Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN RISIKO DEKUBITUS PADA PASIEN INTRA

CEREBRAL HEMORRHAGE DI RUANG RAJAWALI 1A RSUP DR KARIADI


SEMARANG
(DISKUSI REFLEKSI KASUS)

Kelompok :

Annisa Tri Utami


Hanifah
Rizka Mutmainnah

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN


PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN – POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENKES SEMARANG
2019
ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN RISIKO DEKUBITUS PADA PASIEN INTRA


CEREBRAL HEMORRHAGE DI RUANG RAJAWALI 1A RSUP DR KARIADI
SEMARANG

Annisa Tri Utami, Hanifah, Rizka Mutmainnah


Mahasiswa Program Studi Sarjana Terapan Keperawatan dan Profesi Ners Poltekkes
Kemenkes Semarang
Korespondensi: annisatriu@gmail.com

Latar Belakang: Dari 33 juta penderita stroke di dunia, lebih dari 12 juta yang tersisa terjadi
tirah baring. Salah satu masalah keperawatan yang perlu penanganan lebih lanjut yaitu risiko
dekubitus. Salah satu bentuk pencegahan dengan melakukan alih baring per 2 jam.

Tujuan: bertujuan untuk memberikan gambaran penatalaksanaan risiko dekubitus pada


pasien intra cerebral hematoma di RSUP Dr Kariadi Semarang.

Metode: Metode yang digunakan yaitu dengan pendekatan studi kasus pada pasien intra
cerebral heematoma.

Hasil: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam pada pasien intra cerebral hematoma
dengan tindakan alih baring per 2 jam, dan monitoring komplikasi tirah baring adalah teratasi
sebagian, intervensi dilanjutkan seperti alih baring per 2 jam monitoring komplikasi tirah
baring.

Kesimpulan: masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian, sehingga


memerlukan perawatan selanjutnya agar kriteria hasil dapat tercapai.

Kata Kunci: risiko dekubitus, intra cerebral hematoma, alih baring, tirah baring.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
ABSTRACK
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Web Of Caution (WOC)
BAB II LAPORAN KASUS KELOLAAN
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi
E. Evaluasi
BAB III PEMBAHASAN
A. Analisa Kasus
B. Analisa Intervensi Keperawatan
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN

1. 1 Lampiran Web Of Caution Hambatan Mobilitas Fisik


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jumlah penderita stroke di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, ini sejalan
dengan perubahan pola hidup masyarakat. Saat ini Indonesia merupakan negara
dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Menurut data Riset Kesehatan
Dasar/Riskesdas (2013), prevalensi stroke di Indonesia 12,1 per pembuluh darah diotak
1.000 penduduk. Angka itu naik dibandingkan Riskesdas 2007 yang sebesar 8,3
persen. Sedangkan kasus tertinggi stroke dijawa tengah yaitu sebesar 3.986 kasus
(17,91%). Di Kota Semarang terdapat proporsi sebesar 3,18%. Sedangkan kasus tertinggi
kedua adalah Kabupaten Sukoharjo yaitu 3.164 kasus (14,22%) dan apabila dibandingkan
dengan jumlah keseluruhan di Kabupaten Sukoharjo adalah sebesar 10,99%. Rata-rata
kasus Stroke di Jawa Tengah adalah 635,60 kasus (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2016).
Hingga kini, stroke merupakan penyebab kematian nomor satu di berbagai rumah sakit di
tanah air(Rachmawati, 2007; Yastroki, 2007, dalam Pradana 2017).
Salah satu masalah keperawatan yang perlu penanganan lebih lanjut yaitu pada
kondisi tirah baring, karena akan banyak komplikasi yng diitimbulakn akibat dari tirah
baring tersebut. Komplikasi yang berhubungan dengan tempat tidur seperti pneumonia,
Deep Vena Trombosis (DVT), emboli pulmoner, dekubitus, dan masalah tekanan
darah orthostatik.
Pada pasien stroke dengan tirah baring lama akan mengalami perubahan
metabolisme yang dapat meningkatkan tekanan yang berbahaya pada kulit sehingga
berisiko terjadi dekubitus. Dekubitus merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-
pasien denganpenyakit kronis, pasien yang sangat lemah, dan pasien yang lumpuh dalam
waktu yang lama, bahkan saat ini merupakan suatu penderitaan sekunder yang banyak
dialami oleh pasien.
Menurut WHO (2016) Dari 33 juta penderita stroke di dunia, lebih dari 12 juta yang
tersisa dengan cacat. Untuk mencegah hal tersebut maka perawat harus memberikan
asuhan keperawatan secara menyeluruh. Tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat
kepada pasien stroke dengan kondisi tirah baring diantaranya adalah dengan mobilisasi
: alih baring setiap 2 jam sekali tindakan ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya
dekubitus dan kekakuan pada otot, memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga
maupun pasien tentang tujuan peningkatan mobilitas fisik (Praditiya, 2017).
Salah satu bentuk rehabilitasi awal pada penderita stroke adalah dengan
memberikan mobilisasi. Mobilisasi yang awal juga mungkin mengurangi semua
komplikasi yang berhubungan dengan tempat tidur seperti pneumonia, Deep Vena
Trombosis (DVT), emboli pulmoner, dekubitus, dan masalah tekanan darah
orthostatik. Mobilisasi awal kemungkinan juga memiliki efek psikologis yang
penting. Penelitian yang ada menunjukkan bahwa mobilisasi yang sangat awal
adalah salah satu faktor kunci dalam perawatan pasien stroke (Gofir, 2009 dalam ).
Mobilisasi adalah kondisi dimana dapat melakukan kegiatan dengan bebas (Kozier,
1989). Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan mobilisasi yang
mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Potter & Perry,
2006).

