Anda di halaman 1dari 8

Etik Dan Hukum Profesi Perawat Dalam Pelaksanaan Praktik Keperawatan

Widi Ardian Santoso


Institut Ilmu Kesehatan Surya Mitra Husada
widiardian47@gmail.com

Abstrak
Tenaga keperawatan yang melakukan tindakan keperawatan harus sesuai dengan kompetensi
perawat yang sudah ditetapkan dan didapatkan selama proses pendidikan. Oleh karena itu,
tanggung jawab hukum seorang perawat dalam menjalankan praktik mandiri keperawatan
harus sesuai dengan standar pelayanan perawat, standar profesi, standar operasional dan
kebutuhan kesehatan penerima pelayanan Kesehatan yang berfungsi untuk mengatur praktik
keperawatan agar hak-hak masyarakat dalam memperoleh perawatan yang baik dapat
terpenuhi.

1. Latar Belakang
Tenaga kesehatan yang dominan di Indonesia adalah profesi perawat. Kepmenkes RI No.
1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat, disebutkan bahwa perawat adalah
“Seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar
negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan”. Tenaga keperawatan yang melakukan tindakan keperawatan harus sesuai
dengan kompetensi perawat yang sudah ditetapkan dan diperoleh selama proses pendidikan.
Saat ini, perkembangan keperawatan dunia menjadi pedoman bagi perawat untuk
melakukan perubahan mendasar dalam kegiatan praktik keperawatannya. Perawat yang
awalnya vokasional bergeser menjadi pekerjaan profesional. Perawat dalam melakukan
praktik keperawatan diharuskan menjunjung asas etik dan profesionalisme. Aspek etik
merupakan salah satu pondasi yang sangat penting bagi perawat dalam membangun
hubungan baik dengan semua pihak selama melakukan pelayanan keperawatan. Hubungan
baik dengan semua pihak yang berperan dalam pelayanan kesehatan dapat mempermudah
dalam mencapai tujuan bersama, yaitu kesembuhan dan kepuasan pasien.
Masalah etik keperawatan sebagian besar terjadi pada pelaksanaan pelayanan keperawatan.
Masalah etik yang sering muncul menyebabkan konflik antar tenaga kesehatan dengan
tenaga kesehatan yang lain maupun dengan pasien, sesuai dengan buku etik keperawatan
dengan penekatan praktik dijelaskan bahwa permasalahan etis yang dihadapi perawat dalam
melaksanakan praktik keperawatan telah menimbulkan konflik antara kebutuhan pasien
dengan harapan perawat dan falsafah perawat. Kode etik keperawatan merupakan salah satu
pegangan seorang perawat untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman dan konflik yang
terjadi. (Setiani, 2018)
Hubungan hukum antara perawat dan pasien dimulai secara keperdataan. Untuk melihat atau
mendudukkan hubungan perawat dengan pasien yang mempunyai landasan hukum, dapat
dimulai dengan Pasal 1367 KUH Perdata dinyatakan :”Seseorang tidak hanya bertanggung
jawab atas kerugian yang disebabkan atas perbuatannya sendiri, melainkan juga atas
kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya
atau disebabkan orang-orang yang berada dibawah pengawasannya”.
Oleh karena itu, sehubungan dengan kerugian pasien yang disebabkan pelanggaran etik
keperawatan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, maka pasien selaku konsumen
pengguna jasa mempunyai hak yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun juga, termasuk
perawat selaku pemberi pelayanan jasa kesehatan. Berdasarkan paparan yang telah
diuraikan di atas, penulis tertarik untuk membuat sebuah penulisan artikel dengan judul
“Etik Dan Hukum Profesi Perawat Dalam Pelaksanaan Praktik Keperawatan”.

