Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 1 BLOK 6.3


KELOMPOK 1

Anggota:

Wiwit Afrita G1A112043

Muhammad Arial Fikri G1A112045

Ahsan Auliya G1A113128

Deny Eka Saputra G1A113135

Rizky Rafiqoh Afdin G1A114001

Annisa Puja Ikrima G1A114002

Eka setyorini A G1A114003

Andini Kartikasari G1A114108

Bambang Jusi Susanto G1A114109

Madeska Mayang Sari G1A114111

Muhammad Fahmi Ibnu G1A114114

Tutor: dr. Esa Indah Ayudia

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
Skenario

Seorang laki-laki 64 tahun datang diantar keluarganya ke IGD RSMH dengan keluhan
kelemahan tubuh sebelah kanan yang terjadi secara tiba-tiba pada saat beristirahat
sejak 1 jam yang lalu. Dokter melakukan anamnesis kepada pasien tetapi pasien tidak
dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan. Pasien juga mengalami sakit kepala
hebat. Pasien adalah penderita DM dan tidak kontrol teratur. Sebelumnya pasien
pernah mengalami hal serupa dan dokter mendiagnosis TIA. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan: tekanan darah 200/100 mmHg, denyut nadi 100 kali/menit, frekuensi nafas
24 kali/menit, suhu 36,7C, BB 80 kg, TB 165 cm. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 12,3 gr/dl, leukosit 7000/mm3, LED 30 mm/jam, trombosit
270.000/mm3. Kimia klinik: kolesterol total 300 mg/dl, LDL 190 mg/dl, HDL 35
mg/dl, trigliserida 400 mg/dl. Dokter juga melakukan pemeriksaan refleks nervi
kranialis dan skor ROSIER pada pasien. Dokter segera melakukan penatalaksanaan
komprehensif pada pasien. Apa yang terjadi pada pasien?
I. Klarifikasi Istilah

1. TIA : Serangan defisit neurologic yang mendadak akibat


iskemia otak fokal dengan onset ( 24 jam).
2. Refleks N. Cranialis : Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi dari 12
nervus cranialis.
3. Skor ROSIER : Penilaian yang digunakan untuk mengidentifikasi
pasien dengan kemungkinan stroke dalam keadaan
gawat darurat.

II. Identifikasi Masalah


1. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan?
2. Apa saja penyakit yang di tanadai dengan kelumpuhan sebelah?
3. Apa saja penyebab kelemahan tubuh?
4. Bagaimana patofisiologi hemiparese dextra?
5. Mengapa pasien tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan?
6. Jelaskan mengenai nyeri kepala hebat!
7. Apa hubungan DM yang tidak terkontrol dengan keluhan?
8. Apa dampak DM yang tidak terkontrol?
9. Jelaskan mengenai TIA!
10. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
11. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium?
12. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan kimia klinis?
13. Bagaimana pemeriksaan refleks nervi kranialis?
14. Bagaimana cara penilaian dan Interpretasi skor rosier ?
15. Bagaimana alur penegakkan diagnosa pasien?
16. Apa saja diagnosa banding keluhan pasien?
17. Apa yang terjadi pada pasien?
18. Jelaskan mengenai diagnosis pasien!
19. Bagaimana tatalaksana yang komprehensif pada pasien?
III. Analisis Masalah

1. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan?

Jawab:

Hampir semua orang berusia lanjut memiliki sumbatan pada beberapa arteri
kecil di otak yang dapat menyebabkan gangguan fungsi otak yang serius. Hal ini
biasanya disebabkan oleh plak aterosklerotik yang terjadi pada satu atau lebih arteri
yang memberi makan ke otak. Plak dapat mengaktifkan mekanisme pembekuan darah,
yang menghasilkan bekuan dan menghambat aliran darah di arteri sehingga akan
menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut pada area yang terlokalisasi. Efek
neurologis yang ditimbulakan ditentukan oleh area otak yang terpengaruh. Sumbatan
pada arteri serebri media sisi kiri otak akan menyebabkan hilangnya fungsi area
pengatur motorik yang menimbulkan paralisis spastik di semua atau sebagian besar
otot di sisi tubuh yang berlawanan, yaitu sisi tubuh sebelah kiri yang ditandai dengan
kelemahan separuh tubuh sebelah kanan.1

2. Apa saja penyakit yang di tanadai dengan kelumpuhan sebelah?

Jawab:

Penyakit yang ditandai dengan kelumpuhan sebelah:2

- Stroke; Hemoragik dan Non Hemoragik

- Cerebral palsy

- Hematoma Subdural dan Epidural

- Infeksi selaput otak

- Sindrom guillain-barre

- Amtropic Lateral Sclerosis (ALS)


- Tumor otak

3. Apa saja penyebab kelemahan tubuh?


Jawab :
Secara umum penyebab hemiparese adalah :3
a. Tumor
Tumor otak kemungkinan disebabkan oleh : sisa sel embrional, faktor bawaan,
akibat radiasi, adanya virus dan lain-lain. Tumor otak terdiri dari glioma,
mengioma, cranio pharingoma, sarcoma dan lain -lain. Bila tumor di lobus
frontalis atau di lobus parietalis dapat menyebabkan hemiparese kontra lateral.
b. Infeksi
Infeksi pada otak dapat disebabkan oleh bakteri, jamur dan virus. Infeksi otak
berupa encephalitis dan meningitis (terjadi radang kuman TBC pada selaput
meningen), hal ini dapat menimbulkan hemiparese.
c. Head Injury atau trauma capitis
Cedera kepala akibat benturan kepala dengan benda keras dapat mengakibatkan
terjadinya perlukaan pada kulit, otot dan tendon kepala, pendarahan subgaleal
(pendarahan dibawah kulit kepala). Terjadi fraktur tulang tengkorak.
Terjadinya trauma capitis dapat menimbulkan gejala neurologis yang berupa
hemiparese.
d. Congenital
Congenital atau kelainan bawaan juga dapat menyebabkan hemiperese seperti
cerebral palsy (kelumpuhan pada otak), hidrocepalus dan lain-lain.
e. Stroke disebabkan karena adanya penyumbatan (non haemorrage) atau karena
pendarahan otak (haemorrage).

4. Bagaimana patofisiologi hemiparesis dextra?


Jawab:
Kelemahan pada satu sisi tubuh mengarah pada lesi hemisfer serebri
.kontralateral. Kelemahan atau kelumpuhan tubuh sebelah kanan disebabkan
karena adanya kerusakan pada sisi sebelah kiri otak. Hubungan antara waktu
dengan penyebab neuropatologis spesifik, dengan mengambil contoh lesi hemisfer
serebri dengan gejala kelemahan tubuh kontralateral:
- Onset yang cepat dan kejadian ikutan yang statis member kesan suatu kejadian
vascular (stroke), yaitu perdarahan atau infark.
- Suatu kejadian dengan progresi lambat lebih mengarah ke lesi berupa massa,
yaitu tumor.
- Kejadian yang berulang dengan pola remisi umumnya mengarah pada proses
inflamasi
atau demielinisasi kronik, contohnya: sklerosis multiple.

Patofisiologi hemiparase yang umumnya terjadi adalah karena adanya plak


arterosklerosis yang dapat mengaktifkan mekanisme pembekuan darah sehingga
terbentuk trombus yang dapat disebabkan karena hipertensi. Trombus dapat pecah
dari dinding pembuluh darah dan akan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah
mengakibatkan terjadinya iskemia jaringan otak dan menyebabkan hilangnya
fungsi otak secara akut atau permanen pada area yang teralokasi.
Iskemia pada otak akan merusak jalur motorik pada serebrum. Iskemia pada
otak juga mengakibatkan batang otak yang mengandung nuclei sensorik dan
motorik yang membawa fungsi motorik dan sensorik mengalami gangguan
sehingga pengaturan gerak seluruh tubuh dan keseimbangan terganggu.
Area di otak yang membutuhkan sinyal untuk pergerakkan dan koordinasi otot
tidak ditrasmisikan ke spinal cord, saraf dan otot sehingga serabut motorik pada
sistem saraf mengalami gangguan untuk mengontrol kekuatan dan pergerakan serta
dapat mengakibatkan terjadinya kecacatan pada pasien stroke. Iskemia pada otak
juga dapat mengakibatkan terjadinya defisit neurologis.4,5

5. Mengapa pasien tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan?


Jawab:
Afasia (aphasia) adalah sebuah sindrom pada sistem saraf (neurologis) yang merusak
kemampuan bahasa. Memori otak mereka mengalami kecacatan. Orang yang
menderita penyakit ini akan mengalami kesulitan dalam mengekspresikan pikiran dan
sulit memahami serta menemukan kata-kata saat berkomunikasi. Tentunya, hal ini
akan menimbulkan masalah pada hidup penderitanya. Sebab, komunikasi adalah salah
satu hal penting dalam kehidupan. Biasanya penyakit ini akan terjadi secara tiba-tiba
setelah Anda mengalami stroke atau cedera pada kepala.
Penyakit ini juga akan berkembang secara bertahap dan memungkinkan
pengidapnya menjadi bisu. Selain itu, pengidapnya juga mungkin dapat mengidap
penyakit demensia. Para pengidap afasia juga akan mengembangkan masalah pada
perilaku. Mereka akan berubah menjadi pribadi yang cemas dan sering marah.
Umumnya, penyakit afasia timbul akibat lobus frontal dan temporal yang ada
dalam otak, khususnya pada sisi kiri otak, mengalami penyusutan (atrofi). Hal ini akan
mempengaruhi pusat bahasa yang ada dalam otak. Jaringan parut dan protein yang
abnormal juga dapat terjadi. Selain itu, penyakit afasia juga dapat muncul akibat otak
mengalami kerusakan karena cedera pada kepala, penyakit stroke, tumor, infeksi,
penyumbatan, dan pecahnya pembuluh darah di otak. Akibatnya, suplai darah pada
otak akan terganggu dan menyebabkan sel otak mati. Selain itu, area bahasa yang ada
pada otak juga akan mengalami kerusakan. Tak hanya itu saja, ada beberapa faktor lain
yang dapat menjadi faktor penyebab timbulnyapenyakitafasia,yakni:6

1. Mutasi gen tertentu


Mutasi gen langka telah dikaitkan dengan penyakit afasia. Jika ada dari
keluarga Anda yang menderita penyakit ini, Anda lebih mungkin untuk
mengembangkandanjugamengalaminya.

