Aspek etika keperawatan merupakan hal penting bagi perawat di pelayanan. Banyaknya kasus pelanggaran etik yang terjadi
di Indonesia seperti bayi melepuh karena ditinggal perawat, salah suntik, pasien jatuh, pembiaran pasien sehinga terlambat
mendapatkan penanganan merupakan hal-hal yang masih saja terjadi dalam perawatan pasien. Hal tersebut bisa saja terjadi
karena perawat kurang memperhatikan prinsip etika dalam asuhan keperawatan. Penelitian oleh Haddad dan Eiger (2018)
menunjukkan banyaknya keluhan pasien karena ketidak pedulian perawat. Etika keperawatan adalah pedoman bagi perawat
di dalam memberikan asuhan keperawatan agar segala tindakan yang diambilnya tetap memperhatikan kebaikan klien.
Etika keperawatan mengandung unsur-unsur pengorbanan, dedikasi, pengabdian, dan hubungan antara perawat dengan
klien, dokter, sejawat perawat, diri sendiri, keluarga klien, dan pengunjung.
Terdapat 7 prinsip etik keperawatan yaitu yaitu; otonomi (menghormati hak pasien), non malficience (tidak merugikan
pasien), beneficience (melakukan yang terbaik bagi pasien), justice (bersikap adil kepada semua pasien), veracity (jujur
kepada pasien dan keluarga), fidelity (selalu menepati janji kepada pasien dan keluarga), dan confidentiality (mampu
menjaga rahasia pasien). Etika keperawatan dan etika kesehatan sampai saat ini menjadi isu yang menarik untuk dibahas
karena setiap hari perawat berhadapan dengan masalah etik. Secara umum beberapa aspek prinsip etik yang sering dilanggar
secara tidak sadar oleh beberapa perawat adalah aspek otonomi, perawat terkadang tidak meminta persetujuan sebelum
melakukan tindakan karena dianggap pasien telah pasrah kepada petugas kesehatan terhadap kesembuhannya. Pada banyak
kasus terlihat bahwa pelayanan yang diberikan perawat tidak sesuai dengan kode etik keperawatan yang telah ditetapkan.
Perawat ingin dikatakan profesional tetapi dalam proses pelaksanaan masih belum sesuai dan melanggar dari kode etik yang
telah ditetapkan.
Dari hasil penelitian yang kami lakukan terkait survey penerapan prinsip etik bagi perawat didapatkan hasil paling banyak
adalah melakukan tindakan keperawatan tanpa informed consent dan bersikap kurang peduli dengan pasien. Informed
consent merupakan penyampaian informasi dari dokter atau perawat kepada pasien sebelum suatu tindakan medis dilakukan
dan ini merupakan prinsip otonomy pada pasien. Hal ini penting dilakukan karena setiap pasien berhak mengetahui risiko
dan manfaat dari tindakan medis yang akan dijalaninya. Selama ini memasang infus dianggap biasa dan merupakan
prosedur tetap bagi pasien untuk dipasang infus setiap ada yang masuk rumah sakit tanpa dijelaskan terlebih dahulu dan
bagi pasien pun ini sudah menjadi hal yang biasa. Padahal, saat akan memasang infus dibutuhkan penjelasan dan edukasi
kepada pasien dan keluarga.
Edukasi pada pasien merupakan salah satu penerapan prinsip etik beneficience pada pasien. Banyak ditemui kejadian saat
pasien masuk rumah sakit mereka tiba-tiba diminta tanda tangan di atas selembar kertas tanpa tahu apa isi kertas tersebut.
Berdasarkan wawancara dan observasi lembar tersebut ternyata adalah lembar edukasi kepada pasien. Jadi, banyak petugas
kesehatan melupakan pemberian edukasi padahal hal tersebut sangat penting bagi pasien dan keluarga. Rumah sakit tidak
bisa melihat karena evaluasi hanya dari dokumen yang lengkap dengan tanda tangan pasien dan keluarga.
Penerapan prinsip etik penting untuk dilakukan agar tidak menimbulkan kerugian bagi pasien. Kerugian tersebut dapat
menyebabkan injury atau bahaya fisik, bahaya emosional seperti perasaan ketidakpuasan, kecacatan bahkan kematian dan
akhirnya tujuan pelayanan yang berupa patient safety tidak akan pernah terwujud. Selain itu, akan menyebabkan
ketidakpuasan pasien yang akhirnya berdampak buruk pada citra perawat dan pendapatan rumah sakit, pasien merasa tidak
puas dengan pelayanan yang diberikan maka tidak akan berobat kembali ke tempat tersebut karena merasa sudah tidak puas
dengan pelayanan yang diberikan.
Dampak lain yang muncul pada perawat adalah perawat dipandang tidak sopan dan buruknya image perawat oleh pasien,
sehingga pasien kurang percaya dan meragukan keahlian perawat. Perawat yang mengetahui tentang prinsip etik dan
menerapkannya dalam pelayanan keperawatan kepada pasien akan menimbulkan kepuasan kepada pasien, mempertahankan
hubungan antar perawat, pasien dengan petugas kesehatan lainnya, sehingga klien merasa yakin terhadap pelayanan
kesehatan yang diberikan. Pasien merasa lebih aman dan merasa pelayanan kesehatan yang diberikan berkualitas.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang 24 jam berada di samping pasien dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan
seharusnya memberikan asuhan keperawatan dengan baik dan senantiasa menjunjung kode etik keperawatan serta
menerapkan prinsip-prinsip etik keperawatan selama memberikan pelayanan. Kode etik keperawatan merupakan salah satu
pegangan kita sebagai perawat untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman dan konflik yang terjadi. Penerapan etik
keperawatan memang tidak lepas dari pribadi perawat itu sendiri dan faktor lain yang bisa berpengaruh antara lain perilaku
caring dari seorang perawat. Caring adalah sikap peduli pada pasien dengan sepenuh hati ingin membantu pasien untuk
meningkatkan derajat kesehatan mereka. Dengan menerapkan perilaku caring diharapkan penerapan prinsip etik akan
meningkat dan perawat terhindar dari tindakan malpraktik.
