Anda di halaman 1dari 22

RESPONSI

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


NEVUS SEBASEUS

Pembimbing :
dr. Dian Ardiana, Sp.KK

Penyusun :
Ratna Sari Eka Putri
2017.04.200.326

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSAL DR. RAMELAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Responsi ‘Nevus Sebaseus’ ini telah diperiksa, disetujui, dan diterima


sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan klinik
di bagian Ilmu Kedokteran Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Angkatan Laut dr.
Ramelan Surabaya.

Surabaya, 22 Mei 2019


Mengesahkan,
Dokter Pembimbing

dr. Dian Ardiana, Sp. KK


RESPONSI
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
Nama : Ratna Sari Eka Putri
NIM : 2017.04.200.326

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. MF
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 28 tahun
Alamat : Bondowoso
Pekerjaan : TNI
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Tanggal Pemeriksaan : 21 Mei 2019

II. ANAMNESA
1. Keluhan Utama :
Benjolan warna hitam dan gatal pada pipi kanan.

2. Keluhan tambahan :
_

3. Riwayat Penyakit Sekarang (Autoanamnesa)


Pasien datang ke poli kulit kelamin RSAL Dr. Ramelan
Surabaya pada tanggal 21 Mei 2019 dengan keluhan timbulnya
benjolan warna hitam dan gatal pada pipi kanan. Benjolan muncul
sejak usia 13 tahun. Awalnya berupa bintil kecil hitam dan gatal.
Kemudian digaruk dan keluar darah. Keluar nanah disangkal.
Akhirnya benjolan hitam tersebut semakin membesar dan gatal.
Gatal-gatalnya diperparah bila pasien berkeringat dan berkurang
bila pasien tidak berkeringat. Gatalnya tidak sampai mengganggu
tidur pasien. Demam disangkal. Nyeri disangkal.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat Diabetes Melitus disangkal
 Riwayat Hipertensi disangkal
 Riwayat alergi obat : -
 Riwayat alergi makanan : -
 Riwayat alergi lain-lain : -
 Riwayat asma : -
 Riwayat penyakit kulit : -
 Riwayat sakit seperti ini : -

5. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat asma : -
 Riwayat diabetes melitus disangkal
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien disangkal

6. Riwayat Psikososial
 Pasien sering terpapar sinar matahari
 Pasien mandi teratur 2x sehari memakai sabun mandi dan
menggunakan air PDAM
 Pasien memakai handuk sendiri tidak bergantian dengan
anggota keluarga yang lain
 Lingkungan tempat tinggal pasien cukup bersih dan padat
penduduk

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 456
Status Gizi : Baik
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, regular
Laju respirasi : 19 kali/menit, regular
Suhu Axillar : 36,8 0C

Status Generalis
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal

Status Dermatologi

3
Efloresensi : tampak papul multiple dengan hiperpigmentasi
bergerombol batas jelas pada pipi kanan.

IV. RESUME
Anamnesa
 Laki-laki, 28 tahun
 Keluhan timbulnya benjolan warna hitam dan gatal pada pipi
kanan sejak usia 13 tahun.
 Awalnya bintil kecil hitam dan gatal, kemudian digaruk keluar
darah, dan benjolannya semakin melebar.
 Gatal-gatalnya diperparah bila pasien berkeringat dan
berkurang bila pasien tidak berkeringat.
 RPD : -
 RPK : -
 R.Psikososial : Sering terpapar sinar matahari
 Demam (-), Nyeri (-)

Pemeriksaan Fisik
Status generalis : Dalam batas normal.
Efloresensi tampak papul multiple dengan hiperpigmentasi
bergerombol batas jelas pada pipi kanan.

DIAGNOSA KERJA
Nevus Sebaseus

V. DIAGNOSA BANDING
 Nevus Epidermal

VI. PENATALAKSANAAN
1. Planning Diagnosis
 Histopatologi

4
2. Planning Terapi
Non medikamentosa:
 Elektro Cauter
 Lebih mengurangi untuk tidak sering terpapar sinar
matahari
 Menjaga kebersihan
 Tidak menggaruk luka

Medikamentosa:
 Sistemik
 Antibiotik : Cefixime 2 x 200 mg/hari selama 7-14 hari
 Anti nyeri : Asam mefenamat 500 mg prn

 Topikal
 Fuladic cream 2% 4 x 1 selama 7 hari

3. Monitoring
 Keluhan penderita berkurang, tetap atau makin
memberat.
 Ada tidaknya perluasan lesi di bagian tubuh lain.
 Komplikasi yang dapat muncul

4. Edukasi
 Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga
pasien tentang penyakitnya dan cara pengobatan.
 Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat dengan
teratur dan kontrol.
 Memberitahukan agar penderita tidak menggaruk lesi
kulit jika terasa gatal, karena dengan garukan tersebut
malah dapat memperdalam lesi sehingga timbul sikatrik/
jaringan parut.