B. WOC
(Terlampir)
BAB II
LAPORAN DRK

1. Pengkajian

ASUHAN KEPERAWATAN RISIKO DEKUBITUS PADA PASIEN INTRA CEREBRAL


HEMORRHAGE DI RUANG RAJAWALI 1A RSUP DR KARIADI SEMARANG

Tanggal Pengkajian: 5 Agustus 2019 Ruang/RS: Rajawali 1A


A. BIODATA
1. Biodata Pasien
a. Nama : Tn. M
b. Umur : 73 th
c. Alamat : Ngembel Kulon
d. Pendidikan :-
e. Pekerjaan: :-
f. Tanggal masuk : 04 Agustus 2019
g. Diagnosa Medis : ICH
h. Nomor registrasi : C769643
2. Biodata Penanggung Jawab
a. Nama : Ny. R
b. Umur : 70 thn
c. Alamat : Ngembel Kulon
d. Pendidikan :-
e. Pekerjaan : ibu rumah tangga
f. Hubungan dengan klien : Istri
B. KELUHAN UTAMA
Keluarga klien mengatakan bagian bokong ada kemerahan dan panas, bokong lembab
karena menggunakan pampers.
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga klien mengatakan: Pasien masuk Rajawali 1A tanggal 4 Agustus 2019
dengan keluhan tiba-tiba bangun tidur anggota gerak bagian kanan tidak bisa
digerakkan, hanya dapat digeser, bicara pelo, hanya dapat mengangguk dan
menggeleng, tidak dapat menelan (sering tersedak), penurunan kesadaran. TD
152/69 mmHg, RR: 24 x/menit. HR: 82 x/menit, SpO2: 99 %, oksigen nasal
kanul 3lpm

2. Riwayat Kesehatan Dahulu


Keluarga klien mengatakan: klien awalnya pernah jatuh saat mau duduk,
kemudian sering tersedak saat makan dan minum, klien memiliki riwayat tekanan
darah tinggi dan diabetes, lumayan rutin minum obat dan kontrol. Keluarga
mengatakan bahwa akhir-akhir ini sebelum masuk RS ± 1 minggunan sering
tersedak saat makan dan minum.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga mengatakan belum ada keluarga yang pernah mengalami penyakit
seperti ini. Anggota keluarga tidak ada yang mengalami penyakit kronis seperti
TBC, DM, dan Penyakit Jantung

D. PENGKAJIAN POLA FUNGSIONAL


1. Pola Manajemen dan Persepsi Kesehatan
Keluarga mengatakan saat ini klien dan keluarga mengerti penyakit yang diderita
dan sudah mulai mengerti sedikit demi sedikit penatalaksanaannya dirumah.
Persepsi kesehatan menurut klien dan keluarga, klien mengatakan sakit apabila
sudah tidak mampu melakukan aktifitas, jika sakit cenderung memeriksannya ke
pelyanan terdekat.

