Anda di halaman 1dari 25

INNOVATIVE DESAIGN EVIDENCE BASED PRACTICE THE

EFFECT OF ROM (RANGE OF MOTION) ON EXTREMITY


MUSCLE STRENGTH IN PATIENTS WITH PHYSICAL
MOBILITY DISORDERS

CREATED BY:

SHINTA SALSABILA
P1337420922070

NERS PROFESSION
NURSING DEPARTMENT
POLTEKKES SEMARANG
2022

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius
dalam kehidupan modern saat ini. Prevalensi stroke bertambah seiring
bertambahnya usia. World Health Organization (WHO) menetapkan bahwa
stroke merupakan suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi
otak secara fokal atau global yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan
menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular
(Rasyid & Soertidewi, 2007). Menurut Smeltzer (2002), stroke atau cedera
serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak karena berhentinya
suplai darah ke bagian otak, yang mengakibatkan kehilangan sementara atau
permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi.
Indonesia menempati peringkat ke97 dunia untuk jumlah pasien stroke
terbanyak dengan jumlah angka kematian mencapai 138.268 orang atau
9,70% dari total kematian yang terjadi pada tahun 2011, dan pada tahun 2013
telah terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia menjadi 12,1 per
1.000 penduduk (WHO, 2011 dalam Riskesdas, 2007). Angka kematian
akibat stroke di Indonesia juga terus meningkat. Kejadian terbanyak penyebab
kematian utama hampir di seluruh RS di Indonesia karena penyakit stroke,
terdapat sekitar 550.000 pasien stroke baru setiap tahunnya, dan kematian
stroke meningkat sekitar 15,4% yaitu dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi
49,9% pada tahun 2001 dan terus meningkat menjadi 59,5% atau setara
dengan 8,3 per 1000 penduduk di tahun 2007 (Riskesdas, 2007).
Sebesar 80% pasien stroke mengalami kelemahan pada salah satu sisi
tubuhnya/hemiparese (Scbachter and Cramer, 2003). Kelemahan tangan
maupun kaki pada pasien stroke akan mempengaruhi kontraksi otot.
Berkurangnya kontraksi otot disebabkan karena karberkurangnya suplai darah
ke otak belakang dan otak tengah, sehingga dapat menghambat hantaran
jarasjaras utama antara otak dan medula spinalis. Kelainan neurologis dapat
bertambah karena pada stroke terjadi pembengkakan otak (oedema serebri)
sehingga tekanan didalam rongga otak meningkat hal ini menyebabkan
kerusakan jaringan otak bertambah banyak. Oedema serebri berbahaya
sehingga harus diatasi dalam 6 jam pertama = Golden Periode (Gorman, et al,
2012).

