Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMIPARESE


DI RUANG MAKALAM RSUD H. ABDUL MANAP

DOSEN PEMBIMBING AKADEMIK :


YULIA INDAH PERMATA SARI, S.Kep,. Ners., M.Kep
PEMBIMBING LAPANGAN:
Ns. LEVI MARYAMI, S.Kep

DISUSUN OLEH :

FERA AFRI SANTHI G1B223040

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULATAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMIPARESE
DI RUANG MAKALAM RSUD H. ABDUL MANAP

I. Konsep Penyakit
A. Definisi
hemiparesis adalah suatu kondisi yang umumnya disebabkan oleh stroke
atau cerebral palsy, meski bisa juga disebabkan oleh multiple sclerosis,
tumor otak, dan penyakit lainpada sistem saraf atau otak.Kata “hemi”
berarti, “satu sisi, sementara”, sedangkan“paresis” berarti “kelemahan”.

Sejalan dengan definisi itu, Heidy (2017) juga mendefinisikan bahwa


Hemiparesis adalah istilah medis untuk menggambarkan suatu kondisi
adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh atau ketidakmampuan untuk
menggerakkan anggota tubuh pada satu sisi.Istilah ini berasal dari kata hemi
yang berarti separuh, setengah, atau satu sisi dan paresis yang berarti
kelemahan. Hemiparesis juga sering disebut hemiparese.

Dalam sebuah penelitian “Muscle Strengthening for Hemiparesis after


Stroke: A Meta-Analysis” yang dilakukan Wist, et all (2016), dijelaskan
bahwa setelah mengalami stroke, hemiparesis merupakan gangguan motorik
yang serius dan mempengaruhi 65% korban stroke Paresis didefinisikan
sebagai perubahan kemampuan untuk menghasilkan tingkat kekuatan otot
normal. Hal ini menyebabkan postur tubuh yang tidak normal dan
peregangan refleks, dan hilangnya gerakan yang normal Stroke merupakan
penyakit serebrovaskuler yang mengacu kepada setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melaluisistem suplai arteri di otak (Price & Wilson,2006).

Hemiparesis adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh, dari kepala
hingga kaki, mengalami kelemahan sehingga sulit digerakkan. Kondisi ini
umumnya dialami oleh penderita stroke dan harus segera ditangani karena
bisa menyebabkan kelemahan permanen hingga kelumpuhan.
B. Etiologi
Penyebab utama terjadinya hemiparesis adalah adanya kerusakan
otak pada salah satu sisi. Kerusakan otak pada sisi tertentu akan
menyebabkan terjadinya kerusakan anggota tubuh pada sisi yang
berlawanan. Kerusakan otak yang paling utama disebabkan oleh
stroke.Stroke adalah gangguan peredaran darah di otak, bisa berupa
perdarahan atau penyumbatan. Selain disebabkan oleh penyakit stroke,
hemiparesis dapat juga disebabkan oleh :
1). Trauma hebat pada kepala yang menyebabkan kerusakan otak.

2). Infeksi pada otak dan juga selaput otak.

3). Cacat sejak lahir.

4). Cerebral palsy.

5). Multiple sclerosis.

6). Tumor otak.

7). Kerusakan korda spinalis (serabut saraf yang berada di dalam tulang

belakang).

8). Atau berbagai penyakit lain yang dapat berpengaruh pada sistem saraf
(Heidy, 2017).

C. Patifisiologi

Hemiparesis (kelemahan) maupun hemiplegia (kelumpuhan) dari


satu bagian tubuh bisa terjadi setelah stroke. Penurunan kemampuan ini
basanya disebabkan oleh stroke arteri serebral anterior atau media sehingga
mengakibatkan infark pada bagian otak yang mengontrol pergerakan, dalam
konteks ini yaitu saraf motorik dari korteks bagian depan. Hemiparesis
maupun hemiplegia bisa terjadi pada setengah bagian dari wajah dan lidah,
juga pada lengan dan tungkai pada sisi bagian tubuh yang sama. Infark yang
terjadi pada bagian otak sebelah kanan akan menyebabkan kelemahan
maupun kelumpuhan padasisi tubuh sebelah kiri, dan sebaliknya jika infark
pada bagian otak.

sebelah kiri maka akan menyebabkan kelemahan maupun kelumpuhan


pada sisi tubuh sebelah kanan. Sebagai akibatnya, hemiparesis maupun
hemiplegia biasanya sering disertai oleh manifestasi stroke yang lainnya,
seperti kehilangan sensori sebagian, kebutaaan sebagian, tidak bisa
melakukan gerakan tertentu (apraksia), tidak bisa merasakan atau mengenali
sesuatu (agnosia), dan gangguan komunikasi (afasi).Otot-otot pada dada dan
perut biasanya tidak terpengaruh karena otot pada bagian ini diatur oleh
kedua bagian dari serebral. Dengan berjalannya waktu, ketika control otot
sadar hilang, otot fleksor yang kuat akan melampaui otot ekstensor.
Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan kontraktur yang serius.

