Disusun Oleh:
NIM : 2018-16-077
Pembimbing :
JAKARTA
2019
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Denture induced stomatitis (DIS) adalah salah satu kelainan oral paling umum pada
pengguna gigi tiruan.1,2 Proses inflamasi kronis pada membran mukosa penyangga yang
tertutup oleh permukaan anatomis gigi tiruan sebagian maupun lengkap, bukan merupakan
lesi prekanker dengan gambaran kemerahan, edema dan biasanya tidak sakit.2,3,4 Beberapa
istilah lain yakni, stomatitis prostetica, chronic atrophic candidiasis, denture sore mouth.5
Insiden DIS sering terjadi pada daerah palatum di bawah gigi tiruan rahang atas dan jarang
terjadi pada rahang bawah.4 Penelitian epidemiologi menunjukkan, prevalensi DIS berkisar
Pada DIS Newton tipe I, trauma dianggap penyebab inflamasi fokal. Gigi tiruan
inadekuat (ill fitting), menyebabkan trauma pada mukosa mulut (adaptasi jaringan buruk,
clenching atau inter-ridge space inadekuat). Tekanan mekanis dapat menginduksi peradangan
mukosa dan resorpsi tulang. Sedangkan DIS Newton tipe II dan III, denture bearing mucosa
Kolonisasi kandida, umumnya karena oral hygiene yang buruk dan pemakaian gigi
tiruan terus menerus. Gigi tiruan sebagai media akumulasi sel-sel epitel yang terkelupas dan
melindungi mikroorganisme dari pengaruh fisik seperti aliran saliva. DIS bisa terkait dengan
infeksi oportunistik yang disebabkan yeast komensal dan hifa dari genus kandida, terutama C.
albicans tipe klonal. Virulen ini bersifat invasif, mengikat epitel dan mengganggu integritas
epitel.3,8
Faktor predisposisi seperti (1) reaksi alergi terhadap bahan dasar gigi tiruan, (2)
perubahan flora normal rongga mulut (pemakaian antibiotik spektrum luas, penggunaan obat
2
kumur berlebihan dan xerostomia, pH saliva rendah, penurunan aktivitas enzim antimikroba
saliva), (3) konsumsi gula rutin, (4) iritasi lokal kronis (pemakaian gigi tiruan dan piranti
ortodontik), (5) kebersihan rongga mulut yang buruk, (6) kehamilan, (7) penurunan
kekebalan tubuh (AIDS, diabetes mellitus, kelainan hematologis, kemoterapi dan radiasi), (8)
Diagnosis tergantung pada temuan klinis, umumnya asimptomatik, namun dapat juga
disertai gejala halitosis, pruritus, rasa sakit dan terbakar (dysgeusia), eritema dan edema pada
mukosa palatal dan gingiva yang tertutup basis protesa. Secara klinis inflamasi memiliki
derajat dan klasifikasi yang berbeda-beda, klasifikasi Newton paling umum diterima.4,9
Hingga saat ini belum ditentukan perawatan terbaik, mengingat jumlah relaps yang
tinggi. Pemeriksaan penunjang diperlukan, apabila DIS disertai angular cheilitis atau lesi
sistemik lainnya, seperti blood picture, swab, smears, culture dan biopsi lesi.4,6 Sehingga
penatalaksanaan tepat dapat dilakukan. Makalah ini bertujuan untuk melaporkan suatu kasus
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian
DIS adalah perubahan patologis disertai inflamasi kronis bisa lokalis atau generalis,
edema, eritema, umumnya asimptomatik pada mukosa dan gingiva penyangga yang
berkontak dengan permukaan dalam gigi tiruan lepasan. Bukan merupakan lesi prekanker,
sering terjadi di mukosa denture-bearing palatal, dan jarang terlibat pada mukosa mandibula.