2. Penyakit yang menyebabkan ketidakmampuan belajar


Orang yang mengalami masalah memori, misalnya tidak mampu belajar akibat
penyakit tertentu, terutama disleksia, akan berisiko lebih tinggi mengalami penyakit
afasia. Sebab, hal itu juga mempengaruhi daerah bahasa dalam otak.
6. Jelaskan mengenai nyeri kepala hebat?

Jawab:

Pada nyeri kepala, sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan neuron


trigeminal sentral. Fenomena pengurangan nilai ambang dari kulit dan kutaneus
allodynia didapat pada penderita yang mendapat serangan migren dan nyeri kepala
kronik lain yang disangkakan sebagai refleksi pemberatan respons dari neuron
trigeminal sentral.
lnervasi sensoris pembuluh darah intrakranial sebahagian besar berasal dari
ganglion trigeminal dari didalam serabut sensoris tersebut mengandung neuropeptid
dimana jumlah dan peranannya adalah yang paling besar adalah CGRP (Calcitonin
Gene Related Peptide), kemudian diikuti oleh SP(substance P), NKA(Neurokinin A),
pituitary adenylate cyclase activating peptide (PACAP) nitricoxide (NO), molekul
prostaglandin E2 (PGEJ2) bradikinin, serotonin(5-HT) dan adenosin triphosphat
(ATP), mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor2. Khusus untuk nyeri kepala
klaster clan chronic parox-ysmal headache ada lagi pelepasan VIP (vasoactive
intestine peptide) yang berperan dalam timbulnya gejala nasal congestion dan
rhinorrhea. Marker pain sensing nerves lain yang berperan dalam proses nyeri adalah
opioid dynorphin, sensory neuron-specific sodium channel(Nav 1.8), purinergic
reseptors(P2X3), isolectin B4 (IB4) , neuropeptide Y , galanin dan artemin reseptor
(GFR-3 = GDNF Glial Cell Derived Neourotrophic Factor family receptor-3).
Sistem ascending dan descending pain pathway yang berperan dalam transmisi dan
modulasi nyeri terletak dibatang otak. Batang otak memainkan peranan yang paling
penting sebagai dalam pembawa impuls nosiseptif dan juga sebagai modulator impuls
tersebut. Modulasi transmisi sensoris sebahagian besar berpusat di batang otak
(misalnya periaquaductal grey matter, locus coeruleus, nukleus raphe magnus dan
reticular formation), ia mengatur integrasi nyeri, emosi dan respons otonomik yang
melibatkan konvergensi kerja dari korteks somatosensorik, hipotalamus, anterior
cyngulate cortex, dan struktur sistem limbik lainnya. Dengan demikian batang otak
disebut juga sebagai generator dan modulator sefalgi.
Stimuli elektrode, atau deposisi zat besi Fe yang berlebihan pada periaquaduct
grey(PAG) matter pada midbrain dapat mencetuskan timbulnya nyeri kepala seperti
migren (migraine like headache). Pada penelitian MRI(Magnetic Resonance Imaging)
terhadap keterlibatan batang otak pada penderita migren, CDH(Chronic Daily
Headache) dan sampel kontrol yang non sefalgi, didapat bukti adanya peninggian
deposisi Fe di PAG pada penderita migren dan CDH dibandingkan dengan kontrol.
Patofisiologi CDH belumlah diketahui dengan jelas. Pada CDH justru yang
paling berperan adalah proses sensitisasi sentral. Keterlibatan aktivasi reseptor
NMDA (N-metil-D-Aspartat), produksi NO dan supersensitivitas akan menaikkan
produksi neuropeptide sensoris yang bertahan lama. Kenaikan nitrit Likuor
serebrospinal ternyata bersamaan dengan kenaikan kadar cGMP(cytoplasmic
Guanosine Mono phosphat) di likuor. Kadar CGRP, SP maupun NKA juga tampak
meninggi pada likuor pasien CDH.
Reseptor opioid di down regulated oleh penggunaan konsumsi opioid analgetik
yang cenderung menaik setiap harinya. Pada saat serangan akut migren, terjadi
disregulasi dari sistem opoid endogen, akan tetapi dengan adanya analgesic overused
maka terjadi desensitisasi yang berperan dalam perubahan dari migren menjadi CDH.
Adanya inflamasi steril pada nyeri kepala ditandai dengan pelepasan kaskade zat
substansi dari perbagai sel. Makrofag melepaskan sitokin lL1 (Interleukin .1), lL6 dan
TNF (Tumor Necrotizing Factor ) dan NGF (Nerve Growth Factor). Mast cell
melepas/mengasingkan metabolit histamin, serotonin, prostaglandin dan arachidonic
acid dengan kemampuan melakukan sensitisasi terminal sel saraf. Pada saat proses
inflamasi, terjadi proses upregulasi beberapa reseptor (VR1, sensory specific
sodium/SNS, dan SNS-2)dan peptides(CGRP, SP).7
7.Apa hubungan DM yang tidak terkontrol dengan keluhan?
Jawab:
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang
dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto mengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita
stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan
diabetes melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%.
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. DM dapat menyebabkan stroke
karena terbentuknya plak aterosklerotik pada dinding pembuluh darah yang
disebabkan oleh gangguan metabolisme glukosa sistemik. DM mempercepat kejadian
aterosklerosis baik pada pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar di
seluruh pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.
Peningkatan resiko stroke pada pasien NIDDM diduga karena hiperinsulinemia,
peningkatan kadar trigliserida total, kolesterol HDL turun, hipertensi dan gangguan
toleransi glukosa, berkurangnya fungsi vasodilatasi arteriol serebral. Hiperglikemia
dapat menurunkan sintesis protasiklin, meningkatkan pembentukan trombosis dan
menyebabkan lisis protein pada dinding arteri. Hiperglikemia meningkatkan resiko
stroke melalui asam urat. (Hiperurisemia, Proteinuria).8

8. Apa dampak DM yang tidak terkontrol?


Jawab:
Sangat penting sekali,penyakit ini untuk dideteksi lebih awal.Karena,jika
penyakit diabetes yang tidak terkontrol lanjut dibiarkan,maka kadar gula dalam darah
akan meningkat dan berubah menjadi Hiperglikemia.Dan bila berlangsung dalam
jangka waktu lama bisa mengakibatkan kerusakan pada organ tubuh kita.Penyakit
yang bisa timbul akibat komplikasi diabetes diantaranya : penyakit jantung
koroner,stroke,kebutaan dan gagal ginjal.
Diabetes yang tidak terkontrol sangat berbahaya.Bila ada gejala sering
mengantuk,merasa lapar tapi berat badan turun,sering haus,sering berkemih dan luka
sulit sembuh,maka anda harus waspada.Apalagi yang memiliki keluarga dengan
riwayat diabetes,maka menerapkan pola hidup sehat dan rajin mengontrol kesehatan
adalah keharusan.Lalu bagaimana cara pengobatan untuk diabete
Secara garis besar ada 2 komplikasi pada kasus Diabetes yaitu komplikasi
metabolik akut dan komplikasi metabolik kronik :

A. Komplikasi Metabolik Akut

Keadaan pada komplikasi akut ada dua yakni hipoglikemia dan hiperglikemia.
Hipoglikemia adalah suatu keadaan apabila kadar gula darah lebih rendah dari 60
mg/dl. Hipoglikemia bisa terjadi karena berbagai hal, misalnya pasien meminum obat
atau menyuntik insulin terlalu banyak, bisa juga karena pasien tidak makan setelah
minum obat atau menyuntik insulin. Gejalanya antara lain keringat dingin, berdebar-
debar, gemetar, lemah, merasa lapar, pusing, gelisah, dan bisa hilang kesadaran sampai
koma.

Sedangkan Hiperglikemia yaitu suatu keadaan apabila kadar gula darah lebih dari
250 mg/dl. Gejala yang muncul biasanya poliuri, polidipsi pernapasan yang cepat dan
dangkal, mual muntah, penurunan kesadaran sampai koma. Hiperglikemia dapat
berupa Keto Asidosis Diabetik (KAD), Hiperosmolar Non Ketotik (HNK) dan
Asidosis Laktat (AL).

B. Komplikasi Metabolik Kronik

Komplikasi kronik terjadi akibat diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam
waktu lama, sehingga menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan saraf.
Pembuluh darah yang dapat mengalami kerusakan dibagi menjadi dua jenis, yakni
pembuluh darah besar (makroangiopati) dan kerusakan pembuluh darah kecil
(mikroangiopati).

Termasuk dalam makroangiopati antara lain penyakit jantung koroner, pembuluh


darah kaki, dan pembuluh darah otak. Sementara mikroangiopati misalnya mengenai
pembuluh darah retina yang dapat menyebabkan kebutaan. Selain itu, juga dapat
terjadi kerusakan pada pembuluh darah ginjal yang akan menyebabkan nefropati
diabetikum.

Sedangkan kerusakan mengenai saraf dinamakan neuropati, yaitu hilangnya


sensasi pada ujung-ujung jari kaki. Karena rasa kebas, terutama pada kakinya, maka
pasien DM sering kali tidak menyadari adanya luka pada kaki. Hingga beresiko
terjadinya luka yang lebih dalam (ulkus kaki) dan perlu tindakan amputasi.9
9. Jelaskan mengenai TIA!

Jawab:

TIA (Transient Ischemic Attack)10

Definisi
Serangan iskemik sesaat (Transient Ischemic Attack) adalah gangguan
fungsi otak akibat berkurangnya aliran darah otak untuk sementara waktu
(kurang dari 24 jam).10

Etiologi
TIA terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah di otak untuk waktu
singkat, akibat aliran darah ke daerah otak melambat atau berhenti. Kurangnya
darah (dan oksigen) menyebabkan gejala sementara, misalnya bicara cadel atau
pandangan kabur.

