Anda di halaman 1dari 3

A.

Skenario 1

Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami peran seorang fisioterapi sebagai konsultan dalam
menganalisa masalah kesehatan kerja dan ergonomi serta membuat rencana program
penanganan hasil analisis dan menyajikan dalam sebuah program sesuai fakta dan norma yang
berlaku.

KASUS SKENARIO I

Sebuah perusahaan manufaktur yang bekerja di bidang teknologi bernama PT X,


memilikikaryawan berjumlah 150 orang. Karyawan terbagi menjadi dua bagian pekerjaan, yaitu
60 orang bekerja dibagian administatif dan manajerial serta 90 orang karawan bekerja di bagian
produksi. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan pada pola aktivitas kerja, yaitu pada
pekerja administratif dan manajerial memiliki pola aktivitas rendah karena berkenaan dengan
aktivitas kerja statis dan tidak memerlukan banyak perpindahan atau aktivitas dengan tenaga
yang banyak. Sedangkan karyawan di bagian produksi memiliki karakteristik pekerjaan yang
beragam dan juga lebih membutuhkan tenaga yang lebih dalam menjalankan tugas atau
pekerjaannya. Pola aktivitas fisik pekerja di unit produksi dapat dikatakan sedang, karena dalam
pengerjaan atau aktivitasnya pekerja didukung oleh teknologi automasi system. Rentang usia
pekerja adalah 30-54 tahun, yaitu 50 perempuan dan 100 laki-laki.
Repetitive strain Injury ditengarai sebagai gangguan gerak fungsi pada pekerja yang
memiliki angka grafik tertinggi. Gangguan itu bisa berdampak terjadinya perubahan pada body
function dan body structure, activity limitation dan participation restriction yang akhirnya
berpengaruh pada produktifitas kerja para pegawai dan kualitas kesehatan pekerja serta semakin
tajamnya perkembangan gangguan fisik pada pekerja akibat Cummulative trauma disorders.
Para ahli ergonomi dan keselamatan kerja kemudian mengkategorikan sebagai work related
musculoskletal disorders (WMSD’s). Disamping itu PT. X menentukan waktu kerja 1 shift,
berkisar antara pukul 08.00-16.00 yang berarti lama bekerja dalam satu hari adalah selama 8 jam
dan istirahat selama 60 menit, dari pukul 11.45-12.45 dalam 5 hari kerja. Ketentuan ini sudah
sangat tepat diaplikasikan karena telah sesuai dalam pasal 77 UU RI No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan pengaturan durasi waktu kerja. Durasi waktu bekerja di tempat kerja
berlangsung selama 8jam itu artinya waktu bekerja diantor adalah 1/3 waktu perhari, yaitu
24jam. Hal ini akan mempengaruhi pengaturan penyediaan makanan di tempat kerja dimana hal
tersebut harus memenuhi 1/3 dari total kebutuhan kalori setiap individu per hari sesuai dengan
ketentuan angka kecukupan gizi (AKG) dan memiliki ketentuan 1 kali makan besar dan 1 kali
makan kecil (snack). Pemilihan makanan memenuhi aturan gizi seimbang dan besaran porsi
makan mengacu pada kebutuhan kalori yang dihitung berdasarkan usia, jenis kelamin indeks
masa tubuh, dan faktor aktivitas. Asupan makanan dan pola hidup perlu dilakukan evaluasi.
Indeks masa tubuh yang berada diatas batas normal merupakan pemicu berbagai permasalahan
kesehatan termasuk salah satunya adalah penyakit tidak menular. Performa pekerja yang tidak
dalam keadaan yang normal akan mempengaruhi produktivitas kerja serta upaya yang harus
dilakukan adalah Fitting the job dengan, dengan pendekatan biomekanika sebagai intervensi
ergonomi fisioterapi. Fisioterapi sebagai seorang konsultan dalam menyusun work conditioning
& work hardening program.

(Diskusikan skenario diatas dengan menggunakan langkah seven jump)


B. Skenario 2
Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu menganalisa masalah kesehatan kerja dan ergonomi karena manual
material handling dengan penggunaan data antropometri dan mampu membuat rencana
program penanganan hasil analisis dan menyajikan dalam sebuah program sesuai fakta dan
norma serta sesuai source evidence yang terbaik.

KASUS SKENARIO 2
Berkembangnya ilmu pengetahuan mendorong didesainnya peralatan mekanis untuk
membantu pekerjaan manusia. Perkembangan teknologi semakin cepat sehingga mesin dan robot
banyak membantu pekerjaan manusia dan perekonomian dunia pun mengeliat berkembang tidak
dapat di hadang, para pekerja pada industri dihadapkan pada situasi dimana kondisi tubuh
mereka harus berhadapan dengan mesin-mesin secara langsung (Human-machine system) yang
terkadang tidak sesuai dengan antropometri tubuh manusia indonesia dan akses manual material
handling untuk kontrol kerja mesin. Kapasitas kerja manusia mulai di ukur berbanding dengan
waktu yang dibutuhkan Pre-employment and Re-deployment assessment functional. Kemudian
berkembang pendekatan Time Motion Study yang mengukur kerja manusia dari waktu yang
dibutuhkannya. Proses mekanisme ini baru disadari setelah kehidupan pekerja mengalami
dehumanisasi. Evidence membuktikan bahwa jumlah mesin tidak selalu berbanding lurus dengan
peningkatan produktifitas. Saat inilah disadari perlunya aspek hubungan sosial manusia dengan
mesin yang berpengaruh pada gerak individu saat bekerja.
(Diskusikan skenario diatas dengan menggunakan langkah seven jump).

Anda mungkin juga menyukai