Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE

KANDIDIASIS PSEUDOMEMBRAN AKUT

A. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Edi Suprianto
Umur : 52 Tahun
Suku : Melayu
JenisKelamin : Laki - Laki
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Alamat : Desa Mandala Sari rt.12 Kel. Mandala Sari
Kec. Lalan Kab. Musi Banyuasin
Pendidikanterakhir : SLTA
Pekerjaan : Buruh
Pesertaasuransikesehatan : Jamsoskes
Rekammedis : 947020

B. STATUS UMUM PASIEN


Keadaan Umum : Somnolen/Lemah
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Tekanan Darah : 140/80 mmHG
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 28 kali/menit
Pupil Mata : Refleks Normal

C. ANAMNESA
a. Keluhanutama
Istri pasien mengeluhkan adanya lapisan putih tebal pada permukaan lidah
pasien yang disadari oleh istri pasien sejak ±1 minggu yang lalu. Lapisan
putih tersebut sulit untuk dibersihkan dan ketika diseka meninggalkan
dasar berwarna kemerahan. Istri pasien merasa kawatir akan hal tersebut
sehingga ingin pasien untuk dirawat.

Note : Pasien merupakan pasien rawat inap aster G bagian syaraf dengan penyakit
tetanus.

b. Keluhantambahan :
c. Riwayatperawatangigi :
d. Kebiasaanburuk : Tidak ada
e. Riwayatsosial :
Pasien merupakan seorang buruh tani yang tinggal bersama dengan
istrinya.
f. Riwayatpenyakitsistemik :
Pasienmenderita penyakit tetanus

D. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL


Wajah :Simetris
Bibir :Sehat
Kelenjargetahbeningsubmandibula
Kanan : tidak terabadantidaksakit
Kiri : tidakterabadantidaksakit

E. PEMERIKSAAN INTRA ORAL


Debris : ada di regioa, b, c, d, e, f
Plak : ada di regioa, b, c, d, e, f
Kalkulus : ada di regio a, c, d, e, f
Perdarahanpapila interdental : ada di regio a, c, d, e, f
Gingiva : Terdapat eritema pada marginal gingiva
regio a, c, d, e, f
Mukosa : Sehat
Palatum : T.A.K
Lidah : Terdapat lesi berupa lapisan plak berwarna
putih kekuningan yang tersebar merata di
sepanjang dorsum lidah, dapat dikerok
dengan menggunakan kassa, setelah
dikerok terasa perih dan meninggalkan
dasar kemerahan.
Dasarmulut : T.A.K
Hubunganrahang : Orthognathi
Kelainangigi : Tidak ada
Lain-lain : Pasien kesulitan dalam membuk mulut,
otot-otot pada sekitar leher dan rahang
terasa kaku dan tegang pada saat dilakukan
perabaan.

Pemeriksaan Gigi Geligi

 Lesi D6 gigi 22, 23


 Sisa akar gigi 13, 15, 16, 24, 25, 26, 35, 36, 44

F. DIAGNOSA SEMENTARA
Diagnosa sementara : Kandidiasis Pseudomembran Akut
Diagnosa banding : Coated tongue

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Padakasusinipemeriksaanpenunjang yang
dilakukanadalahpemeriksaan mikrobiologi. Hasil pemeriksaan menyatakan
bahwa tampak hasilmikroskopis KOH yeast cell (+)
danhasilbiakancandida albicans.

H. TINJAUAN PUSTAKA
Kandidiasis oral ataudikenal juga denganthrush
adalahinfeksioportunistikumumpadaronggamulut yang
disebabkanolehpertumbuhanyang berlebihandarispesies Candida albicans.
Candida albicans merupakan flora normal rongga mulut, saluran
pencernaan, dan vagina. Jamur ini dapat berubah menjadi patogen jika
terjadi perubahan dalam diri penjamu. Perubahan yang terjadi pada
penjamu tersebut dapat bersifat lokal maupun sistemik.1,2
Candida albicans adalah spesies yang paling umum terdapat pada
oral candidiasis, meskipun ada spesies lain seperti; Candida tropicalis,
Candida glabrata, Candida parapsilosis, Candida krusei yang juga dapat
menyebabkan infeksi.2 Pertumbuhan berlebih dari candida ditambah oleh
faktor biologis lainnya, seperti adhesi sel epitel. Adhesi merupakan proses
melekatnya candida ke sel epitel. Mikroorganisme harus melekat pada
permukaan epitel untuk dapat menginvasi lapisan mukosa. Penetrasi ragi
pada sel epitel difasilitasi produk lipase dan menetap dalam epitel.1,3
Blastospora berkembang menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa
semu tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat
terjadi. Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur tersebut merusak
jaringan serta invasi ke dalam jaringan. Enzim-enzim yang berperan
sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase,
lipase dan fosfolipase.1,3,4