Hal ini juga berkaitan dengan pemakai alat ortodonti atau obturator pada cleft palate.2,6,7,10
terkait ketidakseimbangan terjadi antara host dan kandida.11 C. albicans lebih sering
Klasifikasi manifestasi klinis dari kandidiasis dalam rongga mulut menurut Holmstrup
dkk dibagi menjadi dua yaitu kandidiasis oral primer, hanya ditemukan pada jaringan oral
dan perioral. (1) tipe akut: pseudomembran dan eritematosa. (2) tipe kronis: pseudomembran,
eritematosa, plak, nodul. (3) lesi terkait kandida: angular keilitis, DIS, median rhomboid
glossitis. Kandidiasis oral sekunder, bermanifestasi menyeluruh (umum) baik pada rongga
mulut dan mukosa lain serta permukaan kutan (infeksi kandida mukokutan sistemik). Hal ini
disebabkan oleh kondisi langka (kecuali pada penderita infeksi HIV seperti thymic aplasia
Prevalensi
Merupakan lesi umum pada pemakai gigi tiruan, dua pertiga atau lebih individu
pemakai gigi tiruan penuh lepasan dapat menderita DIS.1,3 Beberapa penelitian melaporkan,
60%-70% merupakan penderita geriatrik berusia lebih dari 60 tahun. Lebih banyak
4
ditemukan pada wanita usia paruh baya atau lebih tua.2,3 Terbukti dalam penelitian Karine
dkk, frekuensi DIS lebih tinggi pada kelompok usia antara 41-60 tahun, dan prevalensi
wanita 84-86%. DIS dialami kelompok ras manapun di seluruh dunia, selaras dengan
penelitian Sandra dkk, bahwa tidak ada perbedaan bermakna prevalensi DIS antara kelompok
Etiopatogenesis
DIS jarang terjadi tanpa setidaknya satu faktor predisposisi yang dapat menurunkan
resistensi pasien. Faktor perilaku dan cara pemakaian gigi tiruan adalah faktor paling
bermakna. Cawson, menyimpulkan bahwa trauma dan infeksi kandida adalah penyebab
signifikan DIS. C.albicans adalah mikroorganisme komensal, dan hingga 67% individu
membawa organisme ini tanpa bukti klinis infeksi.1,2,3 Faktor lokal dan sistemik dapat
menentukan transformasi C.albicans dari komensal menjadi organisme patogen. Garis antara
statusnya sebagai yeast dan hifa sangat tipis dan ketika host menjadi immunocompromised,
kandida menjadi aktif dan mengeluarkan enzim hidrolitik seperti proteinase dan fosfolipase
yang membantu mencerna dinding sel host untuk suplai nutrisi dan invasi lanjut.4,5,9
Tingkat inflamasi berkaitan dengan adanya kolonisasi yeast di permukaan gigi tiruan.
Trauma telah terbukti berperan dalam perubahan membrane basement yang melibatkan
ekspresi kolagen tipe IV dan laminin (alpha 1), menyebabkan terjadinya DIS. Reaksi alergi
berupa mucositis kontak mungkin terkait dengan adanya monomer resin, hidrokuinon
peroksida, dimetil-p-toluidin, atau metakrilat dalam gigi tiruan. Sensitivitas kontak lebih
umum terjadi pada cold cured resin daripada bahan heat cured.3,13
Faktor lokal
lokalis terkait dengan DIS Newton tipe 1. Menurut Koteswara dkk, trauma
5
menyebabkan gambaran DIS secara terlokalisir. Sedangkan, bentuk generalis
permeabilitas epitel terhadap toksin dan zat terlarut yang diproduksi oleh yeast
kandida.3,5,9
2. Pemakaian gigi tiruan konstan, seperti kebiasaan memakai saat tidur di malam
hari dapat mempertahankan kondisi pH yang relatif anaerob dan rendah antara
kebersihan gigi tiruan yang buruk terkait dengan multiplikasi kolonisasi kandida
di mukosa mulut dan gigi tiruan, trauma mukosa, dan keparahan inflamasi di
antara 58 pasien DIS (usia ±57 tahun) yang telah memakai gigi tiruan penuh
Sebagian besar dialami lansia dan mungkin mengalami kesulitan dalam merawat
mencuci gigi tiruan dengan air saja tidak cukup untuk mencegah pembentukan
Gambar 1. Representasi skematis dari penampang biofilm pada permukaan gigi tiruan.3
4. Porositas resin atau gigi tiruan yang abrasif. Von Fraunhofer dan Loewy
unik untuk subjek sehat dan subjek dengan DIS, serta tiga spesies yeast kandida
dari tes swab. Song dkk mengkarakterisasi isolat yeast dari pasien DIS; C.