Faktor Resiko
Resiko TIA meningkat pada:
Hipertensi
Peningkatan kolesterol (terutama LDL)
Aterosklerosis
Penyakit jantung (kelainan katup atau irama jantung)
Diabetes
Merokok
Usia (pria > 45 tahun dan perempuan > 55 tahun)

Patofisiologi
Penyempitan pembuluh darah di otak akibat adanya suatu ateroma
(trombus) yang terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak.
Emboli serebral yaitu trombus berupa bekuan darah dinding arteri yang
berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung yang terlepas dan mengalir
di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil yaitu
pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis di otak.

Trombus ataupun emboli menyebabkan otak kehilangan suplai darah,


sehingga otak akan mencoba memulihkan aliran darah dengan
vasodilatasi. Jika suplai darah dapat dipulihkan, maka fungsi dari sel-sel otak
yang terkena dapat berfungsi kembali. Hal inilah yang terjadi pada TIA
(Transient Ischemic Attack) atau serangan stroke sementara atau mini stoke.

Gejala
Terjadi secara tiba-tiba, berlangsung 2-30 menit. TIA, seperti stroke,
dimana gejalanya berupa defisit neurologis jelas seperti kelumpuhan. Namun,
gejala juga mungkin halus, seperti mati rasa atau pembakaran anggota badan,
atau kesulitan menggunakan tangan atau berjalan.6 Gejala tergantung dari otak
yang mengalami kekurangan darah:
Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri karotis, terjadi kebutaan pada
salah satu mata atau kelainan rasa dan kelemahan
Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri vertebralis, terjadi pusing,
penglihatan ganda dan kelemahan menyeluruh
Gejala lain yang ditemukan :
Hemihipestesia
Himiparese
Hemianopsia atau pendengaran
Diplopia
Sakit kepala
Bicara tidak jelas
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
Tidak mampu mengenali bagian tubuh
Ketidakseimbangan dan terjatuh

Gejala ini juga dapat ditemukan pada Stroke namun TIA lebih bersifat
sementara dan reversible dan TIA cenderung kambuh, penderita dapat
mengalami serangan beberapa kali dalam 1 hari atau hanya 2-3 kali dalam
beberapa tahun.
Dua gejala tambahan dari TIA adalah "Drop Attack". Drop attack
adalah ketika orang yang terkena jatuh tiba-tiba tanpa peringatan. Yang kedua
adalah amaurosis Fugax yang merupakan jenis khusus dari TIA mana ada tiba-
tiba kehilangan penglihatan di sebelah mata. Hal ini terjadi ketika puing-puing
dari arteri karotid di sisi yang sama menyumbat atau menutup dari salah satu
arteri tetes mata dan menghentikan suplai darah ke retina.11

Diagnosis
Gejala dan tanda-tanda TIA mungkin menghilang pada saat individu
yang terkena tiba di rumah sakit. Oleh karena itu, riwayat kesehatan orang
yang terkena mungkin menjadi dasar konfirmasi diagnosis TIA. Setelah tiba di
rumah sakit, pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan neurologis dan
pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan. Pada TIA diagnosa ditegakkan
berdasarkan gejala dan belum terjadi kerusakan otak, maka diagnosis tidak
dapat ditegakkan dengan CT scan maupun MRI. Kalaupun dilakukan CT scan
atau MRI hanya untuk mengetahui apakah terjadi perdarahan atau tidak. Ada
beberapa teknik untuk menilai adanya penyumbatan pada salah satu atau kedua
arteri karotis.
Aliran darah pada pembuluh darah yang menyempit dapat menyebabkan
suara (bruit) yang terdengar melalui stetoskop.
Skening ultrasonik dan teknik Doppler secara bersamaan menghasilkan
continuous wave untuk mendeteksi derajat stenosis, ukuran sumbatan,
jumlah darah mengalir di sekitarnya dan untuk melihat sejauh mana
anastomosis membantu daerah yang tersumbat.
Angiografi serebral untuk menentukan ukuran dan loksasi sumbatan.
Pemeriksaan neurologis penuh untuk mencari defisit neurologis.
Untuk menilai arteri karotis lakukan pemeriksaan MRI atau Angiografi,
sedangkan untuk menilai arteri vertebralis lakukan pemeriksaan ultrasonic
karotis dan teknik dopler. Sumbatan di dalam arteri vertebral tidak dapat
diangkat karena pembedahannya lebih sulit dibandingkan pembedahan
pada arteri karotis.
CBC (complete blood count) untuk mencari anemia atau masalah dengan
trombosit (untuk mencegah pembekuan darah dari fibrilasi atrium) untuk
memastikan dosis obat yang tepat.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk TIA adalah stroke.
TIA Stroke
onset mendadak Mendadak
durasi < 24 jam > 24 jam
CT-scan atau MRI Tidak ada perubahan Hipodens/Hiperdens

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah stroke dengan:10
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengurangi faktor-faktor resiko
stroke seperti tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, merokok dan
diabetes.
Obat-obatan seperti aspirin, bisulfate clopidogrel atau aspirin dipyridamole
ER (Aggrenox) diberikan untuk mengurangi pembentukan bekuan darah.
Luasnya penyumbatan pada arteri karotis membantu dalam menentukan
pengobatan. Jika lebih dari 70% pembuluh darah yang tersumbat dan
penderita memiliki gejala menyerupai stroke selama 6 bulan terakhir, maka
perlu dilakukan pembedahan untuk mencegah stroke. Pada sumbatan kecil
pembedahan dilakukan jika TIA lebih lanjut atau stroke.
Pada pembedahan Endarterektomi, endapan lemak (ateroma) di dalam
arteri dibuang. Pembedahan ini memiliki resiko terjadinya stroke sebesar 2%.
Pada sumbatan kecil yang tidak menimbulkan gejala sebaiknya tidak dilakukan
pembedahan, karena resiko pembedahan lebih besar. Risiko operasi meningkat
jika terjadi stroke sebelumnya, tekanan darah lebih dari 180, usia lebih dari 75
tahun, riwayat penyakit pembuluh darah perifer dan lesi pembuluh darah.11

ABCD 11 Penilaian Risiko


Faktor Risiko Ya atau Tidak Jumlah Poin
Sebuah ge> 60 Ya 1 Point
Tidak 0 Poin
B P> 140/90 Ya 1 Point
Tidak 0 Poin
C linical fitur TIA: Kelemahan unilateral dengan atau tanpa 2 Poin
gangguan berbicara ATAU
Gangguan bicara tanpa kelemahan 1 Point
D urasi 60 menit atau lebih 2 Poin
10-59 menit 1 Point
<10 menit 0 Poin
Diabetes Ya 1 Point
Tidak 0 Poin

ABCD 11 Scoring

ABCD 11 Skor 2 Hari Stroke Risiko


0-3 1%
4-5 4%
6-7 8%

ABCD Skor 7 Hari Stroke Risiko


0-4 0,4%
5 12%
6 atau lebih besar 31%
Pencegahan
Pencegahan untuk penyakit Transient Ischemik Attack yaitu:11
Pengendalian faktor resiko, meliputi:
Berhenti merokok dan minum alkohol, kurangi stress, hindari
kegemukan, kurangi konsumsi garam berlebihan, mengkonsumsi obat
antihipertensi pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat
hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan
mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, dan
mengendalikan penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium, infark
miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vascular
aterosklerotik lainnya.
Modifikasi gaya hidup dengan berolah raga secara teratur, konsumsi
gizi yang seimbang seperti, sayuran, buah-buahan, serealia dan susu
rendah lemak serta minimalkan junk food.
Sosialisasi TIA melalui selebaran atau poster dan promosi program
pendidikan kesehatan dengan memberikan informasi melalui seminar,
media cetak, media elektronik dan billboard.

Komplikasi
Komplikasi dari TIA adalah stroke. Risiko kumulatif dari stroke
pada orang yang mempunyai TIA itu adalah sekitar 18% pada pasien yang
tidak diobati, dan sekitar 10% pada pasien yang diobati. Risikonya adalah
tertinggi pada bulan pertama (4-8%), dan 12-13% pada tahun pertama. 11

Prognosis
Prognosis untuk TIA adalah baik, hal ini karena penanganan yang
benar dan adanya usaha dari penderita untuk mengurangi faktor resiko.
10. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Jawab:

Pemeriksaan Hasil Normal Interpretaasi


Pemeriksaan
Tekanan Darah 200/100 mmHg 120/80 mmHg Hipertensi
Denyut nadi 100 x/menit 60-100 x/menit Normal
Frekuensi nafas 24 x/menit 16-24 x/menit Normal
Suhu 36,7C 36,5-37,2C Normal
IMT (BB=80 kg 29,3 kg/m2 18-22,9 kg/m2 Obesitas tingkat
dan TB=165 cm) I

11. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium?


Jawab:

Pemeriksaan Hasil Normal Interpretaasi


Pemeriksaan
Hb 12,3 gr/dL L : 13-18 mg/dL Anemia
Leukosit 7000/mm3 5000- Normal
10.000/mm3
LED 30 mm/jam < 15 mm/jam Meningkat
Trombosit 270.000/mm3 150.000- Normal
400.000/mm3
12. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan kimia klinis?
Jawab:

Pemeriksaan Hasil Normal Interpretaasi


Pemeriksaan
Kolesterol total 300 mg/dL < 200 mg/dL Meningkat
LDL 190 mg/dL < 130 mg/dL Meningkat
HDL 35 mg/dL L : >40 mg/dL Rendah
Trigliserida 400 mg/dL <150 mg/dL Meningkat

13. Bagaimana pemeriksaan refleks nervi kranialis?


Jawab:
Pemeriksaan refleks nervi kranialis12,13,14,15,16
1. NERVUS OLFAKTORIUS (N I)

Syarat pemeriksaan

Jalan nafas harus bebas dari sumbatan dan penyakit (misalnya:


sekret, influenza, ISPA, sinusitis) karena dapat menganggu
ketajaman penciuman.
Bahan yang dipakai harus dikenal oleh penderita.
Bahan yang dipakai bersifat non iritating (misal zat iritating:
mentol, amoniak, alkohol atau cuka).