Adapun faktor resiko yang mempengaruhi dari infeksi dari


kandidiasis oral yaitu:2
1. Faktor Patogen
Jamur kandida mampu melakukan metabolisme glukosa dalam kondisi
aerobik maupun anaerobik. Selain itu jamur kandida mempunyai
faktor-faktor yang mempengaruhi adhesi terhadap dinding sel epitel
seperti mannose, reseptor C3d, mannoprotein dan Saccharin. Sifat
hidrofobik dari jamur dan juga kemampuan adhesi dengan fibronektin
host juga berperan penting terhadap inisial dari infeksi ini.
2. Faktor Host
a. Faktor lokal
Fungsi kelenjar saliva yang terganggu dapat menjadi predisposisi
dari kandidiasis oral. Sekresi saliva menyebabkan lemahnya dan
mengbersihkan berbagai organisme dari mukosa. Pada saliva
terdapat berbagai protein-protein antimikrobial seperti laktoferin,
sialoperoksidase, lisosim, dan antibodi antikandida yang spesifik.
Penggunaan obat-obatan seperti obat inhalasi steroid menunjukan
peningkatan resiko dari infeksi kandidiasis oral. Hal ini disebabkan
tersupresinya imunitas selular dan fagositosis. Penggunaan gigi
palsu merupakan faktor predisposisi infeksi kandidiasis oral.
Penggunaan ini menyebabkan terbentuknya lingkungan mikro yang
memudahkan berkembangnya jamur kandida dalam keadaan PH
rendah, oksigen rendah, dan lingkungan anaerob. Penggunaan ini
pula meningkatkan kemampuan adhesi dari jamur ini.
b. Faktor sistemik
Penggunaan obat-obatan seperti antibiotik spektrum luas dapat
mempengaruhi flora lokal oral sehingga menciptakan lingkungan
yang sesuai untuk jamur kandida berproliferasi. Penghentian obat-
obatan ini akan mengurangi dari infeksi jamur kandida. Obat-
obatan lain seperti agen antineoplastik yang bersifat imunosupresi
juga mempengaruhi dari perkembangan jamur kandida. Beberapa
faktor lain yang menjadi predisposisi dari infeki kandidiasis oral
adalah defisiensi imun, penyakit keganasan, kemoterapi, penyakit
endokrin, merokok, obat yang menekan sistem imun, defisiensi
hematinik, sindrom Cushing’s serta infeksi HIV.1

Klasifikasi Kandidiasis
Kandidiasis oral diklasifikasikansebagai berikut:1,2
1. Kandidiasis oral primer, terlokalisasihanyapadamukosa oral danjaringan
perioral.
Kandidiasis oral primer terbagimenjadi :
 Akut
 Pseudomembran
 Erythematous/atrofik
 Kronik
 Pseudomembran
 Erythematous
 Denture stomatitis
 Hiperplastik
 Candidiasis-associated lesion: Denture-induced stomatitis,
angular cheilitis, median rhomboid glossitis
2. Kandidiasis oral sekunder, bermanifestasi general yang
terdapatpadaronggamulutdanpadapermukaanmukusdankutan (systemic
mucocutaneous candida infection).
 Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
 Chronic Granulomatous Disease, dll.