albicans adalah spesies dominan. C. albicans dapat tumbuh sebagai bentuk hifa
atau miselium. Bentuk hifa C. albicans lebih invasif di mukosa mulut karena
mampu beradapatasi dengan baik pada permukaan fisur gigi tiruan. Gigi tiruan
mikroorganisme dari pengaruh fisik seperti aliran saliva. Selain invasi kandida,
Prevotella-, dan Actinomyces-. Namun, tidak diketahui pasti peran bakteri dalam
patogenesis DIS.3,7,9
atau ketiadaan saliva pada individu dengan xerostomia, Sjögen syndrome, dan
bahwa 25 sampel penderita DIS pemakai gigi tiruan penuh, memiliki prevalensi
lebih tinggi sebagai hand carriage kandida. Oleh karena itu, pasien DIS dapat
membawa lebih banyak kandida di ujung jari mereka, sehingga berisiko kambuh
7
dengan inokulasi ulang ke protesa dari reservoir kandida di tangan, bahkan resiko
infeksi silang.14 Selain itu, faktor lokal juga dapat disebabkan karena konsumsi
Faktor Sistemik
Kondisi fisiologis karena lansia, masa bayi, dan kehamilan. Kondisi sistemik tertentu
seperti diabetes mellitus, defisiensi nutrisi (zat besi, folat, atau vitamin B12), hipotiroidisme,
imunosupresif iatrogenik, seperti kortikosteroid, juga dapat mempengaruhi host dengan DIS
terkait kandida.2,3,9 Infeksi jamur mempengaruhi mekanisme imun lokal dalam berbagai cara.
Respon imun mukosa terhadap patogen jamur berupa, neutrofil sebagai efektor mayor respon
bawaan dan sitokin yang dilepaskan dari sel epitel setelah deteksi patogen. Sel epitel juga
menghasilkan β-defensin 2 dan chemokine (C-C motif)ligand 20, yang mengatur sel dendritik.
Sel dendritik primer ke kelenjar getah bening lokal dan membawa antigen jamur ke sel T,
berdiferensiasi menjadi sel Th1, Th2, Th17 dan Treg. Sel Th17 dan Treg berperan penting
Diagnosis
Diagnosis ditetapkan dari anamnesis dan gambaran klinis. Secara umum terjadi
akumulasi biofilm plak dengan yeast dan bakteri pada permukaan gigi tiruan dan mukosa di
bawahnya. Dalam varietas papiler hiperplastik, kandida tidak menginvasi epitel. Faktor
etiologi lain, seperti iritasi mekanis atau reaksi alergi terhadap bahan dasar gigi tiruan
(meskipun jarang) perlu dikecualikan dalam kasus persisten.2 Pemeriksaan penunjang full
blood picture, pemeriksaan hematin, smears atau swab untuk hifa dan kultur jamur mungkin
diperlukan. Jika disertai keilitis angular, atau lesi sistemik lainnya, atau kecurigaan kondisi
8
Pemeriksaan mikologi, sampel bisa diperoleh dari mukosa penyangga maupun gigi
phosphatebuffered saline steril dan dibilas dengan vortex untuk membersihkan yeast sel dari
swab. Dari sampel yang diencerkan, 0,1 ml diinokulasi ke Saboraud Dextrose Agar (SDA)
ditambah dengan 1% kloramfenikol. Plat diinkubasi pada suhu 370 C hingga 7 hari.4,10,12,13
Ritchie dkk melaporkan, bahwa bakteri, leukosit, dan hifa yeast dapat ditemukan pada
semua pasien bahkan ketika kultur negatif. Pemeriksaan sitologi eksfoliatif mukosa untuk
mengetahui ada atau tidaknya infeksi C. albicans yang ditentukan oleh Periodic Acid-Schiff
(PAS) smears, menunjukkan jumlah sel yeast lebih tinggi pada pasien DIS, selaras juga
Gambar 2. PAS sitologi eksfoliatif. DIS hifa jamur; apusan sitologi oral dari mukosa palatal menunjukkan hifa
kandida. (40×).8
Tabel 1. Spesimen yang diperlukan untuk diagnosis laboratorium infeksi Candida Oral. + = berguna; ± = dapat
berguna; - = tidak cocok. Catatan: berkumur dengan 10 ml saline selama 1 menit, untuk evaluasi pembawa
kandida dalam satuan Colony forming units/ml (CFU/ml).
