari - jari ada lima belas buah, antara lain, distal phalanx 5
sendi tipe saddle yang memiliki dua derajat
buah, middle phalanx 4 buah, proximal phalanx 5 buah,
metacarpal 5 buah, sesamoboid bones ada 2 buah, kebebasan gerak flexiekstensi, dan abduksi-adduksi.
trapezium, trapezoidium, capitataum, pisiformae, Arthrokinematik dan osteokinematik, flexiekstensi
triquetrum, lunatum, scapoideum, radius dan ulna. 450-500/0/300, ROM abduksiadduksi 600-700/0/800.
CMC III paling stabil dan CMC V paling mobile yaitu
flexi 100 dan ekstensi 100 dengan beberapa derajat
Sendi pembentuk pergelangan tangan dan abduksi, pronasi dimana dalam klinis membentuk
jari - jari arcus. CPP pada posisi full flexi dan LPP posisi
Distal radioulnar joint, radiocarpal, intercarpal, diantara flexi dan ekstensi.
Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 1, April 2008
Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik

c) Sendi-sendi metacarpo phalangeal Sendi ini brevis dipersyarafi oleh nerves radialis ( C6, C7) , M.
merupakan sendi avoid hinge dimana memiliki dua ekstensor digitorum communis, M. Ekstensor digiti
derajat kebebasan gerak yaitu flexi-ekstensi dan quinti profius dan, M. Ekstensor carpi ulnaris,
abduksiadduksi saat ekstensi tetapi saat flexi hanya dipersyarafi oleh nerves radialis (C7).
satu derajat garak flexi-ekstensi saja. Dibentuk oleh Semua otot ini berorigo pada epicondylus
ujung distal metacarpal I-V berpasangan dengan basis lateralis humeri, kecuali M. Ekstensor carpi radialis
phalanx proximal I-V dan diperkuat lig. longus, berorigo pada 2/3 permukaan dorsal os uina dan
Collaterallaterale dan mediale. ensertio melekat pada basis metacarpal II. Sedangkan
Arthrokinematik dan osteokinematik ROM flexi- ensertionya M. Bracio radialis pada processus styloideus
ekstensi metacarpo phalangeal I: 500/0/0 dan ROM radii, dan berfungsi sebagai penggerak flexi sendi siku
flexi-ekstensi metacarpo phalangeal II-V: 800- dan pronasi supinasi lengan bawah.
850/0/300-350, ROM abduksi-adduksi posisi ekstensi M. Ekstensor carpi radialis longus dan brevis dan
metacarpo phalangeal I: 100/0/300 dan abduksi- M. Ekstensor carpi ulnaris berinsertio pada basis
adduksi posisi ekstensi metacarpo phalangeal II-V : metacarpal II, III, dan V dan berfungsi untuk penggerak
200-300/0/200-300. radial defiasi, dan M. Ekstensor carpi ulnaris berfungsi
Karena basis phalanx merupakan permukaan yang untuk penggerakan ulnar deviasi.
konkaf dengan demikian traksi selalu kearah distal M. Ekstensor digitorum communis dan
sesuai dengan axis longitudinal phalanx, sedang M. Ekstensor digit quinti proprius berensersio pada basis
translasi ke palmar dan sebaliknya saat ekstensi. Pada phalanx II jari V dan basis phalanx III jari V, berfungsi
gerakan ekstensi penuh terjadi CPP sementara LPP sebagai penggerak ekstensi articulatiometacarpo
posisi semi flexi . phalangeal joint dan interphalangeal jari II sampai V.
d) Sendi –sendi interphalangeal (PIP dan DIP) Group ekstensor bagian profunda. Terdiri dari M.
Merupakan sendi tipe hinge uniaxial dimana memiliki Supinator dipersyarafi oleh nerves radialis (C5,C6), M.
satu derajat kebebasan gerak ayun dalam bentuk abductor polllisis longus, M.ekstensor polissis longus dan
brevis, M indisis profius dipersyarafi oleh nerves radialis
flexi-ekstensi. Permukaan sendi bagian distalnya
(C7).
konkaf dan diperluas jaringan fibrocartilage plate,
Semua otot ini berorigo pada facies dorsalis ulnae,
diperkuat lig. colateralle mediale dan laterale serta
kecuali M. Supinator berorigo pada epicondylo lateralis
tendon otot-otot flexor dan ekstensor jari tangan
humeri dan berinsersio pada facies volaris, lateralis dan
Arthrokinematik dan osteokinematik, ROM flexi dorsalis radii. Berungsi untuk supinator lengan bawah M.
ekstensi, PIP 1200-1350/0/0 dan ROM flexi-ekstensi abduktor pollisis longus berinsersio pada basis ossis
DIP 900/0/300. Pada gerakan ekstensi penuh terjadi metacarpal I dan berfungsi untuk abduksi dan ekstensi ibu
kooptasi permukaan sendi (CPP), sementara posisi jari. Sedangkan M. Ekstensi policis longus dan brevis, M.
istirahat Indicis profrius berinsertio pada basis phalanx II jari II
(LPP) flexi 50. dan basis phalanx III jari II dan berfungsi untuk ekstensi
Karena permukaan sendi bagian distal konkaf dan interphalangeal, metacarpo phalangeal dan carpo
bagian proximal konveks maka gerakan intra metacarpal jari I, M. Indicis profius berfungsi untuk
antrikuler traksi selalu kearah distal searah axis ekstensi jari II.
longitudinal phalanx dan translasi searah dengan Group fleksor bagian superficiales. Terdiri dari M.
gerakannya. Pronator teres dipersyarafi oleh nerves medianus (C6, C7),
M. flexor carpi radialis dan M. Palmaris longus
Muscular dipersyarafi oleh nerves medianus (C6), M. flexor
Otot berperan sebagai penggerak sendi dan juga digitorum sublimes dipersyarafi oleh nerves medianus
berfungsi sebagai komponen stabilisator aktif yang (C7, C8, T1) dan M. flexor carpi ulnaris diperyarafi oleh
menjaga sendi dan tulang saat pergerakan. Adapun otot – nerves ulnaris (C8, T1).
otot yang berfungsi untuk penggerak pergelangan tangan M. Pronator teres berorigo pada septum inter
adalah: musculare dan epicondylus medialis humeri, sedangkan
caput ulnae origonya pada processus coronoideus ulnae
Kelompok Ekstrinsik dan insertionya pada facies volaris dan lateralis radii.
Group ekstensor bagian superficialis. Musculus M. fleksor carpi radialis dan M. Palmaris longus
(M) brachio radialis dipersyarafi oleh nerves radialis berorigo pada epicondylus medialis humeri dan facia
(C5, C6, C7 ), M. ekstensor carpi radialis longus dan antebrachii dan insertionya, M. Palmaris longus pada
apponeurosis palaris. M. Fleksor digitorum sublimes ini
Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 1, April 2008
Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik

