Anda di halaman 1dari 19

MANAJEMEN KASUS

“POST HERPETIC NEURALGIA”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Ujian Kepaniteraan


Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Oleh :
Alfu Rafdi, S. Ked
14711106

Pembimbing :
dr. Rahajeng Musy, Sp. KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD DR. SOEDONO MADIUN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

MANAJEMEN KASUS

HERPES ZOSTER

Disusun untuk Memenuhi Syarat Ujian Kepaniteraan


Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSUD dr. Soedono Madiun

Oleh :

Alfu Rafdi, S. Ked


14711106

Telah dipresentasikan tanggal :

Mei 2019

Mengetahui,
Dokter Pembimbing/Penguji

dr. Rahajeng Musy, Sp. KK

2
A. IDENTITAS
Nama : Tn. K
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 73 Tahun
Suku : Jawa
Ras : Mongoloid
Alamat : Sidomukti, Plaosan, Magetan
Pekerjaan : Buruh Tani
Agama : Islam
Nomor RM : 6769596
B. ANAMNESIS
Anamnesis telah dilakukan secara autoanamnesis terhadap Tn. K pada tanggal 15
Mei 2019 di Poliklinik Kulit dan Kelamin, RSUD Dr. Soedono, Madiun.
1. Keluhan Utama
Gatal dan panas pada kulit
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 3 bulan yang lalu pasien merasakan gatal dan panas pada dada kanan sampai
punggung kanan. Keluhan dirasakan sejak pengobatan herpesnya selsai dilakukan.
Keluhan menetap dan terasa sepanjang hari, membaik jika pasien minum obat. Pasien
sudah minum obat amitriptilin, neurodex, dan cetirizine keluhan membaik dengan obat
tersebut. Pasien kembali kontrol karena obat habis. Keluhan demam (-), batuk (-), pilek
(-), badan lemas (-), mual muntah (-), diare (-). Pasien dahulu adalah buruh tani, tapi
semenjak memiliki batu ginjal sudah tidak bekerja lagi.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah menderita herpes zoster 4 bulan yang lalu pada region dada kanan
sampai punggung kanan. Pasien memiliki riwayat batu ginjal staghorn

4. Riwayat Alergi
Riwayat alergi baik berupa makanan dan obat disangkal oleh pasien.

3
5. Riwayat Kebiasaan
Pasien mandi 2x sehari, menggunakan alat mandi pribadi.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa seperti saat ini pada keluarga disangkal oleh pasien. Pada
keluarga juga tidak memiliki riwayat alergi/ atopik.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
2. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 130/85 mmHg
Frekuensi nadi : 95 kali/menit
Laju respirasi: 18 kali/menit
Suhu : 36,0 0C
Kesimpulan : Tanda-tanda vital dalam batas normal

D. STATUS DERMATOLOGI
1. Ujud Kelainan Kulit (UKK)/Efloresensi

Deskripsi Ujud Kelainan Kulit Pasien


Pada Regio dada kanan dan punggung kanan
terdapat patch hiperpigmentasi warna hitam
kehijauan tesebar sesuai dermatomal pada regio
punggung lesi sebesar 15x8 cm dan pada regio
dada lesi sebesar 10x6 cm

Gambar 1. Predileksi UKK

4
2. Dokumentasi UKK

Gambar 2. UKK Tampak depan Gambar 3. UKK Tampak belakang

Gambar 4. UKK tampak diperbesar

E. DIAGNOSIS BANDING
1. Post Herpetic Neuralgia
2. Herpes Simpleks
3. Melanoderma

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang lanjutan.
G. DIAGNOSIS
Post Herpetic Neuralgia
H. TERAPI
1. Sistemik
Anti-Depresan Trisiklik :
Amitriptilin dosis 25 mg diberikan 1 kali 1 hari
Anti Konvulsan
Gabapentin diberikan dosis 100 mg 3 kali sehari6
2. Topikal
Anti-Gatal (Anti-Pruritus) :
Bedak Salisil (Salicylat 2%), diberikan pada daerah lesi sebanyak 2 kali sehari
setelah mandi, sebelum penggunaan setelah mandi dipastikan kulit dalam
dikeringkan terlebih dahulu. Penggunaan bedak dilakukan selama 7 hari.