Disusun Oleh
1. Pengertian
Ventilasi mekanik di definisikan sebagai alat bantu mekanis untuk membantu otot-otot bernafas dalam proses pernafasan dan
membantu meningkatkan pertukaran gas. (Michael J. Apostolakos, 2001)
Ventilasi mekanik adalah alat bantu nafas bertekanan positif atau negatif yang dapat mempertahankan ventilasi dan
pemberian oksigen dalam waktu yang lama. (Brunner & Suddarth, 2002)
Penggunaan ventilasi mekanik dibagi dalam dua cara yaitu dengan menggunakan tube/ selang dalam trakea untuk
menghantarkan proses ventilasi (invasive) dan dengan menggunakan mask/ sungkup muka secara non invasif.
Ventilator tekanan negatif merupakan Ventilator original. Prinsipnya adalah mengeluarkan dan mengganti gas dari
Chamber Ventilator. Ventilator ini tidak memerlukan konektor ke jalan nafas (ETT), karena ventilator ini membungkus
tubuh. Namun Ventilator jenis ini tidak dipakai lagi karena menimbulkan suara bising dan susah perawatan. Namun
Ventilator jenis ini yang fisiologis untuk manusia karena prinsipnya berdasarkan tekanan negatif seperti halnya nafas
spontan.
PPV memerlukan jalan nafas buatan (ETT, Trakeostomi), dengan prinsip menggunakan tekanan positif untuk mendorong
oksigen ke dalam paru-paru pasien. Inspirasi dapat dimulai oleh waktu atau di trigger oleh pasien sendiri.
a. Tujuan Fisiologis
b. Tujuan Klinis
Koreksi Hipoksemia (Meningkatkan PaO2, Saturasi >90%, atau PaO2 > 60 mmHg.
Untuk fasilitasi akibat pemberian sedasi yang dalam atau pelumpuh otot
Indikasi Intubasi
a. Kegagalan Oksigenisasi
Shunt intrapulmonal
V/Q mismatch
b. Kegagalan Ventilasi
Gangguan “Drive” nafas
Jika hanya gangguan pada jalan nafas atau seharusnya tanpa pemberian Ventilasi Mekanik, namun pada kenyataannya pasien
biasanya sudah jatuh dalam hipoksemia juga selain karena pemberian pelumpuh otot sehingga tidak menutup kemungkinan
untuk pemberian “Short Term Ventilation“.
4. Komplikasi
a. Gangguan Hemodinamik
Secara normal tekanan intra thorak berubah saat inspirasi dan eksperasi secara fluktuasi antara -3 s/d -5 cm H2O saat
inspirasi dan saat ekspirasi +3 s/d +5 cm H2O. Penggunaan tekanan positif dapat meningkatan rekanan dalam dada sehingga
dapat menahan venous return ke atrium dan terjadi penurunan curah jantung.
Barotrauma adalah terjadinya kerusakan pada sistem Pulmonal berhubungan dengan rupture dari pada Alveoler yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan pada jalan nafas atau overdistensi Pada alveoli. Udara masuk struktur interstitial
pulmonal dan terjadi pneumothorak, pneumamediastinim, emphysema subcutis. Volutrauma adalah kerusakan Alveoler
karena tekanan tinggi yang disebabkan kelebihan volume Ventilasi pada pasien ARDS (Acut Respiratory Distress Syndrom).
Komplikasi VAP sering terjadi dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas, pencegahannya ditujukan untuk
menghindari terjadinya kolonisasi dan aspirasi bakteri ke jalan nafas bagian bawah.
Hiponatremia kadang terjadi berhubungan dengan penggunaan Ventilasi Mekanik yang disebabkan penggunaan PEEP,
humidifikasi, cairan hipotonis dan diuretik yang meningkatkan antidiuretik hormon.
PELATIHAN KEPERAWATAN INTENSIF DASAR
1. KEGIATAN
A. WAKTU KEGIATAN
Waktu Kegiatan Pelatihan Dilakukan 5 Hari Terdiri Dari :
2 Hari Online Zoom Dari Tgl 6 – 7 Maret Dan
3 hari offline dari tanggal 8-10 maret 2023
B. JUMLAH PESERTA
Jumlah peserta keseluruhan 40 org dari berbagai instansi rumah sakit sekitar jawa barat dan dari rsud mjala
terdapat perwakilan seabnyak 4 oran
C. MATERI
1. ETIK DAN LEGAL DI RUANG ICU
2. STANDARD PELAYANAN DAN KEPERAWATAN DI RUANF ICU
3. DOKUMENTASI DI RUANG ICU
4. MANAJEMEN CAIRANELEKTROLIT DAN ASAM BASA
5. INTERPRETASI EKG (TEORI DAN SKI STATION)
6. MANAJEMEN VENTILASI MEKANIK (TEORI DAN DAN SKIL STATION)
7. MANAJEMEN AIRWAY DAN OKSIGEN THERAPY (THEORY DAN SKIL STATION)
8. MONITORING HAEMODINAMIK (THEORY DAN SKIL STATION)
9. RESUSITASI JATUNG PARU (THEORY DAN SKIL STATION)
D. EVALUASI
Evaluasi dilakukan 2kali terdiri dari pre test dan post tes ditambah dengan ujikompetensi
Untuk melakukan pertolongan terhadap kejadian ini, diperlukan sebuah teknik untuk menolong nyawa pasca henti jantung.
Teknik ini dinamakan dengan Bantuan Hidup Dasar (BHD). Bantuan ini tidak hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan,
namun setiap warga pada umumnya dapat melakukan BHD ini dengan mempelajari langkah-langkahnya.
Jika penolong menemukan seseorang yang tidak responsif (tidak ada pergerakan atau respons terhadap rangsangan) atau
menyaksikan seseorang jatuh terkapar maka tindakan pertama dari rangkaian BHD dimulai.
Penolong harus dapat memastikan korban tidak responsif dengan cara berteriak/menepuk-nepuk, atau menggoyangkan bahu
pasien, setelah itu dapat dilanjutkan dengan memberikan rangsang nyeri dan tidak bernafas dengan normal setelah
sebelumnya mengamankan lingkungan kejadian dan diri sendiri serta memperkenalkan diri pada orang sekitar jika ada.
Bersamaan dengan itu, penolong juga perlu memeriksa pernapasan korban, jika pasien tidak bernapas atau bernapas secara
abnormal (terengah-engah), penolong harus mengasumsikan pasien mengalami henti jantung.
Jadi hal apa saja yang harus dilakukan dalam langkah awal Bantuan Hidup Dasar?
Meminta Tolong/Bantuan
Menghubungi 119
3A
• Telepon ke nomor darurat (119) kemudian sebutkan nama, alamat, jenis kejadian, jumlah dan kondisi korban, dan Apa
yang diperlukan).