2. Pola Nutrisi dan Metabolisme


Sebelum sakit: klien makan 3 kali sehari, dan setiap porsi hanya setengah centong
dengan lauk biasa. Klien minum 3-5 gelas sehari.
Saat sakit: pada saat sakit klien mendapatkan diit makanan cair lewat NGT
Antopometri:
BB: 61 kg
TB 164 cm
IMT 22,6
Biochemical
05/08/2019
Glukosa puasa 201 mg/dL nilai normal 110≤GDP <126 mg/dL (H)
Glukosa PP 2jam 283 mg/dL nilai normal 80 ≤ GDPP < 180 (H)

Clinical Sign
Turgor kulit kembali dalam 2 detik
Mata tidak cekung
Konjunctiva tidak anemis
Tidak ada stomatitis
Kulit lembab
Tidak ada mual muntah
Diit:
Makanan cair entramix+ VCO 250cc/ 4 jam.

3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit: keluarga mengatakan klien sebelum sakit mampu BAK, dan BAB
dengan lancar. BAK ± 4-6 kali sehari, warna kuning jernih, tidak nyeri saat BAK.
BAB 1-2 kali sehari, warna kuning, konsistensi lunak.
Selama sakit: klien BAK ± 1800 cc, warna kuning jernih, melalui kateter urine
dan klien belum BAB 2 hari. Klien tidak dapat mengontrol rasa berkemih.
Balance Cairan:
Intake:
Makan : NGT 1500 cc/24 jam
Infus : 1500cc/24 jam
Total : 3000 cc
Output:
Urine : 1800 cc/24 jam
IWL : 915cc/24 jam
Total : 2715 cc
Balance: +285
4. Pola istirahat dan Tidur
Sebelum sakit: Keluarga mengatakan klien tidur sehari hari ± 8-9 jam, mulai
pukul 8/9 sampai pukul 4. ± 1 minngu sebelum masuk RS klien sering tertidur.
Saat sakit : klien dapat tidur ± 5 jam namun mudah terbangun, intensitas tidur nya
sering.

5. Pola Aktivitas dan latihan


Sebelum sakit: klien selalu rutin jalan pagi di sekitar rumah dan semua aktifitas
dilakukannya secara mandiri
Saat Sakit : aktivitas klien terganggu klien lemas dan tidak dapat beraktivitas
seperti biasanya, klien tirah baring. Klien tidak mampu untuk duduk ataupun
miring ke kanan atau kiri.
Indeks Barthel
Perawatan diri/grooming : 0 memakai pakaian/dressing :0
Mandi/bathing : 0 kontrol BAB/ bladder :0
Makan/feeding :0 kontrol BAK/ bowel :0
Toileting :0 Ambulasi/mobilitas :1
Menaiki tangga :0 transfer kursi :1
TOTAL : 2 (Ketergantungan total)

6. Pola Peran dan Hubungan


Sebelum sakit: klien adalah kakek yang memiliki anak dan cucu saat sehat ia
dapat berhubungan baik dengan keluarga, dan tetangga.
Saat sakit: klien terdapat keterbatasan berbicara, klien tidak berinteraksi dengan
pasien lain, klien tidak bisa menjawab dengan intonasi yang jelas apabila ditanya,
berbicara tidak jelas (pelo).

7. Pola persepsi kognitif dan sensori


Sebelum sakit: klien tidak mengalami masalah penglihatan, kemampuan
pendengaran yang sudah berkurang karena faktor umur
Saat sakit: klien memiliki masalah aktivitas motorik.
8. Pola persepsi/ konsep diri

Body image : Pasien tetap percaya diri dengan kondisinya saat ini.
Identitas diri : Pasien adalah seorang laki-laki
Harga diri : Pasien mampu berinteraksi dengan keluarga meskipun
semampunya
Peran diri : Pasien adalah seorang kakek dengan cucu dan suami yang
memiliki anak.
Ideal diri : Keluarga percaya bahwa kondisinya akan membaik dan sehat
kembali.