Pada DIS Newton tipe III, secara histologi nodula terdiri dari jaringan ikat fibrosa
yaitu serat-serat kolagen, ditutupi oleh epitel berlapis gepeng yang mengalami akantosis serta
adanya infiltrasi sel-sel inflamasi kronis.2,5 Manifestasi oral pada DIS memiliki gambaran
9
hampir sama dengan stomatitis kontak alergika, kandidiasis atropik akut (antibiotic sore
mouth), kandidiasis eritematus, stomatitis nikotin dan lesi traumatik yang merupakan
diagnosis bandingnya.1,4,6,7,13
Gambaran Klinis
Menurut klasifikasi Newton (1962), DIS terdiri dari 3 tipe yaitu: (1) Inflamasi eritema
terlokalisir atau hiperemia sebesar ujung jarum (pinpoint), umumnya di muara kelenjar liur
palatal. (2) Eritema difus generalis dan konfluen, disertai pengelupasan epitel penyangga gigi
tiruan dan edema, mengenai sebagian atau seluruh mukosa yang tertutup. (3) Granular atau
hiperplasia papiler, umumnya melibatkan sisi tengah palatum durum dan puncak alveolar
(Gambar 2).1,2,3,4,6,7,13
Gambar 2. Gambaran klinis DIS. (A) Tipe I DIS, ditandai oleh peradangan lokal dan atau hiperemia. (B) Tipe II
DIS, ditandai oleh eritema difus. (C) Tipe III DIS, ditandai oleh hiperplasia papiler. 1
kemerahan berbatas jelas dan edema dicakup oleh protesa, umumnya bisa terkait dengan
angular cheilitis. sering terjadi di mukosa denture-bearing palatal dan gingiva yang
berkontak dengan permukaan dalam gigi tiruan atas, jarang terlibat pada mukosa rahang
bawah. Kebanyakan kasus asimptomatik, dan sering ditemukan saat pemeriksaan mulut rutin.
Namun, beberapa kasus mukosa dapat disertai hemoragik, pruritus, rasa terbakar/panas,
papillomatosa “cobblestone”, granular atau terbentuk beberapa nodula. Erna dkk, melaporkan
10
kasus DIS Newton tipe III disertai pertumbuhan jaringan fibroma berbentuk nodula pada
mucobuccal fold oleh karena daerah tersebut sering berkontak dengan tepi sayap gigi tiruan
yang longgar.5
Penatalaksanaan
Perawatan untuk infeksi kandida salah satunya DIS, tidak akan selalu berhasil kecuali
oral hygiene, melepaskan gigi tiruan saat tidur di malam hari, instruksi menyikat gigi tiruan
dengan sabun cair antiseptik, dan disinfeksi rutin dengan merendam air hangat/larutan
selama ± 5 menit.2,4,7,11
Kebersihan gigi tiruan penting untuk menghilangkan sel epitel deskuamasi, yang
lingkungan mikroba yang terbentuk di bawah gigi tiruan. Porositas dalam gigi tiruan dapat
sehingga perlu direndam dalam larutan antimikroba. Klorheksidin dapat digunakan, namun
menyebabkan diskolorasi gigi tiruan dan menetralkan efek nistatin. Selain itu, penilaian
kecekatan gigi tiruan untuk menghilangkan trauma dan menganjurkan pembuatan gigi tiruan
jamur.2,4,7,9
Obat antijamur paling umum digunakan adalah kelompok poliena atau azoles. Poliena
seperti Nistatin dan Amfoterisin B umumnya pilihan utama dalam pengobatan kandidiasis
oral primer. poliena tidak diserap pada saluran pencernaan dan tidak menyebabkan resistensi.