5
 Menyarankan agar penderita makan makanan yang
seimbang untuk meningkatkan daya tahan tubuh
sehingga proses penyembuhan dapat lebih cepat.
 Menghindari konsumsi makanan yang dapat memicu
alergi seperti ikan, telur dan ayam.

VII. PROGNOSIS
Baik.

6
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nevus sebaseus merupakan lesi hamartoma berbatas tegas yang
terutama terdiri atas kelenjar sebasea.(1,2) Nevus sebaseus pertama kali
dijelaskan oleh Jadassohn tahun 1895 sehingga disebut juga nevus
sebaceous of Jadassohn (nevus organoid).(2,3)
Nevus sebaseus dapat ditemukan pada 3 di antara 1.000
neonatus.(1,4) Sebanyak 2/3 kasus nevus sebaseus ditemukan saat lahir,
sisanya muncul saat bayi atau pada awal masa kanak-kanak. Insidens
nevus sebaseus pada laki-laki dan perempuan dilaporkan sama. (1,3,5)

Penyebab nevus sebaseus adalah mutasi sel pluripoten selama


embriogenesis yang menyebabkan perubahan diferensiasi sel. Faktor
hormonal juga mempengaruhi nevus sebaseus, lesi tampak lebih tinggi
dari kulit saat lahir, menjadi datar saat kanak-kanak, dan meninggi kembali
selama pubertas.(2) Predileksi nevus sebaseus paling sering adalah pada
skalp (verteks), kening dan retroaurikula, tetapi pernah dilaporkan lesi
pada dada dan mukosa oral. (1,3,5)
Perkembangan tumor jinak nevus sebaseus terjadi <5% sebelum
usia 16 tahun, dan tumor ganas jarang ditemukan pada masa kanak-
kanak dan remaja. Resiko perkembangan tumor meningkat seiring
pertambahan usia. (5)

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Nevus sebaseus merupakan lesi hamartoma berbatas tegas yang
terutama terdiri atas kelenjar sebasea.(1,2) Nevus sebaseus pertama kali
dijabarkan oleh Jadassohn tahun 1895 sehingga disebut juga nevus
sebaceous of Jadassohn (nevus organoid).(2,3)

2.2 Etiologi

Penyebab nevus sebaseus adalah mutasi sel pluripoten selama


embriogenesis yang menyebabkan perubahan diferensiasi sel.(2) Mutasi
pada sel pluripotensial selama embriogenesis dapat menghasilkan
berbagai garis diferensiasi termasuk dalam nevi organoid. Nevus
sebaceus muncul untuk menanggapi pengaruh hormonal, karena lesi
dapat dibangkitkan saat lahir, menjadi rata di masa kanak-kanak, dan
menjadi dibangkitkan lagi saat pubertas.(6)

2.3 Epidemiologi

Di Amerika Serikat Nevus sebaceus terjadi dengan frekuensi yang


sama pada pria dan wanita dari semua ras. Nevus sebaceous terjadi pada
sekitar 0,3% bayi yang baru lahir. Internasional Sebaceous nevi bersifat
sporadis dan terjadi dengan frekuensi yang sama pada pria dan wanita
dari semua ras. Nevus sebaceus biasanya dicatat sebagai lesi soliter pada
saat lahir atau pada anak usia dini, sedangkan ciri-ciri karakteristik
mungkin tidak berkembang sampai pubertas.(5)

2.4 Faktor Resiko

Faktor hormonal juga mempengaruhi nevus sebaseus, lesi tampak


lebih tinggi dari kulit saat lahir, menjadi datar saat kanak-kanak, dan
meninggi kembali selama pubertas.(2)

8
2.5 DIAGNOSIS
2.5.1 Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan terdapat bercak sampai plak
orange kecokatan tidak gatal atau nyeri berbatas tegas dan tidak
berambut di kulit kepala.(7)