9. Pola seksual dan Reproduksi


Klien berjenis kelamin laki-laki seorang suami dan seorang kakek.

10. Pola Mekanisme koping


Klien dan keluarga klien memiliki mekanisme koping yang baik, keluarga
mendukung dan ikut merawat apabila ada keluarga yang sakit. Keluarga selalu
menjenguk di RS, mengajak berbicara, dan ikut serta menanyakan mengenai
perawatan klien.

11. Pola nilai dan kepercayaan


Sebelum sakit: klien beragama islam dan sering melaksanakan sholat.
Saat sakit: saat sakit klien tidak melakukan ibadah sholat

E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : klien sadar
GCS : E4 M6 V5 Suhu :360C
TD : 152/69 mmHg RR : 15 x/menit
HR : 68 x/menit
2. Kepala:
a. Rambut: rambut beruban, bersih.
b. Mata : mata kanan : Reflek pupil simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera
tidak ikteric.
c. Hidung: tidak ada polip, terpasang selang NGT dan nasal kanul, tidak tampak
pernapasan cuping hidung.
d. Telinga: letak simetris, tidak ada lesi.
e. Mulut: bibir kering, lidah tidak kotor, tidak terdapat stomatitis, beberapa gigi
geraham sudah tanggal.
f. Leher: trakea simetris, tidak ada pembesaran kel tiroid maupun getah bening,
tidak ada deviasi trakea, tidak ada peningkatan JVP.
g. Dada:
Jantung: I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis teraba di IC 4,
P: redup
A: tidak terdapat bunyi jantung tambahan, Suara jantung I,II
regular,bising jantung (-)
Paru-paru:
I: expansi dada simetris, tidak ada bekas luka di area dada, RR:
x/mnt, tidak ada retraksi dada saat bernapas.
P: pergerakan dinding dada sama, tactil fremitus teraba ( untuk bagian
kiri dan kanan suaranya sama)
P: sonor
A: vesikuler, tidak terdapat suara tambahan napas.
h. Abdomen: I: perut datar, tidak ada luka/ bekas luka, tidak terdapat ascites,
tidak mengkilap, warna sama dengan kulit lainnya.
A: BU 13x/menit
P: tidak ada pembesaran hepar, tidak ada tahanan di vesika
urinaria,dan tidak ada nyeri tekan
P: timpani

i. Genetalia: klien berjenis kelamin laki-laki, genetalia bersih, terpasang DC.

j. Ektremitas: Terjadi kelemahan anggota gerak pada ekstremitas atas dan bawah
bagian kanan, klien terpasang infus RL 20tpm ditangan kiri. Tidak ada
plebitis. Tidak ada edema. Cappilary refill < 2 detik.
Kekuatan otot
111 444
111 333

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Radiologi
MSCT (4 Agustus 2019)
a. ICH pada korona radiata kiri, kapsula ekterna kiri, kapsula interna krus posterior
kiri dan thalamus kiri (volume: ± 6, 67 ml)
b. IVH
c. infark lakuner pada sentrum semiovale kiri, pons paramedian kanan kiri
d. Infark lakuner lama pada korona radiata kanan kiri, nucleus lentiformis kanan
kiri
e. tidak terjadi PTIK

2. Pemeriksaan Laboratorium
Kimia Klinik (5 Agustus 2019)
Glukosa puasa 201 mg/dL nilai normal 110≤GDP <126 mg/dL (H)
Glukosa PP 2jam 283 mg/dL nilai normal 80 ≤ GDPP < 180 (H)
HbA1c 7,5 % nilai normal 6-8%

Kimia Klinik (4 Agustus 2019)


Glukosa sewaktu 210 mg/dL nilai normal 80-160 mg/dL (H)
Ureum 87 mg/dL nilai normal 15-39 mg/dL (H)
Kreatinin 1,87 mg/dL nilai normal 0,60-1,30 mg/dL (H)
Chlorida 110 mmol/L nilai normal 98-107 mmol/L (H)