• Jika kejadian di Rumah Sakit -> Aktifkan sistem CODE BLUE
Dalam melakukan penilaian, kita dapat melakukan 3A dan MARCH yang terdiri atas:
• Kita harus melakukan pemeriksaan apakah pasien memiliki perdarahan banyak “banjir” yang dapat mengancam
nyawa
• Pasangkan torniket saat ditemukan perdarahan, ekspose/buka pakaian pada bagian yang cedera, gunakan sedekat
mungkin dengan luka
• Catat waktu pemasangan torniket, lalu bawa segera ke Rumah Sakit terdekat
• Periksa apakah pasien terdapat gangguan pada saluran napas pasien, penolong dapat mengajak pasien berbicara,
selanjutnya menilai apakah terdapat respons, jika tidak ada respons , penolong dapat membuka jalan nafas dengan
melakukan jaw thrust / chin lift (yaitu dengan dengan meletakkan telapak tangan pada dahi korban dan menengadahkan
kepala korban. Gunakan tangan yang lain untuk menarik dagu korban sehingga jalan napas dapat terbuka).
• Jika pasien sadar, ijinkan pasien untuk mencari posisi senyaman dan untuk menjaga jalan nafas
• Pastikan bahwa :
• Jika terdapat perdarahan, segera tutup dan tekan luka Perdarahan
• Lalu Baringkan pasien dalam posisi “syok”, dengan kaki diangkat/ dielevasi
Yang terakhir adalah H pada MARCH , merupakan Head Injury - Hipotermia dengan memeriksa:
• memeriksa tanda-tanda trauma kepala dengan melihat apakah terdapat darah di hidung atau telinga?
• memeriksa tanda-tanda hipotermia dengan memeriksa apakah pasien dalam keadaan menggigil, pucat, dingin?
Kita harus berhati2 karena hipotermia akan menurunkan fungsi pembekuan darah. untuk mencegah pasien jatuh dalam
keadaan tersebut segera ganti pakaian basah, selimuti pasien, dan matikan AC.
4. Kompresi Dada
Idealnya, BHD harus segera dilakukan saat pasien mengalami henti jantung.
Terdapat golden period atau waktu emas dalam melakukan bantuan hidup dasar
• Untuk Keterlambatan BHD selama 1 menit, maka kemungkinan berhasilnya 98 dari 100
• Untuk Keterlambatan BHD selama 4 menit, maka kemungkinan berhasilnya 50 dari 100
• Untuk Keterlambatan BHD selama 10 menit, maka kemungkinan berhasilnya 1 dari 100
Saat otak tidak mendapatkan oksigen selama 6-8 menit maka pasien dapat menyebabkan kematian. Pasien disebut
dengan mati klinis (henti nafas dan henti jantung) jika tidak mendapatkan oksigen dalam waktu 6 - 8 menit dan akan
mengalami mati biologis (mati batang otak) jika tidak mendapatkan oksigen dalam waktu 8 - 10 menit/lebih,
Kompresi dada yang efektif dilakukan dengan prinsip push hard, push fast, minimal interruption, complete recoil. 2 Untuk
memaksimalkan efektivitas kompresi dada, korban harus berada di tempat yang permukaannya rata. Penolong berlutut di
samping korban apabila lokasi kejadian di luar rumah sakit atau berdiri di samping korban apabila di rumah sakit. Penolong
meletakkan tumit tangannya di bagian bawah tulang dada korban dan meletakkan tumit tangan yang lain di atas tangan yang
pertama. Penolong memberikan kompresi dada dengan kedalaman kurang lebih 2 inci/ 5cm. 2 Penolong memberikan
kompresi dada dengan frekuensi 100-120 kali permenit.Penolong juga harus memberikan waktu bagi dada korban untuk
mengembang kembali agar aliran darah ke berbagai organ tidak berkurang.Penolong juga harus meminimalisasi frekuensi
dan durasi dari interupsi dalam kompresi untuk memaksimalkan RJP yang dilakukan. Rasio kompresi dan napas bantuan
yang dilakukan adalah 30:2.2
Penolong yang kelelahan dapat menganggu frekuensi dan kedalaman kompresi dada. Pada umumnya, kelelahan penolong
mulai muncul setelah 1 menit melakukan RJP dan akan sangat terasa setelah 5 menit melakukan RJP. Ketika terdapat lebih
dari satu penolong, dianjurkan untuk memberikan RJP secara bergiliran setiap 2 menit sekali atau setelah 5 siklus untuk
menghindari berkurangnya kualitas RJP.Satu siklus RJP terdiri dari kompresi dan napas bantuan dengan rasio 30:2.RJP
dilakukan hingga AED tiba (setelah itu tetap dilanjutkan), korban bangun, terdapat tanda-tanda pasti kematian atau petugas
yang lebih ahli datang. Selama melakukan RJP, interupsi misalnya seperti memeriksa nadi korban harus diminimalkan. 2
Napas bantuan diberikan dalam waktu satu detik.Gunakan rasio kompresi dan napas bantuan 30:2.Napas bantuan dapat
diberikan dengan berbagai cara.Cara pertama, bantuan napas dari mulut ke mulut, dilakukan dengan membuka jalan napas
korban, menutup hidung korban, dan memberikan napas bantuan dalam waktu 1 detik.Pastikan terdapat kenaikan dada ketika
dilakukan napas bantuan. Pemberian volume udara yang berlebihan harus dihindari karena dapat memperburuk kondisi
korban, sesuaikan dengan volume saat menarik napas dan membuang napas secara biasa dari paru manusia normal. Lakukan
sebanyak 5 siklus, baru cek denyut nadi setelah itu.
Jika pada saat kejadian henti jantung, alat tidak memadai atau alat pelingdung diri (APD) tidak, kita dapat melakukan RJP
Hands Only
1. Safety :
3A : Amankan diri, Amankan pasien/orban, Amankan lingkungan
2. Periksa respon, pernafasan (5-10 menit)
Tepuk-tepuk bahu, tanya "Anda Kenapa? "
Bila ada respon : Biarkan berbaring, cari penyebabnya, panggul bantuan medis, sambil mengawasi
3. Panggil bantuan :
Panggil Bantuan ": Hubungi Call center PSC 119/112
4. Kompresi dada :
Lakukan Kompresi Dada tanpa interupsi sampai pasien ada repson
Penolong kelelahan
Jika pada pasien sudah ditemukan tanda2 pasti kematian seperti lebam mayat, kaku mayat, dan pembusukkan maka dapat
dipastikan bahwa pasien sudah meninggal.Hanya dokter yang dapat menyatakan bahwa korban meninggal dunia.