Prosedur pemeriksaan

Memberitahukan kepada penderita bahwa daya penciumannya


akan diperiksa.
Melakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada sumbatan
atau kelaianan pada rongga hidung.
Meminta penderita untuk menutup salah satu lubang hidung.
Meminta penderita untuk mencium bau-bauan tertentu (misalnya:
ekstrak kopi, ekstrak jeruk, vanili, atau tembakau) melalui lubang
hidung yang terbuka.
Meminta penderita menyebutkan jenis bau yang diciumnya.
Pemeriksaaan yang sama dilakukan juga untuk lubang hidung
kontralateral.

Gambar pemeriksaan N I

Interpretasi

Terciumnya bau-bauan secara tepat menandakan fungsi nervus


olfaktorius kedua sisi adalah baik (normosmi)
Hilangnya kemampuaan mengenali bau-bauan (anosmia) yang
bersifat unilateral tanda ditemukan adanya kelainan pada rongga
hidung merupakan salah satu tanda yang mendukung adanya
neoplasma pada lobus frontalis cerebrum.
Anosmia yang bersifat bilateral tanpa ditemukan adanya kelainan
pada rongga hidung merupakan salah satu tanda yang mendukung
adanya meningioma pada cekungan olfaktorius pada cerebrum. Hal
ini dapat terjadi sebagai akibat trauma ataupun pada meningitis.
Pada usia lanjut dapat terjadi gangguan fungsi indra penciuman ini
dapat terjadi tanpa sebab yang jelas. Gangguan ini dapat berupa
penurunan daya penciuman (hiposmia). Bentuk gangguan lainnya
dapat berupa kesalahan dalam mengenali bau yang dicium
(parosmia), misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bawang
goreng.
Selain keadaan di atas dapat juga terjadi peningkatan kepekaan
penciuman (hiperosmia), keadaan ini dapat terjadi akibat trauma
kapitis, tetapi kebanyakan hiperosmia terkait dengan kondisi
psikiatrik yang disebut konversi histeri. Sensasi bau yang muncul
tanpa adanya sumber bau disebut halusinasi olfaktorik. Hal ini
dapat muncul sebagai aura pada epilepsi maupun pada kondisi
psikosi yang terkait denagn lesi organik pada unkus.

2. NERVUS OPTIKUS (N II)

Pemeriksaan Daya Penglihatan (Visus)

Pemeriksaan visus pada bagian neurologi pada umumnya tidak


dikerjakan menggunakan kartu snellen tetapi dengan melihat kemampuan
penderita dalam mengenali jumlah jari-jari, gerakan tangan dan sinar lampu.

Syarat pemeriksaan

Menggunakan pencahayaan ruangan yang terang.


Memastikan bahwa penderita tidak mempunyai kelainan pada mata
(misalnya: katarak, jaringan parut atau kekeruhan pada kornea,
peradangan pada mata [iritis, uveitis], glaukoma, korpus alineum).

Prosedur pemeriksaan

Memberitahukan kepada penderita bahwa akan diperiksa daya


penglihatannya.
Meminta penderita untuk menutup mata sebelah kiri untuk
memeriksa mata sebelah kanan.
Pemeriksan berada pada jarak 1-6 meter dari penderita.
Meminta penderita untuk menyebutkan jumlah jari pemeriksa yang
diperlihatkan kepadanya.
Jika penderita tidak dapat menyebutkan jumlah jari dengan benar,
maka pemeriksa menggunakan lambaian tangan dan meminta
penderita menentukan arah gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1
meter.
Jika penderita tidak dapat menentukan arah lambaian tangan, maka
pemeriksa menggunakan cahaya lampu senter dan meminta
penderita untuk menunjuk asal cahaya yang disorot ke arahnya
(nasal, temporal, atas, bawah) pada jarak 1 meter.
Menentukan visus penderita.
Melakukan prosedur yang sama untuk mata sebelah kiri.
Interpretasi

Menghitung jari

V= 6/6 penderita bisa hitung jari pada jarak 6 meter.


V= 5/60 penderita bisa hitung jari pada jarak 5 meter.
Dst.
Lambaian tangan

V= 1/300 penderita bisa melihat lambaian tangan pada jarak 1


meter.
Cahaya lampu senter (Light Perception/LP)

V= 1/ (proyeksi baik) penderita dapat mengenali saat disinari dan


tidak disinari dari segala posisi.
V= 1/ (proyeksi salah) penderita dapat mengenali saat disinari dan
tidak disinari namun tidak bisa menentukan arah sinar.
V= 0 penderita tidak dapat mengenali sinar (No Light
Perception/NLP).
Pemeriksaan Lapang Pandang

Pemeriksaan lapangan pandang bertujuan memeriksa batas-batas


penglihatan bagian perifer. Pemeriksaan ini dapat dikerjakan dengan 3 teknik,
yaitu:

1. Test konfrontasi dengan tangan


2. Test dengan kampimeter
3. Test dengan perimeter
Dalam latihan pemeriksaan nervus cranialis ini jenis test pertama yang
akan dilatihkan, sedangkan test kedua dan ketiga akan dilatihkan pada topik
organosensoris.

Gambar Pemeriksaan Konfrontasi

Syarat pemeriksaan

Lapang pandang pemeriksa harus normal.

Prosedur pemeriksaan

Meminta penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa pada jarak


1 meter.
Meminta penderita menutup mata kirinya dengan tangan untuk
memeriksa mata kanan.
Meminta penderita melihat hidung pemeriksa.
Pemeriksa menggerakkan jari tangannya dari samping kanan ke
kiri dan dari atas ke bawah.
Meminta penderita untuk mengatakan bila masih melihat jari-jari
tersebut.
Menentukan hasil pemeriksaan.
Mengulangi prosedur pemeriksaan untuk mata sebelah kiri dengan
menutup mata sebelah kanan.
Interpretasi

Bila penderita bisa melihat sampai menghilangnya jari pemeriksa


dari penglihatan pada saat yang bersamaan dengan pemeriksa
berarti lapang pandang penderita normal.
Bila penderita hanya sebagian bisa melihat sampai menghilangnya
jari pemeriksa dari penglihatan pada saat yang bersamaan dengan
pemeriksa berarti penderita mengalami hemianopsia. Hal ini bisa
disebabkan adanya tekanan intrakranial yang mempengaruhi
jalnnya saraf optik atau serabut saraf pada retina (misalnya: tumor)

3. NERVI OKULARIS (N III, IV, VI)

Gambar Nervi Okularis (N III, N IV, N VI)


Syarat pemeriksaan

Menggunakan pencahayaan ruangan yang terang.

Prosedur pemeriksaan gerakan bola mata

Memberitahukan penderita bahwa akan dilakukan pemeriksaan


terhadap gereakan bola matanya.
Memeriksa ada tidaknya gerakan bola mata di luar kemauan
penderita (nistagmus).
Meminta penderita untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa
yang digerakkan ke segala jurusan.
Mengamati ada tidaknya hambatan pada pergerakan matanya
(hambatan dapat terjadi pada salah satu atau kedua mata).
Meminta penderita untuk menggerakkan sendiri bola matanya.
Interpretasi

Normal jika terdapat gerakan konjungat, gerakan


diskonjugat/gerakan konversio
Normal jika dolls eye movement (+) yaitu bila kepala diputar ke
lateral maka mata berdeviasi secara sinergis ke arah berlawanan.
Apabila ada paralisis lirikan ke atas berari tanda parinaud (+).
Apabila kondisi kedua mata tidak sejajar berarti stabismus (juling).
Apabila ada pergerakan mata di sekitar aksis anteroposterior
disebut gerakan okulogirik/okulograsi. Dapat menjadi krisis
okulogirik apabila bola mata terfiksir pada satu posisi, secara khas
berputar ke arah atas selama bermenit-menit atau berjam-jam.
Krisis ini dapat ditemukan pada ensefalitis epidemik atau
parkinsonisme pascaensefalitis atau pemakaian agen-agen
antipsikosis.
Kelainan gerakan bola mata lainnya seperti: gangguan gerakan bola
mata ke samping, gangguan gerakan bola mata adduksi, ke bawah
Gambar Pemeriksaan gerakan bola mata

Prosedur pemeriksaan kelopak mata

Meminta penderita untuk membuka kedua mata dan menatap ke


depan selama satu menit.
Meminta penderita untuk melirik ke atas selama satu menit.
Meminta penderita untuk melirik ke bawah selama satu menit.
Pemeriksa melakukan pengamatan terhadap celah mata dan
membandingkan lebar celah mata (fisura palpebralis) kanan dan
kiri.
Interpretasi

Normal jika simetris kelopak mata kanan dan kiri.


Apabila celah kelopak mata menyempit berarti ptosis, enoftalmus,
blefarospasmus.
Apabila celah kelopak mata melebar berarti eksoftalmus, proptosis.
Prosedur pemeriksaan pupil

Meminta penderita untuk membuka kedua mata dan menatap ke


depan.
Melihat diameter pupil dan bentuk bulatan pupil serta
membandingkan pupil kanan dan kiri.
Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya direk: menyorotkan
cahaya ke arah pupil lalu mengamati perubahan diameter pupil dan
perubahan diameter pupil ketika cahaya dialihkan dari pupil.
Memeriksa refleks pupil terhdapat cahaya indirek: mengamati
perubahan pupil mata yang tidak disorot cahaya ketika mata yang
satunya mendapatkan sorotan cahaya langsung.
Memeriksa refleks akomodasi pupil: meminta penderita melihat
telunjuk pemeriksa pada jarak jauh. Kemudian penderita diminta
untuk terus melihat telunjuk pemeriksa yang digerakkan mendekati
hidung penderita. Amati gerakan bola mata dan diameter pupil.
Interpretasi

Normal

Apabila diameter pupil 2 mm-5 mm berarti normal.