G. PROGRAM TERAPI (5 agustus 2018)


Injeksi
Ranitidin 50 mg/ 12 jam iv
Asam tarnexamat 500 mg/ 8 jam iv
Nimodipin 2,1 cc/jam syrnge pump

Per oral
Amlodipin 10mg/ 24 jam
Metformin 500 mg/12 jam
Vit B1 B6 B 12 1 tablet/8 jam
Concor 2,5/ 24 jam
Ramipril 5mg/ 24 jam
Atorvastatin 20 mg/24 jam

Intravena Fluid Drops


RL 20 tpm

Terapi oksigen nasal kanul 3 lpm

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko dekubitus berhubungan dengan tirah baring (00249)
DAFTAR MASALAH
NO TGL DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH TTD
1. 5/8/2019 DS : sulit dikaji Resiko Tirah baring
DO: Klien tirah baring, dekubitus
ekstremitas atas bawah bagian
kanan tidak dapat digerakkan
(lemas), bicara pelo.
KU : lemah
GCS: E3M6V5
TTV :
TD : 152/69 mmHg
N: 68 x Menit
Terdapat kemerahan keunguan
dan suhu lebih hangat pada
sekitar bokong, kondisi lembab
karena menggunakan pampers.
(Grade 1)

Laboratorium (5/8/2019)
Glukosa puasa 201 mg/dL
nilai normal 110≤GDP <126
mg/dL (H)
Glukosa PP 2jam 283 mg/dL
nilai normal 80 ≤ GDPP < 180
(H)

Assesment kekuatan otot


superior
Kekuatan: 111/444
Inferior
Kekuatan: 111/333
Pengkajian indeks barthel
Total score 0 (Ketergantungan
penuh)

Hasil MSCT (4 Agustus


2019)
a. ICH pada korona radiata
kiri, kapsula ekterna kiri,
kapsula interna krus
posterior kiri dan thalamus
kiri (volume: ± 6, 67 ml)
b. IVH
c. infark lakuner pada sentrum
semiovale kiri, pons
paramedian kanan kiri
d. Infark lakuner lama pada
korona radiata kanan kiri,
nucleus lentiformis kanan
kiri
3. INTERVENSI KEPERAWATAN (NCP)

Tanggal/ NO Diagnos Tujuan Intervensi Rasionalisasi Ttd


jam a

05/08/2019 1 00249 Setelah dilakukan 1. Ubah posisi tiap 2 jam 1. Untuk memperlancar sirkulasi
intervensi keperawatan (prone, supine, dan mnegurangi resiko
selama 3x 24 jam, miring) sesuai dengan dekubitus
masalah risiko jadwal yang spesifik
2. Agar tidak terjadi tekanan pada
dekubitus teratasi 2. Awasi bagian kulit
bagian kulit yang menonjol
dengan kriteria hasil: yang menonjol
yang dapat menyebabkan
Kriteria Hasil: 3. Monitor komplikasi
perlukaan.
1. Tidak terjadi tirah baring
dekubitus (kehilangan tonus
3. Agar tidak terjadi

2. Klien mengerti otot, nyeri punggung, permasalahan baru akibat dari


tujuan dan peningkatan konstipasi, tirah baring.
mobilitas peningkatan stress, 4. Untuk mendapatkan
3. Tidak terjadi depresi kebingungan, penatalaksanaan yang tepat
kontraktur, atrofi, dan perubahan siklus tidur, sesuai dengan kebutuhan.
foot drop pneumonia)
4. Peningkatan 4. Kolaboratif konsul
kekuatan otot fisioterapi
4. IMPLEMENTASI
Tanggal/Jam Kode Diagnosa Tindakan Keperawatan Respon pasien TTD
Keperawatan Perawat
05/08/2019 00249 1. Mengubah posisi tiap 2 jam S: sulit dikaji, namun orientasi
(prone, supine, miring) baik
sesuai dengan jadwal yang O: pasien kooperatif
spesifik
KU lemah
2. Mengawasi bagian kulit
GCS E3V5M6
yang menonjol
TTV
3. Memonitor komplikasi tirah
TD: 152/68 mmHg
baring (kehilangan tonus
otot, nyeri punggung,
HR: 68 x/menit

konstipasi, peningkatan RR: 15 x/menit


stress, depresi kebingungan, SpO2: 99 % dengan nasal kanul
perubahan siklus tidur, 3lpm
pneumonia)
4. Melakukan kolaborasi S: -
konsul fisioterapi O: tidak ada perlukaan pada
bagian kulit yang menonjol.
Namun masih ada kemerahan
keunguan disekitar bokong.
S: -
O: kekuatan tonus otot
111 333
111 444