AED merupakan alat yang dapat memberikan kejutan listrik pada korban.
Langkah Pemakaian :
Pastikan korban tidak sadar, tidak bernapas, nadi tidak teraba dan dalam kondisi kering
Ikuti instruksi AED. Bila AED mengindikasikan kejut jantung, maka tekan tombol
Posisi ini dilakukan jika korban sudah bernapas dengan normal dan sirkulasinya sudah adekuat. Posisi ini dilakukan untuk
menjaga jalan napas tetap terbuka dan mengurangi risiko tersumbatnya jalan napas dan tersedak.Korban dimiringkan dengan
meletakkan tangan di bawah kepala korban.
1. Korban tidur terlentang pada posisi supine, penolong berlutut di sisi kanan korban
4. Lutut kaki kiri korban ditekuk ke kanan. Posisi tangan kiri penolong di bahu kiri korban, tangan kanan penolong di lipatan
lutut kiri korban. Tarik korban
Teknik dasar untuk bantuan hidup dasar pada anak-anak sama seperti pada dewasa. Perbedaanya terletak untuk bayi dengan
usia 1 - 12 bulan, dapat melakukan kompresi dada menggunakan 2 jari, dan untuk anak usia 1-8 tahun, dapat dilakukan
kompresi dada dengan satu tangan.
Kompresi dapat menggunakan jari telunjuk + jari tengah atau jari tengah + jari manis, pada bayi dapat menggunakan dua ibu
jari.
1. Posisi mengunci jari tangan yang salah , kemudian pastikan posisi siku lurus
Rekoil komplit
Minimal interupsi
kecuali untuk memberi nafas buatan atau memindahkan pasien (tidak boleh berhenti >10 detik)
EKG
Kita semua tentu sepakat bahwa ketrampilan membaca hasil EKG sangat penting dalam praktek sehari-hari, Betul?
Tidak terbatas pada pasien-pasien dengan angina pektoris yang khas, kemampuan membaca EKG sangat penting dalam
menegakkan diagnosis dan memonitoring performa jantung pasien.
Elektrokardiogram (EKG) sebenarnya adalah rekaman aktivitas listrik jantung. Dimana aktivitas listrik atrium digambarkan
oleh gelombang P dan aktivitas listrik ventrikel digambarkan oleh gelombang QRS dan T.
Sederhananya EKG adalah alat untuk merekam aktivitas listrik jantung kita berupa aktivitas atrium maupun vebtrikel. Kalau
kamera merekam kejadian dengan hasil gambar, EKG merekam aktivitas listrik jantung kita dengan pola "garis-garis".
Jadi, hal prinsip yang utama dalam membaca EKG adalah mampu membedakan apakah hasil EKG ini normal atau abnormal.
Sepakat ya?
Jadi, untuk tau gambaran EKG normal kita harus tahu, Bagaimana sih Gambaran Aktivitas Jantung yang Normal hasil
rekaman EKG?
Aktivitas jantung listrik yang normal artinya jantung berfungsi secara fisiologis, menjalankan fungsinya sebagai pemompa
"darah bersih" ke seluruh tubuh, dan memompa "darah kotor" ke paru-paru untuk dibersihkan. Artinya juga, aktivitas jantung
listrik yang normal adalah pola yang sama yang didapatkan hampir lebih dari 90% hasil EKG pasien yang sehat, tanpa
keluhan penyakit jantung.
Oke, jadi prinsipnya ada 5 komponen dasar yang harus dimiliki sebuah gambaran EKG yang normal
1. Gelombang P. Gelombang ini pada umumnya berukuran kecil dan merupakan hasil depolarisasi atrium kanan dan
kiri. Kelainan pada atrium akan menyebabkan kelainan pada gelombang ini.
2. Segmen PR. Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan gelombang P dan gelombang QRS.
Menggambarkan aktivitas listrik dari atrium ke ventrikel. Gangguan konduksi dari atrium ke ventrikel akan
menyebabkan perubahan pada segmen PR.
3. Gelombang Kompleks QRS. Gelombang kompleks QRS ialah suatu kelompok gelombang yang merupakan hasil
depolarisasi ventrikel kanan dan kiri. Gelombang kompleks QRS pada umumnya terdiri dari gelombang Q yang
merupakan gelombang ke bawah yang pertama, gelombang R yang merupakan gelombang ke atas yang pertama,
dan gelombang S yang merupakan gelombang ke bawah pertama setelah gelombang R.
4. Gelombang ST. Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T.
5. Gelombang T. Gelombang T merupakan potensial repolarisasi ventrikel kanan dan kiri.
Sebenarnya masih ada satu komponen lagi, yaitu Gelombang U. Namun, gelombang ini berukuran kecil dan sering tidak
ada. Asal gelombang ini masih belum jelas.
Kalau kamu bisa mengenali 5 komponen dasar tersebut ada dalam sebuah gambaran EKG, artinya kemungkinan besar
aktivitas listrik jantung pasien tersebut NORMAL.
Kalau ada satu atau lebih komponen yang tidak dapat kamu temukan, tentu artinya kamu harus curiga, apakah EKG ini
abnormal, Betul?
Satu hal yang penting adalah aktivitas listrik jantung yang normal selalu diawali dengan depolarisasi otot jantung di SA node
(sistem sinus). SA node secara anatomis terletak di atrium. SA node disebut sebagai "dirigen" tertinggi dalam sistem
konduksi listrik jantung. Istilah ilmiahnya SA node mempunyai sifat automatisitas yang tertinggi dalam sistem konduksi
jantung.
Depolarisasi atrium ini digambarkan dalam EKG sebagai gelombang P. Sederhananya, jika dalam gambaran EKG kamu
tidak dapat menemukan gelombang P, pasti gambaran EKG itu abnormal. Lebih khususnya, tanpa gelombang P kamu harus
pertimbangkan pasien mengalami aritmia (mis Ventrikel Fibrilasi dan Ventrikel Takikardia).
Baik, mari kita evaluasi dulu pemahaman kita untuk membedakan apakah sebuah gambaran EKG normal atau tidak normal.
