Anda di halaman 1dari 32

DISKUSI REFLEKSI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. Y DENGAN 


GANGGUAN PEMENUHAN MOBILITAS FISIK 

Disusun Oleh :

1. Shinta Salsabila P1337420922070


2.  Heny Tri Suryani P1337420922066
3.  Syaqiq Balkhy Alwany P1337420922084
4.  Tajudin Hudaiby Nizar P13374209220
5.  Devi Masitha  P1337420922166

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN DAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tetraparesis/tetraplegi adalah suatu kondisi dimana 4 anggota gerak tubuh atau


ekstremitas (kedua tangan dan kedua kaki) mengalami kelemahan. Tetraparesis juga bisa
didefinisikan sebagai kekakuan keempat anggota badan. Kondisi tetraparesis biasa
disebabkan oleh penyakit serebral palsy, gangguan pada syaraf dan kelainan neurogenetic
(Galli et al., 2018). Tetraparesis bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan suatu
akibat dari beberapa penyebab. Seseorang yang mengalami kondisi tetraparesis tidak akan
bisa menggerakkan ke 4 ekstremitas secara maksimal. Sehingga, akan ditemui masalah
orang dengan tetraparesis adalah kesulitan bergerak.

Menurut standar diagnose keperawatan Indonesia, orang yang kesulitan dalam


bergerak dapat digolongkan ke dalam diagnose gangguan mobilitas fisik. Gangguan
mobilitas fisik adalah kondisi dimana seseorang mengalami keterbatasan dalam gerakan
fisik dari satu atau lebih ekstremitas (PPNI, 2017). Gangguan mobilitas fisik pada seseorang
akan menghambat aktivitas orang tersebut dan pemenuhan ADL akan terganggu. Jika
seseorang tidak dapat memenuhi ADL secara mandiri, hal pertama yang akan ditemui
adalah tingkat ketergantungan yang tinggi pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menggambarkan asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan mobilitas fisik


pada Tn. Y

2. Tujuan Khusus

a) Dapat melaksanakan pengkajian keperawatan mengenai gangguan pemenuhan


kebutuhan mobilitas fisik pada Tn. Y 
b) Dapat melaksanakan diagnosis keperawatan mengenai gangguan pemenuhan
kebutuhan mobilitas fisik pada Tn. Y
c) Dapat melaksanakan perencanaan untuk mengatasi gangguan pemenuhan
kebutuhan mobilitas fisik pada Tn. Y
d) Dapat melaksanakan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi
gangguan pemenuhan kebutuhan mobilitas fisik pada Tn. Y
e) Dapat melaksanakan evaluasi masalah keperawatan mengenai gangguan
pemenuhan kebutuhan mobilitas fisik pada Tn. Y

C. WEB OF CAUTION (WOC)


WOC GANGGUAN MOBILITAS FISIK

Definisi Nyeri Kronis Etiologi Patofisiologi Pemeriksaan Penatalaksanaan Konsep Asuhan Keperawatan
Mobilisasitidak Fisik Medis
Keterbatasan dalam 1. Kerusakan integritas
mampu
gerakan fisik dari satu struktur tulang Head to toe Range of Motion
beraktivitastirah
2. Perubahan (ROM)
atau lebih ekstremitas baring yang
metabolisme lamakehilangan daya Pemeriksaan
secara mandiri 3. Ketidakbugaran fisik ototpenurunan utamakekuatan
4. Penurunan kendali otot ototperubahan sistem otot ekstremitas
5. Penurunan massa otot muskuloskeletalhamb
6. Gangguan atan mobilitas fisik
neuromuskuler
7. Keterlambatan
perkembangan
8. Kekuatan sendi
9. Kontraktur
Diagnosa Perencanaan Keperawatan Kriteria Hasil Fokus Evaluasi
10. Malnutrisi
11. Gangguan Keperawatan I.05173 Dukungan Mobilisasi I.05042 Mobilitas Fisik Kekuatan otot
muskuloskeletal
12. Gangguan D.0054 Gangguan Observasi 1. Pergerakan ekstremitas ekstremitas
neuromuskular Mobilitas Fisik b.d
13. Indeks masa tubuh gangguan 1. Identifikasi adanya nyeri atau meningkat
keluhan fisik lainnya Referensi
diatas persentil ke-75 neuromuskuler 2. Identifikasi toleransi fisik 2. Kekuatan otot
sesuai usia melakukan pergerakan
meningkat 1. PPNI.2018. Standar Intervensi
14. Efek agen 3. Monitor frekuensi jantung dan
farmakologis tekanan darah sebelum memulai 3. Rentang gerak (ROM) Keperawatan Indonesia. Edisi 1 :
15. Ptogram pembatasan mobilisasi cetakan II. Jakarta Selatan : DPP
gerak meningkat
PPNI
16. Nyeri Terapeutik 4. Nyeri menurun
17. Kecemasan 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi 2. PPNI.2019. Standar Luaran
18. Gangguan kognitif 5. Kaku sendi menurun
dengan alat bantu Keperawatan Indonesia. Edisi 1 :
2. Fasilitasi melakukan pergerakan 6. Gerakan terbatas cetakan II. Jakarta Selatan : DPP
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam menurun PPNI
Pengkajian Fokus meningkatkan pergerakan 7. Kelamahan fisik
3. PPNI.2018. Standar Diagnosis
1. Head to toe Edukasi menurun Keperawatan Indonesia. Edisi 1 :
2. Kekuatan otot ekstremitas cetakan III (revisi). Jakarta
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi Selatan : DPP PPNI
2. Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan
BAB II