S: -
O: akan dilakukan fisioterapi
setelah acc DPJP
06/07/2019 00085 1. Mengubah posisi tiap 2 jam S: sulit dikaji
(prone, supine, miring) O: pasien kooperatif
sesuai dengan jadwal yang KU lemah
spesifik
GCS E4V5M6
2. Mengawasi bagian kulit
TTV
yang menonjol
TD: 168/70 mmHg
3. Memonitor komplikasi tirah
HR: 70 x/menit
baring (kehilangan tonus
otot, nyeri punggung,
RR: 15 x/menit

konstipasi, peningkatan SpO2: 100 % dengan nasal


stress, depresi kebingungan, kanul 3lpm
perubahan siklus tidur,
pneumonia) S: -
O: tidak ada lesi pada bagian kulit
yang menonjol dan tertekan. Tidak
ada perlukaan, masih ada
kemerahan, namun tidak terjadi
luka. Pampers kering. klien mulai
sering batuk.

S: -
O: klien gelisah
kekuatan tonus otot
111 333
111 444

07/08/2019 00085 1. Mengubah posisi tiap 2 jam S: sulit dikaji.


(prone, supine, miring) Klien mulai berkomunikasi namun
sesuai dengan jadwal yang tidak jelas vocalnya
spesifik
O: pasien kooperatif
2. Mengawasi bagian kulit
KU lemah
yang menonjol
GCS E4M5V6
3. Memonitor komplikasi tirah
TTV
baring (kehilangan tonus
otot, nyeri punggung,
TD: 132/69 mmHg

konstipasi, peningkatan HR: 58 x/menit


stress, depresi kebingungan,
perubahan siklus tidur, RR: 15 x/menit
pneumonia) SpO2: 100 % dengan nasal
4. Melakukan kolaborasi kanul 3lpm
konsul fisioterapi

S: -
O: tidak terdapat lesi dibagian
kulit yang menonjol, kemerahan
berkurang (tidak terjadi
perlukaan), tidak ada nyeri dan
tidak ada perlukaan.
Klien mulai sering batuk-batuk.

S: -
O: pasien tenang.
Kekuatan otot
111 333
111 444
5. CATATAN PERKEMBANGAN (EVALUASI)
Tanggal/Jam Kode Diagnosa Evaluasi (SOAP) TTD Perawat
Keperawatan
05/08/2019 00249 S: pasien sulit dikaji karena vocalnya tidak jelas namun
mengajak berkomunikasi.
O: KU lemah
GCS: E4M6V5
TTV
TD: 132/69 mmHg
HR: 58 x/menit
RR: 15 x/menit
SpO2: 100 x/menit dengan nasal kanul 3lpm
Tidak ada luka pada kulit yang tertekan, kemerahan berkurang
(tidak terjadi luka), tidak ada nyeri, pampers dijaga
kelembapannya.
A: masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
1. Alih baring per 2 jam
2. Konfirmasi kolaborasi konsul fisioterapi
3. Ajukan klaborasi pemeriksaan foto thorak
BAB III
PEMBAHASAN