Apabila bentuk pupil bulat reguler berarti normal.
Apabila diameter kedua pupil sama berarti isokor.
Apabila pupil mengecil secara spontal (miosis) ketika disorot
cahaya berarti refleks cahaya langsung positif (normal).
Apabila mengecilnya pupil yang tidak disorot cahaya berarti refleks
konsensual positif (normal). Hal ini disebabkan karena di dalam
charisma opticum sebagian dari neurit-neuritnya antar nucleus
pretestalis kanan dan kiri sehingga bila salah satu pupil membesar
maka pupil yang lainnya juga ikut membesar.
Apabila kedua sumbu pandang terfiksasi pada pandangan dekat
berarti refleks konvergensi positif (normal).
Apabila terjadi perubahan terkoordinasi bila mata beradaptasi pada
penglihatan yang dekat misalnya: pupil mengecil, konvergensi bola
mata dan pencembungan lensa.
Abnormal

Apabila bentuk pupil iregurel seperti berbentuk meruncing, bentuk


air (tear drop) berarti abnormal. Hal ini dikarenakan adanya ruput
bulbi.
Apabila pupil mengecil ketika tidak disorot cahaya berarti pinpoint
pupil. Hal ini dikarenakan trauma kepala, penggunaan obat seperti
opioid, iridosilitis.
Apabila kedua pupil mata tetap melebar ketika disorot cahaya
berarti midriasis maksimal. Hal ini terjadi pada orang meninggal.
Apabila diameter kedua pupil tidak sama berarti anisokor. Hal ini
dikarenakan peningkatan tekanan intrakranial
Apabila pupil bermiosis kerika diberikan refleks akomodasi tetapi
tidak bereaksi terhadap cahaya berarti pupil Argyll Robertson.
Apabila salah satu pupil yang sakit berukuran lenih besar, bereaksi
lambat pada saat akomodasi, serta baru bereaksi terhadap cahaya
setelah berada dalam keadaan terang atau gelap berarti pupil
Adies/pupil tonik.

Gambar Pemeriksaan pupil

4. NERVUS TRIGEMINUS (N V)

Pemriksaan N V meliputi pemeriksaan motorik dan sensorik. Adapun


prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan fungsi motorik :


a. Meminta penderita untuk merapatkan gigi sekuat-kuatnya.
b. Pemeriksa mengamati muskulus measseter dan muskulus
temporalis (normal: kekuatan kontraksi sisi kanan dan kiri sama)
c. Meminta penderita untuk membuka mulut
d. Pemeriksa mengamati apakah dagu tampak simetris dengan acuan
gigi seri atas dan bawah (apabila ada kelumpuhan, dagu akan
terdorong ke arah lesi).
Interpretasi

Kekuatan kontraksi sisi kanan dan kiri sama berarti normal.


Kegagalan kontraksi pada setiap sisi wajah lesi V1
Kegagalan kontraksi pada salah satu sisi wajah lesi VII
Penciutan otot temporalis dan masseter: jarang. Biasanya
disebabkan oleh distrofi miotonik, kelainan motor neuron,
distrofi fasio-skapulo-humeral.
Kelemahan penutupan rahang sangat jarang .kelemahan
pembukaan rahang seperti rahang menyimpang ke satu sisi lesi.
Hal ini disebabkan lesi unilateral nervus V motorik.

Gambar Pemeriksaan motorik nervus trigeminus


2. Pemeriksaan fungsi sensorik :
a. Melakukan pemeriksaan sensai nyeri dengan jarum pada daerah
dahi, pipi dan rahang bawah.
b. Melakukan pemeriksaan sensasi suhu dengan kapas yang dibasahi
air hangat pada daerah dahi, pipi dan rahang bawah.
Interpretasi

Pengurangan subjektif sensasi kornea V1 parsial


Gambar Pemeriksaan sensorik nervus trigeminus

3. Melakukan pemeriksaan refelks kornea : cabang ophtalmik nervus V


a. Menyentuh kornea dengan ujung kapas (normal penderita akan
menutup mata / berkedip).
b. Menanyakan apakah penderita dapat merasakan sentuhan tersebut.
Interpretasi

Penderita akan menutup mata/berkedip berarti normal.


Tidak ada refleks tanda dini dan tanda objektif lesi nervus
trigeminus sensorik.
Kesalahan umum

Konjungtiva yang tersentuh, bukannya kornea.


Terhalang karena pemakaian lensa kontak.
Lidi kapas terlalu cepat diarahkan sehingga merangsang untuk
mengedip.

Gambar Pemeriksaan refleks kornea


4. Melakukan pemeriksaan refleks masseter :
a. Memeriksa penderita untuk sedikit membuka mulutnya.
b. Meletakkan jari telunjuk kiri pemeriksa di garis tengah dagu
penderita.
c. Mengetok jari telunjuk kiri pemeriksa dengan jari tengah tangan
kanan pemeriksa atau dengan palu refleks
d. Mengamati respon yang muncul
Interpretasi

Kontraksi muskulus masseter dan mulut akan menutup.


Refleks rahang : tidak ada gerakanrefleks rahang negarif,
gerakan minimal normal, gerakan cepat refleks rahang
meningkat.

5. NERVUS FACIALIS (N VII)

Pemeriksaan fungsi nervus N II meliputi:

a. Pemeriksaan motorik nervus fasialis.


b. Pemeriksaan viseromotorik nervus intermedius.

Pemeriksaan Motorik Nervus Facialis

Prosedur pemeriksaan

Meminta penderita untuk duduk dengan posisi istirahat (rileks).


Pemeriksa mengamati muka penderita bagian kiri dan kanan
apakah simetris atau tidak.
Pemeriksan mengamati lipatan dahi, tinggi alis, lebar celah mata,
lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut.
Meminta penderita menggerakkan mukanya dengan cara sbb:
o Mengerutkan dahi, bagian yang lumpuh lipatannya tidak
dalam.
o Mengangkat alis.
o Menurup mata dengan rapat, lalu pemeriksa mencoba
membuka dengan tangan.
o Memoncongkan bibir atau nyengir.
o Meminta penderita menggembungkan pipinya, lalu
pemeriksa menekan pipi kiri dan kanan untuk mengamati
apakah kekuatannya sama. Bila ada kelumpuhan maka
angin akan keluar dari bagian yang lumpuh.
Interpretasi

Apabila wajah simetris, kekuatan normal dan gerakan spontal (+)


berarti normal.
Apabila wajah asimetris dengan disertai kekuatan dahi lebih kuat
daripada wajah bagian bawah berarti kelumpuhan Upper Motor
Neuron (UMN) unilateral. Hal ini dikarenakan stroke,
demielinisais, tumor.
Apabila wajah asimetris dengan disertai kekuatan dahi sama
dengan wajah bagian bawah berarti kelumpuhan Lower Motor
Neuron (LMN) unilateral. Hal ini disebabkan lesi di nervus fasialis
atau nukleus pada pons seperti Bells palsy (sering), lesi vaskular
pons, infeksi herpes, tumor parotis (sangat jarang).
Apabila wajah asimetris tanpa kelemahan otot berarti dapat
dicurigai kongenital.
Apabila wajah simetris dengan disertai kelemahan dahi bilateral
sama dengan wajah bagian bawah berarti kelumpuhan Lower
Motor Neuron (LMN) bilateral. Hal ini disebabkan sarkoidosis,
sindrom Guillain Barre (sering), miastenia gravis, miopati (sangat
jarang).
Apabila wajah simetris dengan disertai kekuatan dahi bilateral lebih
kuat daripada wajah bagian bawah berarti kelumpuhan Upper
Motor Neuron (UMN) bilateral. Hal ini disebabkan paralisis
pseudobulbar, kelainan motor neuron.
Apabila wajah simetris dengan kekuatan normal namun gerakan
spontan sedikit berarti paralisis emosional. Hal ini bisa disebabkan
parkinsonisme.

Gambar Pemeriksaan motorik nervus fasialis

Pemeriksaan Viserosensorik

Syarat pemeriksaan

Lidah penderita terus menerus dijulurkan keluar.


Penderita tidak diperkenankan bicara.
Penderita tidak diperkenankan menelan.
Prosedur pemeriksaan

Meminta penderita menujurkan lidah.


Meletakkan gula, asam, atau sesuatu yang pahit pada sebelah kiri
dan kanan dari 2/3 bagian depan lidah.
Meminta penderita untuk menuliskan apa yang dirasakannya pada
secarik kertas.

Interpretasi

Apabila penderita dapat merasakan dengan benar berarti normal.


Apabila penderita tidak dapat merasakan dengan benar berarti
abnormal.
6. NERVUS VESTIBULOCOCLEARIS (N VIII)

Pemeriksaan Fungsi Pendengaran

Syarat pemeriksaan

Di tempat yang sunyi atau jauh dari bunyi yang bising.


Fungsi pendengaran pemeriksa harus normal.
1. Pemeriksaan Weber
Tujuan pemeriksaan

Untuk membandingkan daya transport melalui tulang di telinga kanan dan


kiri penderita.

Prosedur pemeriksaan

Petik ujung garpu tala atau ketuk ujung garpu tala dengan meja.
Letakkan garpu tala di dahi/glabella/vertex penderita.

Interpretasi

Apabila kiri dan kanan sama keras berarti normal (penderita tidak
dapat menentukan dimana yang lebih keras)
Apabila terdapat tuli konduksi di sebelah kiri maka terdengar
sebelah kiri lebih keras, mislnya pada otitis media.
Apabila terdapat tuli sensorineural di sebelah kiri maka penderita
akan terdengar lebih keras sebelah kanan.
2. Pemeriksaan Rinne
Tujuan pemeriksaan

Untuk membandingkan pendengaran melalui tulang udara dari penderita.