Penderita stroke perlu penanganan yang baik untuk mencegah


kecacatan fisik dan mental. Sebesar 30% - 40% penderita stroke dapat sembuh
sempurna bila ditangani dalam waktu 6 jam pertama (golden periode), namun
apabila dalam waktu tersebut pasien stroke tidak mendapatkan penanganan
yang maksimal maka akan terjadi kecacatan atau kelemahan fisik seperti
hemiparese. Penderita stroke post serangan membutuhkan waktu yang lama
untuk memulihkan dan memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal.
Terapi dibutuhkan segera untuk mengurangi cedera cerebral lanjut, salah satu
program rehabilitasi yang dapat diberikan pada pasien stroke yaitu mobilisasi
persendian dengan latihan range of motion (Levine, 2008).
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, di Indonesia Kejadian
Stroke Iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan dengan stroke
hemoragic, dari studi rumah sakit yang dilakukan di Medan pada tahun 2001,
dari 12 rumah sakit di Medan dirawat 1263 kasus stroke terdiri dari 821 stroke
iskemik dan 442 stroke hemoragic (Nasution 2007).
Range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
pergerakkan sendi secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot
dan tonus otot. Melakukan mobilisasi persendian dengan latihan ROM dapat
mencegah berbagai komplikasi seperti nyeri karena tekanan, kontraktur,
tromboplebitis, dekubitus sehingga mobilisasi dini penting dilakukan secara
rutin dan kontinyu. Memberikan latihan ROM secara dini dapat meningkatkan
kekuatan otot karena dapat menstimulasi motor unit sehingga semakin banyak
motor unit yang terlibat maka akan terjadi peningkatan kekuatan otot,
kerugian pasien hemiparese bila tidak segera ditangani maka akan terjadi
kecacatan yang permanen (Potter & Perry, 2009).
Sulaiman (2018) dalam penelitiannya mengatakan bahwa Ada
hubungan bermakna efek postur tubuh terhadap keseimbangan statik mata
tertutup pada lanjut usia yang mengalami gangguan stroke di Desa Suka Raya
Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Penelitian tentang
“Pengaruh fisioterapi terhadap kekuatan otot ekstremitas pada penderita
stroke” oleh Muhammad, dkk (2009) menunjukkan hasil bahwa fisioterapi
berpengaruh terhadap kekuatan otot ekstremitas pada penderita stroke.
Penelitian lain yaitu oleh Sarah, dkk (2007) dalam penelitiannya tentang
“Pengaruh latihan ROM terhadap fleksibilitas sendi lutut pada lansia”
menunjukkan hasil bahwa latihan ROM dapat meningkatkan fleksibilitas
sendi lutut. Widyawati (2010) dalam penelitiannya tentang “Pengaruh latihan
rentang gerak sendi bawah secara aktif (active lower range of motion
exercise) terhadap tanda dan gejala neuropati diabetikum pada penderita DM
tipe II” menunjukan hasil bahwa latihan active lower range of motion exercise
berpengaruh terhadap kekuatan otot pada penderita DM tipe II dengan
komplikasi mikrovaskuler. Dan menurut Mohammad (2011) dalam
penelitiannya tentang “Pengaruh latihan motor imagery terhadap kekuatan
otot ekstremitas pada pasien stroke dengan hemiparesis” menunjukan hasil
bahwa latihan motor imagery berpengaruh terhadap kekuatan otot ekstremitas
pada pasien stroke dengan hemiparesis. Sulaiman, Anggriani (2018) dalam
pengabdiannya bahwa rata-rata lanjut usia di Desa Suka Raya mengalami
gangguan stroke akibat lanjut usia tidak secara rutin memeriksa kesehatannya
di posyandu lansia.