memiliki dua caput humarale dan caput radiale. Caput


humerale berorigo pada tuberositas ulnae dan epicondylus
medialis humerale berorigo pada tuberositas ulnae dan Group Hipothenar
epicondylus medialis humeri, sedangkan caput radiale Terdiri dari M. abductor digiti qinti,M flexor
berorigo pada facies volaris radii, insertionya pada digiti qinti brevis, M. Opponen digiti qinti semuanya
permukaan volar phalanx II-V, fungsinya untuk flexor dipersyarafi oleh nerves ulnaris (C8).
jarijari pada articulation interphalangeal jari II-V dan M. abduktor digiti quinti berorigo pada lig. Carpi
sebagai flexor articulation radio carpea. transversum os pisiform, insersio apda basis Phalanx I jari
M. Flexor carpi ulnaris, pada caput humerale V, fungsi untuk abduksi jari V dan membantu fleksi
berorigo pada epicondilus medialis humeri, sedsngkan Phalanx I, M flexor digiti qinti brevis origonya pada lig.
caput ulanair berorigo pada belakang olecranon dan Carpi transversum os hamulus ossis hamati, insertio pada
margo dorsalis ulnae , insersio pada os pisiform, fungsi pda basis phalanx I jari V , fungsi untuk flexi jari V. M.
untuk flexor dan adductor articulation radio carpea. Opponen digiti qinti berorigo pada lig. Carpi transversum
Group fleksor bagian profunda. Terdiri dari M. os hamulus ossis hamati, fungsi menarik jari V ke Volar.
Fleksor digitorum profundus diperyarafi oleh nerves
medianus (C8, T1) dan ulnaris (C8, T1), M. Fleksor
Group Lumbricales
Pollisis longus dipersyarafi oleh nerves medianus (C8,
T1) dan M. Pronator Quadratus, Origonya ada dua, dua buah otot pada semping
M flexor digitorum profundus berorigo bagian radial dan melekat pada sebelah radial dari tendon jari
proksimal os ulnae pada permukaan polar dan insersio IIdan III. Dua buah otot lagi pada sisi ulanar, melekat
pada os phalanx jari II- V , berfungsi untuk flexi pada tendon jari III, IV, V. Sedangkan insertsionya untuk
interphalangeal joint jari II-V. lumbrikalis I, II, IV melekat pada samping radial jari IV
M. fleksor Pollisis longus berorigo padafcies dan juga samping ulnair jari III. Fungsinya untuk fleksor
polaris raddii dan insertio pada basisi phalanx II jari I, Phalanx I, ekstensi phalanx II dan III jari II - V.
Fungsi untuk adduksi metacarpal I. M. Fleksor Pronator
Quadratus berorigo pada fasies polaris ulnae dan Group Interossei
insersiopada paseies polaris radii, Fungsi untuk pronator M.interossei dipersyarafi oleh nerves ulnaris (C8)
lengan bawah. , otot ini terletak diantara tulangtualng metacarpal II
sampai V. Otot pertama origonya pada bagian ulnair
metacarpal II, sedangkan Otot IIi dan III origonya pada
permukaan radial Metacarpal IV dan V. insertsionya pada
Kelompok Intrinsik Group Thenar
sebelah dorsal Phalanx I.
Terdiri dari: M abductor pollisis brevis, M, M. interossei ini jumlahnya ada empat buah
Opponens pollisis, dan M. flexor pollisis brevis fungsi otot I dan II menarik phalanx jari II dan III ke arah
dipersyarafi oleh nerves medianus (C6, C7) sedangkan, radial sedangkan otot III dan IV untuk menarik jari III dan
M adduktor pollisis. Dipersyarafi oleh nerves ulnaris IV ke arah ulnair , keselururhan untuk flexor phalanx I jari
(C8). II sampai IV.
M. abductor pollisis brevis berorigo pada lig.
Carpi transversum dan tuberositas os naviculare , insersio Arteri
apda basis Phalanx proasimal jari I dan os sesamoidea jari Arteri (A) yang masuk ke daerah tangan yaitu:
I, fungsi otot fleksor dan abduktor jari I da n fleksor A.Radialis, A.Ulnaris, A. Anterior dan Posterior
phalanx proksimal jari I. Interosseus, A. Superficialis dan deep palmar, A. digital ,
A. metacarpal. A. Princeps polissis, A. Radialis indicis.
M. Opponens pollisis, berorigo pada lig. Carpi
transversum dan tuberositas multanguli mayus, insersio
pada basis metacarpal I, fungsi abduksi dan flexi ibu jari. Syaraf
M. flexor pollisis brevis berorigo pada lig. Carpi Gerakan semua yang dilakukan oleh tangan
transversumda ossa sesamoidea dan os multangulum sangat dipengaruhi oleh syaraf yang menginervasi daerah
minus dan mayus, insersio apda basis Phalanx I ibu jari, tangan yaitu: syaraf radialis, syaraf ulnaris dan syaraf
fungsi untuk flexi Phalanx I dan menarik ibu jari ke ara medialis
volar.
M adduktor pollisis origonya pada os metacarpal I Fungsi Prehension
dan Os sesamoidea, fungsi untuk adduksi ibu jari dan Fungsi tangan begitu penting dalam melakukan
flexi phalanx. aktivitas sehari-hari dan merupakan bagian yang paling
Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 1, April 2008
Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik

aktif, maka lesi pada bagian otak yang mengakibatkan grip karena jarak antara jari-jari juga semakin luas.
kelemahan akan sangat menghambat dan menggangu Dan otot yang berpengaruh dalam hal ini yaitu
kemampuan dan aktivitas sehari-hari seseorang. Tangan abduktor dan adduktor jari – jari, selain fleksor jari-
juga merupakan organ panca indra dengan daya guna jari.
yang sangat khusus. - Hook grip
Prehension dapat didefinisikan sebagai semua
fungsi yang dilakukan ketika menggerakan sebuah objek
yang digenggam oleh tangan .
Fungsi menggenggam (grip) melalui tiga tahap
yaitu:
a. Membuka tangan
b. Menutup jari-jari untuk menggenggam objek
c. Mengatur kekuatan menggenggam