Prosedur pemeriksaan

Petik ujung garpu tala atau ketuk ujung garpu tala dengan meja.
Letakkan garpu tala pada planum mastoid sampai penderita tidak
dapat mendengarnya lagi.
Kemudian pindahkan garpu tala ke depan meatus akustikus
eksternus.
Interpretasi

Apabila masih terdengar bunyi berdenging di depan meatus


akustikus eksternus berarti normal atau tuli sensorineueral, tes
rinne positif. (pada telinga sehat, pendengaran melalui udara di
dengar lebih lama daripada melaui tulang)
Apabila tidak terdengar bunyi berdenging di depan meatus
akustikus eksternus berarti tuli konduksi, tes rinne negatif.

Gambar Pemeriksaan tes Rinne


3. Pemeriksaan Schwabach
Tujuan pemeriksaan

Untuk membandingkan hantaran tulang penderita dengan hantaran tulang


pemeriksa.

Prosedur pemeriksaan

Petik ujung garpu tala atau ketuk ujung garpu tala dengan meja.
Letakkan pada prossesus mastoideus penderita.
Bila penderita sudah tidak mendengar lagi bunyi getaran garpu
tala, maka segera garpu tala dipindahkan ke prosseus mastoideus
pemeriksa.
Interpretasi

Apabila pemeriksa tidak mendengar bunyi yang berdenging berarti


hantaran tulang penderita baik, Schwabach normal.
Apabila pemeriksa masih mendengar bunti yang berderdenging
berarti hantaran tulang penderita kurang baik, Schwabach
memendek.

Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan

1. Pemeriksaan Tes Kalori


Prosedur pemeriksaan

Penderita berbaring dengan kepala di atas bantal dengan sudut 30


sehingga Kanalis Semisirkularis Lateral berada pada posisi vertikal
Masukkan air dingin (30) ke dalam telinga selama 40 detik
(sebanyak 250 ml).
Penderita diminta untuk memandang lurus ke depan, kemudian
perhatikan kedua matanya.
Ulangi pada telinga lainnya.
Lanjutkan dengan menggunakan air hangat (44) seperti langkah
dengan menggunakan air dingin.
Interpretasi

Bila telinga kiri dimasukkan air dingin timbul nistagmus ke kanan,


begitupun telinga kanan. Bila telinga kiri dimasukkan air hangat
akan timbul nistagmus ke kiri, begitupun telinga kanan. Hal ini
membuktikan bahwa respon normal.
Respon yang menurun terhadap rangsangan dengan air dingin dan
air hangat pada salah satu telinga berarti paresis kanalis.
Disebabkan lesi kanalis semisirkularis (penyakit Meniere) atau
kerusakan saraf (merupakan penyebab tuli sensorineural neuronitis
vestibular)
Pada pasien yang tidak sadarkan diri respon normal adalah apabila
dimasukkan air dingin akan terjadi gerakan kedua mata ke arah
rangsangan. Sedangkan ketika dimasukkan air hangat akan terjadi
gerakan tonik kedua mata menjauhi rangsangan.

2. Pemeriksaan tes Past Pointing


Prosedur pemeriksaan

Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa.


Pemeriksa mengangkat jari telunjuk di depan pemeriksa.
Penderita diminta untuk menyentuh ujung jari pemeriksa dengan
jari telunjuk.
Penderita menutup mata dan diminta untuk mengulanginya lagi.

Interpretasi

Apabila penderita dapat melakukannya berarti normal.


Apabila jari telunjuk penderita sangat jauh dari ujung jari pemeriksa
berarti abnormal. Hal ini dapat dikarenakan penyakit sereberal.
7. NERVUS GLOSOFARINGEUS (N IX)

Pemeriksaan Nervus Glosofaringeus

Prosedur pemeriksaan

Penderita diminta untuk membuka mulutnya.


Dengan spatel tongue tekan lidah ke arah bawah.
Minta penderita untuk mengucapkan a-a-a panjang.
Perhatikan bentuk uvula dan lengkung langit-langit.
Sentuh bagian belakang lidah atau dinding pharing kanan dan kiri.
Perhatikan respon yang terjadi pada penderita.
Interpretasi

Uvula simetris, langit-langit yang sehat akan bergerak ke atas, dan


terjadi refleks muntah ketika disentuh berarti normal.
Apabila uvula tidak simetris dan tampak mitik tertarik ke sisi yang
sehat berarti adanya gangguan pada m. Stylopharingeus.
Lengkung langit-langit di sisi yang sakit tidak akan bergerak ke
atas.
Apabila disentuh bagian belakang atau pharing kanan dan kiri tidak
terjadi refleks muntah berati adanya gangguan sensibilitas.

8. NERVUS VAGUS (N X)

Pemeriksaan Nervus Vagus

Prosedur pemeriksaan

Penderita diminta untuk membuka mulutnya.


Dengan spatel tongue tekan lidah ke arah bawah.
Minta penderita untuk mengucapkan a-a-a panjang.
Perhatikan bentuk uvula dan lengkung langit-langit.
Sentuh bagian belakang lidah atau dinding pharing kanan dan kiri.
Perhatikan respon yang terjadi pada penderita.
Ambil laringoskop dan masukkan ke dalam mulut sampai terlihat
pita suara pada cermin laringoskop.
Minta penderita untuk mengucapkan a-a-a panjang.
Perhatikan gerakan pita suara dan bunyi suara penderita.
Interpretasi

Uvula simetris, langit-langit yang sehat akan bergerak ke atas, dan


terjadi refleks muntah ketika disentuh berarti normal.
Pita suara bergerak sewaktu fonasi atau inspirasi dan suara
penderita terdengar baik berarti normal.
Apabila uvula tidak simetris dan tampak mitik tertarik ke sisi yang
sehat berarti adanya gangguan pada m. Stylopharingeus.
Lengkung langit-langit di sisi yang sakit tidak akan bergerak ke
atas.
Apabila disentuh bagian belakang atau pharing kanan dan kiri tidak
terjadi refleks muntah berati adanya gangguan sensibilitas.
Apabila pita suara tidak bergerak sewaktu fonasi atau inspirasi
berarti ada kelumpuhan satu sisi pita suara.
Apabila suara penderita menjadi parau berarti kedua sisi pita suara
mengalami kelumpuhan sehingga pita suara akan berada di garis
tengah dan tidak bergerah sama sekali.

9. NERVUS AKSESORIUS (N XI)

Pemeriksaan Nervus Aksesorius

1. Pemeriksaan m. sternokleidomeastoideus
Prosedur pemeriksaan

Penderita diminta menolehkan kepalanya ke arah sisi yang sehat.


Raba m. Sternocleidomastoideus.
Interpretasi

Apabilam. Sternokleidomastoideus teraba menegang berarti


normal.
Apabila m. Sternokleidomastoideus teraba tidak menegang berarti
terdapat paralisis N. XI di sisi tersebut.
2. Pemeriksaan m. trapezius
Prosedur pemeriksaan

Perhatikan/inspeksi kesimetrisan bahu.


Kedua tangan pemeriksa diletakkan di atas kedua bahu penderita.
Penderita diminta untuk mengangkat bahunya, kemudian
pemeriksa tahan.
Perhatikan kesimetrisan bahu.
Penderita diminta untuk mengesktensikan kepalanya, kemudian
ditahan gerakan tersebut.
Interpretasi

Apabila simetris berarti normal.


Apabila penderita dapat mengangkat bahu dan mengekstensikan
kepala berarti normal.
Apabila tidak simetris berarti abnormal (biasanya sisi yang sakit
lebih rendah dari sisi yang sehat).
Apabila penderita kepala tidak dapat diekstensikan dan bahu tidak
dapat diangkat berarti ada kelemahan m. Trapezius satu sisi.

10. NERVUS HIPOGLOSSUS (N XII)

Prosedur pemeriksaan

Penderita diminta utnuk berbicara.


Perhatikan apakah perkataannya diucapkan dengan baik.
Meinta penderita membuka mulut dan melakukan inspeksi lidah
dalam keadaan diam.
Meminta penderita menjulurkan lidah dan melakukan ispeksi lidah
dalam keaadaan dijulurkan.

Interpretasi

Apabilaperkataan yang diucapkan baik dan lidah simetris/lurus


berarti normal.
Apabila perkataan yang diucapkan tidak baik berarti disatria.
Apabila dalam keadaan diam, lidah tidak simetris berarti tonus
menurun (biasanya bergeser ke daerah yang sehat).
Apabila dalam keadaan menjulurkan lidah terjadi deviasi berarti
ada kelumpuhan n. XII (lidah akan berdeviasi ke sisi yang sakit).
Biasanya terjadi karena kerusakan lower motor neuron (LMN)
unilateral (jarang). Hal ini disebabkan syringomyelia, meningitis
basalis, kelainan motor neurom dini, tumor foramen magnum.

Gambar Pemeriksaan nervus hipoglosus

14. Bagaimana cara penilaian dan Interpretasi skor rosier ?


Jawab:

Skala ROSIER (Recognition of Stroke in the Emergency Room). Skala ROSIER


tampak seperti dibawah ini:17
Apakah pasien mengalami penurunan kesadaran atau pingsan? apabila YA skor =
-1, TIDAK= 0

Apakah ada kejang? YA = -1, TIDAK = 0

Apakah ada kelemahan otot di sebelah wajah yang tiba-tiba? atau pasien bangun
dari tidur dengan kelemahan otot di sebelah wajah? YA = +1, TIDAK = 0

Apakah ada kelemahan di salah satu lengan yang terjadi secara tiba-tiba? YA =
+1, TIDAK = 0

Apakah ada kelemahan di salah satu kaki atau tungkai bawah yang terjadi secara
tiba-tiba? YA = +1, TIDAK = 0

Apakah ada gangguan bicara seperti cadel yang terjadi secara tiba-tiba? YA = +1,
TIDAK = 0

Apakah ada gangguna penglihatan seperti mata kabur atau penglihatan ganda
yang terjadi secara tiba-tiba? YA = +1, TIDAk = 0

Kemudian jumlahkan skor pasien, skor akan berada diantara -2 sampai 5, apabila
skor > 0 maka pasien kemungkinan besar mengalami stroke dan skor < 0
kemungkinan bukan stroke.