Di bawah ini ada 4 gambaran EKG, kamu boleh tebak gambar no 1, 2, 3, dan 4 Normal atau nggak. Jawaban dan
pembahasan akan disertakan di akhir tulisan.
No cheating, Please^^
Oke, kamu sudah tebak ya 4 gambar EKG diatas. Normal atau abnormal?
Oke, kita sudah membahas aspek paling dasar bagaimana membedakan EKG yang normal dan yang (kemungkinan)
abnormal. Mudah-mudahan di lain kesempatan kita bisa belajar bagaimana membaca EKG secara lebih mendalam.
Memahami Lagi tentang Airway Management
Airway yang berarti jalan napas, merupakan istilah yang merujuk pada struktur anatomi yang menghubungkan hidung dan
mulut ke paru-paru. Jalan napas yang paten merupakan suatu kebutuhan vital bagi manusia sebab jika udara tidak dapat
mencapai paru-paru, kematian dapat terjadi dalam hitungan menit.
Tidak tercapainya udara ke paru-paru menunjukkan adanya obstruksi jalan napas yang merupakan kondisi terhalangnya
udara masuk ke dalam paru-paru sehingga saturasi oksigen pada darah berkurang dengan cepat dan menyebabkan hipoksia,
sering terjadi pada area perawatan emergensi.
Ketika pasien dalam kondisi kritis, yang pada umumnya memiliki risiko tinggi terhadap potensi buruk jalan napas karena
perubahan fungsi neurologis, administrasi obat sedatif dan analgesik, atau perjalanan penyakit yang mendasarinya.
Airway management atau manajemen jalan napas adalah bagian sentral dari praktik perawatan emergensi yang meliputi
penilaian, perencanaan, dan serangkaian prosedur medis yang diperlukan untuk mempertahankan atau memulihkan ventilasi
atau pernapasan individu.
Dengan mempertahankan jalan napas untuk terbuka, udara dapat mengalir dari hidung dan mulut ke paru-paru, dan hal ini
merupakan prioritas pertama dalam menangani pasien dengan kondisi tidak stabil. Untuk itu, airway management menjadi
sebuah keterampilan yang wajib dimiliki seorang dokter khususnya di area perawatan emergensi.
Seorang dokter harus memiliki konsep berpikir yang sederhana, melakukan tindakan yang sistematik dengan keterampilan
yang memadai dalam airway management yang tepat. Khususnya, mekanisme obstruksi jalan napas, tanda-tanda obstruksi
jalan napas, manuver sederhana yang dapat mengembalikan aliran udara, dan alat yang digunakan untuk mempertahankan
patensi jalan nafas.
Obstruksi jalan napas terjadi akibat adanya trauma langsung pada jalan napas atau struktur sekitarnya, diantaranya :
4. Obstruksi intratoraks (trakea atau bronkus) dapat muncul dengan mengi atau ekspirasi yang memanjang;
5. Obstruksi ekstratoraks dapat muncul dengan stridor/suara serak atau perubahan suara lain seperti gemericik akibat adanya
kontaminasi oro-faring atau mendengkur sebagai manifestasi kehilangan nada faring karena penurunan tingkat kesadaran
yang menyebabkan oklusi jalan napas;
6. Sianosis/SpO2 rendah;
9. Efek non spesifik pada sistem organ lain seperti takikardia/penurunan keadaan sadar/gelisah;
10. Pada pemeriksaan leher anterior ditemukan tanda-tanda yang dapat diingat menggunakan mnemonic TWELVE-C, yaitu :
a. Trachea deviation/deviasi trakea yang dapat disebabkan oleh tension pneumothorax atau hemotoraks masif
b. Wounds/luka berupa luka tumpul atau tembus pada leher yang dapat langsung melukai jalan napas, atau menyebabkan
pembengkakan progresif yang akan menghalangi jalan napas
d. Laryngeal tenderness/nyeri tekan laring yang dapat menjadi tanda adanya fraktur laring
e. Vein distention/distensi vena yang dapat berhubungan dengan syok obstruktif sekunder akibat tension pneumothorax
maupun tamponade jantung
f. Esophageal injury/cedera esofagus yang tidak mungkin terjadi jika pasien dapat menelan dengan mudah. Hal ini
sebenarnya bukan ancaman hidup secara langsung, tapi perforasi esofagus dikaitkan dengan risiko kematian yang tinggi
g. Carotid hematoma/bruit/pembengkakan yang berkembang pesat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas dan juga
dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke berikutnya.
Dalam melakukan manajemen jalan napas, strategi yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Memastikan ventilasi dengan menggunakan manuver sederhana seperti jaw thrust dan head tilt-chin life, oksigenasi, dan
menilai kondisi jalan napas berdasarkan prinsip "CHANNEL" pada bagan. Perlu diingat bahwa keselamatan pasien selalu
menjadi tujuan utama.
Perlu dipahami bahwa manuver head tilt-chin lift hanya boleh digunakan jika dokter yakin tidak ada risiko cedera pada c-
spine. Manuver ini dilakukan dengan berdiri di sisi kanan pasien, tangan kiri dokter digunakan untuk menekan dahi untuk
memperpanjang leher. Permukaan volar dari ujung telunjuk dan jari tengah digunakan untuk mengangkat mandibula yang
akan mengangkat lidah dari faring posterior.
Sementara jaw thrust adalah manuver yang digunakan di mana ada risiko cedera tulang belakang, seperti pasien yang tidak
sadarkan diri akibat cedera kepala, jalan napas harus dibuka menggunakan manuver yang tidak memerlukan gerakan leher.
Jaw thrust dilakukan dengan dokter berdiri di kepala pasien melihat ke bawah pada pasien.
Jari tengah tangan kanan diletakkan pada sudut rahang pasien di sebelah kanan. Jari tengah tangan kiri juga ditempatkan di
sudut rahang di sebelah kiri. Tekanan ke atas diterapkan untuk mengangkat mandibula yang akan mengangkat lidah dari
faring posterior.
2. Memastikan kondisi jalan napas dan membuat jalan napas buatan. Pada tahap ini, periksa jalan napas dengan laringoskopi,
dan putuskan siapa yang akan melaksanakan intubasi dan peralatan mana yang harus digunakan.
Saat menangani jalan napas yang sulit, gunakan prinsip "prioritaskan ventilasi dan oksigenasi" dan hindari upaya sulit yang
berlebihan sebab seluruh pengambilan keputusan manajemen jalan napas mengikuti prinsip penggunaan metode intubasi
yang paling sederhana dan paling tidak berbahaya.