I. PENULISAN RESEP

KLINIK DOKTER KELUARGA


dr. Alfu Rafdi
No. SIP 14711106
Jl. Dr. Soetomo Madiun
Madiun, 15 Mei 2019
R/Tab Amitriptilin 25 mg No. X
∫ 1 dd Tab I

R/ Tab Gabapentin 100 mg No. XXX


∫ 3 dd Tab I.

R/ Bedak Salisilat 2% fl No. LXX


∫ 2 dd u.e

Pro : Tn. R No. RM : 6-57-07-99


Umur : 73 Tahun Alamat : Plaosan, Magetan

J. EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien terkena komplikasi penyakit Herpes Zoster
yang diderita sebelumnya, yaitu neuralgia post herpes, penyakit yang menyerang
pada persarafan.
2. Menjelaskan kepada pasien obat apa saja yang didapatkan dan cara penggunaannya.

7
3. Mennjelaskan kepada pasien untuk tetap menjaga higenitas tubuh dengan mandi
biasa dengan sabun bayi dan tidak menggunakan air panas.
4. Menjelaskan kepada pasien untuk kontrol setelah obat habis atau jika terdapat
keluhan yang memberat/ menetap setelah minum obat.
5. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini tidak menular dan harus bersabar
dalam penyembuhannya.

K. SARAN
1. Meminta pasien untuk memotong kuku, agar mencegah jika gatal dan digaruk tidak
menimbulkan luka baru
2. Meminta kepada pasien untuk minum dan menggunakan obat sesuai aturan pakai.
3. Istirahat yang cukup
4. Menjaga higenitas tubuh dengan tetap mandi 2 kali sehari
5. Tidak menggunakan salep/obat-obatan selain yang diberikan oleh dokter.

L. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam

Ad Fungsionam : Bonam

Ad Cosmesticam : Bonam

8
TINJAUAN TEORI
POST HERPETIC NEURALGIA

A. DEFINISI
Post Herpetic Neuralgia (PHN) adalah salah satu komplikasi dari Herpes
Zoster, didefinisikan sebagai nyeri menetap pada dermatom yang terkena lesi Herpes
Zoster yang sudah menghilang. Nyeri biasanya menetap hingga 3 bulan setelah herpes
sembuh. (PERDOSKI, 2017) Neuralgia paska herpetika didefinisikan secara bervariasi
sebagai setiap nyeri yang timbul setelah penyembuhan ruam kulit atau setiap nyeri
yang timbul setelah 1, 3, 4 atau 6 bulan setelah timbulnya ruam, namun sebagian besar
definisi yang ada saat ini berfokus pada nyeri yang timbul dalam jangka waktu 90-120
hari setelah timbulnya ruam pada kulit (Straus et al, 2008). Menurut Lumintang et al
(2011), definisi PHN adalah nyeri yang menetap di dermatom yang terkena 3 bulan
setelah erupsi HZ menghilang.

