Anda di halaman 1dari 14

EFEKTIFITAS TERAPI ZONA TERHADAP PEMULIHAN KEKUATAN

OTOT PADA PASIEN STROKE DI HASTA TERAPETIKA


SEMARANG

*Lucky Widya Vratama ** Fery Agusman ***Witri Hastuti****Sri Puji Lestari

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG

E-mail: kinyis@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Hasta Terapetika pada bulan
Oktober 2016, menunjukkan data bahwa pasien stroke yang dilakukan terapi zona mengalami
peningkatan, sebanyak 25 pasien untuk bulan Juli, 45 pasien untuk bulan Agustus, dan 60
pasien pada bulan September. Hasil wawancara dengan 10 pasien, 8 orang mengatakan lebih
menyukai terapi zona, karena biaya yang lebih ringan dan hasil terapi juga cukup signifikan.
Tujuan : Mengetahui pengaruh terapi zona terhadap pemulihan kekuatan otot pada pasien
stroke di Hasta Terapetika Semarang. Metode : Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan
rancangan penelitian pra-eksperimen dengan rancangan one-group pre-test post-test design
menggunakan pendekatan cross-sectional. Teknik sampling dalam penelitian ini
menggunakan pusposive sampling dengan sampel sebanyak 15 responden. Hasil : Data
dianalisis secara univariat dan bivariat. Rata-rata kekuatan otot sebelum dilakukan terapi zona
1,8 dan sesudah dilakukan terapi zona naik menjadi 2,8. Hasil analisis bivariat menggunakan
uji statistic Wilcoxon diperoleh p-value = 0,000 (< 0,05). Kesimpulan : Zona terapi efektif
untuk pemulihan kekuatan otot pada pasien Stroke di Hasta Terapetika Semarang.
Kata Kunci : Terapi zona, kekuatan otot, stroke

UNDERGRADUATE NURSING STUDY PROGRAM


HEALTH SCIENCE COLLAGE OF KARYA HUSADA SEMARANG

ABSTRACT

Background : A preliminary study conducted at Hasta Terapetika in October 2016 showed


data showing stroke patients in zone therapy had increased, as many as 25 patients for July,
45 patients for August, and 60 patients in September. The results of interviews with 10
patients, 8 people said prefer zone therapy, because the cost is lighter and the results of
therapy is also quite significant. Purpose : The purpose of this study to determine the effect of
zone therapy toward muscle strength recovery in stroke patients Hasta Terapetika Semarang.
Method : The type of this research is quantitative with pre-experimental research design with
one-group pre-test post-test design using cross-sectional approach. The sampling technique in
this study using a purposive sampling with a sample of 15 respondents. Result : The date were
analyzed univariat and bivariate. The average muscle strength before zone therapy is by 1.8
and after zone therapy went up to of 2.8. The result of bivariate analysis using Wilcoxon
statistic test obtained p-value = 0,000 (<0,05). Conclution : Zone therapy is effective for
muscle strength recovery in stroke patients at Hasta Terapetika Semarang.
Keywords : Zone therapy, muscle strength, stroke

64
65

PENDAHULUAN

Stroke merupakan masalah neurologik primer yang ada di dunia. Di Amerika

Serikat, stroke menduduki peringkat ketiga sebagai penyebab kematian setelah penyakit

jantung dan kanker. Stroke juga merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama

pada orang dewasa.9 Menurut data Heart and Stroke Foundation, sekitar 80% stroke

iskemik disebabkan oleh gangguan aliran darah keotak akibat gumpalan darah. Sekitar

20% stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan yang tidak terkontrol diotak.

Sedangkan Indonesia sendiri merupakan negara dengan jumlah pasien stroke

terbesar di Asia. Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan

setelah jantung dan kanker. Rendahnya kesadaran akan factor risiko stroke, kurang

dikenalinya gejala stroke, belum optimalnya pelayanan stroke dan ketaatan terhadap

program terapi untuk pencegahan stroke ulang yang rendah merupakan permasalahan

yang muncul pada pelayanan stroke di Indonesia. Keempat hal tersebut berkontribusi

terhadap peningkatan kejadian stroke baru, tingginya angka kematian akibat stroke, dan

tingginya kejadian stroke ulang di Indonesia.11

Salah satu pengobatan pasien stroke yaitu dengan terapi konvensional.