WOC

infark jaringan otak

kerusakan pusat gerakan motorik di lobus


frontalis hemiparase/hemiplagia

fisik mobilitas
kerusakan menurun
mobilitas

tirah baring

defisit perawatan
diri

resiko tinggi gangguan


integritas kulit
D. Manifestasi klinis
Gejala yang paling dapat dilihat dari pasien yang mengalami
hemiparesis adalah tidak dapat menggerakan secara normal otot-otot wajah,
lengan, tangan, dan tungkai bawah pada salah satu sisi. Pergerakan yang ada
sangat kecil dan mungkin tidak terlihat jelas.Derajat kelemahan otot-otot
tersebut tergantung dari seberapa parah gangguan yang terjadi di otak
ataupun jalur saraf lainnya. Akibat adanya kelemahan otot-otot pada salah
satu sisi tubuh, maka gejala lain dapat menyertai hemiparasis seperti:
1). Hilang keseimbangan.

2). Tidak dapat berjalan.

3). Sulit untuk memegang benda

4). Kelemahan otot

5). Koordinasi gerak yang terganggu.

6). Gangguan berbicara.

7). Sulit melakukan aktivitas sehari-hari (Heidy, 2017).

E. Faktor Risiko
Hemiparesis terjadi akibat kerusakan pada sistem saraf pusat, yaitu otak
dan saraf tulang belakang. Sistem saraf pusat sendiri merupakan salah satu
sistem yang berfungsi untuk mengendalikan setiap aktivitas dalam tubuh,
termasuk gerakan tubuh. Jika terjadi kerusakan pada salah satu bagian dari
sistem saraf pusat, sinyal yang dikirim dari otak tidak bisa mengarahkan
otot untuk bergerak dengan normal. Sisi tubuh yang mengalami hemiparesis
biasanya berlawanan dengan sisi otak yang rusak. Misalnya, jika otak kanan
yang mengalami kerusakan, sisi tubuh yang terkena hemiparesis adalah sisi
kiri. Meski begitu, pada beberapa kasus, bagian tubuh yang terkena
hemiparesis bisa sama dengan sisi otak yang mengalami kerusakan.
Hemiparesis paling sering disebabkan oleh stroke. Namun, ada beberapa
kondisi lain yang juga bisa menyebabkan hemiparesis, yaitu:
1. Cedera kepala
2. Perdarahan otak, seperti epidural hematoma
3. Pelebaran pembuluh darah otak (aneurisma otak)
4. Cedera saraf tulang belakang
5. Tumor atau kanker otak
6. Infeksi otak, seperti meningitis, ensefalitis, dan abses otak
7. Penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf, seperti multiple
sclerosis dan Bell’s palsy
8. Epilepsi
9. Gangguan perkembangan otak, seperti cerebral palsy

F. Pemeriksaan Penunjang

pemeriksaan diperlukan untuk mendiagnosis stroke dan menentukan


penyebabnya.

1). CT scan

Diagnosis stroke dikonfirmasi dengan bantuan pencitraan otak.


Pemindaian CT scan kepala non-kontras merupakan pemeriksaan yang
cepat dan aman. Pada fase akut, perdarahan terlihat jelas sebagai area
yang hiperdens (putih). Gambaran ini tetap dapat muncul selama sekitar
72 jam dari serangan stroke. Pada hari ke-10, area perdarahan akan
menjadi hipodens (terlihat lebih gelap dari jaringan normal). Pada
stroke iskemik, zona hipodens yang berbatas tegas muncul. Namun
selama beberapa jam pertama terutama pada 6 jam pertama, stroke
iskemik mungkin tidak akan tampak pada CT scan. Oleh sebab itu pada
kasus yang dicurigai stroke iskemik pada jam-jam awal kejadian
sebaiknya dilakukan pemeriksaan MRI.