A. ANALISA KASUS
Klien Tn.M 76 th dengan diagnosa medis ICH. Keluhan utama adalah terjadi
kelemahan pada anggota gerak kanan. Kronologis kejadian, bangun tidur tiba-tiba klien
tidak dapat menggerakkan anggota gerak bagian kanannya dan menjadi sulit berbicara
(pelo). Keluarga mengatakan, klien memiliki riwayat hipertensi, sebelum sakit klien sering
tersedak bila makan dan minum. Klien mengalami penurunan kesadaran dan dilarikan di
IGD.
Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 05 Agustus 2019, kondisi umum klien lemah,
GCS E3M6V5. Berdasarkan pengkajian pola gordon, Skor ADL Indeks Barthel Tn.M
menunjukkan ketergantungan total. Pengkajian tonus otot menunjukkan 111/444 pada
ekstremitas superior, dan inferior adalah 111/333. Kebutuhan Nutrisi mengalami gangguan
menelan sehingga diberikan diit cair melalui NGT.
Pada pemeriksaan penunjang MSCT yang dilakukan tanggal 04 Agustus 2019
menunjukkan hematoma terjadi pada hemisfer serebri kiri tepatnya dibagian corona
radiata, kapsul internal, dan pons yang ketiganya berhubungan dengan korteks, daerah
dimana untuk memulai gerakan volunter. Kerusakan tersebut mengenai pada cerebrum,
strip motorik yang dapat mengakibatkan gangguan bersifat kontralateral. Sehingga
terjadilah hemiparesis ekstremitas superior dan inferior dextra dan hemihipestesi dextra.
Hal tersebut juga mengakibatkan gangguan pada saraf kranial N. VII dan N. XII yang
mengatur menegnai motorik wajah dan gerakan lidah, sehingga klien berbicara tidak jelas.
Dengan adanya kelemahan pada esktremitas sehingga terganggu dalam kemampuan
mobilitasnya, klien menjadi tirah baring. Dengan adanya tirah baring tersebut, akan
menimbulkan tekanan dan gesekan pada kulit yang tertekan, sehingga beresiko terjadinya
perlukaan. Dengan kadar glukosa darah klien yang tinggi, bila terjadi perlukaan, maka hal
tersebut akan butuh waktu lama untuk penyembuhannya. Sehingga diagnosa keperawatan
yang dapat diambil yaitu Risiko dekubitus b.d tirah baring. Intervensi yang diberikan
sesuai NIC bertujuan untuk mencegah terjadinya luka dekubitus. Intervensi yang
dilakukan adalah mengubah posisi per 2 jam, mengawasi bagian kulit yang menonjol,
memonitor komplikasi tirah baring, dan melakukan kolaborasi dengan fisioterapi untuk
mendapatkan penatalaksanaan yang optimal mengenai komplikasi tirah baring (kontarktur
dan atrofi). Beberapa kriteria hasil telah tercapai pada evaluasi. Kriteria hasilnya berupa
tidak terjadi dekubitus, tidak terjadi kontraktur,tidak terjadi foot drop, dan tidak terjadi
atrofi, dan mampu menunjukkan peningkatan kekuatan tonus otot.
B. ANALISA INTERVENSI KEPERAWATAN
Pasien dengan diagnosa stroke akan mengalami defisit neurologis salah satunya
gangguan mobilitas fisik akibat kehilangan fungsi motorik yang menyebabkan pasien
menjadi imobilisasi dan harus tirah baring diatas tempat tidur. Tidak adanya
kemampuan tubuh untuk dapat bergerak menimbulkan adanya gaya gravitasi yang
akan memberikan tekanan pada area yang dibawahnya. Tekanan tersebut akan
menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Apabila
berlangsung lama dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, iskemi jaringan dan
akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel (Djuwartini,2017).
Sesuai dengan penelitian Gofir (2009) yang menyatakan bahwa mobilisasi yang
awal mengurangi semua komplikasi yang berhubungan dengan tirah baring di tempat tidur
seperti pneumonia, Deep Vena Trombosis (DVT), emboli pulmoner, dekubitus, dan
masalah tekanan darah orthostatik. Mobilisasi awal kemungkinan juga memiliki efek
psikologis yang penting. Mobilisasimerupakan pengaturan posisi yangdiberikan untuk
mengurangi tekanan dangaya gesek pada daerah tulang yangmononjol yang dapat
melukai kulit. Mobilisasi bertujuan untuk menjaga supaya daerah yang tertekan tidak
mengalami luka. Dalam melakukan mobilisasi posisi miring pasien harus tepat tanpa
adanya gaya gesekan yang dapat merusak kulit. Pada pasien stroke alih baring