Masyarakat di seluruh dunia, ketika belum mengenal pengobatan konvensional

(kedokteran modern) menggunakan pengobatan tradisional untuk mengatasi problem

kesehatannya. Pengobatan tradisional sering juga diposisikan sebagai pengobatan

alternatif, yaitu sebagai pilihan lain dari pengobatan konvensional. 1 pengobatan

tradisional juga sering disebut dengan pengobatan komplementer, ketika diposisikan

sebagai pendukung dan pelengkap pengobatan modern.1 ada berbagai macam pengobatan

tradisional, yaitu pengobatan yang menggunakan ramuan tanaman dan bahan binatang

(renik), pengobatan yang berdasarkan ajaran agama, pengobatan spiritual (bio-energi


66

alam dan manusia), serta pengobatan yang berdasarkan pada keterampilan seperti pijat,

akupuntur, patah tulang, dan lainnya.1

Pijat dilakukan secara refleks oleh manusia untuk mengatasi keluhan di bagian

tubuhnya. Misalnya jika seseorang merasa sakit kepala, pasti tangan ada yang

memberitahunya terlebih dahulu. Demikian juga jika ada keluhan dibagian tubuh

lainnya.1 ada dasar teori yang rasional dan runtun panduannya mengenai cara pemijatan.

Ilmu ini pasti disusun dan diterapkan belakangan, sesudah ada upaya mengumpulkan

berbagai pengalaman dari warga masyarakat (secara empiris). Teori pemijatan yang

sudah dibukukan seperti buku Huang Di Nei Ching (Pengobatan Klasik Penyakit Dalam

Kaisar Kuning). Buku ini merupakan buku akupuntur yang pertama di Tiongkok, kurang

lebih 475 tahun Sebelum Masehi. Di dalamnya sudah memuat ramuan dan teknik

akupunktur, buku pengobatan tersebut juga memuat tentang tuina, yaitu pijat ala

Tiongkok.1

Kewaspadaan umum ini diperlukan untuk mencegah penularan dari pasien ke

praktisi dan sebaliknya.1 Perlu dijaga kebersihan tubuh, tangan, alat-alat praktik harus

bersih, ruangan praktik juga harus bersih dan sirkulasi udara baik, serta tersedianya

kamar mandi. Pengobatan dapat menggunakan sarung tangan dan masker bila diperlukan.

Jika cara pijat tidak dilengkapi dengan hal-hal tersebut, maka akan sangat sulit

mempertanggungjawabkan kegiatan pemijatan tersebut. Hal ini dikarenakan, orang yang

dipijat seharusnya mendapat penjelasan mengenai tindakan tindakan yang dilakukan

kepadanya. Informasi tersebut merupakan hak konsumen yang harus dijunjung dan

dipenuhi oleh setiap praktisi. Dengan menjelaskna kepada konsumen atau pasien

mengenai cara penyembuhan yang diperolehnya maka akan terjadi proses pembelajaran

yang sangat bermanfaat bagi kedua belah pihak, selain sebagai pertanggungjawaban

terhadap ilmu yang dijadikan profesi bagi praktisi tersebut. Dengan penguasaan yang
67

runtun terhadap teori dan keterampilan ilmu pijat, hasil pijat dapat diharapkan sesuai

dengan keinginan praktisi maupun pasien atau konsumen.1

Terapi zona adalah tempat dilakukannya pemijatan (terapi) untuk menyembuhkan

keluhan atau penyakit. Terapi zona ini juga berfungsi sebagai zona deteksi, yaitu tempat

dilakukannya deteksi terhadap penyakit atau keluhan, misalnya kalau disebuah zona

(area) ditekan lebih sensitif atau sakit maka organ zona tersebut dianggap sakit.1 Terapi

zona bisa digunakan untuk berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit stroke.