11
Poliena bekerja melalui efek negatif dari produksi ergosterol, yang penting untuk
seminggu setelah gejala benar-benar hilang, sedangkan menurut Laskaris digunakan selama
dua minggu. Selain itu, pemberian secara simultan antara suspensi dan tablet memberikan
hasil yang lebih baik, dibandingkan monoterapi. Pemberian kombinasi Nistatin topikal
merupakan standar pengobatan topikal untuk oral kandidiasis, dengan menghambat ikatan
dan kolonisasi C albicans. Harga yang terjangkau merupakan kelebihan lain dari obat ini
dibandingkan dengan anti jamur lain. Amfoterisin B juga umum digunakan, karena rasa yang
Aplikasi langsung Miconazole gel 2% pada protesa agar obat lebih lama berkontak
dengan lesi, sehingga mempercepat proses penyembuhan. Dipakai dua atau tiga kali sehari
selama satu sampai dua minggu. Pemberian Ketoconazole tidak dianjurkan secara sistemik
karena efek samping, seperti penurunan nafsu makan, mual, muntah, kelelahan atau demam.
bahwa keduanya efektif, diketahui pemberian secara topikal memiliki efek samping yang
lebih ringan. Czerninski dkk membandingkan efektivitas dari Clotrimazole troches (5 troches
10mg/hari) dengan Clotrimazole varnish (50 mg/hari) diterapkan selama 14 hari. Setelah
analisis mikrobiologi hasil menunjukkan, bahwa tingkat kandida lebih rendah dalam saliva
pasien yang dirawat dengan varnish. Fluconazole dan Itraconazole tidak lebih efektif
daripada pengobatan topikal anti jamur lain, karena masih terjadinya kekambuhan empat
12
Penggunaan obat kumur klorheksidin glukonat dan Nistatin tidak dapat dilakukan
bersamaan, karena akan berakibat hilangnya kedua efektivitas obat.4,7 Pemakaian anti jamur
sistemik lebih tepat diberikan pada pasien dengan intoleransi dan sukar sembuh dengan terapi
topikal atau memiliki penyakit sistemik yang mempersulit penyembuhan.4 Pada kasus DIS
tipe III, hiperplastik relatif meninggalkan jaringan parut, sehingga perlu dilakukan eksisi
bedah. konstruksi atau relining gigi tiruan yang lama juga diperlukan untuk mencegah
kekambuhan.1,7,9
13
BAB 3
LAPORAN KASUS
Pasien wanita berusia 76 tahun, budaya Tionghoa, domisili Medan, berat/tinggi badan
81 kg/152 cm, tekanan darah 130/80 mmHg, 20 Maret 2019 datang ke klinik integrasi RSGM
UPDM (B). Keluhan utama, langit-langit di bawah gigi tiruan terasa tidak nyaman karena
panas, kadang disertai rasa gatal dan sedikit nyeri. Keluhan dirasa sejak 6 bulan ini. Pasien
jarang melepas gigi tiruan saat tidur malam, dan hanya membersihkan bagian luar gigi tiruan
(yang tidak menempel pada palatum dan gingiva). Gigi tiruan dibuat di tukang gigi dan sudah
dipakai selama ± 30 tahun. Pasien tidak melakukan pengobatan pada keluhan dan tidak
pernah ke dokter gigi. Pasien pernah di rawat inap, diketahui ada riwayat penyakit sistemik
yakni, diabetes melitus dan hipertensi terkontrol, tidak ada riwayat alergi terhadap obat
maupun makanan, tidak merokok dan minum alkohol. Keadaan umum pasien baik dan
Pada pemeriksaan klinis ekstraoral, kelenjar limfe servikal kanan kiri teraba, lunak,
dan tidak sakit, mata tampak pucat. Pada pemeriksaan intraoral, tampak inflamasi ringan
berupa garis putih difus, edema, licin, berbatas jelas di mukosa palatum durum regio 16-26,
jaringan sekitar lesi merah pucat, bentuk lesi mengikuti landasan anatomi gigi tiruan.
Inflamasi eritema terlokalisir atau hiperemia sebesar ujung jarum (pinpoint) di mukosa
palatum regio 23,24,27 dan mukosa gingiva labial regio 13,12,32,42. Tampak fisur pada
dorsal lidah dan varikositas pada lateral posterior dan dasar lidah. OH buruk karena terdapat
kalkulus di RA RB, gangren pulpa gigi 23,27 dan gangren radiks 43.