dilakukan minimal setiap 2 jam (Djuwartini, 2017). Alih baring per 2 jam dapat
mengurangi resiko dekubitus dan memperbaiki tonus otot dan refleks, serta mencegah
kerusakan syaraf (Setiyawan, 2010).
Pada pasien bedrest alih baring dilakukan minimal setiap 2 jam. Interval yang
tepat untuk melakukan alih baring diberikan dengan mengurangi waktu merubah
posisi dengan waktu hipoksia (Potter&Perry, 2012). Adanya tekanan dapat
mempengaruhi sirkulasi ke jaringan terganggu sehingga menyebabkan iskemik yang
berpotensi terhadap kerusakan jaringan. Setelah periode iskemik kulit akan
mengalami hiperemia reaktif. Hiperemia reaktif akan efektif apabila tekanan
dihilangkan sebelum terjadi kerusakan yaitu dengan interval 1-2 jam (Potter&Perry,
2012)
Sesuai dengan hal diatas dan sesuai dengan penelitian Bujang, et al (2013) yang
menyatakan bahwa pasien stroke yang dilakukan alih baring per 2 jam tidak terjadi
dekubitus. Setelah diimplementasikan, respon dari Tn.M setelah dilakukan mobilisasi alih
baring per 2 jam sesuai dengan hasil penelitian diatas, bahwa respon pasien tidak terdapat
luka pada daerah yang tertekan, tidak ada kemerahan, tidak ada nyeri, terutama pada kulit
dengan tulang yang menonjol.
Perlunya memonitor komplikasi akibat tirah baring karena tirah baring yang
cukup lama dapat menyebabkan penderita stroke semakin lemah, gerak semakin
bertambah berat karena semua anggota gerak menjadi kaku, lebih mudah cepat lelah
karena stamina menurun. Hal ini dapat menimbulkan komplikasi jika tidak segera
ditangani salah satunya seperti kelemahan otot, kontraktur otot dan sendi dan masih
banyak lagi (Sundah, Angliadi & Sengkey, 2014 dalam Praditya, 2017). Respon Tn.M
setelah diberikan intervensi adalah tidak terjadi tanda-tanda komplikasi akibat dari trah
baring, namun pada hari kedua intervensi klien mulai sering batuk-batuk. Sehingga perlu
di lakukan pemeriksaan terkait pnemonia sebagai efek dari tirah baring yang cukup lama.
Dari beberapa capaian kkriteria hasil diatas maka dapat ditentukan intervensi
lanjutan seperti lakukan alih baring per 2 jam, konfirmasi mengenai kolaborasi fisioterapi,
dan kolaborasi untuk melakukan pemeriksaan fotothorak.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang sudah dipaparkan oleh penulis mengenai
diagnosa resiko dekubitus berhubungan dengan tirah baring penulis melakukan
intervensi diantaranya, melakukan alih baring per 2 jam. Penulis mengambil kesimpulan
tindakan perawatan alih baring setiap 2 jam dengan merubah posisi pasien, dan
memonitor komplikasi tirah baring terbukti dapat mencegah dekubitus dan mencegah
kekakuan otot pada pasien stroke.

B. Saran
1) Bagi rumah sakit
Diharapkan petugas rumah sakit dapat melakukan tindakan baik secara
farmakologis maupun non farmakologis secara maksimal. Mengobservasi pasien guna
mengetahui kondisi terkini pasien. Selain itu alih baring setiap 2 jam sekali
merupakan upaya efektif, untuk mencegah adanya penekanan, kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian obat.
2) Bagi keluarga pasien
Diharapkan keluarga dapat ikut serta dalam upaya peningkatan mobilitas pada
pasien stroke dengan terapi nonfarmakologis yaitu melatih alih baring setiap 2 jam
sekali.
DAFTAR PUSTAKA

Gofir, A. (2009). Manajemen stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press.

Pradana. (2016). Upaya Peningkatan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Nonhemoragik Di
Rsud Dr. Soehadi Prijonegoro. E-Repository UMS.

Praditiya, W. (2017). Upaya Peningkatan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Hemoragik. E-
Repository UMS.

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa tengah (2015).

Potter & Perry. (2006). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Ed
4. Jakarta: EGC.

Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Pengembangan dan Penelitian
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

World Health Organization. (2016). Tobacco & stroke. Geneva: World Health
Organization.

Anda mungkin juga menyukai