Pembagian Prehension Hook grip juga hampir sama dengan cylindrical


Adapun secara umum prehension dapat dibagi grip dengan pengecualian ibu jari tidak termasuk
menjadi dua yaitu: dalam tipe ini. M. Fleksor digitorum profundus dan
1. Power grip terdiri dari: superficialis menjadi otot utama yang berperan
- Cylindrical grip dalam melakukan fungsi ini.
- Lateral Prehension grip

Otot-otot yang berperan dalam melakukan fungsi Otot – otot yang berperan dalam lateral prehension
cylindrical grip adalah M. grip juga antara lain abduktor dan adduktor jari-jari,
Fleksor digitorum profundus dan M. Fleksor polisis namun tidak termasuk fleksor jari-jari. Otot
longus, dan juga dibantu oleh M. Fleksor digitorum utamanya adalah interossei dan termasuk otot-otot
super fisialis dan ekstensor (M. Ekstensor digitorum communis dan
interrossei lumbricales).
- Spherical grip 2. Precision Handling
Precision Handling cocok digunakan untuk
ketrampilan motorik halus dengan menekankan pada
sensasi yang cukup adekuat pada tangan. Precision
Handling Terdiri dari:
- Pad to Pad

Kadang sulit membedakan antara Cylindrical grip


dan Spherical grip. Perbedaan utama antara
keduanya biasanya tergantung dari ukuran
objeknya. Untuk ukuran yang lebih besar
menggunakan spherical
Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 1, April 2008
Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik

Metode
Dalam melakukan penelitian ini bersifat Quasi
experimental untuk mempelajari perbedaan pengaruh
pemberian metode PNF terhadap kekuatan fungsi
prehension pada pasien stroke hemoragik dan stroke non-
hemoragik.
Penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok eksperimen I pasien stroke hemoragik dan
kelompok eksperimen II pasien stroke non- hemoragik.
Penelitian dilakukan dengan melihat perbedaan pengaruh
Kebanyakan precision handling terjadi Pada peningkatan kekuatan fungsi prehension dengan
gerakan pad- to pad. Otot – otot yang berperan memberikan metode PNF pada kedua pasien kasus stroke
antara lain: salah satu M. Fleksor digitorum tersebut. Nilai kekuatan fungsi prehension diukur dan
profundus atau superficialis dengan M. Fleksor dievaluasi menggunakan alat spigmomanometer. Hasil
polisis longus dan brevis, opponens pollisis dan dari nilai pengukuran akan dianalisa antara kelompok
abduktor pollisis brevis ibu jari. eksperimen I dan kelompok eksperimen II.
- Tip to tip Dari hasil pemeriksaan pada pasien yang
menderita stroke dan diminta persetujuan untuk menjadi
sample dalam penelitian ini. Jumlah sample secara
keseluruhan 16 orang yang kemudian dibagi dalam dua
kelompok yaitu kelompok eksperimen I dan kelompok
eksperimen II yang masing masing berjumlah 8 orang.
Setelah dilakukan pengelompokan sampel,
selanjutnya dilakukan hal-hal berikut:
1. Kelompok eksperimen I
Pada kelompok eksperimen I pasien dengan stroke
hemoragik sebelum di beri perlakuan dilakukan
pengukuran kekuatan fungsi prehension dengan
menggunakan spigmomanometer. Kemudian
Melakukan tip- to tip jauh laebih sulit dibanding diberikan terapi selama 6 x dengan frekuensi 3 kali
yang lainnya, karena biasanya memegang objek seminggu.
yang sangat kecil atau halus. Oleh karena itu otot– Selanjutnya dilakukan evaluasi kembali dengan
otot distal fleksor (fleksi interphalangeal) sangat melihat hasil pengukuran dengan spigmomanometer.
penting dalam melakukan fungsi ini. Pengukuran ini dilakukan dan dicatat hasilnya pada
- Lateral Pinch setiap perlakuan yang diberikan.
2. Kelompok eksperimen II
Pada kelompok eksperimen II pasien dengan stroke
non hemoragik. Sebelum diberi perlakuan dilakukan
pengukuran kekuatan fungsi prehension dengan
menggunakan spigmomanometer. Kemudian
diberikan terapi selama 6 x dengan frekuensi 3 kali
seminggu. Selanjutnya dilakukan evaluasi kembali
dengan melihat hasil pengukuran dengan
spigmomanometer.
Pengukuran ini dilakukan dan dicatat hasilnya pada
setiap perlakuan yang diberikan.
Dalam hal ini permukaan ibu jari memegang objek
sepanjang sisi lateral dari jari – jari baik itu
proksimal, middle atau distal phalanx. Contoh:
Hasil
memegang kunci. Tingkatan usia pada kedua kelompok
(kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II)
dapat dilihat pada tabel di bawah ini .
Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 1, April 2008
Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik

Tabel 1
Distribusi sample berdasarkan kelompok usia
Eksperimen I Eksperimen II Jumlah
Usia Jumlah % Jumlah % Jumlah %
46-55 1 12,5 2 25 3 18,75
56-65 4 50 3 37,5 7 43,75
66-75 3 37,5 3 37,5 6 37,5
Jumlah 8 100 8 100 16 100
Sumber: Hasil Pengolahan Data

Tabel 2
Distribusi sample berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Eksperimen I Eksperimen II Jumlah


Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Laki-laki 5 62,5 4 50 9 56,25
Perempuan 3 37,5 4 50 7 43,75
Jumlah 8 100 8 100% 16 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Data

Hasil pengukuran kekuatan fungsi prehension metode PNF dapat dilihat pada tabel di bawah pada kelompok
eksperimen I (pasien stroke ini. hemoragik) dengan perlakuan terapi latihan

Tabel 3
Distribusi Nilai Kekuatan prehension untuk fungsi Cylindrical grip

Subjek Sebelum Sesudah Peningkatan


1 60 75 15
2 50 75 25
3 40 50 10
4 35 55 20
5 40 60 20
6 50 70 20
7 70 80 10
8 65 80 15
Rata-rata 51.25 68.13 16.88
SD 12.75 11.63 5.30
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Dari tabel tersebut diatas dapat disimpulkan nilai 51,25. Sedangkan nilai kekuatan fungsi bahwa nilai kekuatan fungsi
prehension prehension sesudah perlakuan berkisar antara pasien stroke hemoragik sebelum perlakuan 50 sampai 80
dengan rata-rata nilai 68,13.
berkisar antara 35 sampai 70 dengan rata-rata