 KandidiasisAkut
 KandidiasisPseudomembranAkut
KandidiasisPseudomembranAkutmerupakan kandidiasi oral primer
dan dikenaldenganistilahthrush. Infeksi dominan mempengaruhi pasien
yang memakai antibiotik, obat imunosupresan, atau memiliki penyakit
yang menekan sistem kekebalan tubuh. Infeksi ini tampak khas melekat
1
pada membran terdiri dari organisme jamur dan debris. Lesi ini
ditandai dengan bercak putih yang menutupi membran mukosa dan
mudah diseka serta
meninggalkandasarkemerahanpadamukosa.4,5Penderitakandidiasisinida
patmengeluhkan rasa terbakarpada mukosa.5Bentuk kronis dari lesi ini
biasanya muncul pada pasien infeksi HIV, pengguna steroid inhalasi.1,4
Pada infeksi kronis sering ditemukan kemerahan dengan perdarahan
pintpoin di bawah membran mukosa.4
 KandidiasisEritematous
Erythematous candidiasis dikenal juga denganistilahatrophic oral
candidiasis. Permukaan eritematous tidak hanya menunjukkan atrofi
tetapi permukaan yang atrofi juga mengalamipeningkatanvaskularisasi.
Lesi ini menunjukkan kemerahan pada membran mukosa dengan batas
yang difus disertai gejala seperti terbakar dan sensasi
menyengat.1,4Infeksiinibiasanyaditemukanpadapalatumdan dorsum
lidahpasien yang menjalaniterapikortikosteroidinhalasi dan pengguna
antibiotik.1,4 Faktor
predisposisilainnyasepertimerokokdanpemakaianantibiotikspektrumluas
. Bentukakutdankronisdarikandidainimemilikigambaranklinis yang
sama.1

 Kandidiasiskronik
 Kandidiasisatrofikkronik
Dikenal juga dengan istilahdenture stomatitis. kandidiasis oral
atrofik kronis biasanya terletak di mukosa palatal. karena penggunaan
protesa yang tidak beradaptasi dengan baik dan kurang menjaga
kebersihan gigi tiruannya. Terdiri dari 3 tipe: Tipe I yaitu eritematosa kecil
karena trauma oleh gigi tiruan, tipe II mempengaruhi bagian yang lebih
besar yaitu gigi tiruan yang menutupi mukosa dan tipe III yaitu mukosa
granular di bagian tengah palatum.1

 Kandidiasishiperplastikkronik
Kandidiasi ini ditandai dengan bintik-bintik putih yang tidak dapat
dikerok, terjadi terutama di sudut-sudut mulut dan permukaan dorsal lidah.
Lesi ini mirip dengan leukoplakia.1

 Median rhomboid glossitis


Median rhomboid glossitis adalahlesipada medial dorsum lidah,
tepatnyaterletakpadaduapertiga anterior dansepertiga posterior lidah,
Gejalapenyakitiniasimptomatis. Merupakan bentuk lain dari atrofik
kandidiasis yang tampak sebagai lesi eritematosa pada bagian tengah
permukaan dorsal lidah.Terdapatatrofi papilla folliata. Median rhomboid
ini asimtomatik.1

 Cheilitisangularis
MerupakaninfeksispesiesjamurCandidapadasudutmulut, dapat
bilateral maupun unilateral. JamurCandida iniberasaldari saliva yang
mengendapdisudutmulut. Sudutmulut yang
terkenainfeksidapatmerahdanpecah-pecah,
danterasasakitbilamembukamulut.
Cheilitisangilarisinidapatterjadipadapenderitadengandefisiensi vitamin
B12 dan anemia defisiensibesi, selainitudapatterjadipada orang yang
telahkehilangangigidimanakehilangandimensivertikalrahang.5,7

TETANUS

Tetanus adalah suatu penyakit yang mengenai sitem saraf yang disebabkan
oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridiumtetani. Tetanus ini biasanya
akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin.
Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani.8,9
Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob berbentuk batang
gram positif. Clostridium tetani tersebar luas di lingkungan dan ditemukan pada
kotoran hewan seperti kuda, ayam, dan hewan lokal lainnya. Spora Clostridium
tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena
terpotong, tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus
Neonatorum).8,10
Pada jaringan yang terinfeksi, Clostridium tetani menghasilkan 2 jenis
toksin, yaitu tetanospamin dan tetanolisin. Tetanolisin memiliki kemampuan
merusak jaringan secara lokal dan memberikan kondisi yang baik untuk bakteri
berkembang, sedangkan tetanospamin bekerja pada ujung saraf otot dan sistem
saraf pusat yang dapat menyebabkan spasme otot dan kejang. Tetanospamin yang
terikat pada jaringan saraf sudah tidak dapat dinetralisasi lagi dengan antitoksin
tetanus.10

Gejala klinis tetanus


Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3
atau beberapa minggu).
Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:10,12
1. Tetanus lokal (Localited Tetanus)
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada
daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah
merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa
bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara
bertahap.Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam
bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian.