Penyakit stroke menurut riset kesehatan dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa stroke

merupakan penyebab kematian tertinggi diantara penyakit-penyakit tidak menular di

perkotaan.3

Menurut Wening, Indrawati, dan Dewi mengatakan bahwa kerusakan otak karena

stroke dapat menyebabkan kecacatan berupa kekakuan, kelemahan, atau kelumpuhan otot

yang menyulitkan aktivitas sehari-hai, seperti memakai baju, mandi, makan, atau

berjalan. Kesulitan-kesulitan ini cenderung menyebabkan pasien pasca stroke kurang

gerak atau tubuh tidak berubah posisinya. Kurang gerak berkepanjangan akan

menimbulkan banyak masalah, seperti menurunnya kesehatan jantung-paru, mudah lelah,

osteoporosis, dan atrofi otot (otot-otot menjadi tipis dan mengecil karena jarang

digunakan). Kurang gerak juga dapat mengganggu peredaran darah tungkai yang dapat

menyebabkan pembentukan thrombus dan luka pada kulit karena kulit tertekan dalam

waktu yang lama.2

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Hasta Terapetika pada bulan Oktober

2017, menunjukkan data bahwa pasien stroke yang dilakukan terapi zona mengalami

peningkatan, sebanyak 25 pasien untuk bulan Juli, 45 pasien untuk bulan Agustus, dan 60

pasien pada bulan September, jadi rata-rata terdapat 43 pasien yang mendapatkan terapi

zona pada pasien yang sama baik itu pasien stroke hemorargik maupun pasien stroke non
68

hemorargi. Dari jumlah rata-rata tersebut sebanyak 40 pasien stroke mengalami

kelemahan otot, sedangkan 3 orang pasien tidak mengalami kelemahan otot hanya

mengalami kesulitan bicara (pelo). Terapi zona pada pasien stroke yang di Hasta

Terapetika dilakukan sebanyak dua kali dalam satu minggu dan semua pasien tersebut

rutin untuk melakukan terapi zona baik yang berasal dari dalam kota maupun luar Kota

Semarang. Hal tersebut dilakukan bertujuan untuk memperlancar sirkulasi darah,

terutama aliran darah ke otak.

Hasil wawancara dengan 10 pasien, 8 orang mengatakan lebih menyukai terapi

zona, selain memperoleh perubahan kesehatan yang semakin baik, yang tadinya tangan

atau kaki tidak dapat digerakkan, pelan-pelan mulai bisa digerakkan, bahkan ada yang

sudah bisa berjalan pelan-pelan meskipun dengan alat bantu jalan (walker). Selain itu

biaya terapi tersebut juga lebih ringan dibandingkan dengan berobat di rumah sakit.

Selain itu hasil wawancara dengan dua orang praktisi di Hasta Terapetika mengatakan

bahwa pasien sekarang lebih menyukai terapi komplementer, seperti terapi zona

dibandingkan dengan pengobatan medis di rumah sakit, selain biaya yang lebih ringan,

hasil yang diperoleh saat terapi juga cukup signifikan. Hal tersebut dibuktikan dengan

kunjungan rutin dari para pasien untuk dilakukan terapi zona. Berdasarkan latar belakang

diatas maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh terapi zona

terhadap pemulihan kekuatan otot pada pasien stroke di Hasta Terapetika Semarang.

Tinjauan Teoritis

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi system

saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit). Gejala-gejala

ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian.13 Stroke adalah sindrom yang

disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (GPDO) dengan awitan akut, disertai
69

manifestasi klinis berupa deficit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma

ataupun infeksi susunan saraf pusat.14 Stroke merupakan penyebab kecacatan nomer satu di

dunia dan penyebab kematian nomor tiga di dunia. Duapertiga stroke terjadi di Negara

berkembang. Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20%

mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia.14

Terapi alternatif adalah setiap bentuk praktik pengobatan yang berada di luar bidang dan

praktik pengobatan kedokteran modern20. Terapi alternatif digunakan diluar cara modern yang

biasa dilakukan di rumah sakit, puskesmas dan balai pengobatan lainnya.21 Terapi alternatif

merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang menggunakan cara, alat, atau bahan yang tidak

termasuk dalam standar pengobatan kedokteran modern (pelayanan kedokteran standar) dan

dipergunakan sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan kedokteran modern.21 Terapi

alternatif menggunakan secara luas falsafah penyembuhan, pendekatan, dan berbagai jenis

dan teknik terapi.20

Terapi zona merupakan suatu metode penyembuhan atau terapi dengan menekan

daerah-daerah tertentu berdasarkan pembagian zona atau daerah dalam tubuh yang

dipergunakan untuk merawat atau mengobati organ tubuh yang terganggu atau sakit.56