2.5.2 Pemeriksaan fisik


Nevus sebaceus melewati 3 tahapan yang berbeda secara klinis,
sebagai berikut: Saat lahir atau pada awal masa bayi, nevus sebaceus
muncul sebagai plak yang tidak berbulu, soliter, linier atau bulat, sedikit
terangkat, merah muda, kuning, oranye, atau cokelat, dengan permukaan
yang halus atau agak beludru. Nevus biasanya berada di kulit kepala,
sering dekat dengan verteks atau di wajah. Lesi luas tidak terbatas pada
kepala yang telah dilaporkan.(7) Pada masa remaja, lesi menjadi berbentuk
plak verukosa dan nodular, bulat, oval, atau linier, bervariasi panjangnya
dari sekitar 1 cm hingga lebih dari 10 cm. Mereka paling sering terjadi
sebagai lesi tunggal, tetapi mereka mungkin banyak dan luas. Di
kemudian hari, beberapa lesi dapat mengembangkan berbagai jenis tumor
tambahan, seperti trichoblastoma; syringocystadenoma papilliferum;
karsinoma sel basal; dan, lebih jarang, nodular hidradenoma, epithelioma
sebasea, cystadenoma apokrin, karsinoma ekrin, karsinoma sel
skuamosa, karsinoma sebasea, spiradenoma, dan keratoacanthoma. (7,8)

Gambar 2.1 Nevus sebaceus pada bayi.(7)

9
Gambar 2.2 Plak coklat (7)

Lesi Nevus sebaceus, terutama ketika besar, dapat dikaitkan


dengan kelainan internal multipel, mirip dengan yang dilaporkan pada
sindrom nevus epidermal linear. Masalah terkait mungkin termasuk massa
intrakranial, kejang, keterbelakangan mental, kelainan skelet, perubahan
pigmen, lesi okular, dan hamartoma ginjal. (9)

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang


Temuan histologis Epidermis menunjukkan hiperplasia
papillomatosa. Dalam dermis, jumlah kelenjar sebasea matang meningkat.
Kelenjar apokrin ektopik sering ditemukan di dalam dermis di bawah
kelenjar sebasea. Sering, folikel rambut kecil dan tunas sel basaloid yang
dapat mewakili kuman rambut cacat hadir. Pada masa kanak-kanak,
kelenjar sebasea di nevus sebaceus belum berkembang, dan temuan
histologis mungkin hanya terdiri dari struktur rambut yang belum
matang.(7)

Gambar 2.3 Papillomatosis ringan dari epidermis dengan lobulus kelenjar


sebaceus yang membuka langsung ke epidermis.(7)

10
Gambar 2.4 Papillomatosis ringan dengan kekuatan tinggi.(7)

Stadium pada tahap awal, kelenjar sebasea dan folikel rambut


bersifat hipoplastik. Pada tahap kedua, saat pubertas, hiperkeratosis dan
papillomatosis dengan banyak kelenjar sebasea dan hiperplastik
(diagnostik) hadir.(4,7)

2.6 Patogenesis
Baru-baru ini, telah ditunjukkan nevus sebaceous disebabkan
oleh mutasi mosaik pasca zygotic di HRAS dan KHAS gen. (7) Sepertinya,
nevus sebaceous berkembang dari sel germinal epitel utama berpotensi
majemuk yang memiliki potensi untuk menjadi berbeda dari berbagai
neoplasma. Penghapusan pada gen supresor tumor PTCH pada
kromosom 9p22.3 dapat menjelaskan potensi neoplastik hamartoma. Ada
peningkatan ekspresi reseptor androgen pada nevus sebaceous. (8)

2.7 Patofisiologi
Dalam nevus sebaceus, mutasi somatik postzygotic dapat
menghasilkan berbagai ekspresi klinis mosaik. Mutasi pada sel
pluripotensial dapat menyebabkan hamartoma dengan banyak jalur sel.
Pertumbuhan lesi pada masa remaja adalah karena peningkatan produksi
androgen pada saat pubertas dan pengaruhnya pada elemen
pilosebaceous dan apocrine.(8)