METODE PENULISAN

A. RANCANGAN SOLUSI YANG DITAWARKAN


Rancangan yang digunakan yaitu menggunakan studi kasus (case study). Case study
adalah metode yang digunakan untuk memahami individu yang dilakukan secara integratif
dan menyeluruh, dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai
kondisi individu tersebut beserta masalah yang dihadapinya dengan tujuan untuk
menyelesaikan permasalahan dan memperoleh perkembangan diri yang baik (Rahardjo &
Gudnanto, 2010).  Studi Kasus merupakan rancangan penelitian yang mencangkup
pengkajian satu unit penelitian secara intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok,
komunitas, atau institusi.
Studi kasus dalam Diskusi Refleksi Kasus (DRK) kali ini mengambil salah satu
tindakan yang telah dilakukan pada pasien dengan gangguan pemenuhan mobilitas fisik
yang mana dilakukan tindakan meningkatkan mobilitas fisik dengan gerakan  ROM.
Berdasarkan jurnal Pengaruh latihan range of motion terhadap rentang gerak sendi
ekstremitas. pengaruh ROM terhadap peningkatan rentang gerak sendi diketahui bahwa 30
responden dari 40 responden  terdapat peningkatan rentang gerak sendi   (Anita, 2018).
Tindakan pemberian ROM diberikan sebagai tindakan keperawatan paling mendasar yang
diberikan kepada perawat kepada pasien sebagai modal untuk pasien dan keluarganya untuk
dilakukan di rumah pasien 
Secara skematis rancangan studi kasus ini sebagai berikut:

O1 X O2

Keterangan :
O1 : Pemeriksaan kekuatan otot sebelum intrevensi
X  : Tindakan pemberian ROM
O2        : Pemeriksaan kekuatan otot setelah intervensi
B. TARGET DAN LUARAN
Luaran pada studi kasus ini adalah Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler  dengan kriteria hasil sebagai berikut :
SLKI :
I.05173 Dukungan Mobilisasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 2x24 jam, mobilitas fisik meningkat
dengan kriteria hasil l :
1. Pergerakan ekstremitas meningkat
2. Kekuatan otot meningkat
3. Rentang gerak (ROM) meningkat
Target pada studi kasus ini yaitu sebagai berikut :
1. Pasien mengalami peningkatan pergerakan ekstremitas 
2. Pasien mengalami peningkatan kekuatan otot
3. Keluarga pasien menyetujui inform consent
BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. Y DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN


KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK
DI RUANG RAJAWALI 2B RSUP DR. KARIADI SEMARANG

Tanggal Pengkajian : 6 September 2022 Ruang/RS : Rajawali 2B RSUP Dr. Kariadi


Jam Pengkajian : 08.00

A. BIODATA
1. Biodata Pasien
a. Nama : Tn. Y
b. Umur : 68 tahun
c. Alamat : Semarang
d. Pendidikan : SMP
e. Pekerjaan : Swasta
f. Tanggal masuk : 31 Agustus 2022
g. Diagnosa medis : Tetra Parase
h. Nomor RM : C682xxx

2. Biodata Penanggung jawab


a. Nama : Tn. A
b. Umur : 39
c. Alamat : Semarang
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : Swasta
f. Hubungan : Anak kandung

B. KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan merasa seluruh badannya lemas dan tidak bisa menggerakan anggota
badannya.
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan merasa seluruh badannya lemas dan tidak bisa menggerakan anggota
badannya. Ekstremitas kanan atas mampu menggerakkan jari jarinya, anggota gerak
bawah tidak mampu digerakkan. Klien melakukan segala aktivitasnya di atas kasur
karena mengalami kelumpuhan sejak 2021.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan 1 tahun yang lalu pernah jatuh di kamar mandi dalam posisi telentang
dilantai. Setelah bangun tidur klien mengeluh tidak bisa menggerakan anggota
badannya, pasien masih bisa diajak bicara, bicara pelo (-), sesak (-), nyeri ditempat
terbenturnya kepala (+) dan kemudian di larikan ke RS Bhakti Wira Tamtama oleh
anaknya didapatkan hasil CT kepala polos dan dirujuk ke RSDK untuk dilakukan
operasi tulang belakang. Setelah dilakukan operasi, keluhan yang dirasakan tidak
berubah dan dianjurkan untuk berobat rawat jalan menjalani terapi di fisioterapi.
±4bulan yang lalu pasien mengalami kelemahan keempat anggota gerak semakin
memberat, tangan dan kaki menjadi semakin kaku, BAK susah, BAK tidak terasa, nyeri
punggung bawah dan terdapat luka lecet pada punggung bawah, saat itu sudah
disarankan dokter menjalani rawat inap dirumah sakit tapi baru dibawa ke RS tanggal
30 Agustus 2022 saat merasa keluhan yang dirasakan tidak ada perubahan signifikan.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mempunyai riwayat hipertensi sejak 2018. Keluarga pasien mengatakan bahwa
keluarganya tidak ada yang mengalami sakit seperti yang dialami pasien. Anggota
keluarga tidak mengalami penyakit kronis, seperti TBC, DM, dan penyakit jantung.