2). MRI scan


MRI scan adalah metode pencitraan otak pilihan pada stroke
karena lebih sensitif dalam mendeteksi iskemia dini dan memungkinkan
untuk membedakan antara iskemia lama dan baru.

3). Magnetic Resonance Angiography (MRA). Merupakan pencitraan

non invasif arteri karotis, vertebral, basilar, dan arteri intrakranial


dan ekstra kranial untuk menentukan oklusi dan berguna untuk
visualisasi bekuan darah.Pemeriksaan ini masih jarang karena peralatan
yang masih kurang tersedia dan biaya yang tinggi.

4). Ultrasonografi dupleks karotis

Stenosis arteri karotis dapat menyebabkan stroke. Hal ini sering


dicurigai ketika pasien datang dengan gejala yang menunjukkan oklusi
arteri serebral tengah atau anterior. Cara paling umum untuk
mendiagnosis stenosis karotis adalah menggunakan ultrasonografi
dupleks karotid, yang merupakan prosedur yang dapat ditoleransi
dengan baik dan non-invasif. Angiografi resonansi magnetik dan
angiografi CT juga dapat digunakan dalam skrining dan penilaian
stenosis karotis.

5). Pemeriksaan tambahan

Selain pemeriksaan umum yang meliputi tekanan darah,


elektrokardiogram (EKG), urea dan elektrolit, glukosa darah, kolesterol,
hitung darah lengkap, tingkat sedimentasi eritrosit, fungsi tiroid dan
penanda inflamasi, dan lainnya disesuaikan kondisi spesifik setiap
pasien.

6). Transthoracic Echocardiography (TTE).

Membantu dalam mencari sumber emboli kardio dan untuk


mendiagnosis trombus ventrikel kiri, myxomas arteri kiri, dan trombus
yang menonjol ke dalam rongga atrium.
G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Untuk mengembalikan kekuatan sisi tubuh yang mengalami kelemahan,
ada beberapa metode penanganan yang dapat digunakan, di antaranya:
1. Pemberian obat

Pengobatan hemiparesis tergantung pada penyebabnya. Jika


hemiparesis yang diderita dipicu oleh stroke, pengobatan dapat meliputi
pemberian obat penurun tekanan darah atau obat untuk melancarkan
aliran darah otak. Namun, jika hemiparesis disebabkan oleh infeksi,
antibiotik akan diberikan.

2. Operasi

Jika hemiparesis dipicu oleh perdarahan otak yang parah, tindakan


operasi pemasangan stent di otak mungkin diperlukan. Tindakan ini
bertujuan untuk melancarkan aliran darah ke otak. Operasi juga mungkin
dibutuhkan jika hemiparesis disebabkan oleh tumor otak yang bisa
diangkat.

3. Fisioterapi

Otot-otot yang mengalami kelemahan pada hemiparesis perlu


dikuatkan kembali dengan fisioterapi. Ada dua jenis fisioterapi yang
mungkin direkomendasikan, yaitu mCIMT (modified constraint-induced
movement therapy) dan stimulasi listrik.

Metode mCIMT dilakukan dengan membatasi penggunaan sisi


tubuh yang normal. Bagian tubuh yang mengalami hemiparesis akan
dipaksa untuk bergerak secara perlahan, sehingga otot-otot yang
melemah bisa kuat kembali. Metode fisioterapi ini terbukti dapat
memberikan perbaikan mobilitas dalam waktu 4 minggu.

Stimulasi listrik diberikan untuk meningkatkan sensitivitas saraf


sensorik, memperkuat otot, mengurangi kekakuan otot, dan
meningkatkan jangkauan gerakan. Prosedur ini dilakukan dengan
menempatkan bantalan listrik pada otot yang melemah. Setelah itu,
muatan listrik ringan tersebut akan membuat otot berkontraksi.

4. Psikoterapi

Psikoterapi dengan metode mental imaginery atau berimajinasi


juga dapat membantu mengatasi hemiparesis. Dalam terapi ini, pasien
akan diminta untuk membayangkan bagian tubuhnya yang melemah bisa
digerakkan dengan bebas.

Saat berimajinasi, otak akan menganggap bahwa tubuh yang lemah


menjadi kuat kembali sehingga otak terlatih untuk mengirimkan sinyal
gerak ke bagian tubuh tersebut. Namun, terapi dengan imajinasi ini lebih
efektif untuk anggota gerak atas dan perlu dikombinasikan dengan terapi
lainnya.