2. Kasus/Masalah
Bagaimana etik dan hukum profesi perawat dalam pelaksanaan praktik keperawatan?

3. Tinjauan Pustaka
a. Etik Keperawatan
Etika, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu “Ethikos” yang mana
artinya adalah suatu perkara yang timbul dari suatu kebiasaan.
Perkara tersebut mencakup analisis dan penerapan konsep dari pelbagai hal penilaian
seperti benar, salah, baik, buruk, tanggung jawab dan tanggung gugat.
Ketika etika tersebut dikaitan dengan keperawatan, dimana dalam hal ini keperawatan
merupakan sebuah profesi, maka muncul yang namanya etika profesi atau professional
ethics.
Secara umum, etika profesi ini adalah suatu sikap etis yang harus dimiliki oleh seorang
profesional sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam mengemban tugas
keprofesiannya dengan menerapkan norma-norma etis umum pada bidang sesuai
profesionalitasnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Sehingga, berdasarkan definisi diatas maka yang dimaksud dengan etika keperawatan
adalah suatu sikap etis yang harus dimiliki oleh seorang perawat sebagai bagian integral
dari sikap hidup dalam mengemban tugasnya sebagai seorang perawat dengan
menerapkan norma-norma etis keperawatan dalam kehidupan profesi dan kehidupan
bermasyarakat.
Selanjutnya, etika keperawatan ini juga dijadikan sebuah landasan dalam memberikan
pelayanan keperawatan kepada masyarakat sehingga baik pemberi dan penerima
pelayanan dilindungi dan dijauhkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Seorang perawat
dan /atau calon perawat, harus mengetahui etika profesi ini dengan seksama,
mengamalkannya dan menerapkannya dalam kehidupan profesional dan bermasyarakat.
Ada 8 prinsip etika keperawatan yang wajib diketahui oleh perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada penerima layanan keperawatan, baik individu, kelompok,
keluarga atau masyarakat.
1) Autonomy (Kemandirian)
Prinsip otonomi dalam keperawatan adalah prinsip yang didasarkan pada keyakinan
bahwa individu mampu berpikir secara logis dan mampu membuat keputusan
sendiri. Orang dewasa mampu memutuskan sesuatu dan orang lain harus
menghargainya.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri, dan perawat haruslah bisa menghormati dan menghargai
kemandirian ini.
Salah satu contoh yang tidak memperhatikan otonomi adalah memberitahukan klien
bahwa keadaanya baik, padahal terdapat gangguan atau penyimpangan
2) Beneficence (Berbuat Baik)
Prinsip beneficene dalam keperawatan adalah prinsip yang menuntut perawat untuk
melakukan hal yang baik sesuai dengan ilmu dan kiat keperawatan dalam melakukan
pelayanan keperawatan.

Contoh perawat menasehati klien dengan penyakit jantung tentang program latihan
untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak
dilakukan karena alasan resiko serangan jantung.
Hal ini merupakan penerapan prinsip beneficence. Walaupun memperbaiki
kesehatan secara umum adalah suatu kebaikan, namun menjaga resiko serangan
jantung adalah prioritas kebaikan yang haruslah dilakukan.

3) Justice (Keadilan)
Prinsip justice dalam keperawatan adalah prinsip yang direfleksikan ketika perawat
bekerja sesuai ilmu dan kiat keperawatan dengan memperhatikan keadilan sesuai
standar praktik dan hukum yang berlaku.
Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada klien baru masuk serta ada
juga klien rawat yang memerlukan bantuan perawat maka perawat harus
mempertimbangkan faktor-faktor dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai
dengan asas keadilan.

4) Non-Maleficence (Tidak Merugikan)


Prinsip non-maleficence adalah prinsip yang berarti seorang perawat dalam
melakukan pelayanannya sesuai dengan ilmu dan kiat keperawatan dengan tidak
menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
Contoh ketika ada klien yang menyatakan kepada dokter secara tertulis menolak
pemberian transfusi darah dan ketika itu penyakit perdarahan (melena) membuat
keadaan klien semakin memburuk dan dokter harus menginstrusikan pemberian
transfusi darah.
Akhirnya transfusi darah ridak diberikan karena prinsip beneficence walaupun pada
situasi ini juga terjadi penyalahgunaan prinsip non-maleficence.

5) Veracity (Kejujuran)
Prinsip veracitu dalam keperawatan adalah prinsip untuk menyampaikan kebenaran
pada setiap klien untuk meyakinkan agar klien mengerti.
Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran
merupakan dasar membina hubungan saling percaya. Klien memiliki otonomi
sehingga mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu

6) Fidelity (Menepati Janji)


Prinsip fidelity dalam keperawatan adalah tanggung jawab besar seorang perawat
adalah meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan
meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus memiliki komitmen
menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain.
7) Confidentiality (Kerahasiaan)
Prinsip confidentiality adalah prinsip kerahasiaan dimana segala informasi tentang
klien harus dijaga privasi klien. Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien hanya
bisa dibaca guna keperluan pengobatan, upaya peningkatan kesehatan klien dan atau
atas permintaan pengadilan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus
dihindari.