14
Gambar 3. Foto ekstraoral pandangan frontal dan profil
Gambar 4. Bagian permukaan dalam gigi tiruan lepasan yang menempel pada mukosa tampak debris.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis, diagnosis pada pasien ini diduga
adalah Denture Induced Stomatitis (DIS) Newton tipe I. Tindakan perawatan yang dilakukan
adalah mengedukasi pasien mengenai sariawan langit-langit yang diderita dan penyebabnya
dapat dikaitkan dengan iritasi kronis dari gigi tiruan yang inadekuat (ill-fitting), kebiasaan
memakai gigi tiruan lepasan semalaman, OH buruk, dan penyakit sistemik diabetes melitus.
Pasien tidak dianjurkan untuk swab test, karena pemeriksaan klinis tidak ditemukan plak
putih. Pasien mendapat terapi obat kumur klorheksidin glukonat 0,2% dikumur 3x10 ml
selama sehari, mengganti pasta gigi dengan paradontax, kemudian dilakukan pengurangan
landasan gigi tiruan 1–2mm dari batas pinggiran lesi. Pasien diberikan instruksi untuk
melepas gigi tiruan saat tidur malam hari, menyikat gigi tiruan dengan sabun cair antiseptik
15
dan merendamnya dengan klorheksidin. Pasien dianjurkan scaling, ekstraksi gigi 17,23,27
dan 43 sisa akar, pembuatan gigi tiruan baru, dan konsumsi makanan rendah karbohidrat
yang terfermentasi. Pasien diminta untuk kontrol dalam waktu satu minggu kemudian.
Gambar 5. Tampak garis putih difus, edema, licin, berbatas jelas di mukosa palatum regio 16-26, jaringan
sekitar lesi merah pucat, petekie di mukosa palatum regio 23,24,27 dan mukosa gingiva labial regio 13,12,32,42
Kunjungan selanjutnya di hari ke-10, pasien tidak dapat kontrol tepat waktu karena
pergi ke luar kota. Pasien menjelaskan saat memakai gigi tiruan, sudah tidak terasa panas dan
sakit pada gusi dan langit-langit mulut. Obat kumur dikumur 3 x 1 sehari. Gigi tiruan sudah
dilepas setiap tidur di malam hari, dibersihkan dengan sabun mandi tiap kali menyikat gigi
dan merendamnya dengan klorheksidin glukonat 0.2%. Pasien sudah melakukan scaling 2
minggu lalu. Obat kumur telah habis digunakan, maka kembali diberikan resep yang sama.
Pasien membawa hasil pemeriksaan lab hematologi DPL lengkap, menunjukkan tidak
anemia, namun diketahui sel batang rendah (0%) dan LED tinggi (42 mm/jam).
Gambar 6. hasil pemeriksaan lab hematologi DPL lengkap, menunjukkan sel batang rendah (0%) dan
16
Pemeriksaan ekstraoral tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan intraoral garis putih
diffuse pada palatum tampak berkurang. Jaringan sekitar lesi tidak lagi kemerahan, pin point
eritema menghilang di regio 23-27 dan gingiva labial regio 13-12 (Gambar ). Pada kunjungan
ini dilakukan kembali pengurangan landasan 1-2 mm, pasien tetap dianjurkan memakai obat
kumur sesuai yang diinstruksikan, menjaga kebersihan gigi tiruan dan melepasnya saat tidur
di malam hari. Pasien kembali diingatkan agar membuat gigi tiruan baru segera, konsumsi
Gambar 7. Kunjungan sebelum dan sesudah penatalaksanaan. Mukosa palatum di bawah gigi tiruan tampak
berwarna normal dan tidak disertai keluhan lagi
17
BAB 4
PEMBAHASAN
DIS merupakan inflamasi kronis pada mukosa mulut yang berkontak dengan landasan
anatomi gigi tiruan sebagian lepasan atau lengkap, umumnya di palatum dan jarang pada
mandibula.1,2,4 Gambaran klinis, umumnya berupa makula eritema lokal, granular atau
gigi tiruan, 60-70% merupakan penderita geriatrik berusia lebih dari 60 tahun. Lebih banyak
mikroorganisme. Hal ini disebabkan karena oksigen, pH rendah, dan kondisi anaerob serta