5. Penggunaan alat bantu

Dokter dapat merekomendasikan penggunaan alat bantu, seperti


tongkat atau kursi roda, untuk membantu pasien dalam bergerak dan
mencegah cedera. Dokter atau ahli fisioterapi akan merekomendasikan alat
bantu sesuai kebutuhan pasien.

Selain dengan terapi di atas, hemiparesis juga bisa ditangani dengan


bergerak aktif dan berolahraga. Olahraga biasanya difokuskan untuk
meningkatkan kekuatan otot, dimulai dari tingkat yang paling ringan.
Namun, ini harus dilakukan secara hati-hati, bila perlu dengan pengawasan
dokter atau fisioterapis.

H. prognosisis

Intervensi ditujukan untuk perbaikan fisik dan kognitif pasien. Usaha


premobilisasi lebih awal bertujuan untuk mencegah komplikasi penurunan
neurologis dan imobilitas. Setelah beberapa hari pertama dari kejadian akut,
edema serebral biasanya mereda dan gejala sisa gangguan dari stroke bisa
diidentifikasi.Pasien yang menderita stroke beserta keluarganya akan
menghadapi kesulitan dalam penyesuaian setelah fase akut berlalu dan
kecatatan terlihat.Rehabilitasi sejak dini memungkinkan dalam mengatasi
kondisi keterbatasan yang dialami. Tingkat keparahan stroke pada pasien
akanberpengaruh kepada lamanya waktu yang digunakan untuk
mengembalikan fungsi tubuh. Rehabilitasi pasien stroke dapat meliputi
latihan membangun kekuatan otot dan mempertahankan rentang gerak
(range of motion/ROM), latihan keseimbangan dan keterampilan untuk
kemampuan merasakan posisi, lokasi dan orientasi serta gerakan dari tubuh
dan bagianbagiannya, latihan mobilitas ditempat tidur, mobilitas dengan
kursi roda dan cara berpindah, penggunaan alat bantu berjalan. Rehabilitasi
lainnya juga berupa mempelajari kembali aktifitas sehari-hari (activities of
daily living/ADL), penggunaan alat bantu yang bisa meningkatkan
kemandirian, serta cara berpindah maupun mengganti posisi yang benar.
Terapi bicara untuk memulihkan fungsi komunikasi melalui pembelajaran
kembali cara bicara, penekanan pada bunyi bicara atau penggunaan alat
komunikasi alternative. Selain itu dilatih juga cara makan dan menelan
untuk mencegah terjadinya aspirasi.

I. Komplikasi

Jika tidak ditangani, hemiparesis dapat menimbulkan beberapa komplikasi


berikut:

1. Sulit bernapas
2. Ketegangan otot
3. Atrofi otot
4. Sulit mengontrol keluarnya tinja (inkontinensia tinja)
5. Sulit buang air kecil (retensi urine) atau malah sulit mengontrol
keluarnya urine (inkontinensia urine)
6. Lumpuh
7. Kerusakan otot permanen
J. Diagnosa keperawatan pada kasus pemenuhan kebutuhan dasar manusia

Diagnosa pada hemiparese dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia adalah,


gangguan imobilitas fisik. Hemiparesis adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh,
dari kepala hingga kaki, mengalami kelemahan sehingga sulit digerakkan. Kondisi
ini umumnya dialami oleh penderita stroke dan harus segera ditangani karena bisa
menyebabkan kelemahan permanen hingga kelumpuhan. Yang
menyebabkanresiko gangguan integritas kulit/jaringan , defisit perawatan
diri,intoleransi aktivitas

Dengan pemenuhan kebutuhan dasar:

1. Pemberian obat

Pengobatan hemiparesis tergantung pada penyebabnya. Jika


hemiparesis yang diderita dipicu oleh stroke, pengobatan dapat meliputi
pemberian obat penurun tekanan darah atau obat untuk melancarkan aliran
darah otak. Namun, jika hemiparesis disebabkan oleh infeksi, antibiotik
akan diberikan.

2. Operasi

Jika hemiparesis dipicu oleh perdarahan otak yang parah, tindakan


operasi pemasangan stent di otak mungkin diperlukan. Tindakan ini
bertujuan untuk melancarkan aliran darah ke otak. Operasi juga mungkin
dibutuhkan jika hemiparesis disebabkan oleh tumor otak yang bisa diangkat.