D. PENGKAJIAN POLA FUNGSIONAL GORDON


1. Pola persepsi kesehatan
Keluarga pasien mengatakan bahwa kesehatan itu sangat penting. Jika klien mengalami
sakit, dibawa ke rumah sakit/dokter. Klien rutin memeriksakan kesehatannya setiap
bulan.
2. Pola nutrisi & metabolisme
a. Sebelum sakit
Pasien mengatakan biasanya makan 3 kali sehari habis 1 porsi dengan jenis
makanan nasi, lauk pauk, dan sayuran. Kebiasaan minum 6-7 gelas/hari dengan jenis
minuman air putih.
b. Selama sakit
Selama sakit, pemenuhan nutrisi pasien masih sama seperti sebelum sakit yaitu
makan 3 kali sehari habis 1 porsi makanan rumah sakit. Kebiasaan minum menurun
hanya 4-5 gelas per hari.
3. Pola eliminasi
a. Sebelum sakit
Sebelum sakit klien mengatakan BAB sehari sekali, konsistensi lunak warna kuning
kecoklatan. BAK 5-7x sehari dan warna urine jernih.
b. Setelah sakit
Selama dirawat di Rumah Sakit, pasien BAB 2-3 hari sekali dan harus dibantu,
terpasang urine bag.
4. Pola istirahat & tidur
Sebelum dirawat di Rumah Sakit, pola tidur pasien jam tidur malam 6-8 jam. Setelah
dirawat di Rumah Sakit, tidur klien agak terganggu menjadi 6-7 jam perhari.
5. Pola aktivitas dan latihan
a. Sebelum sakit
Sebelum sakit, pasien melakukan aktivitas dengan normal, tidak ada alat bantu
aktivitas.
b. Setelah sakit
Setelah sakit, aktivitas yang dilakukan klien hanya berbaring di tempat tidur. Klien
tidak dapat berjalan dan kesusahan dalam memiringkan badan, dan tidak dapat
duduk sendiri tanpa bantuan orang lain. Semua ADL pasien seperti makan, BAB,
mandi memerlukan bantuan orang lain.
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum •
Toileting •
Berpakaian •
Mobilisasi ditempat tidur •
Berpindah •
Ambulasi/ROM •
Keterangan :
0 = mandiri
1 = dibantu dengan alat
2 = dibantu orang lain
3 = dibantu dengan alat dan orang lain
4 = ketergantungan total
6. Pola peran & hubungan
Sebelum dan sesudah sakit, pasien memiliki hubungan baik dengan keluarganya.
7. Pola persepsi sensori
Pasien mengalami gangguan pada indera pendengaran karena faktor usia, pasien tidak
menggunakan alat bantu pendengaran ataupun penglihatan.
8. Pola persepsi diri
Pasien sudah mengetahui tentang penyakit yang dideritanya sekarang dan pasien merasa
ikhlas dengan keadaannya saat ini. Namun, terkadang klien merasa minder dengan
orang-orang seusianya yang masih bisa melakukan aktivitas dan dapat berkumpul
dengan anggota keluarganya setiap saat.
9. Pola seksual dan reproduksi
Pasien sudah menikah dan mempunyai tiga orang anak yang sudah menikah semuanya.
Klien juga sudah memiliki cucu 6. Klien tidak memiliki riwayat penyakit menular
seksual.
10. Pola mekanisme koping
Ketika menghadapi masalah, klien tidak pernah mengungkapkan kepada keluarga
terhadap keadannya karena merupakan sosok yang tertutup.
11. Pola nilai & kepercayaan
Klien beragama islam. Sebelum dirawat di rumah sakit, klien secara teratur melakukan
ibadah sesuai keyakinannya. Selama dirawat di rumah sakit, klien beribadah ditempat
tidur, klien selalu berdoa akan kesembuhannya.

E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tampak sakit
Kesadaran : Composmentis GCS : 15 , E: 4 M:6 V:5
Tekanan darah : 135/84 mmHg
TB/ BB : 160 cm / 40 kg
Nadi : 62x/menit
RR : 18x/ menit
Suhu : 36,7o C
a. Kepala
Bentuk mesochepal, rambut berwarna hitam terdapat uban persebaran merata.
Tidak ada luka di kepala dan tidak ada nyeri tekan

b. Thorax Mata : - Konjungtiva : ananemis


- Pupil : isokor, berbentuk bulat
- Sklera : normal, tidak ikterik
- Palpebrae : normal dan simetris, tidak ada pembengkakan
disekitarnya.
- Reflek cahaya: Baik

Hidung : Bentuk simetris, tidak ada secret, ketajaman penciuman normal, dan
tidak ada pernapasan cuping hidung

Telinga : Bentuk simetris, fungsi pendengaran baik, keadaan telinga terdapat


sedikit kotoran atau serumen, tidak ada luka.

Mulut : Bibir lembab, tidak ada stomatitis, gusi merah muda, tidak terpasang
NGT

Leher : Simetris, tidak ada lesi di sekitar leher, tidak ada distensi vena
jugularis, tidak ada bekas luka, tidak ada pembengkakan kelenjar
tiroid.
Paru – paru
Simetris, tidak tampak penggunaan otot bantu napas, tidak ada
Inspeksi
retraksi dinding dada, tidak terpasang oksigen.

Palpasi Pergerakan dada bagian kanan dan kiri simetris baik


saat inspirasi maupun ekspirasi, getaran sama kanan
kiri pada vokal fremitus

Perkusi seluruh lapang paru sonor

Auskultasi Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan

Jantung : tidak ada keluhan nyeri dada


Inspeksi tidak terlihat adanya pulsasi ictus cordis

ictus cordis teraba setinggi ICS 5, 2 cm dari garis


Palpasi midklavikula sinistra, diameter impuls normal yakni
< 2,5cm (posisi supinasi)

batas-batas jantung normal, kesan tidak melebar

● Kanan atas: ICS 2 Linea Para Sternalis Dextra, bunyi


pekak
● Kanan bawah: ICS 3, 4 Linea Para Sternalis Dextra
Perkusi bunyi pekak
● Kiri atas: ICS 2 Linea Para Sternalis Sinistra, bunyi
pekak
● Kiri bawah: ICS 5 Linea Medio Clavicularis Sinistra,
bunyi pekak

bunyi jantung I dan II tunggal, regular, keras, tidak ada


Auskultasi
bunyi jantung tambahan

c. Abdomen
Bentuk perut simetris, tidak adanya cairan yang keluar dari
Inspeksi
umbilikal, tidak ada stretchmarks.

Auskultasi Bising usus 10x/menit (normal 5 – 35 kali/menit).