Tabel 4
Distribusi Nilai Kekuatan prehension untuk fungsi Spherical grip

Subjek Sebelum Sesudah Peningkatan


Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 1, April 2008
Pengaruh Pemberian PNF Terhadap Kekuatan Fungsi Prehension pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik

1 50 55 5
2 40 60 20
3 35 50 15
4 25 35 10
5 35 45 10
6 40 60 20
7 55 65 10
8 50 60 10
Rata-rata 41.25 53.75 12.5
SD 9.91 9.91 5.35

Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 1, April 2008


Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 2, No. 1, Tahun 2018, ISSN 2548-8716

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa nilai kekuatan fungsi prehension pasien stroke hemoragik sebelum
perlakuan berkisar antara 25 sampai 55 dengan rata-rata nilai 41,25. Sedangkan nilai kekuatan fungsi prehension
sesudah perlakuan berkisar antara 35 sampai 60 dengan rata-rata nilai 53,75.

Tabel 5
Distribusi Nilai Kekuatan prehension untuk fungsi Hook Grip

Subjek Sebelum Sesudah Peningkatan


1 60 70 10
2 55 70 15
3 50 75 25
4 40 60 20
5 45 60 15
6 50 65 15
7 70 75 5
8 60 70 10
Rata- 53.75 68.13 14.38 rata
SD 9.54 5.94 6.23

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Dari tabel tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa nilai kekuatan fungsi prehension pasien stroke
hemoragik sebelum perlakuan berkisar antara 40 sampai 70 dengan rata-rata nilai 53,75. Sedangkan nilai kekuatan
fungsi prehension sesudah perlakuan berkisar antara 60 sampai 75 dengan rata-rata nilai 68,13.

Tabel 6
Distribusi Nilai Kekuatan prehension untuk fungsi Tip to Tip

Subjek Sebelum Sesudah Peningkatan


1 20 35 15
2 25 35 10
3 25 30 5
4 15 25 5
5 15 20 5
6 25 35 10
7 20 35 15
8 25 30 5
Rata- 21.25 30.63 8.75 rata
SD 4.43 5.63 4.43

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa nilai kekuatan fungsi prehension pasien stroke hemoragik sebelum
perlakuan berkisar antara 15 sampai 25 dengan rata-rata nilai 21,25. Sedangkan nilai kekuatan fungsi prehension
sesudah perlakuan berkisar antara 20 sampai 35 dengan rata-rata nilai 30,63.
Tabel 7
Pengaruh Infra Red dan Propioceptive Neuromuscular...| Didik Purnomo dkk, hlm 34-41 20
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 2, No. 1, Tahun 2018, ISSN 2548-8716

Distribusi Nilai Kekuatan prehension untuk fungsi


Lateral Pinch

Subjek Sebelum Sesudah Peningkatan


1 35 45 10
2 30 45 15
3 35 40 5
4 30 40 10
5 35 45 10
6 40 50 10
7 45 50 5
8 35 45 10
Rata- 35.63 45 9.38 rata
SD 4.96 3.78 3.20

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa nilai kekuatan fungsi prehension pasien stroke hemoragik sebelum
perlakuan berkisar antara 30 sampai 45 dengan rata-rata nilai 35,63. Sedangkan nilai kekuatan fungsi prehension
sesudah perlakuan berkisar antara 40 sampai 50 dengan rata-rata nilai 45.
Untuk mengetahui fungsi prehension secara keseluruhan maka dilakukan penjumlahan total nilai dari setiap
bagian fungsi dari prehension.
Dari tabel 8 dapat disimpulkan bahwa nilai kekuatan fungsi prehension secara keseluruhan pada pasien stroke
hemoragik sebelum perlakuan berkisar antara 145 sampai 260 dengan rata-rata nilai 203,13. Sedangkan nilai kekuatan
fungsi prehension sesudah perlakuan berkisar antara 215 sampai 305 dengan rata-rata nilai 265.63.

Tabel 8
Skor penilaian kekuatan fungsi prehension pada stroke hemoragik

Subjek Sebelum Sesudah Peningkatan


1 225 280 55
2 200 285 85
3 185 245 60
4 145 215 70
5 170 230 60
6 205 280 75
7 260 305 45
8 235 285 50
Rata- 203.13 265.63 62.5 rata
SD 36.93 31.56 13.36

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Dari tabel analisis dengan menggunakan uji wilcoxon Match Pairs didapatkan nilai P = 0.012 yang berarti bahwa ada
pengaruh yang bermakna pemberian PNF terhadap peningkatan kekuatan fungsi prehension pada pasien Stroke
Hemoragik. Dapat pula di gambarkan melalui grafik berikut:

Grafik 1 Pengukuran sebelum dan sesudah terapi pada pasien stroke Hemoragic

Pengaruh Infra Red dan Propioceptive Neuromuscular...| Didik Purnomo dkk, hlm 34-41 21
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 2, No. 1, Tahun 2018, ISSN 2548-8716

300

250

200
kekuatan
150
prehension
100

50

0
sebelum sesudah

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Sedangkan hasil pengukuran kekuatan fungsi prehension pada kelompok eksperimen II (pasien stroke non-hemoragik)
dengan perlakuan terapi latihan metode PNF dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 9
Skor penilaian kekuatan fungsi prehension pada stroke Non hemoragik
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Subjek 1 Sebelum 165 Sesudah Peningkatan
235 70 Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa nilai
2 180 275 95 kekuatan fungsi prehension secara keseluruhan pada pasien
3 185 250 65 stroke non-hemoragik sebelum perlakuan berkisar antara 135
4 155 230 75 sampai 195 dengan rata-rata nilai 167,5. Sedangkan nilai
5 135 200 65 kekuatan fungsi prehension sesudah perlakuan berkisar antara
6 140 200 60 200 sampai 275 dengan rata-rata nilai 238,13.
7 195 260 65 Dari tabel analisis dengan menggunakan uji wilcoxon
8 185 255 70 didapatkan nilai P = 0.011 yang berarti bahwa ada pengaruh
Ratarata 167.5 238.13 70.63 yang bermakna pemberian PNF terhadap peningkatan kekuatan
prehension tangan pada pasien stroke non-hemoragik. Dapat
SD 22.36 27.38 10.84 pula digambarkan melalui grafik berikut:
Grafik 2
Pengukuran sebelum dan sesudah terapi pada pasien stroke non hemoragik
300