B. Tujuan
Laporan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rom (range of
motion) terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke non-
hemoragic.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Stroke
A. Pengertian Stroke
Stroke adalah sebagai suatu sindrom klinis dengan gejala
berupa gangguan fungsi otak secara fokal atau global yang dapat
menimbulkan kematian atau kelainan yang menetap lebih dari 24 jam,
tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO, 1993 dalam
Mulyatsih, 2007). Sedangkan menurut Depkes (2004), stroke akut
adalah kumpulan gejala klinis yang terjadi pada menit pertama jam
pertama serangan stroke sampai dengan 2 minggu pasca serangan.
Smeltzer (2002) mendefinisikan stroke sebagai suatu kehilangan
fungsi otak karena berhentinya suplai darah ke otak, yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir,
memori, bicara, atau sensasi. Menurut Feigin (2007), gejala stroke
dapat bersifat fisik, psikologis dan perilaku. Gejala fisik yang paling
khas adalah paralisis, kelemahan, hilangnya sensasi diwajah, lengan
atau tungkai disalah satu sisi tubuh, kesulitan berbicara, kesulitan
menelan dan hilangnya sebagian penglihatan disatu sisi. Seorang
dikatakan terkena stroke jika salah satu atau kombinasi apapun dari
gejala di atas berlangsung selama 24 jam atau lebih.
B. Klasifikasi Stroke
Menurut Indrawati, dkk. (2016), mekanisme stroke dibagi
menjadi dua kategori yaitu stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik atau stroke iskemik.
1. Stroke hemoragik
Stroke yang disebabkan karena adanya perdarahan akibat bocor
atau pecahnya pembuluh darah ke otak. Aneurisma atau
pembengkakan pembuluh darah di otak.Aneuarisme atau
pembengkakan pembuluh darah adalah salah satu penyebab yang
umum dialami penderita stroke hemoragik. Seiring bertambahnya
usia, maka ada satu beberapa bagian dari dinding pembuluh darah
yang lemah bisa mengakibatkan pembuluh darah tersebut pecah.
Selain usia, faktor yang berisiko untuk terjadinya stroke
hemoragik adalah faktor keturunan dan secara umum terjadi
karena penderita memiliki tekanan darah yang tinggi atau
hipertensi.
Hipertensi kronis yang diderita pasien juga dapat menyebabkan
perubahan struktur dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis
(radang pada pembuluh darah) atau nekrosis fibrinoid
(nekrosis/kematian sel karena kerusakan pembuluh darah yang
termediasi imun). Selain mengakibatkan gangguan aliran darah ke
bagian otak, pecahnya pembuluh darah arteri juga akan menekan
otak dan menyebabkan jaringan otak membengkak. Ada dua jenis
stroke hemoragik antara lain :
a. Perdarahan intraserbral yang merupakan jenis paling umum
dari stroke hemoragik. Hal ini terjadi saat arteri di otak pecah
dan membanjiri jaringan sekitarnya dengan darah, pendarahan
yang sering dijumpai berada didaerah putamen, thalamus,
subkrotikel, nucleus, kaudatus, dan cerebellum.
b. Pendarahan subarachnoid adalah perdarahan di daerah antara
lapisan dalam (piameter) dan lapisan tengah (aracnoid mater)
dan jaringan tipis pelindung otak (meninges).
2. Stroke non hemoragik atau stroke iskemik
Terjadi karena pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hal ini
disebabkan oleh aterosklerosis yaitu penumpukan kolestrol pada
dinding pembuluh darah atau bekuan darah yang telah menyumbat
pembuluh darah atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah ke otak.
Stroke iskemik dbagi menjadi 3 jenis yaitu : (1) stroke
trombotik (proses terbentuknya thrombus hingga menjadi
gumpalan); (2) stroke embolik (tertutupnya pembuluh arteri oleh
bekuan darah); (3) hipoperfusion sistemik (aliran darah ke seluruh
bagian tubuh berkurang karena adanya gangguan denyut jantung).
C. Etiologi
Menurut Adam dan Victor (2013), penyebab kelainan
pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan stroke, antara lain :
1. Trombosis aterosklerosis
2. Transient iskemik
3. Emboli
4. Perdarahan hipertensi
5. Ruptur dan sakular aneurisma atau malformasi arterivena
6. Arteritis
7. Trombophlebitis serebral : infeksi sekunder telinga, sinus
paranasal, dan wajah.
8. Kelaianan hematologi : antikoagulan dan thrombolitik, kelainan
faktor pembekuan darah, polisitemia, sickle cell disease, trombotik
trombositopenia purpura, trombositosis, limpoma intravaskular.
9. Trauma atau kerusakan karotis dan arteri basilar
10. Angiopati amiloid
11. Kerusakan aneuriisma aorta
12. Komplikasi angiografi
D. Manifestasi Klinik
Menurut Nurarif dan Kuksuma (2015) :
1. Tiba – tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan
2. Tiba – tiba hilangnya rasa peka
3. Bicara cedal atau pelo
4. Gangguan bicara dan bahasa
5. Gangguan pengelihatan
6. Mulut moncong atau tidak simetris ketika menyeringai
7. Gangguan daya ingat
8. Nyeri kepala hebat
9. Vertigo
10. Kesadaran menurun
11. Proses kencing terganggu
E. Faktor Resiko
Banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko stroke.
Beberapa faktor juga dapat meningkatkan kemungkinan anda terkena
serangan jantung. Faktor resiko stroke antara lain :
1. Faktor Resiko Gaya Hidup
a. Kelebihan berat badan dan obesitas
b. Aktivitas fisik
c. Konsumsi alkohol
d. Pengguanaan obat – obatan terlarang, seperti kokain dan
methamphetamine
2. Faktor Resiko Medis
a. Tekanan darah tinggi. Risiko stroke meningkat jika tekanan
darah lebih tinggi dari 120 / 80 mmHg
b. Merokok atau menjadi perokok pasif
c. Kolestrol tinggi
d. Diabetes
e. Sllep apnea atau gangguan tidur
f. Penyakit kardiovaskuler
3. Faktor –Faktor Lain :
a. Riwayat keluarga stroke, serangan jantung atau TIA
b. Berusia 55 ke atas
c. Suku bangsa. Orang afrika – amerika memiliki risiko lebih
tinggi terkena stroke dari pada ras lain.
d. Jenis kelamin. Pria memiliki risiko stroke lebih tinggi dari
pada wanita, namun wanita lebih mungkin untuk meninggal
karena stroke dari pada pria. wanita juga memiliki risiko
terkena stroke dari penggunaan pil KB atau terapi hormone,
serta dari kehamilan dan persalinan (Safitri, 2016).
F. Patofisiologis