B. EPIDEMIOLOGI

Herpes zoster merupakan kondisi penyakit yang biasa terjadi. Dari 100.000
populasi dapat dilaporkan 100-140 pasien terkena herpes zoster dan 10-20% nya
mengalami komplikasi. Sebuah penelitian di Jepang mengatakan bahwa, terjadi
kejadian kasus herpes zoster sebanyak 500.000 kasus tiap tahurnnya. Penyakit ini
tidak mengancam jiwa, akan tetapi dapat mengakibatkan komplikasi yang kuat berupa
Post Herpetic Neuralgia. (Ozawa, 2004). Amerika melaporkan bahwa setidaknya
terdapat
Pada penelitian klinis dan komunitas, insidensi PHN secara keseluruhan yaitu
8-15%. Di Amerika Serikat, PHN merupakan penyebab nyeri neuropatik tersering
ketiga setelah low back pain dan neuropati diabetik. Baik frekuensi dan durasi PHN
keduanya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Diantara pasien dengan HZ
akut, PHN berkembang pada 73% pasien diatas 70 tahun, 47% pasien diatas 60 tahun
sedangkan untuk usia diatas 55 tahun hanya 27%. Hampir setengah dari pasien diatas
70 tahun tersebut (48%) menderita PHN dengan durasi lebih dari 1 tahun (Weaver,
2007). Angka kejadian PHN pada pasien HZ yang berobat antara tahun 1995-1996
sebesar 11% dari 738 pasien HZ di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia
(Pusponegoro, 2002). Menurut Sumaryo (2015), selama periode tahun 2006-2010,
terdapat 82 pasien didiagnosis PHN dari seluruh pasien yang berobat ke poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Kariadi Semarang. Berdasarkan umur, penelitian di
Jepang mengatakan bahwa semakin tua semakin berisiko terkena PHN. Pada usia 60
an, insidensi perubahan herpes zoster menjadi PHN adalah 5 %, lalu meningkat
menjadi 10 % pada usia 80 an. (Ozawa, 2014). Herpes zoster memang cenderung
menyerang orang lanjut usia dan penderita imunosupresif. Kejadiannya bertambah
seiring bertambahnya umur, di Indonesia dilaporkan bahwa 60 % kasus memiliki usia
diatas 50 tahun, sedangkan hanya 10 % yang berusia dibawah 20 tahun. Insidensinya
di Indonesia pada usia 60 tahun adalah 7 dari 1000 pasien, usia 80 tahun 10 dari 1000
pasien. Kelanjutan dari penyakit tersebut adalah PHN yang mana di Indonesia hampir
10-40% dari kasus herpes zoster berkembang menjadi PHN (Evina, 2016).
C. ETIOPATOGENESIS
Faktor risiko utama terjadinya PHN selain bertambahnya usia yaitu adanya
nyeri prodromal, nyeri berat selama fase akut HZ, ruam kulit yang lebih parah,
gangguan sensorik yang meluas pada dermatom yang terkena HZ, keadaan
imunosupresi, keterlibatan mata, dan jenis kelamin perempuan.
Patogenesis PHN yaitu adanya perlukaan neuronal yang berefek baik pada
komponen sentral maupun perifer dari sistim saraf 10 Setelah perbaikan infeksi primer
VZV, virus menetap secara laten di dalam ganglion radiks dorsalis saraf kranial atau
saraf spinal. Reaktivasi virus VZ yang diikuti replikasi menginduksi terjadinya
perubahan inflamasi pada neuron perifer dan ganglion sensoris. Hal ini dapat
menginduksi siklus sensitisasi yang mengakibatkan nyeri yang menetap. Beberapa
penelitian yang menggunakan uji saraf sensorik secara kuantitatif menunjukkan bahwa
terdapat variabilitas hilangnya sensoris yang lebih luas pada pasien PHN. Penelitian
ini mengkonfirmasi bahwa nyeri dan abnormalitas sensorik pada PHN seringkali
meluas dari dermatom yang terkena erupsi HZ. Rowbotham dkk dan Field dkk
menyebutkan bahwa terdapat dua mekanisme patofisiologik yang berbeda pada
berkembangnya PHN: sensitisasi dan deaferensiasi. Baik sensitisasi perifer dan sentral
terlibat dalam patofisiologi PHN. Sensitisasi perifer terjadi terutama pada serabut
nosiseptor C tidak bermielin yang kecil. Sensitisasi ini bertanggung jawab terhadap
terjadinya nyeri seperti terbakar spontan dan hiperalgesia namun dengan hilangnya
sensibilitas yang minimal. Alodinia pada sebagian pasien PHN diduga disebabkan
karena penjalaran ektopik dari serabut nosiseptor C yang rusak dalam
mempertahankan keadaan sensitisasi sentral.
Deferensiasi berkaitan dengan hilangnya sensoris dan alodinia pada daerah
yang mengalami parut. Deaferensiasi ini menyebabkan alodinia yang diperantarai
sistim saraf pusat. Dugaan bahwa hilangnya hubungan sistim saraf pusat dengan
ganglion radiks dorsalis pada beberapa pasien, nyeri mungkin disebabkan adanya
perubahan sistim saraf pusat. 4,10
Herpes zoster akut muncul ketika partikel virus yang dorman kembali
teraktivasi di ganglion sensorik yang berawal dari infeksi primer varicella. Partikel
virus tereplikasi dan dapat menyebar ke spinal cord dan melalui jaras nervus sensorik
perifer menuju ke kulit. Partikel virus juga dapat bersirkulasi di pembuluh darah.
Reaktivasi virus ini disertai inflamasi pada kulit, respon imun, perdarahan, dan
penghancuran neuron dan serat-serat saraf di central maupun perifer (Charles, 2004).
Patofisiologi dari PHN meliputi gangguan dari sistem saraf pusat dan sistem
saraf perifer. Saat infeksi akut herpes zoster, virus yang dorman akan teraktivasi,
kemudian akan bereplikasi dan menyebar ke nervus afferent menyebabkan inflamasi
dan respon imun yang dapat merusak sistem saraf pusat dan perifer. Hal ini
mengakibatkan nekrosis dan kematian sel di kulit (terkadang di Sistem Saraf Pusat).
Nervus yang rusak ini kehilangan fungsi menghambat sinyal nyeri nosisepsi. Hal ini
dapat menurunkan ambang nyeri sehingga dapat mengakibatkan nyeri yang tidak
teratur tanpa adanya stimulus nyeri, hal ini dikenal dengan sensitasi perifer. (Hadley,
2016)
Inflamasi yang disebabkan virus herpes ini merusak jalur inhibitor nyeri
descenden dan menyebabkan sensitasi sentral. Fenomena ini memiliki peran penting
dalam PHN karena mengakibatkan impuls yang menyimpang berulang pada sistem
saraf perifer. Impuls yang normal/berlebih ini memberikan efek yang berlebih pada
sistem saraf pusat, akibatnya terjadi kerusakan pada sistem saraf tepi dan disorganisasi
dari pembentukan nyeri pada PHN (Hadley, 2016)
Pada kasus PHN ditingkat seluler terjadi peningkatan sensitasi reseptor
Potential Vanilloid 1 (TRPV1), yang meningkatkan proporsi voltase dari Na Channel
dan K Channel. Terjadi juga penurunan asam gamma-aminobutirat yang bekerja
sebagai inhibitor pada rangsangan nyeri di spinal cord (Hadley, 2016)