3. Fisioterapi

Otot-otot yang mengalami kelemahan pada hemiparesis perlu dikuatkan


kembali dengan fisioterapi. Ada dua jenis fisioterapi yang mungkin
direkomendasikan, yaitu mCIMT (modified constraint-induced movement
therapy) dan stimulasi listrik. Metode mCIMT dilakukan dengan membatasi
penggunaan sisi tubuh yang normal. Bagian tubuh yang mengalami
hemiparesis akan dipaksa untuk bergerak secara perlahan, sehingga otot-otot
yang melemah bisa kuat kembali. Metode fisioterapi ini terbukti dapat
memberikan perbaikan mobilitas dalam waktu 4 minggu.

Stimulasi listrik diberikan untuk meningkatkan sensitivitas saraf


sensorik, memperkuat otot, mengurangi kekakuan otot, dan meningkatkan
jangkauan gerakan. Prosedur ini dilakukan dengan menempatkan bantalan
listrik pada otot yang melemah. Setelah itu, muatan listrik ringan tersebut
akan membuat otot berkontraksi.

4. Psikoterapi

Psikoterapi dengan metode mental imaginery atau berimajinasi juga dapat


membantu mengatasi hemiparesis. Dalam terapi ini, pasien akan diminta
untuk membayangkan bagian tubuhnya yang melemah bisa digerakkan
dengan bebas.

Saat berimajinasi, otak akan menganggap bahwa tubuh yang lemah


menjadi kuat kembali sehingga otak terlatih untuk mengirimkan sinyal
gerak ke bagian tubuh tersebut. Namun, terapi dengan imajinasi ini lebih
efektif untuk anggota gerak atas dan perlu dikombinasikan dengan terapi
lainnya.

5. Penggunaan alat bantu

Dokter dapat merekomendasikan penggunaan alat bantu, seperti


tongkat atau kursi roda, untuk membantu pasien dalam bergerak dan
mencegah cedera. Dokter atau ahli fisioterapi akan merekomendasikan alat
bantu sesuai kebutuhan pasien.

Selain dengan terapi di atas, hemiparesis juga bisa ditangani


dengan bergerak aktif dan berolahraga. Olahraga biasanya difokuskan untuk
meningkatkan kekuatan otot, dimulai dari tingkat yang paling ringan.
Namun, ini harus dilakukan secara hati-hati, bila perlu dengan pengawasan
dokter atau fisioterapis. Hemiparesis sering kali terjadi secara tiba-tiba. Jika
Anda mengalami gejala hemiparesis, meski hanya gejala ringan seperti
kesemutan satu sisi badan, segera periksakan diri ke dokter atau IGD
terdekat. Makin cepat penanganan, makin baik pula proses pemulihan.

K. Fokus pengkajian (riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan


penunjang)

Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan


dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mngidentifikasi status
kesehatan klien. Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
Pengkajian yang lengkap, dan sistematis sesuai dengan fakta atau kondisi
yang ada pada klien sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosis
keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
respons individu (Budiono & Pertami, 2016).

1). Pengumpulan data


Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

2). Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang

Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang


menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam mobilitas dam
imobilitasnya, seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan,
tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah terganggunya mobilitas
dan imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas

d. Riwayat kesehatan dahulu

Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan


kebutuhan aktivitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem
neuorologis (kecelakaan serebrovaskuler, trauma kepala,
peingkatan tekanan intrakanial, miastenia gravis, gullain barre,
cedera medula spinalis, dan lain-lain), riwayat penyakit sistem
kardiovaskuler (infark miokard, gagal jantung kongestif), riwayat
penyakit system musculoskeletal (osteoporosis, fraktur, artritis),
riwayat penyakit sistem pernapasan (penyakit paru obstruksi
menahun, pneumonia, dan lain-lain) riwayat pemakaian obat, seperti
sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat, laksansia, dan lain-
lain.

Kemampuan Fungsi Motorik Pengkajian dilakukan dengan


tujuan untuk menilai kemampuan gerak ke posisi miring, duduk,
bangun, dan berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan
aktivitas adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Tabel kategori tingkat kemamapuan

Tingkat Kategori
Aktivitas/Mobilitas
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh.
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat.
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan
orang lain.
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang
lain, dan peralatan.
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tudak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan
Sumber : Hidayat dan Uliyah (2014)

f. Kemampuan Rentang Gerak

Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan


pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki.