250
200
kekuatan
150
prehension
100

50
0
sebelum sesudah

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh pemberian PNF terhadap peningkatan kekuatan fungsi prehension
pada kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II maka dilakukan uji ststistik mannwhitney dengan hasil
sebagai berikut:

Pengaruh Infra Red dan Propioceptive Neuromuscular...| Didik Purnomo dkk, hlm 34-41 22
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 2, No. 1, Tahun 2018, ISSN 2548-8716

Tabel 10
Hasil uji analisis selisih kelompok eksperimen I dan eksperimen II
Subjek Selisih Selisih
Kelompok I Kelompok II
1 55 70
2 85 95
3 60 65
4 70 75
5 60 65
6 75 60
7 45 65
8 50 70
Rata-rata 62.5 70.63
SD 13.36 10.84
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Dari tabel analisis dengan menggunakan uji mann-whitney didapatkan nilai P = 0.185 yang berarti bahwa tidak ada
perbedaan pengaruh yang bermakna pemberian PNF terhadap peningkatan kekuatan prehension tangan pada pasien
Stroke hemoragik dan Non Hemoragik.
Dapat pula di gambarkan melalui grafik berikut:

Grafik 3
Pengukuran selisih antara kelompok eksperimen I dan eksperimen II
300
250
200
150 stroke
100 hemoragik
stroke non
50 hemoragik
0
sebelum sesudah
Sumber: Hasil Pengolahan Data

Kesimpulan
Dari hasil uraian pada bab terdahulu dalam penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Terapi latihan metode PNF yang diberikan selama dua bulan dengan frekuensi dua sampai tiga kali setiap minggu
pada pasien stroke hemoragik fase penyembuhan di beberapa instansi pelayanan fisioterapi dapat meningkatkan
kekuatan fungsi prehension .
2. Terapi latihan metode PNF yang diberikan selama dua bulan dengan frekuensi dua sampai tiga kali setiap minggu
pada pasien stroke non hemoragik fase penyembuhan di beberapa instansi pelayanan fisioterapi dapat meningkatkan
kekuatan fungsi prehension .
3. Dari kedua kasus tersebut berdasarkan hasil analisis statistik, maka disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
pengaruh yang bermakna terapi latihan metode PNF pada pasien stroke hemoragik dan stroke non hemoragik dalam
meningkatkan kekuatan fungsi prehension.

Daftar Pustaka
Adler Susan S, “PNF in Practice”, Springer, New York, 1999.
Pengaruh Infra Red dan Propioceptive Neuromuscular...| Didik Purnomo dkk, hlm 34-41 23
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 2, No. 1, Tahun 2018, ISSN 2548-8716

Deusen Julia Van and Denis Brunt, “Assesment in Occupational Therapy and Physical
Therapy”, W.B Saunders Company,
Philadelpia, 1997.

F.Neil Gordon, “Stroke your complete exercise guide”, Human kinetics publishers, Dallas Texas, 1993.

Feigin Valery, “Stroke”, Cetakan Kedua, PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2006.

Guyton, Arthur C., “Buku ajar Fisiologi kedokteran”, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996.

Minor Mary alie Duesterhans, “Kinesiology Laboratory Manual for Physical


Therapist Assistant”, F.A Davis Company, Philadelpia, 1998.

Nurmianto Eko, ”Ergonomi konsep dasar dan aplikasinya”, Pernerbit Guna widya, Jakarta, 1996.

Piscopo John, Baley James A., “Kinesiology The Science of Movement”, New York, 1981.

Priguna Sidharta, ”Neurologis Klinis Dasar”, Dian rakyat, Jakarta, 1984.

Salim Peter, “Advance English - Indonesian Dictionary”, Modern English Press, Jakarta, 1991.

Tubiana Raoul and Thomine Jean Michel,


“Examination of The Hand and Wrist,
W.B Saunders Company”, Philadhelpia, 1984.

Jurnal 2

Pengaruh Infra Red dan Propioceptive Neuromuscular...| Didik Purnomo dkk, hlm 34-41 24
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 2, No. 1, Tahun 2018, ISSN 2548-8716

PENGARUH INFRA RED DAN PROPIOCEPTIVE NEUROMUSCULAR FACILITATION


PADA HEMIPARESE STROKE NON HEMORAGIK

*Didik Purnomo, **Kuswardani dan ***Syifa Maulida Fadhilah


AKADEMI FISIOTERAPI WIDYA HUSADA SEMARANG
*didik_purnomo@akfis-whs.ac.id

ABSTRAK

Latar Belakang : Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang
terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di
Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil,
sedangkan untuk prevalensi stroke di Jawa Tengah (12,3%) (Riskesdas, 2013). Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh
fisioterapi dengan Infra Red dan Propioceptive Neuromuscular Facilitation pada Hemiparase et causa Stroke Non
Haemoragik. Hasil : Hasil uji normalitas menunjukkan distribusi data normal, maka uji hipotesis menggunakan metode
paired sample t test. Hasil pengujian tersebut menunjukkan nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,08 yang berada pada > 0,05
sehingga Ha ditolak dan Ho diterima yang bermakna perubahan pada pasien sesudah terapi tidak signifikan
dibandingkan dengan sebelum terapi. Hal ini dapat disebabkan karena gangguan pada sistem saraf pusat yang
membutuhkan waktu, intensitas dan jumlah pertemuan lebih banyak serta membutuhkan kerjasama antara pasien,
keluarga dan terapis yang baik agar terlihat perubahan pada partisipan. Kesimpulan : Pada penelitian ini menunjukkan
bahwa penggunaan infra red dan propioceptive neuromuscular facilitation pada hemiparese stroke non hemoragik
belum menunjukkan perubahan yang signifikan pada pasien.

Kata kunci : Infra Red, non hemoragik, PNF dan Stroke.