faktor predisposisi adanya kebersihan mulut yang buruk dan pemakaian gigi tiruan saat tidur
di malam hari. Faktor-faktor tersebut dapat melindungi mikroorganisme dari pengaruh fisik
seperti aliran saliva yang tidak dapat mencapai permukaan mukosa (sIgA, albumin, amylase,
lysozyme, high molecular weight mucin (MGI)). Permukaan gigi tiruan menjadi bersifat
Hasil anamnesis dan pemeriksaan klinis pada kasus ini, diagnosisnya adalah DIS
Newton tipe I.4,5 Manifestasi inflamasi berupa kemerahan, memiliki gambaran yang hampir
sama dengan stomatitis kontak alergika dan lesi traumatik, yang merupakan diagnosis
bandingnya.4 Keluhan utama pasien baru terjadi 6 bulan ini dan bukan saat awal pemakaian
gigi tiruan, yang membuktikan pasien tidak mengalami reaksi kontak alergi. Pemeriksaan
intraoral yang khas, berupa gambaran inflamasi eritema terlokalisir, hiperemia sebesar ujung
jarum (pinpoint), disertai keluhan langit-langit di bawah gigi tiruan terasa tidak nyaman
karena panas, kadang disertai rasa gatal dan sedikit nyeri, pasien sudah memakai gigi tiruan
18
Faktor perilaku dan cara pemakaian gigi tiruan adalah faktor paling bermakna,
penyebab terjadinya DIS.1,7,10 Gigi tiruan inadekuat menimbulkan trauma lokalis terkait
dengan DIS Newton tipe I.4,5 Trauma adalah bentuk cedera atau kerusakan yang disebabkan
oleh mekanis, termal dan kimia pada jaringan mukosa mulut yang dapat menyebabkan
inflamasi. Gigi tiruan yang tidak stabil (ill-fitting) atau sayap landasan yang terlalu panjang
dan adanya sel-sel inflamasi kronis yang akan melepaskan local growth factor yang lebih
meningkat. Peranan local growth factor untuk mengirimkan signal ke sel fibroblas sehingga
sel tersebut berproliferasi dan menghasilkan serat-serat kolagen, pada kasus parah dapat
bermanifestasi sebagai jaringan hiperplastik reaktif atau DIS Newton tipe III. Pada kondisi
normal, sel fibroblas merupakan komponen dari lamina propria yang berfungsi menjaga
integritas jaringan konektif dengan cara menghasilkan serat kolagen yang memiliki tingkat
Retensi, stabilitas gigi tiruan dan freeway space yang inadekuat, dapat meningkatkan
beban pada denture bearing area sehingga timbul rasa panas (burning mouth syndrome)
seperti yang dirasakan penderita tersebut. Pentingnya melepas gigi tiruan di malam hari agar
menghilangkan gejala. Xerostomia oleh karena aliran saliva yang rendah dapat memicu
infeksi kandida. Selain itu, lubrikasi yang buruk menyebabkan lengketnya lidah, bukal, dan
palatum, terkadang menimbulkan sensasi panas. Beberapa kasus juga bisa karena reaksi
tersebut, dicurigai C. albicans ditemukan pada permukaan anatomis, terutama daerah porus
dan undercut. Kandida merupakan jamur oportunis patogen, menyebabkan penyakit yang
19
disebut kandidiasis. Faktor patogenitas, yakni kemampuan untuk melekat pada mukosa mulut
karena pada permukaan sel terdapat adesin, dapat menghasilkan enzim seperti proteinase dan
sehingga membentuk koloni kemudian merusak epitel dan ahirnya jamur tersebut menginvasi
epitel mukosa mulut. Selanjutnya, C.albicans berubah bentuk menjadi hifa yang bersifat lebih
patogen. Beberapa bakteri telah diketahui berperan sebagai etiologi DIS, antara lain
kasus, diketahui hasil laboratorium darah rutin, laju endapan darah (LED) pasien tinggi. Pada
infeksi akut, kronis, inflamasi, keganasan dan nekrosis atau infark jaringan, akan terjadi
peningkatan protein plasma yang menyebabkan sel darah merah memiliki kecenderungan