11
2.8 Diagnosis Banding(7)
1) Keratosis seboroik
 Lokasi : Kulit Kepala, punggung , dada, wajah
 Subjek : terasa gatal
 Efloresensi: plak berwarna coklat muda sampai hitam, berbatas
tegas, dengan permukaan seperti beludru sampai verukosa
halus. Diameter lesi bervariasi dari 1 mm sampai beberapa
sentimeter, jarang lebih dari 3 cm.(7)

Gambar 2.5 Keratosis seboroik Gambar 2.6 Keratosis seboroik


(papilloma sel basal) kecil yang multipel.
menunjukkan gambaran stuck-on.
 Histopatologi

Keratosis seboroik terdiri sel basaloid dengan campuran sel


skuamosa. Invaginasi keratin dan horn cyst merupakan tanda khas.
Sarang-sarang sel skuamosa kadang dijumpai, terutama pada tipe
irritated. Satu dari tiga keratosis seboroik terlihat hiperpigmentasi pada
pewarnaan hematoksilin-eosin. Setidaknya ada 5 gambaran histologi
yang dikenal : akantosis (solid), reticulata (adenoid), hiperkeratosis
(papilomatous), clonal dan irritated. Gambaran yang bertumpang tindih
biasa dijumpai.

a) Tipe akantosis dibentuk oleh kolumna-kolumna sel basal dengan


campuran horn cyst.
b) Tipe reticulata mempunyai gambaran jalinan untaian tipis dari sel
basal, seringkali berpigmen, dan disertai horn cyst yang kecil.

12
c) Tipe hiperkeratotik terlihat eksofilik dengan berbagai tingkat
hiperkeratotis, papilomatosis dan akantosis. Terdapat sel
basaloid dan sel skuamosa.
d) Tipe clonal mempunyai sarang sel basaloid intraepidermal.
e) Pada tipe irritated, terdapat infiltrat sel yang mengalami inflamasi
berat, dengan gambaran likenoid pada dermis bagian atas. Sel
apoptotik terdapat pada dasar lesi yang menggambarkan adanya
regresi imunologi pada keratosis seboroik. Kerdapat infiltrat sel
yang mengalami inflamasi berat tanpa likenoid. Jarang
terdapat netrofil yang berlebihan dalam infiltrat. Pada
pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop elektron
menunjukkan bahwa sel basaloid yang kecil berhubungan
dengan sel pada lapisan sel basal epidermis. Kelompok -
kelompok melanosom yang sering membatasi membran dapat
ditemukan di antara sel.

Gambar 2.7 A. Keratosis seboroik retikulata multipel. B. Keratosis


seboroik retikulata memberikkan gambaran sel basaloid seperti anyaman
tali turun dari epidermis.

13
Gambar 2.8 Keratosis seboroik Gambar 2.9 Keratosis seboroik
(papiloma sel basal) menunjukkan klonal menunjukkan sarang-
epidermis dengan papillamatous sarang sel keratinosit dan
akantosis yang terdiri dari sel beberapa melanosit.
basaloid.

2) Epidermal Nevi
 Lokasi : kepala, leher, wajah, badan, mengikuti Blaschko’s lines
 Subjek : Tidak terasa gatal dan tidak nyeri
 Efloresensi : plak linear, yang mungkin bilateral atau terdistribusi
pada sebagian besar tubuh warna sama dengan kulit atau
coklat keabuan, batas jelas, berbentuk papul verukosa. (7)

 Histopatologi
Secara histopatologi dikenal nevus junctional, nevus compound
dan nevus dermal. Seperempat sampai sepertiga kasus
melanoma maligna dikatakan berasal dari nevus pigmentosus.
Tipe nevus penting diketahui untuk menentukan prognosis. Dari
ketiga tipe nevus, dikatakan bahwa nevus junctional lebih
mempunyai potensi untuk menjadi ganas.

Gambar 2.10 dan 2.11 Nevus junctional dan nevus compound

14
Pemeriksaan histopatologi selain memerlukan waktu, juga tidak
semua pasien setuju untuk dibiopsi. Pada keadaan biopsi tidak
dapat dilaksanakan, diperlukan suatu cara untuk lebih
mendekati diagnosis histopatologi berdasarkan hal tersebut
maka dikembangkan alat yang disebut surface microscopy
dengan menggunakan tehnik mikroskop epiluminesen. Tehnik
ini non invasive yang memungkinkan untuk melihat secara in
vivo gambar histomorfologi kulit dan memberikan harapan bagi
para klinis untuk membuat diagnosis kelainan pigmentasi kulit
secara lebih akurat. Apabila gambaran klinis nevus bisa
dipertajam dengan tehnik epiluminesen, maka banyak manfaat
yang akan didapat.