INFRA RED AND PROPIOCEPTIVE NEUROMUSCULAR FACILITATION EFFECT IN


HEMIPARESE ET CAUSA STROKE NON HEMORRHAGIC

ABSTRACT

Background: The prevalence of stroke in Indonesia based on a diagnosis of health professionals is 7 per mile and
diagnosed by health professionals or symptoms is 12.1 per mile. The prevalence of stroke based on diagnosis of health is
highest in North Sulawesi (10.8%), followed by DI Yogyakarta (10.3%), Bangka Belitung and DKI Jakarta respectively
9.7 per mile, while for stroke prevalence in Central Java (12, 3%) (Riskesdas, 2013). Objective: To determine the effect
of physiotherapy treatment with Infra Red and Proprioceptive Neuromuscular Facilitation on Hemiparase et causa Non
Hemorrhagic Stroke. Results: The results of the normality test show normal data distribution, then the hypothesis test
uses the paired sample t test method. The test results show the value of sig. (2-tailed) of 0.08 which is at> 0.05 so Ha is
rejected and Ho is accepted which means significant changes in patients after therapy are not significant compared to
before therapy. This can be caused by disorders of the central nervous system that require more time, intensity and
number of meetings and require collaboration between patients, families and good therapists to make changes visible to
participants. Conclusion: This study shows that the use of infra red and propioceptive neuromuscular facilitation in non-
hemorrhagic stroke hemiparese has not shown significant changes in patients.

Keywords: Infra Red, non hemorrhagic, PNF and stroke.


Menurut World Health Organization (WHO), stroke
didefinisikan suatu gangguan fungsional otak yang
PENDAHULUAN terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejalaklinik
baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari
24 jam, atau dapatmenimbulkan kematian,
Pengaruh Infra Red dan Propioceptive Neuromuscular...| Didik Purnomo dkk, hlm 34-41 25
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 2, No. 1, Tahun 2018, ISSN 2548-8716

disebabkan oleh gangguan peredaran darah dekubitus, kontraktur (kekakuan dan pengecilan) otot,
otak.Sebagian besar kasus dijumpai pada orang-orang keterbatasan gerak sendi.
yang berusia di atas 40 tahun.Makin tua umur, resiko Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang
terkena stroke semakin besar (Nasution, 2013). ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya, stroke mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak
dibagi menjadi 2 yaitu stroke hemoragik dan stroke dan fungsi tubuh sepanjangrentang kehidupan dengan
iskemik (non hemoragik). Stroke hemoragik menggunakan penanganan secara manual, peningkatan
(pendarahan) adalah stroke yang terjadi jika pembuluh gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis)
darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang pelatihan fungsi, dan komunikasi (PERMENKES RI
normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di No. 65 Tahun 2015).
otak dan merusaknya. Stroke iskemik (non hemoragik) Peran fisioterapi pada penanganan stroke non
adalah stroke yang terjadi jika aliran darah ke otak haemoragik adalah mengevaluasi terlebih dahulu
terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol tentang apa yang tidak mampu pasien lakukan dan hasil
pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang akhir yang akan dicapai dari rehabilitasi stroke ini.
telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak Contoh ketidakmampuan yang dimiliki oleh pasien
sehingga pasokan darah ke otak terganggu (Wiwit, stroke adalah kelemahan dan penurunan daya tahan otot,
2012). penurunan lingkup gerak sendi, gangguan sensasi pada
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak anggota badan dan masalah pada pola jalan (Dourman,
di Amerika Serikat. Pada 2002, stroke membunuh 2013).
sekitar 162.672 orang. Jumlah tersebut setara dengan 1
di antara 15 kematian di Amerika Serikat. Mengacu
pada laporan American Heart Association, sekitar METODE PENELITIAN
700.000 orang di Amerika Serikat terserang stroke
setiap tahunnya. Dari jumlah ini, 500.000 di antaranya Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Bhakti Wira
merupakan serangan stroke pertama, sedangkan sisanya Tamtama Semarang dengan menggunakan sampel
merupakan stroke yang berulang. Saat ini ada 4 juta sebanyak 8 partisipan menggunakan metode pretest-
orang di Amerika Serikat yang hidup dalam posttest dengan quasi eksperimen. Penelitian ini
keterbatasan fisik akibat 3 stroke, dan 15 – dilakukan pada bulan Oktober 2017. Tindakan
30% di antaranya menderita cacat menetap (Centers for fisioterapi yang dilakukan meliputi penggunaan infra
Disease Control and red dan propioceptive neuromuscular facilitation.
Prevention, 2009). Infra red merupakan terapi fisik radiasi elektromagnetik
dengan sinar cahaya yang lebih panjang dari sinar
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis cahaya yang terlihat dari microwave. Sinar Infra red
tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang mengeluarkan efek panas ketika diserap oleh kulit, Infra
terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 red memiliki panjang gelombang antara 4x10 Hz dan
per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes 7,5x10 Hz. Efek panas yang dipancarkan oleh Infra red
tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI telah terbukti meningkatkan perluasan jaringan,
Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta memperbaiki sendi berbagai gerak, mengurangi rasa
masingmasing 9,7 per mil. Sedangkan untuk prevalensi sakit dan meningkatkan penyembuhan jaringan lunak
stroke di Jawa Tengah (12,3%). (Riskesdas, 2013). lesions
Masalah-masalah yang timbul akibat stroke antara lain: (Ojeniweh,et al, 2015).
adanya kelemahan otot pada bagian anggota gerak tubuh
yang terkena, adanya gangguan keseimbangan, adanya Propioceptive Neuromuscular
gangguan postur, adanya gangguan pernafasan, adanya Facilitation (PNF) atau kontraksi relaksasi merupakan
atrofi, adanya gangguan kemampuan fungsional salah satu bentuk latihan kelenturan dengan
(Sudarsini, 2017). Penderita stroke perlu mendapatkan peregangan yang dibantu oleh orang lain saat kontraksi
penanganan sedini mungkin untuk membantu penderita dan relaksasi. Teknik PNF menawarkan keuntungan
mengoptimalkan fungsi tubuh dan meningkatkan dan manfaat yang lebih luas dibandingkan metode-
kualitas hidup, sehingga penderita mampu melakukan metode peregangan konvensional lainnya, kemudian
aktivitas secara mandiri kembali. Fungsi merupakan dapat meningkatkan relaksasi pada otot yang
kemampuan atau keterampilan untuk melakukan diregangkan, lebih lagi teknik PNF paling baik untuk
aktivitas sehari–hari.Agar mencegah komplikasi, seperti mengembangkan atau membangun teknik
Pengaruh Infra Red dan Propioceptive Neuromuscular...| Didik Purnomo dkk, hlm 34-41 26
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 2, No. 1, Tahun 2018, ISSN 2548-8716