8) Accountability (Akuntabilitas)
Prinsip Akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional
dapat dinilai dalam berbagai kondisi tanpa terkecuali.
Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesame teman
sejawat, karyawan, dan masyarakat. Jika perawat salah memberi dosis obat kepada
klien perawat dapat digugat oleh klien yang menerima obat, dokter yang memberi
tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut kemampuan professional.

b. Hukum dalam Keperawatan:


1) Perawat Sebagai Tenaga Kesehatan
a) Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 disebutkan bahwa
“Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga,
perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas
pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat
b) Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyatakan bahwa “Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan
diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentumemerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
c) Kewenangan Perawat dalam menjalankan tugas dan profesinya secara prinsip
diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1293/Menkes/SK/XI/2001
tentang Registrasi dan Praktik Perawat. Keputusan Menteri ini sebagai
peraturan tekhnis yang diamanatkan UU Kesehatan Tahun 1992 dan peraturan
pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tersebut
dijabarkan bahwa perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang
memiliki kewenangan dan fungsi khusus yang berbeda dengan tenaga
kesehatan lain.
2) Perawat dalam Melaksanakan Kewajiban dan Hak Berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan
Dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat
3) Hukum Perawat dalam Pelanggaran Etik Keperawatan
Di dalam Buku Standar Kode Etik Keperawatan, disebutkan beberapa jenis
pelanggaran etik keperawatan, antara lain:7
1. Pelanggaran ringan, meliputi :
(a) melalaikan tugas;
(b) berperilaku tidak menyenangkan penderita atau keluarga;
(c) tidak bersikap sopan saat berada dalam ruang perawatan;
(d) tidak berpenampilan rapi;
(e) menjawab telepon tanpa menyebutkan identitas; dan
(f) berbicara kasar dan mendiskreditkan teman sejawat dihadapan umum/forum.
2. Pelanggaran sedang, meliputi :
(a) meminta imbalan berupa uang atau barang kepada pasien atau keluarganya
untuk kepentingan pribadi atau kelompok;
(b) memukul pasien dengan sengaja;
(c) bagi perawat yang sudah menikah dilarang menjalin cinta dengan pasien dan
keluarganya, suami atau teman sejawat;
(d) menyalahgunakan uang perawatan atau pengobatan pasien untuk kepentingan
pribadi atau kelompok;
(e) merokok dan berjudi di lingkungan rumah sakit saat memakai seragam
perawat;
(f) menceritakan aib teman seprofesi atau menjelekkan profesi perawat dihadapan
profesi lain; dan
(g) melakukan pelanggaran etik ringan (minimal 3 kali).
3. Pelanggaran berat, meliputi :
(a) melakukan tindakan keperawatan tanpa mengikuti prosedur sehingga
penderitaan pasien bertambah parah bahkan meninggal;
(b) salah emmberikan obat sehingga berakibat fatal bagi pasien;
(c) membiarkan pasien dalam keadaan sakit parah atau sakratul maut tanpa
memberikan pertolongan;
(d) berjudi atau meminum minuman beralkohol sampai mabuk diruangan
perawatan;
(e) menodai kehormatan pasien;
(f) memukul atau berbuat kekerasan pada pasien dengan sengaja sampai terjadi
cacat fisik;
(g) menyalahgunakan obat pasien untuk kepentingan pribadi atau kelompok; dan
(h) menjelekkan dan/atau membuat cerita hoax mengenai profesi keperawatan
pada profesi lain dalam forum, media cetak, maupun media online yang
mengakibatkan adanya tuntutan hukum.