D. GEJALA KLINIS
Pada kebanyakan kasus, diagnosis PHN tidaklah susah, karena pasien dapat
mengingat dahulu mempunyai riwayat ruam-ruam dengan plenting kemerahan di
kulitnya yang tersebar setempat/dermatomal. Perubahan warna kulit dan scar dapat
terjadi di pasien PHN. Pasien biasanya memiliki gejala nyeri dengan stimulus yang
biasanya tidak menimbulkan nyeri muncul pada area sekitar bekas lesi, jika tidak
memiliki riwayat herpes zoster maka perlu dilakukan pemeriksaan serologis.
Gejala yang biasanya dimunculkan pada pasien PHN yaitu nyeri yang terasa
spontan, rasa terbakar, nyeri hilang timbul seperti ditusuk-tusuk, atau nyeri yang
dibangkitkan dengan rangsangan yang normalnya tidak menimbulkan nyeri (alodinia).
Pasien dengan alodinia dapat merasakan nyeri bahkan jika tersentuh dengan sentuhan
ringan sampai terkena angin, atau pakaian. Hanya beberapa pasien saja yang
mengeluhkan gatal-gatal yang intens.
Manifestasi lain yang dapat muncul yaitu gangguan tidur, depresi, anoreksia,
penurunan BB, kelelahan, dan gangguan aktivitas sehari-hari. Hal ini dinilai
disebabkan karena efek dari gatal dan rasa nyerinya.
Penegakan diagnosis PHN yaitu terdapat riwayat herpes zoster yang diikuti
nyeri yang menetap selama 3 bulan pada daerah lesi. Tampak UKK bekas infeksi
primer herpes zoster yang menjadi skar.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosa PHN dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan apabila terjadi penyulit gejala alodinia tanpa
riwayat herpes zoster sebelumnya. Pada pasien seperti ini dapat dilakukan pemeriksaan
uji sensoris kuantitatif, biopsi kulit, atau uji konduksi saraf (Phillip, 2011).