fleksibilitas tubuh (Parevri, 2017). optimal resisten yang berubah secara teratur dari satu
PNF dapat digunakan untuk peregangan dan teknik ini arah ke arah lain. Di sini, komponen gerakan rotasi
membantu mengembangkan kekuatan otot dan daya sangat penting untuk mengunci sendi. Efek dan
tahan, stabilitas sendi, mobilitas, kontrol penggunaannya adalah: dengan adanya kokontraksi otot
neuromuskular dan koordinasi (Ibrahim, 2017). - otot antagonis yang melawan optimal resisten akan
Timing for emphasis didasarkan atas penggunaan membentuk atau meningkatkan eksitasi respon dari otot
kelompok otot yang kuat untuk memperkuat otot – otot – otot sehingga mempemudah peningkatan kekuatan
yang lemah dan tidak efektif. Pemakaian timing for otot, sirkulasi sekitar sendi lebih lancar.
emphasis adalah dengan memberikan maksimal Hold relax, teknik ini merupakan teknik rileksasi yang
kontraksi pada kelompok otot yang kuat untuk digunakan untuk memperoleh waktu pemanjangan dari
memperkuat kelompok otot yang lemah. Timing for kelompok otot–otot yang berkontraksi sebagai
emphasis berarti menggunakan kontraksi kelompok antagonis terhadap suatu gerakan yang mengalami
otot tertentu dan komponen-komponen tertentu keterbatasn ROM. Teknik ini sangat efektif, sederhana
diulang-ulang pada setiap bagian ROM untuk dan tanpa menimbulkan rasa nyeri. Pemakaian hold
memperoleh reaksi saling memperkuat dari kelompok relax: Dengan melakukan gerakan sampai pada limit
otot yang kuat kepada kelompok otot yang lemah ROM tertentu dan melawan tahanan fisioterapis, pada
untuk memperoleh kekuatan otot dan memperbaiki akhir limitasi gerak maka tahanan diubah pada posisi
keseimbangannya. antagonisnya dan pasien disuruh menahan tahanan oleh
Repetisi kontraksi adalah pengulangan aktivitas dengan fisioterapis ke arah kelompok antagonisnya. Teknik ini
melawan tahanan dan ditujukan untuk meningkatkan diberikan secara berulang dan biasanya diikuti dengan
kekuatan dan daya tahan otot. Dalam hal ini kontraksi repeated contraction. Efek dan penggunaan: dengan
otot–otot tertentu yang lemah atau komponen suatu adanya kontraksi isometrik pada kelompok otot
pattern yang lemah diulang-ulang agar mendapatkan antagonis maka hal ini akan mempermudah
pengaruh saling memperkuat dari bagian atau kelompok pembentukan aktivitas kelompok antagonis tersebut.
otot yang lain yang diberikan kontraksi isometrik Bila aktivitas antagonis dapat dipermudah maka reaksi
maksimal. Pemakaian Repeated contraction adalah pemanjangan otot yang memendek akan bertambah.
dengan menggunakan timing for emphasis untuk Teknik hold relax digunakan untuk meningkatkan
memperoleh kontraksi isotonik yang maksimal yang ROM, mengurangi kekakuan, mengurangi nyeri
digunakan sebagai penguat kelompok otot tersebut terutama bila rasa nyeri disebabkan oleh kekakuan
kemudian ditahan sehingga timbul kontraksi isometrik sendi.
dengan melawan tahanan optimal. Teknik ini digunakan Indeks Barthel adalah skala yang umum digunakan
untuk koreksi terhadap keseimbangan dan rileksasi untuk mengukur kemampuan dan ketergantungan
kelompok otot – otot antagonis dan untuk memperoleh aktivitas sehari-hari pada pasien stroke. Indeks ini
peningkatan ROM dalam kondisi kekakuan sendi. direkomendasikan sebagai salah satu instrumen yang
Pemakaian slow reversal adalah dengan memberikan sering dipakai untuk menilai keterbatasan aktivitas
tahanan optimal pada gerakan kelompok agonis sehari-hari. Keunggulan Indeks Barthel ini mempunyai
kemudian diikuti dengan cepat tanpa adanya rileksasi reliabilitas dan validitas yang tinggi, mudah dan cukup
dengan gerakan yang berlawanan (gerakan kelompok sensitif untuk mengukur perubahan fungsi serta
antagonis) dengan tahanan optimal. Efek dan keberhasilan rehabilitasi.
penggunaan slow reversal adalah mempermudah Kelemahannya indeks ini tidak merupakan skala ordinat
kontraksi kelompok otot – otot antagonis dengan dan tiap penilaiannya tidak menunjukkan berat atau
memberikan tahapan optimal pada kelompok otot ringannya fungsi aktivitas sehari-hari (Dewiyana, 2016).
agonis pada saat berkontraksi dan langsung diikuti Indeks Barthel memiliki 10 komponen yang meliputi :
kontraksi otot antagonis tersebut dengan melawan
tahanan yang sama. Tabel 1. Pemeriksaan dengan Indeks Barthel
Rhytmical Stabilisation, dalam teknik ini digunakan (Dewiyana, 2016)
kontraksi otot – otot antagonis secara isometrik dengan No Kegiatan Skor
tujuan untuk memelihara dan meningkatkan stabilitas 1. Makan 0 = Tidak mampu
sendi. Stabilitas sendi dipertahankan dengan adanya ko- (Feeding) 1= Butuh bantuan memotong, mengoles
mentegadll. 2 = Mandiri
kontraksi kelompok otot antagonis melawan resisten.
Pasien diminta menahan saat fisioterapis memberikan 2. Mandi 1 = Tergantung orang lain
(Bathing) 2 = Mandiri

Pengaruh Infra Red dan Propioceptive Neuromuscular...| Didik Purnomo dkk, hlm 34-41 27
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 2, No. 1, Tahun 2018, ISSN 2548-8716