Metode ROSIER ini terbukti akurat untuk mengenali gejala stroke di ruang
emergency dan sudah divalidasi secara international.

15. Bagaimana alur penegakkan diagnosa pasien?


Jawab:
1. Anamnesis

a. Identitas : Laki laki berusia 64 tahun.

b. Riwayat Penyakit Sekarang.:


hemiparesis dextra secara tiba-tiba sejak satu jam yang lalu.
Afasia motoric
Nyeri kepala hebat

c. Riwayat Penyakit Dahulu:

TIA
Diabetes Melitus tidak terkontrol.

2. Pemeriksaan fisik
Vital sign :
TD : 200/100mmHg, Nadi: 100x/menit, RR : 24x/menit, Suhu: 36.7oC
BB : 80 kg, TB : 165 cm
Status Neurologikus: hemiparesis dextra, afasia motoric
Skala Rosier

a. Apakah pasien mengalami penurunan kesadaran atau pingsan? apabila


ya skor = -1, tidak= 0
b. Apakah ada kejang? ya = -1, tidak = 0
c. Apakah ada kelemahan otot di sebelah wajah yang tiba-tiba? atau
pasien bangun dari tidur dengan kelemahan otot di sebelah wajah?
ya= +1, tidak = 0
d. Apakah ada kelemahan di salah satu lengan yang terjadi secara tiba-
tiba? ya = +1, tidak = 0
e. Apakah ada kelemahan di salah satu kaki atau tungkai bawah yang
terjadi secara tiba-tiba? ya = +1, tidak = 0
f. Apakah ada gangguan bicara seperti cadel yang terjadi secara tiba-
tiba? ya = +1, tidak = 0
g. Apakah ada gangguna penglihatan seperti mata kabur atau
penglihatan ganda yang terjadi secara tiba-tiba? ya= +1, tidak = 0

skor > 0 maka pasien kemungkinan besar mengalami stroke.


3. Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin:
Hb: 12,3 g/dl, Leukosit: 7000/mm3, LED: 30 mm/jam, Trombosit: 270.000/mm3
Kimia klinik:
Kolesterol total: 300 mg/dl, LDL: 190 mg/dl, HDL: 35 mg/dl, Trigliseride: 400
mg/dl
CT Scan: terdapat hipodens, hilangnya visualisasi pita insular, hilangnya
garis tatanan nucleus lentiformis, hilangnya diferensiasi antara substansia
alba-gricea, penyempitan sulcus korteks dan komptesi ventrikel lateral.
MRI: tampak hipointens pada T1, hiperintens pada T2 dan FLAIR.

16. Apa saja diagnosa banding keluhan pasien?


Jawab:
Diagnosa banding keluhan pasien:18
1. Stroke nonhemoragik
2. Ensefalopati toksik/metabolic
3. Ensefalitis
4. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural,
tumor otak)
5. Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6. Trauma kepala
7. Ensefalopati hipertensif
8. Migren hemiplegic
9. Abses otak
10. Sklerosis multiple

17. Apa yang terjadi pada pasien?


Jawab:
Suspect Stroke Iskemik.
18. Jelaskan mengenai diagnosis pasien!
Jawab:
Penjelasan mengenai diagnosis pasien19,20,21

STROKE ISKEMIK/NON HEMORAGIK

Stroke iskemik adalah tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan


aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemi secara
umum diakibatkan oleh atrotrombosis pembuluh darah seerebral, baik yang besar
maupun yang kecil. Pada stroke iskemia, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang
jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua
ateri karotis interna dan dua a.vertebralis. arteri ini merupakan cabang dari
lengkungan aorta jantung. Suatu atheroma(endapan lemak) bisa berbentuk
didalam pembuluh darah a.karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran
darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah a.karotis dalam
keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga
bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah kemudian
menyumbat arteri yang lebih kecil.

Stroke iskemik akut memegang peranan sekitar 80% dari semua stroke
dan merupakan penyebab penting morbiditas dan kematian di amerika serikat.
Beberapa factor risiko yang sering terjadi penyebab stroke iskemik, baik pada usia
muda maupun tua yaitu diabetes mellitus, hipertensi dan dyslipidemia.
Manifestasi tersering pada stroke iskemik adalah gejalanya biasanya lebih tenang,
jarang terdapat tanda-tanda peningkatan TIK, kecuali jika terjadi oklusi di arteri
beasr atau terjadi hipoksia yang cukup berat sehingga menyebabkan edema.
Adanya edema akan meningkatkan TIK, sehingga pasien juga dapat mengalami
sakit kepala dan penurunan kesadaran.
Menurut Academy of Medical Sciense pengolongan stroke iskemik:

1. Stroke aterotrombolitik
Stroke jenis ini terjadi dalam beberapa tahap, dimulai dengan peningkatan
bertahap dari manifestasi klinis selama beberapa jam atau hari. Sering kali
dimulai saat tidur. Hal ini ditandai dengan adanya lesi atrosklerotik di arteri sis
stroke. TIA sering mendahului onset stroke. Ukuran stroke bervariasi dari
kecil ke besar. Stroke aterotrombotik bersama dengan emboli arteri memegang
peranan sebesar 47% dari semua kasus stroke.

2. Stroke karena emboli jantung


Ditandai oleh kondisi awal yang akut, stroke ini meyerang pasien dalam
keadaan terbangun. Tanda neurologis fokal paling terlihat pada awal
kemunculan penyakit/ lokasi yang paling sering yaitu area a.karotis tengah dan
biasanya mengenai kortikal-subkortikal dan berukuran sedang dan besar.
Menurut data, ada komponen perdarahan khas untuk jenis stoke ini. Jenis
stroke ini memegaang peranan sebesar 22% dari semua kasus stroke yang ada.

3. Stroke hemodinamik
Bentuk stroke ini ditandai dengan onset akut. Daerah yang paing sering
diserang yaitu bidang yang sesuai denga suplai darah. Ukurannya dapat
bervariasi dari besar-kecil. Sebuah komponen hemodinamik juga hadir dalam
bentuk penurunan tekanan darah dan curah jantung secara tiba-tiba. Stroke
hemodinamik terjadi <15% dari semua kasus stroke.
4. Infark lacunar
Infark lacunar adalah lesi kecil yang oleh oklusi arteri perforans. Infark
lacunar disebut juga microstroke dengan ukuran mulai dari 1-1,5cm.
hipertensi arteri sering mendahului stroe. Lokasi yang paling sering diserang
yaitu inti subkortikal, batang otak, basal ganglia, kapsul interna, korona
radiate dan sekitar white matter dari centrum semiovale. Ada tanda-tanda
neurologis fokal yang khas dan dalam beberapa kasus lainnya hanya satu
gejala timbul dengan tidak adanya tanda-tanda otak secara umum. Terjadinya
lacunar stroke sebesar 20% dari semua kasus stroke.

Afasia

Afasia adalah gangguan kemampuan berbahasa. Para penderita afasia


dapat mengalami gangguan berbicara, memahami sesuatu, membaca, menulis, dan
berhitung.Penyebab afasia selalu berupa cedera otak.Pada kebanyakan kasus,
afasia dapat disebabkan oleh pendarahan otak. Selain itu juga dapat disebabkan
olehkecelakaan atau tumor. Seseorang mengalami pendarahan otak jika aliran
darah di otak tiba-tiba mengalami gangguan. Hal ini dapat terjadi melalui dua cara
yaitu: terjadi penyumbatan pada pembuluh darah atau kebocoran pada pembuluh
darah.

Penyumbatan:

Disebabkan oleh penebalan dinding pembuluh darah (trombosis) atau


penggumpalan darah (emboli) yang mengakibatkan penyumbatan pembuluh
darah. Dalam hal ini terjadi serangan otak.

Kebocoran:

Di pembuluh darah terdapat bagian yang lemah (aneurisma). Bagian tersebut


dapat menjadi berpori-pori, selanjutnya mengalami kebocoran, bahkan pecah.
Dalam hal ini terjadi pendarahan otak. Oleh para dokter, pendarahan otak disebut
CVA: Cerebro Vasculair Accident
atau Kecelakaan Vaskuler Otak.

Para penderita afasia dapat mengalami kesulitan akan banyak hal. Hal-hal
tersebut sebelumnya merupakan sesuatu yang biasa terjadi di kehidupannya
sehari-hari, seperti:

Melakukan percakapan
Berbicara dalam grup atau lingkungan yang gaduh
Membaca buku, koran, majalah atau papan petunjuk di jalan raya.
Pemahaman akan lelucon atau menceritakan lelucon
Mengikuti program di televisi atau radio
Menulis surat atau mengisi formulir
Bertelefon
Berhitung, mengingat angka, atau berurusan dengan
uang
Menyebutkan namanya sendiri atau nama-nama anggota keluarga

19. Bagaimana tatalaksana yang komprehensif pada pasien?


Jawab:
Tatalaksana yang komprehensif pada pasien22

Penanganan pada penderita dengan stroke iskemik bertujuan ntuk


mempertahankan fungsi otak yang tergantung untuk menyelamatkan fungsi sel
otak dalam waktu yang singkat. Dalam menangani gangguan sel otak dbatasi oleh
waktu (time window/golden periode) yang sangat bervariasi yaitu antara 3-12 jam
tergantung kondisi, usia dan beratnya kondisi penderita. Pada time window
merupakan kesempatan yang terbaik untuk menyelamatkan sel saraf yang
fungsinya terganggu namun strukturnya masih utuh yang disebut penumbra.
Menurut Ott, jaringan penumbra imi bisa bertahan sampai 12 jam. Oleh sebab iu
terapi yang dapat memberikan hasil optimal apabila stroke iskemik diobati
sebelum 12 jam setelah onset (menurut baron).

Evaluasi klinis awal pada pasien dengan stroke iskemik akut harus
ditujukan dengan pertanyaan berikut

Apakah ada kondisi yang mengancam pendreita?