1. Patofisiologi Stroke Iskemik


Stroke iskemik terjadi karena berkurangnya aliran darah ke
otak atau bagian otak sehingga terjadi kekurangan oksigen dan
glukosa serta zat-zat lain yang penting dan diperlukan untuk
kehidupan sel-sel, otak dan pembuangan CO2 dan asam laktat.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi aliran darah di otak,
antara lain:
a. Keadaan pembuluh darah dapat menyempit akibat
aterosklerosis atau tersumbat oleh thrombus atau embolus
b. Keadaan darah : viskositas darah yang meningkat dan
hematokrit yang meningkat menyebabkan aliran darah ke otak
lebih lambat, anemia yang berat menyebabkan oksigenasi
otak menurun
c. Tekanan darah sistematik memgang peranan terhadap tekanan
perfusi otak
d. Kelainan jantung menyebbakan menurunnya curah jantung
serta lepasnya embolus yang menimbulkan iskemai otak.
Sebagai akibat dari menurunnya aliran darah ke sebagian otak
tertentu, maka akan terjadi seragkaian proses patologik pada
daerah iskemik. Perubahan ini dimulai ditingkat selular, berupa
perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan kerusakan
pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel,
selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron.
2. Patofisiologi Stroke Hemoragik
a. Patofisiologi Perdarahan Intraserebral
Penyebab perdarahan intraserebral dapat bersifat primer
akibat hipertensi kronik dan sekunder akibat anomaly
vaskuler congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulitis, post
stroke iskemik dan penggunaan obat anti koagulan.
b. Patofisiologi perdarahan subarachnoid
Perdarahan subarachnoid jumlahnya realtif kecil yaitu sekitar
4,2%. Perdarahan subarachnoid terjadi karena pecahnya
anuerisme sakuler 80% kasus perdarahan subarachnoid non
traumatic. Anuerisme sakuler merupakan proses degenerasi
vaskler akibat didapat proses hemodinamika pada bifurcation
pembuluh arteri otak terutama di daerah sirkulus willisi.
Darah masuk ke subarachnoid pada sebagian besar kasus
menyebabkan sakit kepala hebat diikuti penurunan kesadaran
dan rangsangan meningeal.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
pendarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari
perdarahan seperti aneurisma malformasi vaskuler
2. Lumbal pungsi, CT scan , EEG,Magnetic Imaging Resnance
(MRI)
3. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
system karotis) (Mutaqqin, 2008).
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis pada pasien stroke adalah
(Smetlezer & Bare, 2010) :
a. Diueretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai
tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
b. Antikogulan untuk mencegah terjadihnya thrombosis
embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskuler.
c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat
penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
2. Penatalaksanaan stroke menurut Wijaya dan Putri (2013)
adalah:
a. Penatalaksanaan umum
1) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral
dekubitus bila disertai muntah. Boleh dimulai mobilisasi
bertahap bila hemodinamik stabil.
2) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila
perlu berikan oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil gas
darah.
3) Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter.
4) Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal.
5) Suhu tubuh harus dipertahankan.
6) Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi
menelan baik, bila terdapat gangguan menelan atau pasien
yang kesadaran menurun dianjurkan pipi NGT.
7) Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada
kontraindikasi
b. Penatalaksanaan medis
1) Trombolitik (streptokinase).
a) Anti platelet (asetosol, ticlopidin, cilostazol,
dipiridamol).
b) Antikoagulan (heparin).
c) Hemorrhage (pentoxyfilin).
d) Antagonis serotonin (noftidrofurly).
e) Antagonis calsium (nomodipin, piracetam).
2) Penatalaksanaan khusus atau komplikasi
a) Atasi kejang (antikonvulsan).
b) Atasi tekanan intrakranial yang meninggi (manitol,
gliserol, furosemid, intubasi, steroid dll).
c) Atasi dekompresi (kraniotomi).
3) Untuk penatalaksanaan faktor resiko : atasi hipertensi (anti
hipertensi), atasi hiperglikemia (anti hiperglikemia), atasi
hiperurisemia (anti hiperurisemia)
II. Range of Motion (ROM)
A. Pengertian Range of Motion (ROM)