Perkusi Timpani

Supel, tidak ada distensi, tidak teraba pembesaran organ,


Palpasi
tidak ada nyeri tekan

d. Ekstremitas:
1) Atas
Kanan : dapat bergerak dengan skala kekuatan 1, hanya mampu menggerakan
ujung ektremitas, tidak ada lesi, tidak terdapat edema, tidak terdapat sianosis,
CRT < 2 detik
Kiri : dapat bergerak dengan skala kekuatan 0, tidak dapat digerakkan secara
mandiri, tidak ada lesi, tidak terdapat edema, tidak terdapat sianosis, CRT < 2
detik
2) Bawah
Kanan : dapat digerakkan dengan skala kekuatan 0, tidak ada lesi, tidak ada
edema, tidak terdapat sianosis, terdapat beberapa bekas luka yang sudah kering,
CRT < 2 detik.
Kiri : dapat digerakkan dengan skala kekuatan 0, tidak dapat digerakkan
secara mandiri, tidak ada lesi, tidak ada edema, tidak terdapat sianosis, terdapat
beberapa bekas luka yang sudah kering, CRT < 2 detik.

Kekuatan otot :

Kanan Kiri

Atas 1 0
Bawah 0 0

1 : Tidak Mampu bergerak sama sekali


2 : Hanya mampu menggerakkan ujung ekstrimitas
3 : Hanya mampu menggeser sedikit
4 : Mampu menggerakkan tangan dengan bantuan, saat bantuan
dilepaskan tangan jatuh
5 : kekuatan otot sedikit berkurang, mampu melawan gravitasi sesaat lalu
jatuh
6 : Kekuatan otot mampu melawan gravitasi.

e. Genitalia
Pasien tidak menggunakan pampers. Pasien terpasang DC produksi urin 1600/hari.
Kulit di sekitar alat kelamin tidak ada tanda-tanda infeksi, alat kelamin terasa nyeri
sedang, tidak terdapat tanda-tanda hemoroid pada anus.
f. Integumen :
Kulit putih, turgor kulit baik (kembali kurang dari 2 detik), tidak ada lesi dan tidak
ada edema.
g. Kuku : tidak ada sianosis, tidak ada clubbing finger, capillary refill time < 2 detik.
h. Sistem persarafan
Tingkat kesadaran composmentis dengan GCS E3 – M6 – V5, tidak terdapat kaku
kejang dan kaku kuduk, tidak ada reflek patologis (Babinski (-), chaddock (-),
rossolimo (-)).

2. Indeks Kemandirian Barthel


No Item yang Dinilai Skor Nilai
1 Perawatan Diri 0 = membutuhkan bantuan orang lain 0
(Personal Hygiene) 5 = mandiri dalam perawatan muka,
rambut, gigi, dan bercukur
2 Mandi (Bathing) 0 = tergantung orang lain
0
5 = mandiri
3 Makan (Feeding) 0 = tidak mampu
5 = butuh bantuan memotong, mengoles
0
mentega, dll
10 = mandiri
4 Penggunaan toilet 0 = tergantung orang lain
(Toileting) 5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat
0
melakukan beberapa hal sendiri
10 = mandiri
5 Naik turun tangga 0 = tidak mampu
5 = membutuhkan bantuan (alat bantu) 0
10 = mandiri
6 Berpakaian 0 = tergantung orang lain
(Dressing) 5 = sebagian dibantu (misal mengancing
0
baju)
10 = mandiri
7 Kontrol BAK 0 = inkontinensia atau pakai kateter dan
(Bowel) tidak terkontrol
5 = kadang inkontinensia (maks 1x24 jam) 0
10 = kontinensia (teratur untuk lebih dari 7
hari)
8 Kontrol BAB 0 = inkontinensia (tidak teratur atau perlu
(Bladder) enema)
5 = kadang inkontinensia (sekali 0
seminggu)
10 = kontinnsia (teratur)
9 Mobilitas 0 = immobile 0
5 = menggunakan kursi roda
10 = berjalan dengan bantuan satu orang
15 = mandiri (meskipun menggunakan alat
bantu)
10 Transfer 0 = tidak mampu
5 = butuh bantuan untuk bisa duduk (2
0
orang)
10 = bantuan kecil (1 orang)

Berdasarkan tabel diatas, indeks kemandirian Barthel dengan 10 indikator fungsi, pasien
mengalami ketergantungan total dengan skor 0

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi
a. Pemeriksaan X-foto thorax tanggal 30 Agustus2022
Cor tidak membesar
Kalsifikasi arcus aorta
Pulmo tak tampak infiltrat
b. Pemeriksaan MRI lumbosacral kontras tanggal 3 September 2022
Spondylosis lumbalis
Posterior bulging disc L.1-2 dan L.5-S.1
Posterior bulging disc L.2-3 disertai penebalan ringan ligamentum flavum
Posterior bulging disc L.3-4 dan L.4-5 disertai penebalan ligamentum flavum yang
menyebabkan penyempitan ringan foramen neuralis kanan kiri
Tak tampak penekanan nerve root maupun stenosis canalis spinalis level lumbal
c. Hasil Laboratorium Patologi Klinik tanggan 30 Agustus 2022
No
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan
.

1. GDS 91 80 - 160 Mg/dL

2. Hemoglobin 11.6 13.2 – 17.3 g/dL

3. Hematokrit 35.9 32 - 62 %

4. Eritrosit 4.58 4.4 – 5.9 10^6/uL


5. Leukosit 5.7 3.8 – 10.6 10^6/uL

6. Trombosit 265 150 - 400 10^6/uL

7. RDW 16.4 11.6 -14.8 %

8. MPV 16.4 4.00 – 11.00 fL

9. Eosinofil 3 1-3 %

10. Basofil 0 0-2 %

11. Netrofil 88.1 50.0 – 70.0 %

12. Monosit 43 25 - 40 %

13. Limfosit 40 50-70 %

14. MCH 25.3 27.00 – 32.00 Pg

15. MCHC 32.3 29- 36 %

16. MCV 78.4 76 - 96 fL

17. Ureum 34 15 – 39 mg/dL

18. Magnesium 0.83 0.74 – 0.99 mmol/L

19. Kreatin 0.68 0.6 – 1.3 mg/dL

20. Calcium 2.10 2.12 - 2.52 mmol/L

21. Natrium 134 136 – 145 mmol/L

22. Kalium 4.3 3.5 - 5.0 mmol/L

G. PROGRAM TERAPI
1. IVFD RL 20 tpm
2. Vitamin B12 amp/12 jam IV
3. Ciprofloxacin 400 mg/ 12 jam IV
4. Ranitidin 50mg/ 12 jam IV
5. Ketorolac 30 mg/ 8 jam IV k/p NPRS lebih dari 5
6. Paracetamol 500 mg/ 8 jam PO
7. Laktulac 15 cc/ 8 jam PO
8. Gabapentin 100 mg/ 8 jam PO
9. Nystatin drop 1cc/6 jam PO