Sedangkan sanksi untuk pelanggaran etik keperawatan terbagi atas :


1. Sanksi pelanggaran ringan, yaitu dengan :
(a) Berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi; dan
(b) Meminta maaf terhadap pihak yang dirugikan.
2. Sanksi pelanggaran sedang, yaitu dengan :
(a) Harus mengembalikan barang atau uang yang diminta kepada pasien atau
keluarganya;
(b) Meminta maaf terhadap pihak yang dirugikan; dan
(c) Membuat surat pernyataan diatas kertas segel bermaterai tidak akan
mengulanginya lagi.
3. Sanksi pelanggaran berat, yaitu dengan :
(a) Harus meminta maaf terhadap pihak yang dirugikan;
(b) Membuat surat pernyataan diatas kertas segel bermaterai tidak akan
mengulanginya lagi;
(c) Dilaporkan kepada pihak kepolisian; dan (d) diberhentikan dari kedinasan
dengan tidak hormat.
(Maryam, 2016)

4. Pembahasan
Tenaga kesehatan memiliki peranan penting dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan,sesuai peraturan undang-undang yang ada bahwa tenaga kesehatan yang
dimaksud yaitu dokter, perawat, bidan, tenaga farmasi dan lain lain, perawat dalam
menyelengarakan praktik keperawatan sesuai dengan pasal 29 angka (1) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang keperawatan, perawat memiliki tugas
sebagai pelaksana asuhan keperawatan, pemberi penyuluhan dan konseling terhadap pasien,
melakukan penelitian di bidang keperawatan, dan melaksanakan tugas berdasarkan
pelimpahan wewenang dan sebagai pelaksana tugas dalam keadaan tertentu, selain itu
perawat juga memiliki 3 fungsi yakni, fungsi independen yaitu perawat melakukan tindakan
yang bersifat mandiri yang artinya perawat telah mendapatkan kewenangan yang diperoleh
melalui undang-undang untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam hal praktik
keperawatan, fungsi interpenden yaitu perawat melakukan tindakan kerjasama bersama
dengan tenaga kesehatan lainnya dimana dalam hal ini perawat bersama tenagaa kesehatan
lainnya bertanggung jawab secara bersama-sama terhadap tindakan pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada pasien, dan fungsi dependen yaitu perawat melakukan tindakan
membantu dokter dalam memberikan pelayanan Kesehatan berupa tindakan medis yang
seharusnya merupakan wewenang dokter, bentuk kewenangan dalam fungsi ini diperoleh
melalui adanya amanat pelimpahan wewenang oleh dokter (Praptianingsih, 2006). Dalam
penjelasan tersebut dapat kita pahami bahwa perawat sebagai pelaksana praktik
keperawatan terdapat tugas yang dapat dikerjakan sendiri oleh perawat dan ada juga tugas
yang dikerjakan atas adanya pelimpahan wewenang dari dokter serta adanya tugas yang
dilakukan secara berkolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain.
Sebagai tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya tidak hanya akan berjalan sesuai
harapan,akanada suatu masalah yang mungkin muncul maka dari itu sangat diperlukan
perlindungan hukum sebagai bentuk adanya kepastian hukum, perlindungan hukum
pemerintah terhadap perawat sudah diatur dalam pasal 27 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 dan pasal 36 yang isinya dijelaskan bahwa perawat berhak
memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar
pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional dan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Perlindungan hukum pemerintah terhadap perawat berupa
perlindungan hukum preventif yaitu mencegah terjadinya sengketa melalui dikeluarkannya
undang-undang tentang registrasi dan praktik keperawatan yang terdapat dalam Undang-
Undang kesehatan yang isinya bahwa setiap perawat yang ingin melakukan praktik
keperatawan dalam fasilitas pelayanan kesehatan maka wajib memiliki surat ijin praktik
perawat dan surat ijik kerja dan Perlindungan Hukum Represif yakni sebagai suatu bentuk
perlindungan hukum yang mengarah terhadap penyelesian sengketa. Perlindungan hukum
represif yang diberikan pemerintah berupa penerapan sengketa melalui peradilan umum
apabila terjadi malpraktik oleh dokter maupun perawat. (Mahaputri, Budiartha, & Laksmi
Dewi, 2019)