3. Perawatan 1 = Membutuhkan bantuan orang


diri lain
(Grooming) 2 = Mandiri dalam perawatan Tabel 2. Hasil penilaian skor Barthel
muka, rambut, gigi, dan bercukur N = partisipan
4. Berpakaian 1 = Tergantung orang lain
(Dressing) 2 = Sebagian dibantu (misal N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8
mengancing baju) 2 = Mandiri
Sebelum 14 15 10 11 9 7 8 12
5. Buang air 1 = Inkontinensia atau pakai terapi
kecil (Bowel) kateter dan tidak terkontrol Sesudah terapi 15 15 11 11 10 7 9 12
2 = Kadang Inkontinensia (maks,
1x24 jam) 2 = Kontinensia (teratur untuk
lebih dari 7 hari)
6. Buang air 1 = Inkontinensia (tidak teratur
besar atau perlu enema)
(Bladder) 2 = Kadang Inkontensia (sekali
seminggu)
3 = Kontinensia (teratur) Tabel 3. Hasil uji normalitas skor Barthel
7. Penggunaan 1 = Tergantung bantuan orang lain Kolmogorov-
toilet 2 = Membutuhkan bantuan, tapi Smirnova Shapiro-Wilk
dapat melakukan beberapa hal sendiri 2 =
Stat df Sig. Stat df Sig.
Mandiri
8. Transfer 1 = Tidak mampu Barthel_sebelum .126 8 .200* .965 8 .860
2 = Butuh bantuan untuk bisa Barthel_setelah .144 8 .200* .978 8 .955
duduk (2 orang) a. Lilliefors Significance Correction
3 = Bantuan kecil (1 orang)
No Kegiatan Skor *. This is a lower bound of the true significance.
3 = Mandiri

9. Mobilitas 1 = Immobile (tidak mampu) Tabel 4. Hasil uji hipotesis skor Barthel
2 = Menggunakan kursi roda Paired Differences
3 = Berjalan dengan bantuan satu
Std. 95% Confidence Sig.
orang
Std. Interval of the T df
4 = Mandiri (meskipun
Mean Error Difference (2-tailed)
menggunakan alat bantu seperti, tongkat)
10 Naik turun 1 = Tidak mampu Dev Lower Upper
. tangga 2 = Membutuhkan bantuan (alat Mean
sebelum -
bantu) 2 = Mandiri -.375 .518 .183 -.808 .058 -2.049 7 .080
setelah

Interpretasi hasil :
Hasil uji normalitas menunjukkan distribusi data normal
0-4 = ketegantungan total.
maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis berdasarkan
5-8 = ketergantungan berat. hasil uji normalitas tersebut menggunakan metode
9-11 = ketergantungan sedang. paired sample t test. Hasil pengujian tersebut tampak
12-19 = ketergantungan ringan. pada Tabel 4 dengan nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,08
20 = mandiri. yang berada pada > 0,05 sehingga Ha ditolak dan Ho
diterima yang bermakna perubahan pada pasien sesudah
HASIL DAN PEMBAHASAN terapi tidak signifikan dibandingkan dengan sebelum
terapi. Hal ini dapat disebabkan karena gangguan
Penelitian ini menggunakan indeks Barthel sebagai mengenai sistem saraf pusat yang membutuhkan waktu,
parameter pengujian tingkat efektivitas terapi. Hasil intensitas dan jumlah pertemuan lebih banyak serta
pemeriksaan indeks Barthel tersebut tampak pada Tabel membutuhkan kerjasama antara pasien, keluarga dan
2. Pemeriksaan tersebut dilakukan sebelum dengan terapis yang baik agar terlihat perubahan pada
sesudah terapi. Berdasarkan data tersesbut dilakukan uji partisipan.
normalitas menggunakan saphiro wilk test karena
jumlah sampel <50 partisipan dengan hasil pada Tabel
3. Pada Tabel tersebut, nilai sig berada di atas nilai kritis
0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, dengan demikian KESIMPULAN
distribusi data tersebut normal.

Pengaruh Infra Red dan Propioceptive Neuromuscular...| Didik Purnomo dkk, hlm 34-41 28
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 2, No. 1, Tahun 2018, ISSN 2548-8716

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan


infra red dan propioceptive neuromuscular facilitation
pada hemiparese stroke non hemoragik belum
menunjukkan perubahan yang signifikan pada pasien.
Hal ini dapat disebabkan karena gangguan mengenai
sistem saraf pusat yang membutuhkan waktu, intensitas
dan jumlah pertemuan lebih banyak serta membutuhkan
kerjasama antara pasien, keluarga dan terapis yang baik
agar terlihat perubahan pada partisipan.

DAFTAR PUSTAKA

Dewiyana. (2016).Peningkatan Skor Indeks Barthel


Sebagai Acuan Pemulangan Pasien Stroke Iskemik
Dari Rumah Sakit.Diaksespada17 Februari
2018.Availiblefrom:http://etd.repository
.ugm.ac.id/index.php?act=view&buku_i
d=96650&mod=penelitian_detail&sub=
PenelitianDetail&typ=html
Dourman, Karel. (2013). Waspadai Stroke Usia Muda.
Jakarta: Cerdas sehat.
Ibrahim, Bagus Kanang. (2017). Pengaruh
Propioceptive Neuromuscular
Facilitation Terhadap Kekuatan dan Fleksibilitas
Tungkai pada Pemain Sepakbola di SSB
Maguwoharjo Putra.

Pengaruh Infra Red dan Propioceptive Neuromuscular...| Didik Purnomo dkk, hlm 34-41 29
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 2, No. 1, Tahun 2018, ISSN 2548-8716

Jurnal Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas from:http://www.depkes.go.id/resources


Negeri Yogyakarta. /download/general/Hasil%20Riskesdas
Nasution, L.F. (2013). Stroke Non %202013.pdf
Hemoragik pada Laki- laki Usia 65 tahun. Jurnal
Kedokteran Universitas Lampung. 1(3) : 2.
Ojeniweh, et al. (2015). Efficacy of Six Weeks Infrared
Radiation Therapy on Chronic Low Back Pain and
Functional Disability in National Orthopaedic Hospital,
Enugu, South East, Nigeria. The Nigerian Health Journal.
15(4): 156.
Parevri, Robby Sakti. (2017). Pengaruh PNF Terhadap
Fleksibilitas Otot Member di Fitness Centre Pesona
Merapi Yogyakarta. Jurnal Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Yogyakarta.
Permenkes RI. (2015). Tentang Standar Pelayanan Fisioterapi.
Diakses tanggal 10 Februari 2018. Availible from:
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/prod
uk_hukum/PMK_No._65_ttg_Standar_
Pelayanan_Fisioterapi_.pdf
S, Wiwit. (2012). Stroke & Penanganannya : Memahami,
Mencegah, & Mengobati Stroke. Yogyakarta: Katahati.
Riskesdas. (2013). Tentang Prevalensi Penyakit Stroke di
Indonesia. Diakses tanggal 10 Februari 2018. Availible

Pengaruh Infra Red dan Propioceptive Neuromuscular...| Didik Purnomo dkk, hlm 34-41 30

Anda mungkin juga menyukai