Algoritma pengambilan keputusan klinis untuk manajemen jalan napas darurat menggunakan prinsip "CHANNEL", yaitu:
Mengacu pada pasien yang mengalami henti jantung, koma dalam atau hampir mati, yang tidak dapat mempertahankan
ventilasi dan oksigenasi. Rusaknya jalan napas harus dikelola dengan cepat sesuai dengan diagram alur di atas yaitu
menggunakan ventilasi bag valve mask (BVM) dan secara cepat berganti ke laringoskopi.
2. Hypoxemie/hipoksemia
Tujuan manajemen jalan napas darurat adalah untuk mengatasi hipoksemia. Pada pasien dengan pernapasan spontan yang
stabil, nasal kanul dan perangkat oksigen aliran tinggi seperti non-rebreather masks adalah cara umum untuk memberikan
terapi oksigen.
Pada pasien dengan respirasi spontan yang tidak stabil serta hipoksemia meskipun pengobatan di atas, ventilasi BVM
diperlukan. Semua pasien hipoksemia membutuhkan ventilasi yang tepat untuk menghindari retensi karbon dioksida.
Pada kasus hipoksemia persisten tidak akan cukup untuk diatasi menggunakan terapi oksigen tersebut sehingga harus
dikelola dengan algoritma jalan napas yang mendesak (urgent airway) yaitu dengan membuat jalan napas buatan sesegera
mungkin dan menyiapkan peralatan jalan napas invasif.
Untuk pasien yang kehilangan perlindungan diri jalan napas yang utuh, terutama disertai perut penuh, manuver Sellick
direkomendasikan untuk mencegah aspirasi dan regurgitasi dengan cara menekan tulang rawan krikoid dengan jari telunjuk
dan ibu jari di bawah kekuatan 20–44 newton ke arah tulang belakang untuk menutup kerongkongan, berikan tekanan
krikoid sampai intubasi endotrakeal selesai dan manset mengembang.
Jika intubasi atau BVM terpengaruh oleh gerakan ini, tekanan krikoid dilepaskan. Tapi, efektivitas manuver ini masih
terbatas karena dokter seringkali melakukan penekanan pada bagian anatomis yang kurang tepat atau menggunakan kekuatan
penekanan yang kurang tepat. Kekuatan penekanan yang tidak adekuat dapat menyebabkan oklusi tidak maksimal, sehingga
refluks isi gaster masih dapat terjadi.
Diberikan untuk pasien yang mampu mempertahankan ventilasi dan oksigenasi, indikasi intubasi masih harus dievaluasi.
Ada jenis saluran udara buatan non-invasif dan invasif.
Saluran udara non-invasif meliputi intubasi endotrakeal dan teknik supraglotis (laryngeal mask airways (LMA)), dan lain-
lain. Saluran udara invasif meliputi trakeostomi, jarum atau krikotiroidotomi bedah, dan lain-lain. Di antara di atas, intubasi
endotrakeal adalah metode yang paling umum untuk membuat jalan napas buatan.
Indikasi untuk intubasi endotrakeal meliputi ketidakmampuan untuk melindungi jalan napas atau mempertahankan patensi
jalan napas, kegagalan untuk mencapai ventilasi atau oksigenasi yang memadai, dan antisipasi dari perjalanan klinis yang
memburuk yang pada akhirnya akan mengarah pada situasi yang disebutkan di atas.
Tidak ada kontraindikasi mutlak untuk prosedur di atas ketika mencoba menyelamatkan pasien. Sementara, kontraindikasi
relatif antara lain edema trakea-laring, faringitis/laringitis akut.
Ini sangat penting untuk memposisikan pasien untuk laringoskopi langsung yang optimal. Kekakuan/cedera/fiksasi leher,
atau pasien yang tidak kooperatif menolak untuk memposisikan lehernya dengan benar meningkatkan kesulitan intubasi
endotrakeal. Teknik visualisasi seperti laringoskopi direkomendasikan dalam kondisi ini.
5. Narrowing/penyempitan
Merupakan suatu kondisi yang mengakibatkan penurunan diameter endotrakeal, seperti kompresi ekstratrakeal (tumor, abses
lokal, hematoma), benda asing intratrakeal, gangguan di trakea akibat radioterapi lokal atau penyembuhan bekas luka akan
meningkatkan kesulitan intubasi.
6. Evaluation/evaluasi
Diperlukan untuk menyesuaikan sumbu mulut, sumbu faring dan sumbu laring agar sejajar sebanyak mungkin saat
melakukan intubasi orotrakeal. Aturan 3-3-2 digunakan untuk mengevaluasi korelasi ketiga sumbu ini. Ketidakmampuan
untuk memenuhi aturan 3-3-2 menunjukkan kemungkinan eksposur glotis yang sulit di bawah laringoskopi langsung.
Aturan 3-3-2. (A) Lebih dari 3 jari di antara gigi seri yang terbuka, menunjukkan bahwa mulut pasien cukup terbuka untuk
memungkinkan laringoskop mencapai jalan napas; (B) Lebih dari 3 jari sepanjang dari mentum ke tulang hyoid, yang
menunjukkan ruang yang cukup untuk intubasi; (C) Lebih dari 2 jari dari tonjolan laring ke tulang hyoid, kurang dari 2 jari
menunjukkan posisi faring yang tinggi di leher dan kemungkinan sulit untuk terpapar dengan laringoskop langsung.
Jika memungkinkan, gunakan skala Mallampati yang dimodifikasi untuk mengevaluasi struktur faring. Pasien diminta untuk
membuka mulut sambil duduk tegak untuk menilai sejauh mana lidah menghalangi visualisasi glotis. Klasifikasi Mallampati
melibatkan ukuran lidah dalam kaitannya dengan rongga mulut. Semakin lidah menghalangi visualisasi struktur faring,
semakin sulit jalan napasnya. Klasifikasi ini mencakup empat visualisasi:
Kelas I: tampak seluruh bagian palatum mole, seluruh uvula, dan pilar tonsil
Kelas II: seluruh palatum mole dan seluruh uvula masih tampak
Semakin tinggi derajatnya, semakin sulit untuk dilihat di bawah laringoskopi langsung. Kelas 3 dan 4 menunjukkan jalan
napas yang sulit.