5. Kesimpulan
Pada prinsipnya perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan dan pengawasan mutu
tenaga kesehatan ditujukan kepada seluruh tenaga kesehatan dalam menyelenggarakan upaya
kesehatan. Tenaga kesehatan dapat dikelompokkan sesuai dengan keahlian dan kualifikasi
yang dimiliki, antara lain meliputi tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan,
tenaga kesehatan masyarakat dan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga
keteknisian medis, dan tenaga kesehatan lainnya. Kewenangan Perawat dalam menjalankan
tugas dan profesinya secara prinsip diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1293/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat. Dalam menjalankan
profesinya maka perawat tidak akan terlepas dari batasan kewenangan yang dimiliknya.
Pemyataan kode etik perawat dibuat untuk membantu dalam pembuatan standar dan
merupakan pedoman dalam pelaksanaan tugas, kewajiban dan hak perawat professional
Kewajiban perawat tertuang dalam Pasal 37 Undang-Undang No. 38 Tahun 2014, Pasal 9-13
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, serta Pasal 3 dan 12 Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
HK.02.02/Menkes/148/I/2010. Sedangkan mengenai hak perawat, tertuang dalam Pasal 36
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014, Pasal 56 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, serta
Pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010.
Tanggung jawab hukum perawat bisa dipilah berdasarkan bidang hukum itu sendiri yakni
secara hukum administrasi negara, secara hukum Perdata dan secara Hukum Pidana. Tanggung
jawab secara HAN akan bersumber dari kewenangan yang diperoleh dan dihubungkan dengan
fungsi perawat dalam menjalankan profesinya. Tanggung jawab secara hukum perdata akan
bersumber pada perbuatan melawan hukum atau wanprestasi. Sedangkan tanggung jawab
secara hukum pidana akan bersumber terhadap persyaratan untuk dapat dimintai tanggung
jawab hukum.

6. Daftar Pustaka

Mahaputri, A. A., Budiartha, I. N., & Laksmi Dewi, A. A. (2019). Perlindungan Hukum Bagi
Profesi Perawat Terhadap Pelaksanaan Praktik Keperawatan. Jurnal Analogi Hukum,
277-281.
Maryam. (2016). Tanggung Jawab Hukum Perawat Terhadap Kerugian Pasien Dikaitkan
Dengan Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. e
Jurnal Katalogis, 191-201.
Setiani, B. (2018). Pertanggungjawaban Hukum Perawat Dalam Hal Pemenuhan Kewajiban
Dan Kode Etik Dalam Praktik Keperawatan. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan
Indonesia, 497-507.

Sodik, M. A., & Nzilibili, S. M. M. (2017). The Role Of Health Promotion And Family
Support With Attitude Of Couples Childbearing Age In Following Family Planning
Program In Health. Journal of Global Research in Public Health, 2(2), 82-89.
Sodik, M. A., Suprapto, S. I., & Pangesti, D. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Pelaksanaan Pelayanan Prima Pegawai Di Rsui Orpeha Tulungagung.
STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan, 2(1), 24-32.
Tule, A. R., Siyoto, S., Dwianggimawati, M. S., & Sodik, M. A. (2018). The Analysis Factors Affecting
Interest In Medication Of Receipt Help Aid Bpjs Participant In Balowerti Public Health Center
Kediri City. Journal of Global Research in Public Health, 3(1), 68-75.

Sodik, M. A., & Setyani, A. T. (2018). Effect of Smoking For Teens Against Behavior and
Social Interaction.
Attoriq, S., & Sodik, M. A. (2018). Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Terkait Pelayanan
Kesehatan Di Lahan Praktik.
Sodik, M. A. (2018, September). Analysis of Improved Attitude of Youth in HIV/AIDS
Prevention through the Provision of Health Education with Peer Education. In The
2nd Joint International Conferences (Vol. 2, No. 2, pp. 495-502).
Oktoriani, E. N., Sutrisno, J., Mayasari, E., & Sodik, M. A. (2018). Analysis of medical
record complete flexibility to complete claims of health BPJS RS Baptis Kota Batu.
Journal of Global Research in Public Health, 3(1), 46-53.
Siyoto, S., Dwianggimawati, M. S., Sari, D. K., Mufida, R. T., & Sodik, M. A. (2018). The
Effect of Pornography Accessity to Influence Sexual Behavior. Indian Journal of
Public Health Research & Development, 9(12).

Sodik, M. A., Yudhana, A., & Dwianggimawati, M. S. (2018). Nutritional status and anemia
in islamic boarding school adolescent in Kediri City East Java Indonesia. Indonesian
Journal of Nutritional Epidemiology and Reproductive, 1(3), 172-176.
Sari, N., Yudhana, A., Wahyuni, C., Rusmawati, A., & Sodik, M. A. (2018). Family support
as a determinant safety riding student behavior in SMKN 2 Kediri. Indian Journal of
Physiotherapy and Occupational Therapy-An International Journal, 12(4), 230-234.

Anda mungkin juga menyukai