Anda di halaman 1dari 8

Laporan

Evidance Based Practice


Profesi KGD

Efektivitas Pemberian Mobilisasi Dini


terhadap Tonus Otot, Kekuatan Otot, dan
Kemampuan Motorik Fungsional Pasien
Hemiparise Paska Stroke Iskemik

Nama Mahasiswa :
Fitri Andriani

CATATAN KOREKSI PEMBIMBING

KOREKSI I KOREKSI II

(………………………………………………) (…………….……..…….………………….)
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang
berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian) yang
disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke akibat
infark otak (stroke iskemik), pendarahan intra serebral (PIS) non traumatik, perdarahan
intraventrikuler dan beberapa kasus perdarahan subarachnoid (Warlow et al., 2007). Suatu
keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah diotak yang menyebabkan
terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan
atau kematian (Battiacaca, 2008).
Dalam suatu kondisi dapat terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba
terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian akibat gangguan aliran darah
karena sumbat atau pecahnya pembulu darah otak. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran
darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusak atau mematikan sel-sel
saraf otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan
oleh jaringan itu, aliran darah yang berhenti membuat suplay oksigen dan zat makanan ke otak
juga berhenti, sehingga sebagian otak tidak bisa berfungsi sebagaimana fungsinya (Nabyl,
2012).
Stroke penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini
telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan dua pertiga
stroke terjadi di negara-negara yang sedang berkembang (Feing, 2006). Di Indonesia,
diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5% atau
125.000 orang meninggal dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke
cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang 2 penduduk usia tua, tetapi
juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Hal ini akibat gaya dan pola hidup
masyarakat yang tidak sehat, seperti malas bergerak, makanan berlemak dan kolesterol tinggi,
sehingga banyak dari mereka yang mengidap penyakit yang menjadi pemicu timbulnya serang
stroke. Saat ini serangan stroke lebih banyak dipicu adanya hipertensi yang disebut sebagai
silent killer, diabetes melittus, obesitas dan berbagai gangguan kesehatan yang terkait dengan
penyakit degeneratif. Secara ekonomi, dampak dari insiden ini prevalensi dan akibat kecacatan
karena stroke akan memberikan pengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan kemampuan
ekonomi masyarakat dan bangsa (Yastroki, 2009). Stroke merupakan kelainan dari otak
sebagai susunan saraf pusat yang mengontrol dan mencetuskan gerakan dari sistem
neuromuskuloskeletal. Secara klinis gejala yang sering muncul adalah adanya hemiparese atau
hemiplegi, yang menyebabkan hilangnya mekanisme refleks postural normal untuk
keseimbangan, rotasi tubuh untuk gerak-gerak fungsional pada ekstremitas. Gerak fungsional
merupakan gerak yang harus distimulasi secara berulang-ulang supaya terjadi gerakan yang
terkoordinasi secara disadari serta menjadi refleks secara otomatis berdasarkan keterampilan
sehari-hari (AKS).
Dilihat dari segi Fisioterapi, pasien stroke non hemoragik dapat menimbukkan beberapa
gangguan, seperti penurunan kekuatan otot, potensial terjadi kontraktur, gangguan
keseimbangan, aktifitas fungsional terganggu dan kegiatan dalam bermasyarakat juga akan
terganggu. Mobilisasi dapat memberikan terapi pada penderita stroke non haemoragik salah
satunya adalah dengan menerapkan mobilisasi dan terapi latihan secara bertahap dan
disesuaikan dengan kemampuan pasien yang akan berpengaruh terhadap penigkatan
kemampuan fungsionalnya. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik
ingin mengetahui apakah pemberian mobilisasi dan terapi latihan dapat mengatasi
problematika fisioterapi pada pasien post stroke non haemoragik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas penulis mengangkat rumusan masalah “Bagaimanakah
pengaruh pemberian mobilisasi dini pada kekuatan otot, tonus otot dan kemampuan
fungsional motorik pada penderita stroke hemiparase sinistra di IGD RSU Provinsi Banten”

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui Bagaimanakah pengaruh pemberian mobilisasi dini pada kekuatan otot,
tonus otot dan kemampuan fungsional motorik pada penderita stroke hemiparase sinistra di
IGD RSU Provinsi Banten
BAB II
ANALISIS JURNAL