Ini perlu dilakukan untuk memeriksa tanda-tanda intubasi yang berpotensi sulit, seperti leher pendek, obesitas, mandibula
yang surut, gigi taring yang panjang, deformitas traumatis, dan lain-lain.
Jika ditemui kasus jalan napas yang sulit, mulai algoritma manajemen jalan napas yang sulit dengan memastikan ventilasi
dan oksigenasi dengan BVM, dan secara bersamaan mencari bantuan dari operator yang berpengalaman untuk dapat
melakukan advanced airway management dengan metode intubasi yang tentunya memerlukan beberapa hal.
Seperti obat-obatan, premedikasi, obat penenang, dan blokade neuromuskular, peralatan intubasi seperti laringoskopi
langsung dan video dan alat supraglotis, dan pemahaman strategi penyelamatan intubasi, serta manajemen jalan napas pada
populasi pasien yang berbeda seperti pada kasus trauma, serangan jantung, dan pasien ana
Gangguan Keseimbangan Asam Basa
Gangguan keseimbangan asam basa (pH) adalah kondisi ketika kadar asam dan basa dalam darah tidak seimbang.
Kondisi ini dapat mengganggu kerja berbagai organ tubuh.
Kadar asam basa darah berperan penting dalam membantu berbagai fungsi tubuh, seperti pencernaan, metabolisme, dan
produksi hormon. Oleh sebab itu, kadar asam basa harus selalu seimbang agar fungsi tubuh bekerja dengan baik
(homeostasis).
Kadar asam basa dalam darah diukur dengan skala pH, dari 0 (sangat asam) hingga 14 (sangat basa). Normalnya, kadar pH
darah normal berkisar antara 7,35–7,45.
Darah seseorang dinilai terlalu asam bila pH kurang dari 7,35. Kondisi tersebut dinamakan asidosis. Sementara itu, darah
dengan nilai pH lebih besar dari 7,45 dikategorikan terlalu basa dan disebut dengan alkalosis.
Tubuh menggunakan mekanisme yang beragam dalam mengatur keseimbangan asam basa dalam darah. Mekanisme ini
melibatkan paru-paru, ginjal, dan sistem penyangga (buffer)
Pengaturan keseimbangan pH darah di paru-paru terjadi pada proses pernapasan. Manusia bernapas dengan menghirup
oksigen (O2) dan membuang karbondioksida (CO2). CO2 adalah zat yang bersifat asam sehingga jumlah CO2 yang keluar
akan memengaruhi keseimbangan pH darah, baik asidosis maupun alkalosis.
Asidosis dan alkalosis yang disebabkan oleh gangguan pada paru-paru atau pernapasan disebut dengan asidosis respiratorik
dan alkalosis respiratorik.
Asidosis dan alkalosis juga dapat terjadi jika produksi asam dan basa dalam tubuh tidak seimbang. Kondisi tersebut terjadi
bila ginjal tidak bisa membuang kelebihan asam atau basa dari dalam tubuh. Asidosis dan alkalosis akibat salah satu dari dua
kondisi di atas disebut asidosis metabolik dan alkalosis metabolik.
Penyebab gangguan keseimbangan asam basa tergantung pada jenisnya. Asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik
disebabkan oleh gangguan pada paru-paru. Sementara, asidosis metabolik dan alkalosis metabolik dipicu oleh gangguan
pada organ ginjal. Berikut adalah penjelasannya:
Asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik disebabkan oleh penyakit paru-paru atau kondisi lain yang memengaruhi fungsi paru-paru dalam
membuang karbondioksida (CO2). Dengan kata lain, asidosis respiratorik terjadi ketika tubuh hanya dapat membuang sedikit
CO2.
Asidosis respiratorik dapat terjadi secara tiba-tiba (akut) atau berlangsung dalam jangka panjang (kronis). Sejumlah kondisi
yang bisa memicu asidosis respiratorik akut adalah:
Gagal jantung
Asma
Penyakit paru obstruktif kronis
Gangguan pada sistem saraf dan otot, misalnya myasthenia gravis, sindrom Guillain-Barré, atau distrofi otot
Gangguan pada sistem saraf atau kelemahan pada otot pernapasan akibat penggunaan obat-obatan tertentu
Sedangkan asidosis respiratorik kronis umumnya disebabkan oleh beberapa kondisi berikut:
Asidosis metabolik
Asidosis metabolik terjadi ketika tubuh menghasilkan terlalu banyak asam atau saat ginjal hanya mampu membuang sedikit
asam melalui urine. Asidosis metabolik terbagi dalam beberapa jenis, yaitu:
Selain beberapa kondisi di atas, asidosis metabolik juga dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, dehidrasi berat, dan
keracunan aspirin.
Alkalosis respiratorik
Alkalosis respiratorik umumnya disebabkan oleh hiperventilasi, yaitu kondisi ketika seseorang bernapas terlalu cepat atau
terlalu dalam. Akibatnya, CO2 akan banyak terhirup dan masuk ke dalam aliran darah. Hiperventilasi dapat disebabkan oleh:
Gangguan cemas
Serangan panik
Sepsis atau penyakit infeksi lainnya
Penyakit liver
Demam tinggi
Kehamilan
Stroke
Alkalosis metabolik
Alkalosis metabolik terjadi bila tubuh seseorang kekurangan asam atau kelebihan basa. Beberapa hal yang dapat memicu
kondisi tersebut adalah:
Gejala gangguan keseimbangan asam basa tergantung kepada jenis gangguan yang dialami. Berikut di bawah ini adalah
gejala pada masing-masing gangguan keseimbangan asam basa, yakni:
Asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik dapat terjadi secara tiba-tiba (akut) atau dalam jangka panjang (kronis). Umumnya asidosis respiratorik
kronis tidak menimbulkan gejala apa pun. Namun pada beberapa kasus, penderita dapat mengalami hilang ingatan, gangguan
tidur, dan perubahan kepribadian.
Sedangkan asidosis respiratorik akut awalnya menimbulkan keluhan sakit kepala, cemas, gelisah, bingung, dan penglihatan
kabur. Bila tidak segera ditangani, akan muncul gejala lain seperti lemas, sesak napas, penurunan kesadaran, hingga koma.
Asidosis metabolik
Gejala asidosis metabolik cukup beragam. Beberapa penderita kondisi ini umumnya memiliki napas yang beraroma buah.
Gejala tersebut merupakan tanda ketoasidosis diabetik.