Berapakah interval waktu antara onset dan saat pasien diperiksa ata
masuk rumah sakiti?
Apakah ada tanda-tanda tekanan intracranial?
Adakah penyebab penyakit yang berat?
Bagaimanakah prognosis penyakitnya?

Prosedur dibawah ini yang dapat membawa evaluasi dengan cepat untuk
penanganan.

Pemeriksaan neurologis darurat atau cepat untuk menentukan tipe dan


lokalisasi stroke
Contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium rutin (glukosa,
elektrolit, factor koagulasi)
Pemeriksaan skening secara cepat untuk memastikan jenis stroke
Melakukan pemeriksaan Doppler ultrasonografi
Melakukan pengobatan dasar (pemasangan kateter, drainase
urin,pemberian oksigen melalui NGT, intubasi endotracheal).

Penanganan stroke iskemik yang ideal adalah sesuai dengan


patofisiologinya dan kemajuan dalam bidang biologi molekuler, seluler dan
subseluler membuktikan bahwa sel neuron yang terancam mati dan terganggu
fungsinya pada serangan stroke bukan hanya didaerah lesi tapi juga daerah
sekitarnya yaitu didaerah penumbra.

Sekarang pengobtan stroke harus dengan melakukan intervensi yang lebih


aktif dengan tujuan berikut.
Membatasi luasnya infark dengan mengurangi perluasan kerusakan
area penumbra
Memperbaiki fungsional fungsi neuron dan membatasi kecacatan
Memperbiki integrasi kembali pasien stroke

Jadi penanganan utama untuk pasien stroke adalah tindakan umum


suportif yang dilakukan mulai prehospital dirumah penderita, lalu setelan pasien
tiba segera diambil sampel darahnya untuk pemeriksaan darah lengkap, jumlah
platelet, protombine time, kadar K+ dan Na+.

Terapi kombinasi obat

Untuk mendapatkan hasil optimal maka sebaiknya terapi stroke iskemik


dilakukan secara kombinasi. Kombinasi terapi antara obat-obat trombolitik dan
obat-obat yang bersifat neuroprotektif telah terbukti lebih efektif dibandingkan
dengan terapi tunggal dan monoterapi. Goolongan obat umumnya dipergunakan
adalah:

Memperbaiki perfusi
Tindakan terapi ini bertujuan memulihkan aliran darah ke otak yang
sedang mengalami sumbatan yaitu dengan menggunakan agen
trombolitik.
Neuroprotektan
Golongan obat ini bersifat melindungi otak yang sedang mengalami
iskemi sehingga tidak mati atau infark.
Penanganan factor resiko dan komplikasi
Yaitu dengan mengobati penyakit penyerta atau penyakit yang
mendasarinya
Prinsip penanganan stroke iskemik

Membatasi daerah yang rusak atau infark


Mengatasi penyakit dasarnya
Meningkatkan aliran darah otak
Mencegah terjadinya edema otak dengan memberikan zat
hyperosmolar/kortikosterid
Memperbaiki aliran darah didaerah iskemik

Jenis Obat Stroke Iskemik

Melakukan reperfusi

Reperfusi yaitu mengemballkan aliran darah otak secara adekuat sehngga


perfusi meningkat. Obat-obat yang diberikan sebagai berikut:

R-tPA (Recombinant tissue plasminogen activatory


o Zat ini berfungsi untuk menghancurkan thrombus
o Sekitar 6% terjadi transformasi dari keadaan iskemikke infark
o Diberikan dalam 3 jam setelah onset, dosis alteplase 0,9 mg/kgBB
intravena (10% bolus, 90% secara infus dalam 60 menit.
o Pasca melakukan r-tPA, dilarang melakukan suntikan intra-arterial,
dilarang memberikan koagulan atau anti-platelet
o Menurut Caplan cs di lancet, pemberian R-Tpa perlu diteliti
keefektifannya
Obat anti agregasi trombosit (inhibitor platelet)
Obat ini berfungsi mencegah menggumpalnya trombosit darah dan
mencegah terbentuknya thrombus atau gumpalan darah yang dapat
menyumbat lumen pembuluh darah. Obat ini terutama dapat digunakan
pada stroke iskemik misalnya TIA. Contoh obat sebagai berikut:
o Asam asetil salisilat (asetosal) atu aspirin, dosis 2x80-200mg/hari,
diberikan selama 48 jam. Efek samping pendarahan lambung
o Tiklopidin, dosis 2x50mg/hari. Efek samping pendarahan arteri
o Clopidogrel, dosis 1x75mg/hari
o Pentoksifilin, dosis per-infus 200mg dalam 500cc cairan infus per
hari selama fase akut, lalu dilanjutkan 2-3x400mg/oral/hari.
Antikoagulan
Antikoagulan mencegah terjadinya gumpalan darah dan embolisasi
thrombus. Contohnya: Heparin, coumarin, dicumarol oral
Antagonis glutamate
Mekanisme kerja secar kompetitive mencegah terikatnya glycine pada
reseptor glutamate NMDA. Ada 2 golongan sebagai berikut:
o Kompetitive terhadap NMDA, contohnya: Selfotel, diberikan
12jam setelah stroke
o Non-kompetitive terhadap NMDA:
- Dextrorphan
- Aptigenal-HXL
Membran stabilizer
o Sitikolin
Sitikolin adalah precursor dari phospatidylkolin, konsitituen utama
dari membrane sel. Sitikolin juga mencegah penimbunan asam
lemak, asam arakhidonat dan digliserida pada tempat kerusakan.
Obat ini relative aman dan efek samping nya tidak ada. Dosis oral
500mg dan 2000mg. Selama fase akut, diberikan sitikolin tiap
8jam 250mg intravena.
o Inhibitor trombosit
Contoh obat: Tiklopidin, cilostazol, indobufen, Dipiiridamol
Nootropik (neuropeptide)
o Pirasetam
Cara kerja secara pasti belum diketahui, diperkirakan pirasetam
berikatan pada membrane sel, menormalisir fungsi membrane.
Dosis per-infus 6 x 0,5 -1gr/hari, dilanjutkan 400-800mg/oral/hari
o Nisergolin
Selama fase akut diberikanper i.v atau i.m. 3x1 ampul/hari,
dilanjutkan pemberian oral 60mg/hri
o Hydergin
Dosis per infus 6 ampul (0,3mg) dalm 100-cc NaCL 0,9% selama
10 hari , dilanjutkan per oral 4,5 mg/hari.
Cerebrolysin
Obat golongan peptide yang dibuat dari pemecahan ensimatik
protein otak yang bebas lemas. Pada trial pertama diberikan cerebrolysin
secara intravena, 50ml/hari dikombinasi onat standart stroke yaitu aspirin
250mg + pentoksilin 300mg IV, selama 21 harii. Pada trial kedua
diberikan hanya cerebrolysin IV 29ml/hari yang dimulao 12 jam pasca-
stroke.
Free radical scavenger/antioksidan
o Glutathione
Merupakan zat yang secra alami ada dalam tubuh. Kadar glutation
yang rendah dalam tubuh dapat memicu timbulnya penyakit hati
dan fungsi ginjal. Sebagai detoksikan glutation mengikat zat yang
tidak diinginkan dan mengeluarkannya melalui urine da empedu.
Gluttion dalam melindungi sel tubuh dari efek radikal bebas yang
lebih kuat dari vit. C dan vit. E.
o Methionine reductase catalase
o Vit. E (Alfa tokoferol)
DAFTAR PUSTAKA

1. Diundur dari URL: https://id.scribd.com/mobile/doc/66503799/Etiologi-


Stroke
2. Diunduh dari URL: https://www.scribd.com/doc/303388224/Modul-
Lumpuh-Anggota-Gerak
3. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf Edisi IV. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
4. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Penterjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2007.
5. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi. 2007. Jakarta: EMS.
6. Noerjanto M. Management of acute stroke: Masalah-masalah dalam
diagnosis stroke akut. Semarang: Badan Penerbit UNDIP;2002;1-2.
7. Kowalak, Jennifer P., William Welsh. (2011). Buku Ajar Patofisiologi.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8. Kurtzke JF. Epidemiology: stroke, pathophysiology, diagnosis, and
management. 1st ed. New York: Churchill Livingstone; 1996; 3-19
9. Boden-Albala B et al. Diabetes, fasting glucose levels, and risk of
ischemic stroke and vascular event. . 2008.
10. Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gangguan Peredaran Darah
Otak. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, pp. 59-133
11. Sidharta P, Mardjono M. 2004. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan
Saraf. Neurologi Klinis Dasar. Surabaya : Dian Rakyat, pp. 269-293
12. Lumbantobing S, Neurologi Klinik, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007.
13. Mahar Marjono, Neurologi Klinis Dasar, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta,
2008.
14. Suwono W J. 1996. Diagnosis Topik Neurologi: Anatomi, Fisiologi,
Tanda, Gejala. EGC: Jakarta
15. Suwono W J. 1996. Panduan Praktis Pemeriksaan Neurologis. EGC:
Jakarta
16. Weiner H L, Levitt L P. 2001. Buku Saku Neurologi. EGC: Jakarta
17. Nor, Azlisham Mohd, et al., 2005. The Recognition of Stroke in the
Emergency Room (ROSIER) scale: development and validation of a
stroke recognition instrument
18. Sitorus, Freddy. Buku Ajar Penyakit Dalam. Ed- 6 Jilid II. 2014. Jakarta:
Interna Publishing.
19. Chris Tanto, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Essential of Medicine. Edisi
4 jilid 2
20. Yuyun Yueniwati. Pencitraan Pada Stroke. Penerbit Universitas
Brawijaya Press (UB Press), Malang. 2016
21. Diunduh pada (24 Mei 2017)
https://www.afasie.nl/aphasia/pdf/26/brochure2.pdf
22. Junaidi, Iskandar. STROKE, Waspadai Ancamannya. Ed-1. Yogyakarta:
ANDI. 2011.

Anda mungkin juga menyukai