2.1 Definisi
Weiss (2010) mendefinisikan bahwa hemiparese adalah suatu kondisi yang umumnya
disebabkan oleh stroke atau cerebral palsy, meski bisa juga disebabkan oleh multiple sclerosis,
tumor otak, dan penyakit lain pada sistem saraf atau otak. Kata “hemi” berarti, “satu sisi,
sementara”, sedangkan“paresis” berarti “kelemahan”. Sejalan dengan definisi itu, Heidy
(2017) juga mendefinisikan bahwa Hemiparese adalah istilah medis untuk menggambarkan
suatu kondisi adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh atau ketidakmampuan untuk
menggerakkan anggota tubuh pada satu sisi. Istilah ini berasal dari kata hemi yang berarti
separuh, setengah, atau satu sisi dan paresis yang berarti kelemahan. Hemiparese juga sering
disebut hemiparese.
Menurut Black (2009), hemiparese (kelemahan) adalah kelemahan dari satu bagian tubuh bisa
terjadi setelah stroke. Penurunan kemampuan ini biasanya terjadi karena stroke pada arteri
serebralanterior atau media, sehingga mengakibatkan infark pada bagian otak yang mengontrol
gerakan (saraf motorik) dari korteks bagian depan. 8 9 Dalam sebuah penelitian “Muscle
Strengthening for Hemiparese after Stroke : A Meta-Analysis” yang dilakukan Wist, et all
(2016), dijelaskan bahwa setelah mengalami stroke, hemiparese merupakan gangguan motorik
yang serius dan mempengaruhi 65% korban stroke. Paresis didefinisikan sebagai perubahan
kemampuan untuk menghasilkan tingkat kekuatan otot normal. Hal ini menyebabkan postur
tubuh yang tidak normal dan peregangan refleks, dan hilangnya gerakan yang normal.

2.2 Etiologi
Penyebab utama terjadinya hemiparese adalah adanya kerusakan otak pada salah satu sisi.
Kerusakan otak pada sisi tertentu akan menyebabkan terjadinya kerusakan anggota tubuh pada
sisi yang berlawanan. Kerusakan otak yang paling utama disebabkan oleh stroke.
Stroke adalah gangguan peredaran darah di otak, bisa berupa perdarahan atau penyumbatan.
Selain disebabkan oleh penyakit stroke, hemiparese dapat juga disebabkan oleh :
a. Trauma hebat pada kepala yang menyebabkan kerusakan otak.
b. Infeksi pada otak dan juga selaput otak.
c. Cacat sejak lahir.
d. Tumor otak.
2.3 Patofisologi
Black (2009) menjelaskan bahwa hemiparese (kelemahan) maupun hemiplegia (kelumpuhan)
dari satu bagian tubuh bisa terjadi setelah stroke. Penurunan kemampuan ini basanya
disebabkan oleh stroke arteri serebral anterior atau media sehingga mengakibatkan infark pada
bagian otak yang mengontrol pergerakan, dalam konteks ini yaitu saraf motoric dari korteks
bagian depan. Hemiparese maupun hemiplegia bisa terjadi pada setengah bagian dari wajah
dan lidah, juga pada lengan dan tungkai pada sisi bagian tubuh yang sama. Infark yang terjadi
pada bagian otak sebelah kanan akan menyebabkan kelemahan maupun kelumpuhan pada sisi
tubuh sebelah kiri, dan sebaliknya jika infark pada bagian otak sebelah kiri maka akan
menyebabkan kelemahan maupun kelumpuhan pada sisi tubuh sebelah kanan.
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala yang paling dapat dilihat dari pasien yang mengalami hemiparese adalah tidak dapat
menggerakan secara normal otot-otot wajah, lengan, tangan, dan tungkai bawah pada salah
satu sisi.Pergerakan yang ada sangat kecil dan mungkin tidak terlihat jelas.
Derajat kelemahan otot-otot tersebut tergantung dari seberapa parah gangguan yang terjadi di
otak ataupun jalur saraf lainnya.Akibat adanya kelemahan otot-otot pada salah satu sisi tubuh,
maka gejala lain dapat menyertai hemiparese seperti :
a. Hilang keseimbangan.
b. Tidak dapat berjalan.
c. Sulit untuk memegang benda
d. Kelemahan otot
e. Koordinasi gerak yang terganggu.
f. Gangguan berbicara.
g. Sulit melakukan aktivitas sehari-hari (Heidy, 2017)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Argumen Riset I

Reni Prima Gusty *)

Judul : “Efektivitas Pemberian Mobilisasi Dini terhadap Tonus Otot,


Kekuatan Otot, dan Kemampuan Motorik Fungsional Pasien Hemiparise
Paska Stroke Iskemik”

Tujuan : Untuk mengetahui Efektivitas Pemberian Mobilisasi Dini terhadap


Tonus Otot, Kekuatan Otot, dan Kemampuan Motorik Fungsional
Pasien Hemiparise Paska Stroke Iskemik

Metode Penelitian : Jenis penelitian ini adalah komparatif dengan pendekatan


pretest-posttest group design. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Juni-
Oktober 2011 untuk memenuhi subjek penelitian ini pasien hemiparese
paska stroke iskemik yang disebar di dua kelompok yaitu kelompok pertama
yang diberi latihan mobilisasi 2x/hari berjumlah 10 orang dan kelompok
kedua yang diberi latihan mobilisasi 3x/hari berjumlah 10 orang. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
purposive sampling (Notoatmodjo, 2002).