H. DAFTAR MASALAH
No Tanggal/ Data Fokus Diagnosa Tanggal Ttd
. jam Keperawatan teratasi Perawat
1. Selasa, 6 DS : Gangguan
September Keluarga pasien mobilitas fisik
2022 mengatakan bahwa berhubungan
09.00 pasien tidak dapat dengan gangguan
WIB menggerakkan empat neuromuskuler
anggota geraknya,
pasien merasa
kesemutan, terdapat
luka bekas operasi
pada punggung bawah
DO :
KU : tampak sakit
sedang
TD : 135/84 mmHg
N : 62x/ menit
RR : 18x/ menit
Suhu : 36,7o C
GCS : E:4 M:6 V:5
- Kekuatan Otot :

Kanan Kiri
Atas 1 0

Bawah 0 0
- Tidak dapat berjalan
- Kesusahan dalam
memiringkan badan
- Tidak dapat
melakukan ADL
secara mandiri dan
memerlukan
bantuan orang lain
- Skor indeks barthel
20 (ketergantungan
total)
- Rentang gerak

I. RENCANA KEPERAWATAN
No Tanggal/ Diagnosa Tujuan Intervensi TTD
. jam Keperawatan
1. Senin, 6 Gangguan Setelah dilakukan I.05173 Dukungan
Mobilisasi
September mobilitas fisik tindakan
Observasi
2022 berhubungan keperawatan 1. Identifikasi
09.00 WIB dengan selama 2x24 jam, adanya nyeri atau
keluhan fisik
gangguan mobilitas fisik
lainnya
neuromuskuler meningkat dengan 2. Identifikasi
kriteria hasil : toleransi fisik
melakukan
- Pergerakan
pergerakan
ekstremitas 3. Monitor frekuensi
meningkat jantung dan
tekanan darah
- Kekuatan otot
sebelum memulai
meningkat mobilisasi
- Rentang gerak
Terapeutik
(ROM) 1. Fasilitasi aktivitas
meningkat mobilisasi dengan
alat bantu
2. Fasilitasi
melakukan
pergerakan
3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
4. Latih tirah baring
tiap 2 jam

Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan

J. TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal/ Masalah Tindakan Respon Ttd
jam Keperawatan Keperawatan Perawat
Selasa, 6 Gangguan Mengidentifikasi DS :
September mobilitas fisik adanya nyeri atau Klien mengatakan
2022 berhubungan keluhan fisik merasa seluruh
09.00 dengan gangguan lainnya dan badannya lemas
WIB neuromuskuler mengidentifikasi dan tidak bisa
toleransi fisik menggerakan ke-
melakukan empat anggota
pergerakan
tubuhnya
DO :
a. Kekuatan otot
ekstremitas :
Kanan Kiri
Atas 1 0

Bawah 0 0

b. Klien nampak
kesulitan
menggerakan
ekstremitas kanan
dan kirinya, hanya
bisa menggerakkan
jari tangan kanan
c. Klien tampak
kesusahan dalam
memiringkan badan
d. Fisik klien nampak
lemah
Selasa, 6 Gangguan Memonitor DS :
September mobilitas fisik Tanda-tanda vital Keluarga pasien bersedia
2022 berhubungan sebelum memulai untuk pasien diukur TTV
09.15 dengan gangguan mobilisasi nya
WIB neuromuskuler DO :
TD : 135/84 mmHg
N : 62x/ menit
RR : 18x/ menit
Suhu : 36,7o C
Selasa, 6 Gangguan Menjelaskan DS :
September mobilitas fisik tujuan dan Klien mengatakan setelah
2022 berhubungan prosedur dijelaskan menjadi tahu
09.15 dengan gangguan mobilisasi/ROM tujuan dan prosedur dari
WIB neuromuskuler mobilisasi/ROM
DO :
Klien nampak
memperhatikan pada saat
dijelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi/ROM
Selasa, 6 Gangguan Melatih mobilitas DS :
September mobilitas fisik ekstremitas Pasien merasa sudah
2022 berhubungan dengan ROM lebih baik dalam bergerak
09.15 dengan gangguan pasif dengan ekspresi
WIB neuromuskuler mengangguk
DO :
- Pasien hanya bisa
dilakukan ROM pasif
- Terlihat ekstremitas
sudah ada pergerakan
walau belum maksimal
Selasa, 6 Gangguan Memonitor DS :
September mobilitas fisik kondisi umum Klien mengatakan tidak
2022 berhubungan selama ada keluhan selama
09.35 dengan gangguan melakukan melakukan prosedur ROM
WIB neuromuskuler mobilisasi/ROM
DO :
Klien nampak antusias
dan rileks dalam
melakukan ROM
Selasa, 6 Gangguan Memposisikan DS :
September mobilitas fisik klien miring Pasien mengatakan
2022 berhubungan kanan (tirah nyaman diposisikan
10.00 dengan gangguan baring setiap 2 miring kanan
WIB neuromuskuler jam) DO :
Terlihat pasien dalam
posisi miring kanan
Selasa, 6 Gangguan Memposisikan DS :
September mobilitas fisik klien miring kiri Pasien mengatakan
2022 berhubungan (tirah baring nyaman diposisikan
12.00 dengan gangguan setiap 2 jam) miring kiri
WIB neuromuskuler DO :
Terlihat pasien dalam
posisi miring kiri
Selasa, 6 Gangguan Memposisikan DS :
September mobilitas fisik klien telentang Pasien mengatakan
2022 berhubungan (tirah baring nyaman diposisikan
14.00 dengan gangguan setiap 2 jam) telentang
WIB neuromuskuler DO :
Terlihat pasien dalam
posisi telentang
Rabu, 7 Gangguan Memonitor DS :
September mobilitas fisik frekuensi jantung Keluarga pasien bersedia
2022 berhubungan dan tekanan darah untuk pasien diukur TTV
08.00 dengan gangguan sebelum memulai nya
WIB neuromuskuler mobilisasi DO :
TD : 119/77 mmHg
N : 58x/ menit
RR : 19x/ menit
Suhu : 36,9o C
Rabu, 7 Gangguan Melatih mobilitas DS :
September mobilitas fisik ekstremitas Klien mengatakan
2022 berhubungan dengan ROM masih ingat
08.15 dengan gangguan pasif gerakan ROM
WIB neuromuskuler seperti yang sudah
diajarkan pada
latihan kemarin,
namun proses
mobilitas masih
dibantu perawat

