Modalitas neurorestorasi ini memanfaatkan sifat neuroplastisitas dari sel neuron, di mana
sebelumnya kerusakan dianggap ireversibel. Istilah neuroplastisitas digunakan untuk
mendeskripsikan kemampuan neuron dan agregasinya untuk menyesuaikan aktivitas dan
bahkan morfologi mereka terhadap alterasi lingkunga atau pola tertentu, atau mudahnya,
sistem saraf manusia sebenarnya terus berubah .
Namun pandangan ini belum dimulai pada paruh awal abad ke dua puluh di mana sistem
saraf dianggap terfiksir dan tak termutasi. Awal dari pergantian sudut pandang ini dapat
ditarik mundur ke tahun 1960 dan awal 1970 yang mendokumentasikan formasi koneksi
sinaps baru setelah perlukaan pada sistem saraf pusat (SSP), terutama setelah adanya studi
melalui elektron mikroskop yang menunjukkan bahwa neuron pada nukleus septal
diinervasi setelah koneksi normal mereka terganggu lesi. 1
Dewasa ini, penelitian neuroscience membuktikan bahwa adanya aktivitas
neuroregenerasi dan neuroplastitsitas pada susunan saraf pusat yang terus
berlangsung pada manusia.
Neurorestorasi ini meliputi proses pembentukan neuron baru (neurogenesis),
vaskulerisasi baru (angiogenesis), dan hubungan antar neuron yang baru
(sinaptogenesis). Diharapkan dengan berkembangnya terapi neurorestorasi yang
dilakukan pada pasien stroke, dapat mengurangi morbiditas stroke di masa
mendatang
Dasar Teori Neurorestorasi