2. Cephalic Tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi
berkisar 1 –2 hari, yang berasal dari otitis media kronik, luka pada daerah muka
dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.

3.Generalized Tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi
yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-
diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai (50%), yang
disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot
leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala
lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka,
opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring
dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose
asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi fraktur dan pendarahan
didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa
mencapai 40ºC. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak
stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa
ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.

4. Neotal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C.tetani, yang masuk melalui tali pusat
sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses
pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah
terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan. Kebiasaan
menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak
steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.
Skoring tetanus berdasarkan klasifikasi Phillips :13
Ket : Phillips score <9, severitas ringan; 9-18, severitas sedang; dan >18, severitas
berat.
Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Ablett’s :13
1. Derajat I (ringan), Trismus ringan sampai sedang, kekakuan umum, spasme
tidak ada, disfagia tidak ada atau ringan, tidak ada gangguan respirasi.
2. Derajat II (sedang), Trismus sedang dan kekakuan jelas, spasme hanya
sebentar, takipneu dan disfagia ringan
3. Derajat III (berat), Trismus berat, otot spastis, spasme spontan, takipneu,
apnoeic spell, disfagia berat, takikardia dan peningkatan aktivitas sistem
otonomi.
4. Derajat IV (sangat berat), Derajat III disertai gangguan otonomik yang berat
meliputi sistem kardiovaskuler, yaitu hipertensi berat dan takikardi atau
hipotensi dan bradikardi, hipertensi berat atau hipotensi berat. Hipotensi tidak
berhubungan dengan sepsis, hipovolemia atau penyebab iatrogenik.

Patofisiologi Tetanus ke oral candidiasis

Pada pasien yang menderita tetanus, tetanospasmin yang dihasilkan oleh


Clostridium tetani merupakan toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada
beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :8,9,10
a) Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara
menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b) Kharekteristik spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu
fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c) Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh
cerebral ganglioside.
d) Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System
(ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti
takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine.
Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi
fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan
menginhibisi terhadap batang otak.
Timbulnyakegagalanmekanismeinhibisi yang normal, yang
menyebabkanmeningkatnyaaktifitasdari neuron yang
mensyarafiototmasettersehinggaterjadi trismus atau lockjaw. Otot
masetteradalahotot yang paling sensitifterhadaptoksin tetanus tersebut. Stimuli
terhadapafferentidakhanyamenimbulkankontraksi yang kuat, tetapi juga
dihilangkannyakontraksiagonisdanantagonissehinggatimbulspasmeotot yang
khas,10
Kelenjar saliva terutama dikontrol oleh sinyal saraf simpatis dan
parasimpatis. Terganggu inervasi kalenjar saliva, menyebabkan perubahan sekresi
saliva dan membuat laju aliran saliva dan jumlah saliva berkurang menyebabkan
permukaan mukosa kering dan mendukung lingkungan yang cocok untuk
pertumbuhan organisme jamur.8 Penggunaan antibiotik jangka panjang juga
mempengaruhi terjadinya oral candidiasis. Pada penyakit tetanus, antibiotik
diberikan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Clostridium
tetani. Antibiotik yang diberikan yaitu metronidazole atau penisilin.11Penggunaan
antibiotik jangka panjang dapat memberikan keadaan yang menguntungkan bagi
perkembangan candica karena bakteri yang dapat menekan pertumbungan
berlebih candida berkurang atau hilang. Selain itu, trismus yang terjadi pada
pasien tetanus dapat menyebabkan sulitnya pasien membersihkan rongga mulut.