DO :
Klien tampak sudah bisa
menggerakan kaki dan
tangan sedikit
Rabu, 7 Gangguan Memonitor DS :
September mobilitas kondisi umum Klien mengatakan
2022 fisik setelah dilakukan keadaannya lebih baik
08.00 berhubung mobilisasi/ROM dibandingkan dengan
WIB an dengan kemarin, klien
gangguan mengatakan selama
neuromusk dilakukan tindakan ROM
uler tidak ada keluhan
DO :
Terlihat klien
sudah bisa
menggerakkan
ekstremitas kaki
dan tangannya
sedikit sedikit,
mampu
menggerakkan
tangan dengan
bantuan saat
bantuan dilepaskan
tangan jatuh

- Kekuatan Otot :
Kanan Kiri
Atas 3 2

Bawah 2 2
Rabu, 7 Gangguan Memposisikan DS :
September mobilitas klien miring Pasien mengatakan
2022 fisik kanan, kiri, dan nyaman diposisikan tirah
09.00 – berhubung telentang setiap 2 baring tiap 2 jam
13.00 an dengan jam DO : Terlihat pasien
WIB gangguan dalam posisi miring
neuromusk kanan, kiri, dan telentang
uler setiap 2 jam

K. EVALUASI
Tanggal/ Diagnosa Evaluasi Ttd
jam Keperawatan Perawat
Selasa, 6 Gangguan mobilitas S : Klien mengatakan setelah
September fisik berhubungan dijelaskan menjadi tahu tujuan dan
2021 dengan gangguan prosedur dari mobilisasi/ROM,
14.00 neuromuskuler pasien merasa lebih baik setelah
WIB dilakukan ROM, pasien
mengatakan masih belum bisa
menggerakan ke-empat anggota
badannya secara mandiri.
O : Pasien hanya bisa dilakukan ROM
pasif dengan bantuan orang lain
Kekuatan otot ekstremitas :
Kanan Kiri
Atas 1 0

Bawah 0 0
Klien nampak kesulitan menggerakan
ekstremitas secara mandiri
Klien tampak nyaman diposisikan tirah
baring setiap 2 jam
Fisik klien nampak lemah
TD : 142/85 mmHg
N : 100x/ menit
RR : 20x/ menit
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dipertahankan
Rabu, 7 Gangguan mobilitas S : Klien mengatakan setelah melakukan
September fisik berhubungan ROM badannya terasa lebih rileks, klien
2021 dengan gangguan mengatakan keadaannya lebih baik
14.00 neuromuskuler dibandingkan dengan kemarin tangan dan
WIB kaki bisa digerakan sedikit sedikit secara
mandiri
O : Pergerakan ekstremitas mulai
mengalami peningkatan, pasien mampu
menggerakkan tangan dengan bantuan saat
bantuan dilepaskan tangan jatuh
Kekuatan Otot :
Kanan Kiri

Atas 3 2

Bawah 2 2
TD : 119/77 mmHg
N : 58x/ menit
RR : 19x/ menit
Suhu : 36,9o C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dipertahankan

BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisa Kasus
Tn. Y usia 68 tahun diagnosa medis tetra parase, keluhan utama tidak bisa
menggerakkan anggota badannya. Klien mengatakan merasa seluruh badannya lemas dan
tidak bisa menggerakan anggota badannya. Ekstremitas kanan atas mampu
menggerakkan jari jarinya, anggota gerak bawah tidak mampu digerakkan. Klien
melakukan segala aktivitasnya di atas kasur karena mengalami kelumpuhan sejak 2021. 
Klien mengatakan 1 tahun yang lalu pernah jatuh di kamar mandi dalam posisi
telentang dilantai. Setelah bangun tidur klien mengeluh tidak bisa menggerakan anggota
badannya, pasien masih bisa diajak bicara, bicara tidak pelo, nyeri ditempat terbenturnya
kepala dan kemudian di larikan ke RS Bhakti Wira Tamtama oleh anaknya didapatkan
hasil CT kepala polos dan dirujuk ke RSDK untuk dilakukan operasi tulang belakang.
Setelah dilakukan operasi, keluhan yang dirasakan tidak berubah dan dianjurkan untuk
berobat rawat jalan menjalani terapi di fisioterapi. ±4bulan yang lalu pasien mengalami
kelemahan keempat anggota gerak semakin memberat, tangan dan kaki menjadi semakin
kaku, BAK susah, BAK tidak terasa, nyeri punggung bawah dan terdapat luka lecet pada
punggung bawah, saat itu sudah disarankan dokter menjalani rawat inap dirumah sakit
tapi baru dibawa ke RS tanggal 30 Agustus 2022 saat merasa keluhan yang dirasakan
tidak ada perubahan signifikan. 
Hasil pengkajian didapatkan kekuatan otot ekstremitas atas kanan 1, kiri 0.
Ekstremitas bawah kanan 0, kiri 0. Pasien tidak dapat berjalan, kesusahan dalam
memiringkan badan, tidak dapat melakukan ADL sendiri dan memerlukan bantuan orang
lain, skor indeks barthel 20 yang berarti ketergantungan total. Dari data tersebut,
diagnose keperawatan yang diambil adalah gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuskuler. Intervensi yang digunakan untuk mengatasi masalah
keperawatan diatas adalah dengan dukungan mobilisasi ROM selama 6 hari dengan
pelaksanaan sehari dua kali dan tirah baring 2 jam sekali untuk melatih kekuatan otot
pasien dan memaksimalkan rentang gerak yang bisa dilakukan serta mencegah decubitus
akibat bedrest.
B. Analisa Intervensi Keperawatan
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan annulus fibrosus dari
diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture annulus fibrosus dengan
tekanan dari nucleus pulposus yang menyebabkan kompresi pada element saraf (Lotke,
Abboud, & Ende, 2008). Penyakit hernia nukleus pulposus (HNP) merupakan salah satu
penyakit yang sering menyebabkan rasa sakit pada ruas-ruas tulang belakang. Akibat dari
kurangnya kesadaran penderita dapat menyebabkan aktivitas menjadi terhambat. Hal ini
dikarenakan HNP dapat menyebabkan nyeri pada bagian tulang belakang yang dapat
berimbas pada nyeri pada bagian paha, betis dan kaki bahkan dapat menyebabkan
kelainan bentuk tulang belakang dan kelumpuhan.
Secara teori, apabila otot-otot termasuk otot ekstremitas bawah tidak dilatih terutama
pada klien yang mengalami gangguan fungsi motorik kasar dalam jangka waktu tertentu
maka otot akan kehilangan fungsi motoriknya secara permanen. Hal ini terjadi karena
otot cenderung dalam keadaan immobilisasi. Keterbatasan immobilisasi mempengaruhi
otot klien melalui kehilangan daya tahan, penurunan masa otot, atrofi dan penurunan
stabilitas. Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi adalah gangguan metabolism
kalsium dan gangguan mobilisasi sendi. Immobilisasi dapat mempengaruhi fungsi otot
dan skeletal. Akibat pemecahan protein pada otot, klien mengalami kehilangan masa
tubuh yang membentuk sebagian otot (Potter & Perry, 2006).
Pada penelitian Widya Yuwitri (2016) mengenai Pengaruh Latihan ROM Aktif-asistif
(Spherical Grip) Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Pasien Stroke Non
Hemoragik di Ruangan Neurologi RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2016
didapatkan hasil bahwa ada perbedaan rata-rata kekuatan otot sebelum dan sesudah
dilakukan latihan ROM, dengan nilai p= 0,029. Hasil penelitian ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Hasyim (2013) yang mengatakan bahwa latihan ROM
yang dilakukan sedini mungkin dan dilakukan dengan benar dan secara terus-menerus
akan memberikan dampak pada fleksibilitas sendi, kekuatan otot dan kemampuan
fungsional pasien.
Range of Motion (ROM) dapat diartikan sebagai pergerakan maksimal yang
dimungkinkan pada sebuah persendian. Rentang pergerakan sendi bervariasi dari
individu ke individu lain dan ditentukan oleh jenis kelamin, usia, ada atau tidaknya
penyakit, dan jumlah aktivitas fisik yang normalnya dilakukan seseorang (Kozier et al,
2004). Latihan ROM adalah latihan pergerakan rentang semua sendi dalam rentang
normalnya yang perlu dilakukan secara intensif untuk mempertahankan tonus dan fungsi
otot, mencegah disabilitas sendi dan membantu perbaikan fungsi motorik (Astrid et al,
2011). Menurut (Eka Pratiwi Syahrim et al., 2019) latihan range of motion (ROM) dapat
meningkatkan kekuatan otot pada pasien yang mengalami kelemahan otot karena dengan
latihan yang berulang-ulang dapat menimbulkan rangsangan yang meningkatkan
aktivitas kimia, neuromuscular dan aktivitas pada otot sehingga terjadi peningkatan
kontraksi pada kelompok otot tertentu. Latihan ROM ini dapat meningkatkan kekuatan
otot pasien selama dilakukan dengan teknik yang tepat dan dilakukan secara terprogram
minimal dua kali/hari.
Range Of Motion memiliki pengaruh terhadap rentang gerak responden bila
dilakukan dengan frekuensi dua kali sehari dalam enam hari dan dengan waktu 10-15
menit dalam sekali latihan (Chaidir & Zuardi, 2014). Penelitian Filantip (2015) juga
membuktikan bahwa latihan dua kali sehari dalam 6 hari dengan waktu 10-15 menit
akan berpengaruh terhadap rentang gerak responden. Range Of Motion (ROM) jika
dilakukan sedini mungkin dan dilakukan dengan benar dan secara terus-menerus akan
memberikan dampak pada kekuatan otot. Latihan ROM ratarata dapat meningkatkan
kekuatan otot serta pengaruh dari kekuatan otot. Pemberian metode range of motion
aktif ini bertujuan untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot ototnya secara aktif atau mandiri sehingga menjadi lebih efektif
dalam upaya meningkatkan kekuatan otot.
Kekuatan otot adalah adalah kemampuan otot menahan beban baik berupa beban
eksternal maupun beban internal. Kekuatan dari sebuah otot umumnya diperlukan dalam
melakukan aktifitas. Se-mua gerakan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan
otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot
menahan beban berupa beban eksternal (external force) maupan beban internal (internal
force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu sebera-pa
besar kemampuan sistem saraf meng-aktifasi otot untuk melakukan kontraksi, sehingga
semakin banyak serat otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang
dihasilkan otot tersebut (Bulu et al., 2019).
Sesuai dengan jurnal diatas, Tn.Y mendapatkan ROM 2 kali sehari untuk melatih
kekuatan otot dan rentang gerak. Setelah dilakukan ROM selama 2 hari, pasien
mengatakan setelah melakukan ROM badannya terasa lebih rileks, pasien mengatakan
keadaannya lebih baik dibandingkan dengan kemarin tangan dan kaki bisa digerakan
sedikit sedikit secara mandiri. Pergerakan ekstremitas mulai mengalami peningkatan,
pasien mampu menggerakkan tangan dengan bantuan saat bantuan dilepaskan tangan
jatuh. Kekuatan otot kedua ekstremitas bawah juga mengalami peningkatan menjadi
skor 2. Kekuatan otot ekstremitas atas kanan skor 3 dan ekstremitas atas kiri skor
menjadi 2.
Mobilisasi merupakan pengaturan posisi yang diberikan untuk mengurangi tekanan
dan gaya gesek pada daerah tulang yang menonjol yang dapat melukai kulit. Mobilisasi
bertujuan untuk menjaga supaya daerah yang tertekan tidak mengalami luka. Dalam
melakukan mobilisasi posisi miring pasien harus tepat tanpa adanya gaya gesekan yang
dapat merusak kulit.  Posisi miring kanan dan miring kiri merupakan posisi yang
diberikan pada pasien koma untuk mengurangi tekanan yang terlalu lama dan gaya
gesekan pada kulit, disamping itu juga mencegah terbentuknya dekubitus, kemudian
mengubah posisi setiap 2 jam sekali (Effendi, 2011). Alih baring per 2 jam dapat
mengurangi resiko dekubitus dan memperbaiki tonus otot dan refleks, serta mencegah
kerusakan syaraf (Setiyawan, 2010).
Pada pasien bedrest alih baring dilakukan minimal setiap 2 jam. Interval yang tepat
untuk melakukan alih baring diberikan dengan mengurangi waktu merubah posisi
dengan waktu hipoksia (Potter&Perry, 2012). Adanya tekanan dapat mempengaruhi
sirkulasi ke jaringan terganggu sehingga menyebabkan iskemik yang berpotensi
terhadap kerusakan jaringan. Setelah periode iskemik kulit akan mengalami hiperemia
reaktif. Hiperemia reaktif akan efektif apabila tekanan dihilangkan sebelum terjadi
kerusakan yaitu dengan interval 1-2 jam (Potter&Perry, 2012)
Alih baring merupakan perubahan posisi diatas tempat tidur akibat ketidakmampuan
pasien untuk merubah posisi tidurnya sendiri. Dari hasil penelitian nilai p value sebesar
0,018, dimana nilai p value < 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh alih baring
terhadap kejadian dekubitus pada pasien tirah baring di Rumah Sakit Sentra Medika
Cibinong, dimana pada kelompok kasus tidak di temukan adanya kejadian dekubitus
sedangkan pada kelompok control ditemukan adanya kejadian dekubitus yaitu sebanyak
5 responden (Armi, 2019)
Setelah diimplementasikan, respon dari Tn.Y setelah dilakukan mobilisasi alih baring
per 2 jam didukung dengan pemakaian kasur decubitus didapatkan hasil respon pasien
tidak terdapat luka pada daerah yang tertekan, tidak ada kemerahan, tidak ada nyeri,
terutama pada kulit dengan tulang yang menonjol.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang sudah dipaparkan oleh penulis mengenai
diagnosa gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, intervensi
yang digunakan adalah dengan dukungan mobilisasi ROM selama 6 hari dengan pelaksanaan
sehari dua kali dan tirah baring 2 jam sekali untuk melatih kekuatan otot pasien dan
memaksimalkan rentang gerak serta mencegah decubitus akibat bedrest berkepanjangan.
B. Saran