Tabel 2.2 Tabel kemampuan rentang gerak

Gerak Sendi Derajat Rentang


Normal
Bahu. Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari 180
posisi samping ke atas kepala, telapak tangan
menghadap ke posisi jauh.
Siku . Fleksi: angkat lengan bawah ke arah 150
depan dan ke arah atas menuju bahu.
Pergelangan Tangan.
Fleksi : tekuk jari-jari tangan ke arah bagian
dalam lengan bawah.
80-90
Ekstensi : luruskan pergelangan tangan dari
posisi fleksi.
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke arah
belakang sejauh mungkin.
80-90
Abduksi : tekuk pegelangan tangan ke sisi ibu
jari ketika telapak tangan menghadap ke atas.
Adduksi : tekuk perglangan tangan ke arah
kelingking, telapak tangan menghada ke atas.
70-90
0-20

30-50
80-90

80-90

70-90

0-20

30-50

Tangan dan Jari


Fleksi: buat kepalan tangan. 90
Ekstensi: luruskan jari. 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 30
belakang sejauh mungkin.
Abduksi: kembangkan jari tangan. 20
Adduksi: rapatkan jari-jari dari posisi abduksi 20

Sumber : Hidayat dan Uliyah (2014)

g. Perubahan Intoleransi aktivitas

Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan


pada sistem pernapasan, antara lain suara napas, analisis gas darah, gerakan
dinding toraks, adanya mukus, batuk yang produktif diikuti panas, dan
nyeri saat respirasi. Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap perubahan
sistem kardiovaskuler, seperti nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi
perifer, adanya trombus, adanya trombus, adanya trombus, serta perubahan
tanda vital setelah melakukan aktivita atau perubahan posisi.

h. Perubahan Psikologis

Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya


gangguan aktivitas/mobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan
emosi, perubahan dalam mekanisme koping, dan lain-lain. Menurut Umi
Istianah (2017) pengkajian pada pasien fraktur antara lain :

1) Identitas Klien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis,
no. registrasi.
2) Keluhan utama
Pasien tidak dapat melakukan pergerakan, merasakan nyeri pada area
fraktur, rasa lemah dan tidak dapat melakukan aktivitas.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Kapan pasien mengalami fraktur, bagaimana terjadinya dan bagian
tubuh mana yang terkena.
4) Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah pasien pernah mengalami penyakit tertentu yang dapat
mempengruhi kesehatan sekarang.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada anggota keluarga pasien memiliki penyakit keturunan
yang mungkin akan mempengaruhi kondisi sekarang.
a) Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa
b) Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit menular
6) Riwayat Psikososial
Konsep diri pasien imobilisasi mungkin terganggu, oleh karena itu
kaji gambaran ideal diri, harga diri, dan identitas diri serta interaksi pasien
dengan anggota keluarga maupun dengan lingkungan tempat
tinggalnya.
7) Aktivitas sehari-hari Pengkajian ini bertujuan melihat perubahan pola
yang berkaitan dengan terganggunya sistem tubuh serta dampaknya
terhadap pemenuhan kebutuhan dasar pasien.
8) Pemeriksaan Fisik
a) Kondisi umum Pasien imobilisasi biasanya mengalami kelemahan,
kurangnya kebersihan diri dan penurunan berat badan.