Perawatan untuk infeksi kandida adalah antifungal. Antifungal yang paling


umum digunakan adalah golongan polien atau azole. Polien seperti nistatin dan
amphoterisin B yang biasanya menjadi pilihan perawatan kandidiasis oral primer.
Polien tidak diserap saluran pencernaan dan tidak menunjukkan resisten. Obat
antifungal golongan ini akan berikatan dengan ergosterol yang penting untuk
integitas membran sel jamur. Ikatan ini akan menyebabkan membran sel bocor
sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan kerusakan
yang tetap pada sel jamur.1
Perawatan kandidiasis oral meliputi:
1. Menjaga kebersihan rongga mulut
2. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi sehingga infeksi
jamur dapat dikurangi.
3. Pemberianobat antifungal secaratopikal (lokal) maupunsistemik
 Pengobatantopikal (lokal)
diberikanpadatempatinfeksi.Yangtermasukpengobatantopikalseperti:
a. Nistatin (Oral suspension dan pastille)
b. Clotrimazole (Oral troches)
c. Miconazole (geldancream)
d. Ampotericin B (oral suspensiondanlozenge)
 Pengobatansistemikdiberikanjikapengobatanlokaltidakberhasilatauji
kainfeksimenyebarpadatenggorokanataubagiantubuh yang lain. Yang
termasukpengobatansistemikseperti:
a. Ketokonazol bersifat fungistatik. Ketokonazol menimbulkan respon
terapeutik yang jelas pada beberapa penderita infeksi candida
sistemik, terutama pada kandidiasis mukokutan. Dapat diberikan
dengan dosis 200 mg perhari selama 10 sampai 2 minggu pada pagi
hari setelah makan.
b. Fluconazole. Mengobati kandidiasi orofaring dan esophagus dengan
dosis 100 mg per hari selama 1-2 minggu.

I. DIAGNOSA
Dari anamnesa, pemeriksaanklinis, dan pemeriksaan penunjang
kelainaninididiagnosasebagaikandidiasispsedomembranakut.
J. RENCANA PERAWATAN

FASE I (Etiotropik)

 Kontrolplak, DHE Edukasi, Motivasi, Instruksi)

 Scalling

 Pemberian obat anti fungal (Satu botol 12 ml candistatin oral drops


dengan anjuran pakai 4 kali sehari 1 ml diaplikasikan pada dorsum lidah
pasien).

FASE II (Bedah)

Ekstraksisisaakargigi16, 15, 13, 24,


25, 26

FASE III (Restorasi)

 Perawatan saluran akar gigi 22 dan 23

 Pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan

FASE IV (Maintenance)

 Kontrol Tetanus
 KontrolPlak (Edukasi,
Motivasi, Instruksi)
 Kontroloral candidiasis
 Kontrol GTSL
K. PEMBAHASAN
Pada kasus ini, jenis kandidiasis yang dialami pasien adalah kandidiasis
pseudomembran akut. Faktor lokalmunculnyalesiinikarenakurangnya
perhatian dalam membersihkan rongga mulut terutamalidah. Faktor sistemik
lesi ini adalah penyakit tetanus yang diderita oleh pasien.
Pasienmenjalanirawatinap di RumahSakitMohammad Husein sejak
tanggal 10 April 2016dengandiagnosaTetanus.Pasien mengalami keram dan
kaku pada tubuhnya setelah seminggu sebelumnya mengalami luka tusuk
pada kakinya pada saat bekerja. Pada pasien tampak trismus sedang dan
kekakuan jelas, spasme otot, takipneu dan disfagia ringan. Setelah menerima
perawatan selama 1 minggu di rumah sakit, istri pasien menemukan adanya
lapisan putih kekuningan pada dasar lidah pasien. Menurut keterangan istri
pasien, lapisan putih tersebut telah dicoba untuk diseka dengan kain tetapi
sulit lepas. Kemudian keadaan sulit membuka mulut (trismus) pasien
mempersulit istri pasien untuk membersihkan lidah pasien. Keadaan trismus
memperparah keadaan di dalam rongga mulutyang dapat meningkatkan
pertumbuhan dari kandidiasis. Selain itu pasien juga harus mengonsumsi
antibiotik yang berfungsi untuk menetralisis bakteri yang menghasilkan
toksin dimana bakteri yang dapat menekan pertumbuhan berlebih dari
candida menjadi sedikit atau hilang.
Perawatan pada pasien ini adalah
menghilangkanataumengontrolfaktorpredisposisikandidiasis, yaitu pemberian
obat anti fungal. Obat anti fungal yang diberikan adalah satu botol 12 ml
kandistatin oral drops dengan anjuran pemakaian 4 kali sehari 1 ml
diaplikasikan pada dorsum lidah pasien selama 14 hari. Komposisi satu botol
12 ml kandistatin oral drops yaitu tiap mililiter (ml) mengandung nystatin
100.000 IU.
Pasiendiintruksikanuntukmelakukankontrol. Padakontrolpertama,
hasilpemeriksaansubjektifyaitu rasa sakit yang dirasakanolehpasienberkurang,
hasilpemeriksaanobjektifyaitulapisanputihkekuninganpada dorsum
lidahpasienberkurang. Pasiendiintruksikanmelanjutkanpemakaianobat anti
jamurdanmenjagaoral hygiene.
Padakontrolkedua,
hasilpemeriksaansubjektifyaitutidakadakeluhandandarihasilpemeriksaanobjekt
ifyaitulapisanputihkekuninganpada dorsum lidahmasih ada tetapi tampak lebih
tipis dari sebelumnya. Pasiendiintruksikanuntuktetapmenjagaoral hygiene dan
tetap melanjutkan pemakaian obat tetes.