F. TERAPI
Terapi pada PHN dapat melibatkan beberapa jenis obat. Klinisi perlu memperhatikan
banyak aspek dan patofisiologi dari penyakit untuk dapat mengatasi penyakit.
Terapinya yaitu : (PERDOSKI, 2017)
1. Farmakologi
a. Sistemik
i. Anti-depresan trisiklik : obat ini dapat bekerja sebagai analgetik
dengan cara menghambat reuptake dari norepinefrin dan serotonin,
yang akan menghambat neuron spinal mepersepsikan nyeri.
Amitriptilin dapat juga menghambat kanal natrium sehingga dapat
memunculkan efek analgetiknya (Argof, 2004). Obat yang dapat
digunakan yaitu amitriptilin dosis 10 mg ditingkatkan 20 mg setiap
7 hari, lalu 50 mg, lalu 100, dan 150 mg 1x1 malam, Clompiramin
25-75 mg/ hari, impiramin 10-30 mg/hari.
ii. Anti-konvulsan : obat ini dapat bekerja sebagai penurunan nyeri
neurpatik. Obat yang dapat digunakan dari golongan ini hanya
gabapentin, yang bekerja pada kanal Ca, sebagai inhibisi impuls
nyerinya. Dosis yang dapat diberikan adalah 100-300 mg (1x1
malam) sebagai inisial atau 100-300 mg (3x1 hari), dosis
ditingkatkan setiap 5 hari sampai dosis maksimal 3600 mg/hari.
iii. Pregabalin 2x75 mg ditingkatkan menjadi
b. Topikal
i. Lidokain 5 % :
2. Non-Farmakologi
a. Neuroaugmentif : counter irritation, transcutaneous electrical nerve
stimulation, deep brain stimulator, akupuntur, dan low intensity laser
therapy.
b. Neurosurgical
c. Terapi psikososial

G. DIAGNOSIS BANDING
Pada pemeriksaan kulit ditemukan vesikel yang berkelompok dan eritematous
Adapun diagnosis banding pada kasus ini adalah sebagai berikut
1. Herpes Simpleks
Gejala Efloresensi pada Herpes Zoster sama dengan Efloresensi pada Herpes
simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di atas dasar kulit
yang kemerahan. Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa gatal atau
seperti terbakar yang terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit. Herpes

13
simpleks terdiri atas 2, yaitu tipe 1 dan 2. Namun, yang membedakannya dengan
herpes simpleks yaitu Lesi yang disebabkan herpes simpleks tipe 1 biasanya
ditemukan pada bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan jari tangan. Lokalisasi
penyakit yang disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 umumnya adalah di bawah
pusat, terutama di sekitar alat genitalia eksterna. Sedangkan Herpes Zoster bisa di
semua tempat sesuai dengan jalur dermatom, paling sering pada Servikal IV dan
Lumbal II (Siregar, 2009).

2. Varisela (Cacar Air)


Gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam
berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun (Tear drops).
Vesikel akan berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Lesi menyebar
secara sentrifugal dari badan ke muka dan ekstremitas (Handoko, 2005).

H. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Quo ad Kosmetikum : Bonam
Quo ad Functionam : Bon
PEMBAHASAN KASUS
A. RESUME PASIEN
Pasien Laki-laki berusia 73 tahun beralamat di daerah Ds. Ngumpul, Kec. Barat, Kab. Magetan,
beragama Islam, pekerjaan sebagai buruh tani, datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin dengan keluhan
Sejak 3 bulan yang lalu merasakan panas dan nyeri pada area dada kanan dan punggung kanannya.
Keluhan memberat jika tidak minum obat dan membaik saat minum obat. Riwayat penyakit dahulu
pasien pernah memiliki herpes zoster dan sudah selesai pengobatan sejak 4 bulan yang lalu. Riwayat
alergi dan keluarga atopik disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan UKK didapatkan
Pada Regio dada kanan dan punggung kanan terdapat patch hiperpigmentasi warna hitam kehijauan tesebar
sesuai dermatomal pada regio punggung lesi sebesar 15x8 cm dan pada regio dada lesi sebesar 10x6 cm.
B. ANALISIS KASUS
Berdasarkan kasus dan teori yang telah diulas pada bagian sebelumnya, maka di bawah ini ditampilkan
bentuk analisis kasus dalam penegakkan diagnosis dengan mengacu kepada diagnosis banding yang telah
jelaskan sebelumnya.
Faktor
Herpes Zoster Herpes Simpleks Varicella Kasus
pembanding
Biasanya pada dewasa, Dewasa muda/masa Sangat menular, terutama Pasien merupakan
kadang-kadang juga pada seksual aktif. Namun menyerang anak- anak. Jika termasuk dalam
anak-anak. Dapat menyerang semua menyerang orang dewasa kategori usia dewasa,
Onset
umur. gejala biasanya lebih berat. yaitu 41 tahun.

(+) (+) (-)


Kejadian pada pria dan wanita Frekuensi sama pada pria Kejadian pada pria dan Pasien berjenis
Jenis sama banyaknya dan wanita. wanita sama Kelamin laki-laki
Kelamin
(+) (+) (+)
Seseorang yang pernah terkena Menstruasi, emosional, Penyakit ini cepat sekali Pasien memiliki
cacar air, memiliki risiko 50% trauma, Faktor jenis menular pada orang-orang di riwayat pada saat kecil
terserang herpes zoster. kelamin Perempuan lebih lingkungan penderita. pernah terkena cacar
menyerang anak-anak hingga mudah terinfeksi oleh Varicella paling sering air atau Varicella
lansia. 1 dari 3 orang dewasa herpes daripada pria. ditemukan pada anak-anak
berisiko terkena penyakit yang Virus akan lebih cepat berusia 1-9 tahun. jarang
Faktor
sering disebut cacar ular itu. menularkan melalui menjangkiti orang dewasa
Risiko
kondisi tertentu seperti pasien hubungan seksual. karena mereka umumnya
yang menjalani kemoterapi, Melakukan hubungan sudah memiliki antibodi dari
terapi steroid, dan orang seksual dengan beberapa paparan sebelumnya di waktu
dengan HIV juga rentan terkena orang. kecil.
herpes zoster.
(+) (-) (-)
15
Bisa di semua tempat, paling Paling sering pada/dekat Dapat terjadi pada seluruh
sering pada servikal IV dan sambungan mukokutan. tubuh, paling sering pada
lumbal II. Predileksi Mengikuti Yaitu pada wajah dan kepala dan esktremitas
arah dermatom Dapat juga pada daerah genital
ditemukan diseluruh tubuh

Predileksi

(+) (-) (-)


Nyeri pada kulit. Biasanya Awitan penyakit Lesu dan demam tinggi
ditandai dengan munculnya didahului Perasaan adalah gejala yang muncul
rasa panas, sensasi terbakar, Gatal, rasa terbakar dan paling awal, segera diikuti
atau seperti tertusuk benda eritema selama beberapa dengan munculnya ruam,
Gejala
tajam. Nyeri pada kulit juga menit sampai beberapa pertama pada punggung lalu
Klinis
dapatdisertai dengan rasa gatal jam, kadang-kadang kemudian pada wajah,
dan mati rasa pada bagian saraf timbul nyeri saraf . Pada anggota badan, mukosa pipi
yang terkena.Biasanya ada infeksi primer gejala- serta faring. Vesikel segar
neuralgia beberapa hari gejala lebih berat dan berturut-turut muncul dalam