b) Sistem pernapasan
Pengkajian untuk mendeteksi sekret, gerak dada saat bernapas,
auskultasi bunyi napas, dan nyeri pada daerah dada serta frekuensi
napas
pemeriksaan fisik pada fraktur femur yaitu :
a) Look, pada fraktur femur terbuka terlihat adanya luka terbuka pada
paha dengan deformitas yang jelas. Kaji berapa luas kerusakan
jaringan lunak yang terlibat. Kaji apakah pada luka terbuka ada
fragmen tulang yang keluar dan apakah terdapat adanya kerusakan
pada arteri yang berisiko meningkatkan respons syok hipovolemik.
Pada fase awal trauma sering didapatkan adanya serpihan didalam
luka, terutama pada trauma kecelakaan lalu lintas darat yang
mengantarkan pada risiko tinggi infeksi. Pada pemeriksaan look
akan didapatkan adanya pemendekan ekstremitas. Pemendekan
akan tampak jelas derajatnya dengan cara :mengukur kedua sisi
tungkai dari spina iliaka ke maleolus.
b) Feel, adanya keluhan nyeri tekan (tenderness) dan adanya krepitasi.
c) Move, daerah tungkai yang patah tidak boleh digerakkan,
karena akan memberikan respons trauma pada jaringan lunak
disekitar ujung fragmen tulang yang patah. Pasien terlihat tidak
mampu melakukan pergerakan pada sisi paha yang patah
c. Kepala
bentuk kepala, keadaan kulit kepala, nyeri kepala, distribusi rambut,
rambut mudah tercabut, alopesia,
d. Mata
kesimetrisan, edema kelopak mata, ptosis, sklera, konjungtiva,
ukuran pupil, ketajaman penglihatan, pergerakan bola mata, lapang
pandang, diplopia, photohopia, nistagmus, reflex kornea, nyeri.
e. Telinga
kesimetrisan, secret, serumen, ketajaman pendengaran, tinnitus,
nyeri,
f. Hidung
kesimetrisan, perdarahan, sekresi, fungsi penciuman, nyeri.
g. Mulut
fungsi berbicara, kelembaban bibir, posisi uvula, mukosa, keadaan
tonsil, stomatitis, warna lidah, tremor pada lidah, kebersihan lidah, bau
mulut, kelengkapan gigi, kebersihan gigi, karies, suara parau, kesulitan
menelan, nyeri menelan, kemampuan mengunyah, fungsi mengecap dan
lain-lain.
h. leher
mobilitas leher, pemeriksaan kelenjar tiroid, pelebaran vena
jugularis, trakhea dan lain-lain
i.thorak
j. abdomen
k. genetalia
l. anus dan parienal
m. ekstremitas
n. pengkajian kebutuhan dasar
kebutuhan oksigenisasi, kebutuhan nutrisi, kebutuhan istirahat
tidur, kebutuhan aktivitas, kebutuhan keamanan, kebutuhan kenyamanan,
kebutuhan psikososial, kebutuhan spiritual

o. pengkajian sistem saraf

tingkat kesadaran , gcs, memori, orientasi, konfusi, keseimbangan,


kelumpuhan, gangguan sensasi, kejang-kejang dan lain-lain

M. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan
status masalah kesehatan aktual atau potensial. Tujuannya adalah
mengidentifikasi masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap
masalah. Manfaat diagnosa keperawatan adalah sebagai pedoman
pemberian asuhan keperawatan dan menggambarkan suatu masalah
kesehatan dan penyebab adanya masalah. Menurut PPNI (2017)
masalah keperawatan yang muncul pada klien gangguan pemenuhan
kebutuhan aktivitas antara lain yaitu gangguan mobilitas fisik,
intoleransi aktivitas, keletihan dan risiko intoleransi aktivitas.

Diantara masalah keperawatan tersebut kondisi klinis terkait


dengan fraktur adalah intoleransi aktivitas dan gangguan mobilitas fisik.

Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan penurinan kendali
otot
b) gangguan integritas kulit/jaringan
c) defisit perawatan diri

L. Intervensi

Intervensi keperawatan atau perencanaan merupakan keputusan awal yang


memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan,
termasuk bagaimana, kapan dan siapa yang akan melakukan tindakan
keperawatan. Intervensi keperawatan dikatakan sebagai semua tindakan asuhan
yang dilakukan perawat atas nama klien. Dengan tujuan memberikan tingkat
kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan.

Dalam dunia keperawatan dikenal proses keperawatan, langkah dari


proses keperawatan ialah rencana keperawatan atau intervensi keperawatan.
Intervensi juga diidentifikasi dalam memenuhi kebutuhan asuhan keprawatan
pasien. Intervensi memiliki tujuan untuk mengindividualkan perawatan dengan
memenuhi semua kebutuhan pasien serta harus menyertakan data pasien yang
telah diidentifikasi bila memungkinkan.

Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan yang termasuk dibuat


untuk membantu individu (klien) dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini
ke tingkat yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan.

Intervensi tersebut bisa dikatakan sebagai semua tindakan asuhan yang


dilakukan perawat atas nama klien. Tindakan tersebut termasuk intervensi yang
diprakarsai oleh perawat. Intervensi (perencanaan) ialah kegiatan dalam
keperawatan yang meliputi, pusat tujuan pada klien, menetapkan hasil apa yang
ingin dicapai serta memilih intervensi keperawatan agar dengan mudah
mencapai tujuan. Tahapan perencanaan ini memberi kesempatan kepada
perawat,pasien atau klien, serta orang terdekat klien dalam merumuskan
rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah yang dialami oleh
klien tersebut. Perencanaan tersebut merupakan suatu petunjuk yang tertulis
dengan menggambarkan sasaran yang tepat dan sesuai dengan rencana
tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan
kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.

M. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan. Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat
memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap
pasien.

Secara umum istilah Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia


berarti pelaksanaan atau penerapan. Istilah implementasi biasanya dikaitkan
dengan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu.
Salah satu upaya mewujudkan dalam suatau sistem adalah implementasi.
N. Evaluasi

Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan


seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian ini merupakan proses untuk menentukan apakah ada kekeliruan dari
setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan,
dan evaluasi itu sendiri. Macam-Macam Evaluasi Keperawatan dalam asuhan
keperawatan antara lain : Pertama Evaluasi proses (formatif) yaitu Evaluasi
yang dilakukan setiap selesai tindakan, Berorientasi pada etiologi, Dilakukan
secara terus-menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai dan Kedua
Evaluasi hasil (sumatif) yaitu Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan
keperawatan secara paripurna, Berorientasi pada masalah keperawatan,
Menjelaskan keberhasilan/ketidakberhasilan, Rekapitulasi dan kesimpulan
status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk


mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi
ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan.

Jenis- jenis Evaluasi dalam asuhan keperawatan antara lain :

1. Evaluasi formatif (proses) Evaluasi formatif


adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas
peayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan
segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk
membantu menilai efektivitas intervensi tersebut. Evaluasi proses
harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah ditentukan
tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi proses terdiri atas
analisis rencana asuhan keperawatan, pertemuan kelompok,
wawancara, observasi klien, dan menggunakan form evaluasi. Ditulis
pada catatan perawatan. Contoh: membantu pasien duduk semifowler,
pasien dapat duduk selama 30 menit tanpa pusing.
2. Evaluasi Sumatif (hasil) Evaluasi Sumatif
adalah Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa
status kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan
perkembangan. Focus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan
perilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan.
Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara
paripurna. Hasil dari evaluasi dalam asuhan keperawatan adalah :
Tujuan tercapai/masalah teratasi: jika klien menunjukkan perubahan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Tujuan tercapai
sebagian/masalah teratasi sebagian: jika klien menunjukkan perubahan
sebagian dari standar dan kriteria yang telah ditetapkan. Dan Tujuan
tidak tercapai/masalah tidak teratasi: jika klien tidak menunjukkan
perubahan dan kemajuan sama sekali dan bahkan timbul masalah
baru.Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi
adalah dengan cara membandingkan antara SOAP/SOAPIER dengan
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. S (Subjective) : adalah
informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
diberikan. O (Objective) : adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat
setelahtindakan dilakukan. A (Analisis) : adalah membandingkan
antara informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria
hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi
sebahagian, atau tidak teratasi. P (Planning) : adalah rencana
keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa

DAFTAR PUSTAKA

Agusrianto dan Rantesigi, N. 2020. Penerapan Latihan Range of Motion (ROM)


Pasif terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas pada Pasien
dengan Kasus Stroke.

Andri & Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Surabaya :
Mitra. Wacana Media
Bachtiar, R. 2019. Penerapan Range Of Motion pada Pasien Stroke dalam
Pemenuhan Kebutuhan Aktifitas di RSUD Kota Kendari. Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari.

Basuki, L. 2018. Penerapan Rom (Range Of Motion) Pada Asuhan Keperawatan


Pasien Stroke Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Di Rsud Wates
Kulon Progo. Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Budiono, Pertami, Sumirah budi. 2016. Konsep Dasar Keperawatan.
Jakarta : Imprint Bumi Aksara

Haswita., dan Reni Sulistyowati. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta


Timur : CV.Trans Info Media.
Susanti & bistara, 2019. Pengaruh range of motion terhadap kekuatan otot pada
pasien stroke. Jurnal kesehatan vokasional. Vol.4 no.2 (mei 2019) issn
2541 (print), issn 2599-3275 (online) doi
https://doi.org/10.22146/jkesvo.44497

Tuti Soenardi. 2014. Mencegah & Mengatasi Stroke. Jakarta : PT.Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta

Widyaswara Suwaryo, P., Widodo dkk, 2019. Faktor resiko yang mempengaruhhi
kejadian stroke. Jurnal keperawatan, 11(4), 251-260.
https://doi.org/https://doi.org/10.32583/keperawatan.v11i4.530

Anda mungkin juga menyukai