menempel satu sama lain. Hal ini akan meningkatkan berat sel darah merah dan lebih cepat
mengendap sehingga nilai LED meningkat. Pada beberapa penyakit, LED dapat digunakan
Kondisi tersebut, umumnya mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh dan kualitas jaringan
epitel, karena gangguan produksi sitokin IL-1β dan TNF-α, kelainan fungsi fagositosis PMN
dan makrofag, penurunan jumlah aktivitas sel T baik secara kuantitas maupun kualitas,
sehingga terjadi gangguan pengenalan terhadap Antigen. Selain itu, kondisi ini dapat
Terapi DIS tergantung pada faktor predisposisinya. Tahap pertama perawatan pada
kasus DIS yang terkait trauma adalah harus menghilangkan iritan, yaitu memperbaiki atau
mengganti gigi tiruan. Lesi biasanya akan sembuh tanpa tindakan bedah, hal ini tergantung
dari ukuran lesi tersebut. Pasien mendapat terapi obat kumur klorheksidin glukonat 0,2%
dikumur 3x10 ml selama sehari, mengganti pasta gigi dengan paradontax. Klorheksidin dapat
20
mulut. Pada kasus ini, pasien tidak dapat dibuatkan gigi tiruan baru karena pasien tidak ingin
dicabut giginya, sehingga dilakukan perbaikan gigi tiruan dengan cara landasan dikurangi
pengurangan garis putih difus dan eritema pada palatum. Pemeriksaan intraoral terdapat
Untuk menjaga kebersihan gigi tiruan, maka pasien dianjurkan melepas gigi tiruan
saat tidur di malam hari, serta menyikatnya dengan sabun mandi agar permukaan gigi tiruan
tidak porus dan merendam dengan klorheksidin glukonat 0.2%. Perendaman gigi tiruan tidak
boleh terlalu lama, karena dapat menyebabkan perubahan warna. Perlunya dilakukan
menempel pada permukaan gigi tiruan yang tidak rata dan cenderung porus. Selain itu
dilakukan pelepasan gigi tiruan pada saat tidur malam hari bermanfaat untuk meningkatkan
Kunjungan berikutnya, scaling sudah dilakukan satu minggu lalu. Lesi tampak
membaik. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa, jika faktor iritasi dihilangkan maka local
growth factor akan berkurang, sehingga diharapkan lesi juga dapat berkurang. Munculnya
lesi pada kasus ini, diduga juga dipicu adanya faktor lokal kalkulus, sebab setelah dilakukan
scaling, manifestasi klinis inflamasi tampak berkurang. DIS sering mendapatkan infeksi dari
banyak mikroba terutama dari jamur yang sering ditemukan bersama dengan bakteri yang
berasal dari host. Hal ini dikarenakan adanya bakteri dari kalkulus dapat memodulasi kandida
landasan 1-2 mm di atas margin lesi untuk menghindarkan masih adanya iritasi pada saat
21
BAB 5
KESIMPULAN
Meskipun C. albicans dianggap sebagai penyebab utama dalam etiologi DIS, namun
tidak semua kasus DIS terkait kandida. Oleh karena itu, penting untuk tidak memberi
perawatan anti jamur tanpa pemeriksaan mikologi. Penatalaksanaan kasus DIS dengan cara
menghilangkan iritan, pemberian obat kumur klorheksidin glukonat dan diberikan instruksi
untuk melepas gigi tiruan saat tidur di malam hari serta senantiasa menjaga kebersihan gigi
tiruan, selain itu juga dilakukan scaling untuk meningkatkan oral hygiene dan menghilangkan
kalkulus yang diduga sebagai faktor lokal pencetus. Diketahui memberikan hasil efektif pada
pasien, terbukti dari perbaikan kondisi yang berarti. DIS umumnya asimptomatik; oleh
karena itu, perlunya kerjasama yang baik dengan pasien yang memakai gigi tiruan, karena
harus diperiksa secara berkala. Selain itu kerjasama antar bagian terkait agar dapat
22
DAFTAR PUSTAKA
23
24