Terapizona berasal dari kata asing (Inggris), yaitu terapi dan zona. Terapi artinya perawatan

atau pengobatan dan zona artinya daerah/ lingkungan/ jalur. Ilmu ini berasal dari Negeri

Tiongkok beberapa ribu tahun yang lalu kemudian berkembang ke Eropa, Amerika, dan

Negara-negara Asia lainnya termasuk Indonesia. Menurut teori Tionghua kuno, tubuh

manusia dibagi menjadi 10 zona/ daerah/ lingkungan/ jalur.56

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pra-eksperimen dengan
rancangan one-group pre-test post-test design (rancangan pra-pasca test dalam satu
70

kelompok), dimana skala nyeri saat pemasangan infus diukur sebelum dan setelah
diberikan perlakuan berupa terapi zona.

Hasil Penelitian

Tabel 4.2
Distribusi responden berdasarkan kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan zona
terapi di Hasta Terapetika Semarang
2 22 Juni 2017 (n=15)

Kekuatan otot Mean Min Max SD


Sebelum zona terapi 1,80 1 2 0,414
Sesudah zona terapi 2,80 2 3 0,414
Sumber data primer 2017

Berdasarkan Tabel 4.2 tentang kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan

zona terapi dapat diketahui bahwa rata-rata kekuatan otot sebelum dilakukan terapi

zona 1,8 dengan kekuatan otot paling kecil 1 dan kekuatan otot paling besar 2 dengan

standar deviasi 0,414. Rata-rata kekuatan otot sesudah dilakukan terapi zona 2,8

dengan kekuatan otot paling kecil 2 dan kekuatan otot paling besar 3 dengan standar

deviasi 0,414.

Tabel 4.2
Analisa uji beda berpasangan kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan zona
terapi di Hasta Terapetika Semarang
2 22 Juni 2017 (n=15)

Analisa
Kekuatan otot p-value
bivariat
Sebelum zona terapi Wilcoxon 0,000
Sesudah zona terapi
Sumber data primer 2017

Berdasarkan Tabel 4.4 tentang analisa bivariat dapat diketahui bahwa setelah

dilakukan uji statistik non-parametrik Wilcoxon diperoleh hasil p-value = 0,000 (<

0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kekuatan otot sebelum dan

sesudah dilakukan zona terapi di Hasta Terapetika Semarang.


71

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan otot pada

pasien stroke di Hasta Terapetika Semarang sebelum dilakukan zona terapi rata-

rata 1,8 dengan kekuatan otot paling kecil 1 dan kekuatan otot paling besar 2.

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/ atau gejala hilangnya fungsi

sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau

menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan

kematian.13 Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran

darah otak (GPDO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit

neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma ataupun infeksi susunan saraf

pusat.14 Stroke merupakan penyebab kecacatan nomer satu di dunia dan penyebab

kematian nomor tiga di dunia. Dua pertiga stroke terjadi di Negara berkembang.

Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20%

mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan

usia.14

Hasil penelitian juga menunjukkan sebagian besar jenis stroke yang

dialami responden penelitian adalah stroke non hemorargik sebanyak 10 orang

(66,7%) dan yang mengalami stroke hemorargik hanya 5 orang (33,3%). Hasil

wawancara dengan para terapis mengatakan bahwa zona terapi dilakukan pada

pasien dengan kondisi stroke yang masih baik, apabila pasien dengan kondisi

stroke yang berat dan dengan komplikasi, diindikasikan untuk berobat ke rumah

sakit. Salah satu penyebab stroke adalah hipertensi, hipertensi yang berlangsung

dalam jangka waktu lama dan tidak diobati beresiko menimbulkan berbagai

penyakit, salah satunya adalah stroke.16 Pernyataan tersebut didukung berdasarkan

hasil penelitian yang menunjukkan bahwa rata-rata tekanan darah responden


72

penelitian adalah 191,33/ 109,33 mmHg yang masuk dalam kategori tekanan

darah tinggi/ hipertensi.

berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan otot pada

pasien stroke di Hasta Terapetika Semarang sesudah dilakukan zona terapi rata-

rata 2,8 dengan kekuatan otot paling kecil 2 dan kekuatan otot paling besar 3.

Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kekuatan otot

pada pasien yang telah dilakukan zona terapi. Zona terapi merupakan suatu metode

penyembuhan atau terapi dengan menekan daerah-daerah tertentu berdasarkan

pembagian zona atau daerah dalam tubuh yang dipergunakan untuk merawat atau

mengobati organ tubuh yang terganggu atau sakit.56 Terapi zona berasal dari kata

asing (Inggris), yaitu terapi dan zona. Terapi artinya perawatan atau pengobatan

dan zona artinya daerah/ lingkungan/ jalur.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan uji

statistik non-parametrik Wilcoxon diperoleh hasil p-value = 0,000 (< 0,05). Jadi

dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kekuatan otot sebelum dan sesudah

dilakukan zona terapi di Hasta Terapetika Semarang. Terapi zona merupakan

pengobatan yang memadukan antara terapi syaraf dan terapi pembuluh darah.

Yaitu memaksimalkan fungsi syaraf sekaligus melancarkan sirkulasi darah. Terapi

zona langsung merangsang pusat syaraf dan melancarkan aliran darah yang

tersumbat, rasa sakit akan berkurang dan badan menjadi lebih segar. Fungsi saraf

yang baik menghasilkan kesegaran oragan dan peredaran darah yang lancar

mampu menetralisir berbagai jenis penyakit, sehingga badan tetap sehat.56

Hasil penelitian diatas juga didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh

Hermawan, yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna tentang

pengaruh pijat refleksi telapak kaki terhadap kualitas tidur pada lansia sebelum dan
73

sesudah dilakukan pijat refleksi telapak kaki.4 Penelitian lain juga dilakukan oleh

Rezky, Hasneli, & Hasanah, hasil penelitian juga menunjukkan terdapat pengaruh

terapi pijat refleksi kaki terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi.5

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan dengan kategori usia paling

banyak middle age (45-59 Th), berat badan responden rata-rata 55,07 Kg, jenis stroke

paling banyak adalah stroke non hemorargik. Takanan darah rata-rata 191,33/ 109,33

mmHg.

2. Rata-rata kekuatan otot sebelum dilakukan terapi zona 1,8 dengan kekuatan otot paling

kecil 1 dan kekuatan otot paling besar 2.

3. Rata-rata kekuatan otot sesudah dilakukan terapi zona 2,8 dengan kekuatan otot paling

kecil 2 dan kekuatan otot paling besar 3.

4. Setelah dilakukan uji statistik non-parametrik Wilcoxon diperoleh hasil p-value =

0,000 (< 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kekuatan otot

sebelum dan sesudah dilakukan zona terapi di Hasta Terapetika Semarang.

Saran

1. Bagi Praktek Keperawatan

Sebagai salah satu alternatif terapi komplementer yang dapat diaplikasikan

dalam praktek keperawatan mandiri.


74

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi ilmu

keperawatan terutama tentang hubungan antara stroke dengan terapi zona.

3. Peneliti Selanjutnya

Peneliti lebih lanjut yang melakukan penelitian sejenis diharapkan dapat

melakukan penelitian dengan menyertakan variabel lain yang lebih kompleks sehingga

dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan kekuatan otot pada

pasien stroke.

4. Bagi masyarakat

Dari hasil penelitian ini diharapkan masyarakat khususnya yang pernah sakit

stroke agar lebih meningkatkan praktik hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari,

untuk menghindari terjadinya serangan stroke berulang.


75

Daftar Pustaka

1. Sukanta PO. Terapi Pijat Tangan. Jakarta: Penebar Plus; 2009.

2. Wening S, Indrawati L, & Dewi CS. Care Your Self Stroke (Cegah dan Obati Sendiri).
Jakarta: Penebar Plus; 2016.

3. Waluyo S. 100 Questions and Answers. Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2009.

4. Hermawan DA. Pengaruh pijat refleksi telapak kaki terhadap kualitas tidur pada lansia
di Panti Tresna Werdha Hargodedali Surabaya. Jurnal Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Vol IV. No 01 (3 Oktober 2016), 2015 : Halaman 13-20.

5. Rezky RA, Hasneli Y, & Hasanah O. Pengaruh terapi pijat refleksi kaki terhadap tekanan
darah pada penderita hipertensi primer. JOM Vol II. No 02 (3 Oktober 2016) 2015 :
Halaman 1454-1462.