Hasil : hasil didapatkan Penilaian tonus otot kedua kelompok menunjukkan


ada peningkatan pada kedua kelompok. Tonus otot pada kedua kelompokkan
mengambarkan bahwa kelompok yang mendapat latihan mobilisasi dini
3x/hari mendapatkan rerata peningkatan tonus lebih besar dibanding
kelompok yang melakukan latihan mobilisasi 2x/hari.
KESIMPULAN
1. Terdapat perbedaan kekuatan otot, tonus otot dan kemampuan motorik fungsional
sebelum dan sesudah pemberian mobilisasi dini 2x/hari pada pasien stroke iskemik
hemiparesis.
2. Terdapat perbedaan kekuatan otot, tonus otot dan kemampuan motorik fungsional
sebelum dan sesudah pemberian mobilisasi dini 3x/hari pada pasien paska stroke
iskemik hemiparesis.
3. Terdapat perbedaan kekuatan otot, tonus otot, dan kemampuan motorik fungsional
sebelum dilakukan mobilisasi dini pada kelompok perlakuan 2x/hari dan kelompok
perlakuan 3x/hari.
Lampiran Jurnal

Efektivitas Pemberian Mobilisasi Dini terhadap Tonus


Otot, Kekuatan Otot, dan Kemampuan Motorik
Fungsional Pasien Hemiparise Paska Stroke Iskemik
Reni Prima Gustya
a
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Andalas Email: reni.rafie@gmail.com

Abstrak : Dampak terbanyak dari stroke adalah timbulnya kelemahan pada anggota
gerak yang dapat menyebabkan menurunnya produktivitas dan kemampuan ekonomi
masyarakat. Rehabilitasi dini dibutuhkan untuk mengurangi kelemahan yang terjadi
dengan cara melakukan mobilisasi dini paska serangan stroke akut. Tujuan penelitian
untuk melihat efektivitas pemberian mobilisasi dini terhadap kekuatan otot, tonus otot,
kemampuan motorik fungsional pada hemiparese paska stroke iskemik. Jenis penelitian
adalah quasi eksperimen dengan rancangan pretest posttest group. Subjek penelitian ini
pasien hemiparese pasca stroke iskemik yang disebar di dua kelompok yaitu kelompok
pertama diberi latihan mobilisasi 2x/hari berjumlah 10 orang dan kelompok kedua
3x/hari berjumlah 10 orang. Latihan dimulai pada hari ke 2 paska serangan stroke
sampai hari ke 5. Analisa menggunakan uji t berpasangan dan tidak berpasangan dengan
derajat kemaknaan p<0,05. Hasil penelitian didapatkan adanya peningkatan pada tonus
otot,kekuatan otot,kemampuan fungsional motorik pada kedua kelompok dengan
masing- masing kelompok nilai p=0,000. Didapatkan peningkatan lebih baik pada tonus
otot, kekuatan otot (bahu,siku,pergelangan tangan,paha,lutut,pergelangan kaki) dan
kemampuan motorik fungsional kelompok yang mendapat terapi 3x/hari daripada
2x/hari dengan nilai kemaknaan kekuatan otot pada bahu p= 0,016; otot siku dengan
p=0,037; otot pergelangan tangan p=0,042; otot lutut p=0,004 dan otot pergelangan kaki
p=0,050. peningkatan kemampuan miring ke sisi yang sehat p= 0,000; peningkatan
kemampuan telentang ke duduk p=0,000; menjaga keseimbangan duduk p=0,007; dan
kemampuan duduk ke berdiri dengan p=0,007. Saran agar terapi latihan mobilisasi dini
dijadikan sebagai intervensi keperawatan mandiri bagi perawat yang dapat dilakukan
sebanyak 2x/hari maupun 3x/hari sehingga dapat membantu mempercepat masa
pemulihan kelemahan dan mencegah komplikasi lanjut.

kata kunci : strok iskemik,mobilisasi dini,otot

Anda mungkin juga menyukai