ROM adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan


oleh sendi yang bersangkutan. (Suratun, 2013). Latihan range of
motion(ROM) merupakan istilah baku untuk menyatakn batasan
gerakan sendi yang normal dan sebagai dasar untuk menetapkan
adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi
yang abnormal. (Arif, M, 2013)

Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang


dilakukan untuk mempertahankan persendian atau memperbaiki
tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara
normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot.
(Potter & Perry, 2011).
ROM pada penderita stroke adalah sejumlah pergerakan yang
mungkin dilakukan pada bagian-bagian tubuh pada penderita stroke
untuk menghindari adanya kekakuan sebagai dampak dari perjalanan
penyakit ataupun gejala sisa. Ada dua jenis latihan ROM yaitu ROM
aktif dan ROM pasif. ROM aktif yaitu pasien menggunakan ototnya
untuk melakukan gerakan secara mandiri, sedangkan ROM pasif
adalah latihan yang dilakukan dengan bantuan orang lain. ROM pasif
dilakukan karena pasien belum mampu menggerakkan anggota badan
secara mandiri.
B. Tujuan ROM
Latihan ini memberikan manfaat yaitu :
1. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot
2. Memperbaiki tonus otot
3. Meningkatkan pergerakan sendi
4. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
5. Meningkatkan massa otot
6. Mengurangi kelemahan
7. Mencegah kontraktur dan kekakuan pada persendian
C. Indikasi Dilakukan ROM
1. Stoke atau penurunan kesadaran
2. Kelemahan otot
3. Fase rehabilitasi fisik
4. Klien dengan tirah baring lama
D. Kontraindikasi ROM
1. Kelainan sendi atau tulang
2. Nyeri hebat
3. Sendi kaku atau tidak dapat bergerak
4. Trauma baru yang kemungkinan ada fraktur yang tersembunyi
E. Prinsip Gerakan ROM
1. ROM harus diulang pada tiap gerakan sebanyak 8 kali dan di
lakukan sehari minimal 2 kali
2. ROM harus dilakukan perlahan dan hati-hati
3. Bagian – bagian tubuh yang dapat digerakkan meliputi persendian
seperti leher, jari, lengan , siku, tumit, kaki, dan pergelangan kaki
4. ROM dapat dilakukan pada semua bagian persendian atau hanya
pada bagian-bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit
F. Klasifikasi ROM
1. Gerakan ROM Pasif
Latihan ROM yang dilakukan dengan bantuan perawat setiap
gerakan. Indikasinya adalah pasien semi koma dan tidak sadar,
pasien usia lanjut dengan mobilisasi terbatas, pasien tirah baring
total, atau pasien dengan paralisis. Gerakan yang dapat dilakukan
meliputi
a. Fleksi  Gerakan menekuk persendian
b. Ekstensi  yaitu gerakan meluruskan persendian
c. Abduksi  gerakan satu anggota tubuh ke arah mendekati
aksis tubuh
d. Adduksi  gerakan satu anggota tubuh ke arah menjauhi
aksis tubuh
e. Rotasi  gerakan memuatar melingkari aksis tubuh
f. Pronasi  gerakan memutar ke bawah
g. Supinasi  gerakan memutar ke atas
h. Inversi  gerakan ke dalam
i. Eversi  gerakan ke luar
2. Gerakan ROM Aktif
Latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa
bantuan perawat dari setiap gerakan yang dilakukannya.
Indikasinya adalah pasien yang dirawat dan mampu untuk ROM
sendiri dan Kooperatif.
G. Gerakan ROM Pasif
Latihan Pasif Anggota Gerak Atas
a. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