2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Non Farmakologi
Risiko keganasan rendah dan hampir selalu terjadi setelah pubertas.
Kecuali stigmatisasi, cacat, simtomatologi, atau tumor yang berkembang
di dalam lesi hadir, eksisi ditunda sampai dewasa ketika pasien dapat
berpartisipasi dalam keputusan. (9) Eksisi kulit full-thickness biasanya
diperlukan, dan destruksi topikal tidak dianjurkan karena dapat menutupi
perubahan ganas di bawah permukaan. Rekonstruksi primer biasanya
dimungkinkan. Sebuah studi 2007 oleh Barkham dkk menyimpulkan
bahwa eksisi profilaksis semua nevi sebaceous tidak dibenarkan, terutama
pada anak-anak muda, dan eksisi harus direkomendasikan hanya ketika
neoplasma jinak atau ganas secara klinis dicurigai atau untuk alasan
kosmetik. (10) Sebuah analisis retrospektif 2014 dari 707 kasus nevus
sebaceus yang didiagnosis di Akademi Ackerman of Dermatopathology
dari 1999 hingga 2012 menegaskan bahwa sebagian besar neoplasma
sekunder yang timbul dalam hubungannya dengan nevus sebaceus jinak.
Karena tidak ada tumor ganas yang terlihat pada anak-anak, penulis
percaya itu wajar untuk menunda manajemen bedah sampai remaja.
Karbon dioksida laser telah digunakan untuk mengobati pasien dengan

15
keterlibatan hidung; namun, risiko jangka panjang untuk mengembangkan
transformasi maligna pada setiap komponen kulit yang dalam harus
dipertimbangkan. (11)

2.9.2 Farmakologi
Terapi farmakologi diberikan setelah dilakukan tindakan eksisi, bisa
diberikan antibiotik, dan anti nyeri.(9)

2.9.3 Edukasi

Pasien dan keluarga harus diyakinkan tentang sifat penyakit yang

biasanya jinak dan perjalanan.(9)

2.10 Komplikasi
Pembesaran yang cepat dan terbatas, ulserasi, atau
pengembangan nodul eksofitik harus meningkatkan kecurigaan adanya
transformasi maligna, meskipun perkembangan tumor appendageal jinak
jauh lebih umum. Keganasan yang paling umum adalah karsinoma sel
basal, tetapi kejadian tumor ini telah ditaksir terlalu tinggi karena salah
tafsir area proliferasi basaloid sebagai karsinoma sel basal yang
sebenarnya. Tumor ganas lainnya yang dilaporkan termasuk eccrine,
squamous, sebaceous, dan apocrine carcinomas.(6)

2.11 Prognosis
Prognosis umumnya baik tetapi juga diperlukan terapi medis dari
nevus sebaceus soliter yang tepat karena dapat terjadi dari perubahan
jinak dalam beberapa kasus menjadi perubahan neoplastik yang ganas. (5)