6. Vidayanti V. Pengaruh pijat punggung menggunakan minyak esensial lavender terhadap


produksi ASI pasca bedah sesar di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Jurnal Medika
Respati, Vol X. No 03 (3 Oktober 2016), 2015 : Halaman 49-58.

7. Smeltzer SC & Brenda GB. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta :
EGC; 2005.

8. Kustiowati E. Trombosis di Bidang Neurologi: Stroke Iskemik. Semarang: Bagian


Neurologi Universitas Diponegoro; 2003.

9. World Health Organization. Cerebrovascular disorder: A Clinical and research


Clasification. Geneva: WHO; 2014.

10. Heart and Stroke Foundation. Ischemic Stroke and Hemorrhagic Stroke. Journal of Heart
and Stroke. ( 23 Desember 2016), 2015.

11. Kemenkes RI. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2015.

12. Kemenkes RI. Info Datin: Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2014.

13. Ginsberg L. Neurologi. Jakarta: Erlangga; 2011.

14. Dewanto G. Panduan Praktis Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC;
2009.

15. Mahendra & Rachmawati. Atasi Stroke dengan Tanaman Obat. Jakarta: Niaga Swadaya;
2010.

16. Wahyu Genis Ginanjar. Stroke Hanya Menyerang Orangtua. Jakarta: Mizan; 2012.

17. Schoen DC. Adult Orthopaedic Nursing. Philadelphia: Lippincott; 2010.


76

18. Goolsby MJ & Grubbs L. Advanced Assessment to Differential Diagnosis. USA: F.A
Davis Company; 2006.

19. Ginsberg L. Neurologi. Jakarta: Erlangga; 2008.

20. Hadibroto. Seluk-beluk Pengobatan Alternatif dan Komplementer. Jakarta: PT Bhuana


Ilmu Populer; 2008.

21. Mursito B. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Jantung. Jakarta: Penebar Swadaya;
2007.

27. Pamungkas R. Dahsyatnya Jari Refleksi. Yogyakarta: Pinang Merah; 2010.

29. Soewito. Refleksologi Penyembuhan tanpa Obat, Injeksi dan Operasi. Jakarta: Titik
Terang; 2010.

31. Potter & Perry. Fundamental keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2010.

32. Guyton AC & Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.

33. Sari W. Care Yourself, Hepatitis. Jakarta: Penebar Plus; 2008.

34. Nirmala. Menelusuri Penyakit lewat Pijat Refleksi. Diakses dari


http://cybermed.cbn.net.id . Pada Tanggal 23 Januari 2016.

36. Mubarak WH. Pengantar Keperawatan Komunitas. Jakarta: Sagung Seto; 2009.

37. Varghese CT. Is Patients Preference for Medical Care Changing. Diakses dari
http://www.medicaholitic.com. Pada Tanggal 23 Januari 2016

39. Anderson & Foster. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia; 1986.

41. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga; 2009.

42. Depdiknas. Buku 1 Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta:
Depdikbud. 2008.

44. Zulkifli. Obat Itu Racun. Yogyakarta: Grha Pustaka; 2009.

45. Soekidjo N. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta; 2010.

46. Purwanto. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2011.

47. Wasis. Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. Jakarta: EGC; 2008.

48. Nursalam. Konsep dan Metode Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2008.

49. Swarjana IK. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Andi; 2012.

50. Swarjana IK. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Yogyakarta: Penerbit Andi;
2015.
77

51. Polit DF & Beck CT. Essentials of Nursing Research (Appraising Evidence for Nursing
Practice) edition 8th. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2014.

52. Budiharto. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC; 2008.

53. Budiarto E. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta: EGC; 2005.

54. Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba; 2008.

55. Astuti R. Analisis Deskriptif dan Analitik. Semarang: UNIMUS; 2014.

56. Kusyati E. Kumpulan Materi Komplementer terapi. Semarang: Karya Husada; 2016.

57. Umar H. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama; 2007.

58. Friedman M, Bowden VR, & Jones EG. Buku Ajar Keperawatan Keluarga (Riset, Teori,
dan Praktik). Jakarta: EGC; 2010.

Anda mungkin juga menyukai