Ketoasidosis diabetik adalah asidosis metabolik yang terjadi pada pasien diabetes. Kondisi ini termasuk berbahaya, karena
dapat mengganggu fungsi hati dan ginjal.
Pusing
Sakit kepala
Mudah lelah
Mual dan muntah
Mudah mengantuk
Hilang nafsu makan
Napas cepat dan dalam
Detak jantung meningkat
Alkalosis respiratorik
Gejala umum alkalosis respiratorik adalah napas yang terlalu cepat atau terlalu dalam (hiperventilasi). Gejala lain pada
alkalosis respiratorik adalah:
Pusing
Kebingungan
Tremor
Kembung
Mulut kering
Kram otot di tangan dan kaki
Kesemutan
Nyeri dada
Sesak napas
Gangguan irama jantung
Alkalosis metabolik
Penderita alkalosis metabolik umumnya mengalami hipoventilasi, yaitu kondisi ketika penderita bernapas terlalu lambat atau
terlalu dangkal. Kondisi ini menyebabkan kadar oksigen dalam darah terlalu sedikit. Sebaliknya, kadar karbondioksida
dalam tubuh meningkat.
Hipokalemia atau rendahnya kadar kalium dalam darah juga sering menyertai alkalosis metabolik. Oleh karena itu, penderita
dapat mengalami gejala seperti mudah lelah, nyeri otot, sering buang air kecil (poliuria), atau gangguan irama jantung
(aritmia).
Segera lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda mengalami gejala seperti yang telah disebutkan di atas. Anda juga harus
waspada jika terjadi perburukan gejala yang disertai dengan kondisi gawat darurat, seperti:
Sesak napas
Linglung
Penurunan kesadaran atau pingsan
Kejang
Jika memungkinkan, segera ke IGD atau hubungi ambulans di nomor 119 untuk segera mendapatkan penanganan gawat
darurat.
Dokter akan menanyakan gejala yang dialami dan riwayat penyakit pasien. Setelah itu, dokter akan melakukan beberapa
pemeriksaan untuk mendiagnosis gangguan keseimbangan asam basa, yaitu:
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel darah pasien melalui pembuluh darah arteri di pergelangan tangan,
lengan, atau selangkangan. Analisa gas darah bertujuan untuk mengukur unsur-unsur yang memengaruhi keseimbangan
asam basa, yaitu:
pH darah
Bikarbonat (HCO3-)
Saturasi oksigen (SaO2)
Tekanan parsial oksigen (PaO2)
Tekanan parsial karbondioksida (PaCO2)
Tes darah untuk melihat kelainan metabolik dilakukan dengan mengambil sampel darah pasien melalui pembuluh darah vena
di tangan atau lengan. Selain digunakan untuk mengukur kadar pH darah, tes ini juga mengukur gula darah, protein, kalsium,
dan elektrolit.
3. Pemeriksaan paru-paru
Pada pasien yang diduga mengalami asidosis respiratorik, dokter akan menjalankan Rontgen dada untuk melihat kondisi
paru pasien. Dokter juga dapat menjalankan tes fungsi paru, seperti spirometri, untuk mengukur jumlah udara yang dihirup
dan dikeluarkan.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah plethysmography, yaitu prosedur untuk mengukur volume udara di dalam
paru-paru pasien.
4. Tes urine
Selain melalui pemeriksaan sampel darah, gangguan keseimbangan asam basa dapat didiagnosis melalui tes urine
(urinalisis). Melalui urinalisis, dokter dapat mengetahui bila ada perubahan kadar asam basa pada pasien.
Metode pengobatan gangguan keseimbangan asam basa akan disesuaikan dengan penyebabnya. Berikut ini adalah
penjelasannya:
Asidosis respiratorik
Salah satu metode pengobatan pada asidosis respiratorik adalah dengan pemberian obat-obatan, meliputi:
Asidosis metabolik
Pada penderita asidosis laktat, dokter dapat memberikan suplemen bikarbonat atau suntik pengganti cairan tubuh. Dokter
juga dapat memberikan antibiotik atau terapi oksigen.
Alkalosis respiratorik
Pada alkalosis respiratorik yang disebabkan oleh hiperventilasi, dokter dapat menyarankan pasien menghirup karbondioksida
(CO2), yaitu dengan membuang napas ke dalam kantong kertas, kemudian menghirupnya kembali. Cara tersebut harus
diulang hingga beberapa kali untuk membantu menaikkan kadar CO 2 dalam darah.
Perlu diketahui bahwa metode di atas hanya boleh dilakukan bila dokter telah memastikan gangguan keseimbangan asam
basa terjadi akibat hiperventilasi. Jika Anda baru pertama kali mengalami gejala tersebut, segera cari pertolongan medis ke
rumah sakit.
Alkalosis metabolik
Pada sejumlah kasus, dokter dapat memberikan beberapa jenis obat di bawah ini untuk mengatasi alkalosis metabolik:
Gangguan keseimbangan asam basa yang tidak ditangani dapat menyebabkan komplikasi. Pada asidosis, komplikasi yang
dapat terjadi antara lain:
Gangguan ginjal
Penyakit tulang
Terhambatnya proses tumbuh kembang
Kerusakan fungsi organ
Kegagalan sistem pernapasan
Syok
Seperti halnya asidosis, alkalosis yang tidak ditangani dapat menimbulkan sejumlah komplikasi, yaitu:
Asidosis tidak dapat dicegah sepenuhnya. Akan tetapi, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menurunkan
risikonya. Cara pencegahan tersebut tergantung pada jenis asidosis yang dialami, yaitu:
Sedangkan alkalosis dapat dicegah dengan menjaga tubuh tetap terhidrasi dan menjalani pola makan yang sehat. Memilih
makanan bergizi dan tinggi kalium dapat membantu mencegah kekurangan elektrolit. Contoh makanan berkadar kalium
tinggi adalah bayam, kacang-kacangan, pisang, dan wortel.
Khusus untuk alkalosis respiratorik, pencegahan dapat dilakukan dengan menangani penyebab hiperventilasi, seperti stres
dan panik. Caranya adalah dengan melakukan meditasi, latihan pernapasan, atau olahraga rutin.
PEMERINTAH KAB. BANDUNG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MAJALAYA
BUKTI KUITAN SI
PELATIHAN KEPERAWATAN INTENSIF DASAR
TANGGAL 6-10 MARET 2023