16
sebelum muncul lesi, Kadang Iebih lama jika crops selama 2-4 hari
disertai demam. Kelainan kulit dibandingkan dengan berikutnya.
tersebut mula-mula berupa infeksi rekuren,
eritema kemudian berkembang yaitu berupa malaise,
menjadi papula dan vesikula demam dan nyeri otot.
yang dengan cepat membesar
dan menyatu sehingga
terbentuk bula
(+) (-) (-)
Lesi biasanya berupa Vesikel-vesikel miliar Vesikel berukuran miliar Pada Regio perut sisi
kelompok-kelompok vesikel berkelompok, jika pecah sampai lentikular, di kiri tepatnya diatas
sampai membentuk sekitarnya pusar, pinggang, dan
bula di atas daerah yang ulkus yang dangkal terdapat daerah eritematosa. punggung kiri, terdapat
eritematosa. Lesi yang khas dengan kemerahan pada Dapat ditemukan beberapa vesikel multiple
bersifat unilateral pada daerah di sekitarnya. stadium perkembangan herpetiformis dengan
dermatom yang sesuai dengan vesikel mulai dari eritema, dasar eritematosa,
letak saraf yang terinfeksi vesikula, pustula, skuama umbilikasi Positif, dan
virus. hingga sikatriks (polimorf).

UKK

menjalar sesuai dengan


jalur dermatom (T9-
T10).
(+) (-) (-)

Kesimpulan +6 +2 +1

17
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis yang paling
mungkin untuk pasien saat ini “Herpes Zoster” dengan nilai +6. Hal ini dapat ditegakkan
karena baik dari onset, faktor resiko, predileksi, ujud kelainan kulit, serta gejala klinis yang
ada pada pasien sesuai dengan teori yang termuat pada Herpes Zoster. Disamping itu juga
telah dilakukan pemeriksaan penunjang yang mendukung dalam penemuan berdasarkan
teori pada Tinjauan Pustaka.

18
DAFTAR PUSTAKA
Amnil, A., 2010. Postherpetic Neuralgia Setelah Menderita Herpes Zoster Oris. Universitas
SumateraUtara(USU).p.5.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16560/3/Ch
apter%20II.pdf
Arvin, Ann M., 1996. Varicella-Zoster Virus. Clinical Microbilogy Review, July 1996, p.
361–381.
Depkes RI., 2014. Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2014. Jakarta (pp.70-73).
Goldsmith, L.A., Katz, S. & Gilchrest,B.A., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in general
medicine (pp.2383-2401) chapter 194 Varicella and Herpes Zoster. United states: the
macgraw-hill, companys Vol 8.
Handoko, R,. 2005. Penyakit Virus Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 110-2.
James,wd.,Berger,T., & Elston,D., 2011. Anderw’s disease of the skin : Clinical dermatology
(pp.16-36) chapter 1 Neuropatic Pain. Philadelphia: Elsevier Saunders
Kumano Y., Manabe J., Hamamoto,. dkk., 1995. Detection of varicella-zoster virus
genome having a PstI site in the ocular sample from a patient with acute retinal
necrosis. Ophthalmic Res. 1995;27(5):310-6.
Long MD, Martin C, Sandler RS, Kappelman MD., 2013. Increased risk of herpes zoster
among 108 604 patients with inflammatory bowel disease. Aliment Pharmacol Ther.
2013;37(4):420–429.
Martodihardjo S., 2001. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu
Penyakitkulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press.
Siregar, RS., 2009. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. EGC, Jakarta.
Weidmann, Manfred., 2003. Rapid Detection of Herpes Simplex Virus and Varicella-Zoster
Virus Infections by Real-Time PCR. J Clin Microbiol. Apr 2003; 41(4): 1565–1568.

Weinberg, JM., 2007. Herpes zoster: epidemiology, natural history, and common
complications.J Am Acad Dermatol :2004(9),543-546.

19

Anda mungkin juga menyukai