b. Fleksi dan Ekstensi Siku

c. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah


d. Fleksi dan Ekstensi Bahu

e. Abduksi dan Adduksi Bahu

f. Rotasi bahu
Latihan Pasif Anggota Gerak Bawah
a. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari kaki
b. Inversi dan Eversi Kaki

c. Fleksi dan ekstensi Lutut

d. Rotasi Pangkal Paha

e. Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha


H. Waktu dan Frekuensi ROM Pasif
1. Idealnya latihan ini dilakukan sekali sehari.
2. Lakukan masing-masing gerakan sebanyak 10 hitungan, latihan
dilakukan dalam waktu 30 menit.
3. Mulai latihan secara perlahan, dan lakukan latihan secara
bertahap.
4. Usahakan sampai mencapai gerakan penuh tetapi jangan
memaksakan gerakan.
5. Jangan memaksakan suatu gerakan pada pasien, gerakan hanya
sampai pada batas yang ditoleransi pasien.
6. Jaga supaya tungkai dan lengan, anggota badan menyokong
seluruh gerakan.
7. Hentikan latihan apabila pasien merasa nyeri, dan segera
konsultasikan ke tenaga kesehatan.
8. Dilakukan dengan pelan-pelan dan hatihati dengan melihat
respon/keadaan pasien.
BAB III

METODOLOGI

A. Topik

Terapi non farmakologi menggunakan teknik ROM (Range of Motion)

B. Subtopik

Pemberian terapi ROM (Range of Motion) untuk mempertahankan atau

meningkatkan kekuatan kelenturan otot serta memperbaiki tonus otot

C. Tujuan Umum

Laporan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rom (range of motion)

terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke non-hemoragic.

D. Tujuan Khusus

a. Mengetahui jumlah tonus otot sebelum dan sesudah dilakukan intervensi

b. Menganalisis pengaruh rom (range of motion) terhadap kekuatan otot

ekstremitas pada pasien stroke non-hemoragic.

E. Waktu

13 September 2022, pukul 16.00 WIB

F. Tempat

Ruang Rajawali 2B
G. Setting

Dalam mengatasi permasalahan tonus otot pada klien stroke non-hemoragic

maka akan dilakukan desain inovatif berupa studi kasus, dimana pasien akan

diberikan implementasi ROM (range of motion), kemudian akan dilihat kembali

perubahan dari kekuatan otot dan dilakukan analisa.

H. Media/Alat Yang Digunakan

Leaflet

I. Prosedur Operasional Tindakan Yang Dilakukan

1. Tahap Awal

Memilih pasien untuk dijadikan responden berdasarkan kriteria inklusi yaitu

pasien dengan gangguan mobilisasi

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pra Intervensi

1) Melakukan informed consent pada responden

2) Melakukan kontrak waktu

3) Memberikan kesempatan bertanya

4) Melakukan wawancara untuk mengetahui kekuatan otot.

b. Tahap Intervensi

Melakukan ROM (range of motion) selama ±20 menit


c. Post Intervensi

Melakukan wawancara atau pengecekan kembali untuk mengetahui

Kekuatan tonus otot setelah implementasi.