Fotoawal Fotokontrol 1

Foto kontrol 2

L. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaanklinissertapemeriksaanpenunjangmaka diagnosis
lesipadalidahpasienyaitukandidiasispseudomembranakut.
Pasienmemilikiriwayatpenyakittetanus yang disebabkan
.Hasilpemeriksaanmikrobiologimenunjukkanhasilmikroskopisyaitu KOH:
yeast cell (+) danhasilbiakanyaituCandida albicans.
Perawatan yang dilakukan pada pasien ini adalah
menghilangkanataumengontrolfaktorpredisposisikandidiasis, pemberian obat
anti fungal, serta kontrol beberapa minggu kemudian. Obat anti fungal yang
diberikan pada pasien ini adalah satu botol 12 ml kandistatin oral drops
dengan anjuran pemakaian 4 kali sehari 1 ml diaplikasikan pada dorsum lidah
pasien. Komposisi satu botol 12 ml kandistatin oral drops yaitu tiap mililiter
(ml) mengandung nystatin 100.000 IU.
DAFTAR PUSTAKA

1. Glick, Michael. Burket’s Oral Medicine, 12th edition. USA: People’s


Medical Publishing House; 2015:93(8):567-78.
2. Hakim L, Ramadhian R, Kandidiasis Oral. J.of Unila. 2015;4(8)
3. Silverman, S.L, L Boy Eversole, Edmon L.T.Essentials of Oral
Medicine.London: BC Decker Inc; 2002: 93-5.
4. Pedersen, Anne M.L. Oral Infections and General Health. Denmark:
Springer;2016:65-70.
5. Waal, Isaac van der. Atlas of Oral Diseases. Amsterdam: Springer;
2016:23-4
6. Ghom, Anil Govindrao. Texbook of Oral Medicine, 2th edition. India:
Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2010:901-3
7. Lewis, Michael A.O, Richard C. K Jordan. 2012. A Colour Handbook
of Oral Medicine, 2th edition London: Manson Publishing.
8. Hallit R, Afridi M, Sison R, Salem E, Boghossian J, Slim J.
Clostridium tetani Bacteraemia. Journal of Medical Microbiology.
2013; 62:155-56.
9. Chordhury R, Mukherjee A, Lahiri S. A study on the knowledge of
tetanus immunization among interness in a goverment medical college
of Kolkata. National Journal of Community Medicine. 2011;2(3):432-
39.
10. Cook T, Protheroe R, Handel J. Tetanus : a review of the literature.
British Journal of Anaesthesia. 2001;87(3):477-87.
11. Hassel B. Tetanus: Pathophysiology, Treatment, and the possibility of
using botilinum toxin against tetanus-induced rigidity and spams.
Toxins. 2013;5:73-83.
12. Ritarwan K. Tetanus. copyright©2004 Digitized by USU digital
library.
13. Laksmi NKS. Penatalaksanaan tetanus. CDK-222. 2014;41(11):823-
27.
SMOKER’S MELANOSIS

Anda mungkin juga menyukai