16
BAB III
KESIMPULAN

Nevus sebaseus merupakan lesi hamartoma berbatas tegas yang


terutama terdiri atas kelenjar sebasea.(1,2) Nevus sebaseus pertama kali
dijabarkan oleh Jadassohn tahun 1895 sehingga disebut juga nevus
sebaceous of Jadassohn (nevus organoid).(2,3)
Penyebab nevus sebaseus adalah mutasi sel pluripoten selama
embriogenesis yang menyebabkan perubahan diferensiasi sel. Nevus
sebaceous terjadi pada sekitar 0,3% bayi yang baru lahir, dipengaruhi
oleh nevus sebaceus. Internasional Sebaceous nevi bersifat sporadis dan
terjadi dengan frekuensi yang sama pada pria dan wanita dari semua ras.
Pria dan wanita sama-sama dipengaruhi oleh nevus sebaceus.(3)
Pada nevus sebaseus dapat ditemukan tiga stadium klinis yang
berbeda. Saat lahir/pada awal masa bayi, lesi berupa plak warna kuning,
merah muda, oranye, atau sewarna kulit, sedikit meninggi, soliter, tidak
berambut, berbentuk bulat atau linier, dengan permukaan halus atau
sedikit berpapil. Pada saat remaja, lesi berupa nodus verukosa berbentuk
oval, bulat atau linier dengan panjang 1-10 cm. Lesi biasanya soliter,
namun dapat ditemukan lesi multipel dan meluas. Pada tahap selanjutnya,
sekitar 20% kasus dapat berkembang menjadi berbagai tumor
adneksa.(2,3,5)
Pada pemeriksaan histopatologik tampak epidermis mengalami
akantosis, hiperkeratosis, dan papilomatosis. Pada dermis tampak
peningkatan jumlah kelenjar sebasea dan berhubungan langsung dengan
permukaan epidermis. Dermis tampak menebal dengan peningkatan
jumlah Jaringan ikat dan pembuluh darah. Rambut velus lebih dominan
daripada rambut terminal. Dapat juga ditemukan kelenjar apokrin pada
sekitar 50% lesi.(2-4)
Diagnosis banding nevus sebaseus antara lain nevus epidermal,
keratosis seboroik dan veruka.(1,2) Risiko keganasan rendah dan hampir
selalu terjadi setelah pubertas. Kecuali stigmatisasi, cacat, simtomatologi,
atau tumor yang berkembang di dalam lesi hadir, eksisi ditunda sampai

17
dewasa ketika pasien dapat berpartisipasi dalam keputusan. (9) Eksisi kulit
full-thickness biasanya diperlukan, dan destruksi topikal tidak dianjurkan
karena dapat menutupi perubahan ganas di bawah permukaan.
Pembesaran yang cepat dan terbatas, ulserasi, atau pengembangan
nodul eksofitik harus meningkatkan kecurigaan adanya transformasi
maligna, meskipun perkembangan tumor appendageal jinak jauh lebih
umum.(6)
Pentingnya terapi medis dari nevus sebaceus soliter berhubungan
dengan deskripsi dari perubahan jinak dan, dalam beberapa kasus,
perubahan neoplastik yang ganas. Sementara transformasi maligna
dilaporkan pada seri yang lebih tua terjadi pada 10-15% lesi, penelitian
baru menunjukkan kejadian ini tentu kurang dari 1% dan hampir selalu
terjadi setelah pubertas.(5)

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Atherton DJ. Naevi and other developmental defects. Dalam:


Champion RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM, editor.
Textbook of dermatology. Edisi ke-2. Volume 2. Italia: Rotolito
Lombarda; 1998. h. 534-6.
2. Hammadi AA, Lebwohl MG. Nevus sebaseus. Diperoleh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1058733
3. Homas VD, Swanson NA, Lee KK. Benign epithelial tumors,
hamartomas, and hyperplasias. Dalam : Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York: McGrawHill
Incoorporate; 2008. h. 1056-9.
4. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s diseases of the skin
clinical dermatology. Edisi ke-10. Kanada: Elseiver Inc.; 2006. h.
661-2.
5. Habif TP. Clinical dermatology. Edisi ke-3. Missouri: Mosby-Year
Book; 1996. h. 445-53.
6. Kavak A, Ozcelik D, Belenli O, Buyukbabani N, Saglam I, Lazova R.
A unique location of naevus sebaceus: labia minora. J Eur Acad
Dermatol Venereol. 2008 Sep. 22(9):1136-8.
7. Baykal C, Buyukbabani N, Yazganoglu KD, Saglik E. [Tumors
associated with nevus sebaceous]. J Dtsch Dermatol Ges. 2006 Jan.
4(1):28-31.
8. Cribier B, Scrivener Y, Grosshans E. Tumors arising in nevus
sebaceus: A study of 596 cases. J Am Acad Dermatol. 2000 Feb.
42(2 Pt 1):263-8.
9. Correale D, Ringpfeil F, Rogers M. Large, papillomatous,
pedunculated nevus sebaceus: a new phenotype. Pediatr Dermatol.
2008 May-Jun. 25(3):355-8.
10. Barkham MC, White N, Brundler MA, Richard B, Moss C. Should
naevus sebaceus be excised prophylactically? A clinical audit. J
Plast Reconstr Aesthet Surg. 2007. 60(11):1269-70.

19
11. Idriss MH, Elston DM. Secondary neoplasms associated with nevus
sebaceus of Jadassohn: a study of 707 cases. J Am Acad Dermatol.
Feb2014. 70(2):332-7.

20

Anda mungkin juga menyukai