BAB IV

LAPORAN KEGIATAN

A. Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan dilakukan di rumah Ny.S yang beralamat di Troso. Penelitian ini

menggunakan desain personal face to face. Responden terdiri dari 1 orang klien

dengan diagnosa medis stroke non hemoragic. Klien mengatakan tangan dan

kaki sebelah kirinya kaku dan sulit untuk digerakkan. Klien mengatakan apabila

terlalu lelah atau setelah melakukan aktivitas berat pasti muncul rasa nyeri di

area dada sebelah kiri. Klien mengatakan apabila muncul rasa nyeri, klien

langsung meminum obat dan istirahat. Responden dikaji kekuatan ototnya

adalah ekstremitas kanan atas 5, ekstremitas kanan bawah 5, ekstremitas kiri

atas 0, dan ekstremitas kiri bawah 1. Setelah dikaji kekuatan ototnya, klien

diberikan terapi ROM (Range of Motion). Responden diminta mengikuti arahan

gerakan sesuai dengan prosedur dan berada di posisi nyaman serta kondisi

ruangan yang tenang. Kemudian, setelah melakukan terapi ROM (Range of

Motion), dilakukan evaluasi respon klien. Kegiatan dilakukan di rumah Ny.S

pada tanggal 22 September 2021, dengan tahapan sebagai berikut sebagai

berikut :
1. Tahap Awal

Melakukan pemilihan klien sesuai kriteria inklusi yaitu klien dengan

gangguan mobilitas fisik dan kooperatif.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pra Intervensi

1) Melakukan informed consent pada responden

2) Melakukan kontrak waktu

3) Memberikan kesempatan bertanya

4) Melakukan pengkajian untuk skala kekuatan otot klien

b. Tahap Intervensi

Melakukan Terapi ROM (Range of Motion) selama ±20 menit

c. Post Intervensi

Melakukan wawancara kembali untuk mengetahui yang dirasakan

klien setelah implementasi terapi ROM (Range of Motion) dilakukan.

B. Faktor Pendukung

Faktor pendukung dari kegiatan ini adalah sebagai berikut :


- Tersedianya jurnal, media serta sarana dan prasarana untuk melakukan
implementasi keperawatan EBP
- Pasien yang kooperatif dan mau berkerjasama dalam implementasi ini
C. Faktor Penghambat

Tidak ada penghambat dalam berjalannya desain inovatif EBP dikarenakan

kondisi ruangan yang mendukung dan klien yang kooperatif sehingga dapat

berjalan sesuai rencana.

D. Evaluasi Kegiatan

Kegiatan aplikasi tindakan “Desain Inovatif Evidence Based Practice Pengaruh

Relaksasi Benson Terhadap Rasa Nyeri” dapat berjalan dengan baik sesuai

rencana. Kondisi ruangan dan pasien yang kooperatif menjadi salah satu

keberhasilan dalam kegiatan ini. Dari kegiatan tersebut dapat diperoleh hasil

sebagai berikut :

N Identitas Diagnosa Waktu Implementasi Respon

1. - Nama klien: Ny. Gangguan 22 - Mengajarkan S : klien


S latihan gerak mengatakan kaki
Mobilitas Fisik Septemb
- Umur : 65 ROM Aktif dan tangan kanan
Penurunan b.d er 2021/
Tahun dan Pasif klien masih lemah
- Alamat : Troso kekuatan otot Pukul (EBP) O : Ketuatan otot
- Pendidikan: 5 0
(D.0054) 09.00
Tidak sekolah
WIB
- Pekerjaan: Ibu 5 1
rumah tangga
- Diagnosa
Medis: Stroke
NonHemoragik

Anda mungkin juga menyukai