1) Bagi rumah sakit

Diharapkan petugas rumah sakit dapat melakukan tindakan baik secara farmakologis
maupun non farmakologis secara maksimal. Mengobservasi pasien guna mengetahui
kondisi terkini pasien. Selain itu pelaksanaan ROM 2x sehari dan alih baring setiap 2
jam sekali perlu dioptimalkan untuk melatih rentang gerak, kekuatan sendi dan mencegah
adanya penekanan.

2) Bagi keluarga pasien

Diharapkan keluarga dapat ikut serta dalam upaya peningkatan mobilitas pada pasien
dengan terapi nonfarmakologis yaitu melatih ROM aktif 2x sehari dan alih baring setiap
2 jam sekali.

DAFTAR PUSTAKA
Galli, J., Gavazzi, F., De Simone, M., Giliani, S., Garau, J., Valente, M., … Fazzi, E. (2018).
Sine causa tetraparesis. Medicine, 97(52), e13893.
https://doi.org/10.1097/md.0000000000013893
PPNI. (2017). Standar diagnosa keperawatan indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

Herliana, A., Yudhiono, N. F., & Fitriyani. (2017). Sistem pakar diagnosis penyakit hernia
nukleus pulposus menggunakan forward chainning berbasis web. Jurnal Kajian Ilmiah,
17(3), 86.
Armi, A. (2019). Efektifitas Alih Baring Terhadap Kejadian Dekubitus Pada Pasien Tirah Baring
Di Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong Tahun 2018. Jurnal Ilmiah Kesehatan Medika
Drg. Suherman, 1. http://jurnal.imds.ac.id/imds/index.php/kesehatan/article/view/79
Susanti, S., Susanti, S., & BIstara, D. N. (2019). Pengaruh Range of Motion (ROM) terhadap
Kekuatan Otot pada Pasien Stroke. Jurnal Kesehatan Vokasional, 4(2), 112.
https://doi.org/10.22146/jkesvo.44497
Adriani, A., & Sary, N. (2019). Pengaruh Latihan Range of Motion (ROM) Aktif Terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas Bawah Lansia. Real in Nursing Journal, 2(3), 118.
https://doi.org/10.32883/rnj.v2i3.564

Anda mungkin juga menyukai