Anda di halaman 1dari 14

KKS PSIKIATRI | Al Fath Kautsar

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Obsesif-Kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi. Obsesi


adalah gagasan, khayalan atau dorongan yang berulang, tidak diinginkan dan mengganggu,
yang tampaknya konyol, aneh atau menakutkan. Kompulsi adalah desakan atau paksaan
untuk melakukan sesuatu yang akan meringankan rasa tidak nyaman akibat obsesi.
Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive-Compulsive Disorder, OCD) adalah kondisi
dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang
sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat
mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya. Gangguan obsesif-
kompulsif merupakan gangguan kecemasan dimana dalam kehidupan individu didominasi
oleh repetatif pikiran-pikiran (obsesi) yang ditindaklanjuti dengan perbuatan secara berulang-
ulang (kompulsi) untuk menurunkan kecemasannya.
Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan kompulsi
menurunkan kecemasan seseorang. Tetapi jika seseorang memaksa untuk melakukan
kompulsi, kecemasan adalah meningkat.
Penderita gangguan ini mungkin telah berusaha untuk melawan pikiran-pikiran
menganggu tersebut yang timbul secara berulang-ulang akan tetapi tidak mampu menahan
dorongan melakukan tindakan berulang untuk memastikan segala sesuatunya baik-baik saja.

Gangguan obsesif-kompulsif dapat merupakan gangguan yang menyebabkan


ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara
bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya,
atau hubungan dengan teman dan anggota keluarga.

1
KKS PSIKIATRI | Al Fath Kautsar

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Defenisi

Obsesi merupakan suatu buah-pikiran, gagasan atau impuls yang menetap, patologik,
tak dapat dilawan, dan berulang, yang tidak dapat dienyahkan dari pikiran kita secara logik
atau dengan dalih apapun.1

Kompulsi adalah pola perilaku tertentu yang berulang dan disadari seperti
menghitung, memeriksa dan menghindar.2

2.2 Epidemiologi

Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum


diperkirakan adalah 2-3 %. Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa gangguan obsesif-
kompulsif ditemukan pada sebanyak 10 % pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka
tersebut menyebabkan gangguan obsesif-konpulsif sebagai diagnosis psikiatrik tersering yang
keempat setelah fobia, gangguan berhubungan zat, dan gangguan depresif berat. Penelitian
epidemiologis di Eropa, Asia dan Afrika telah menegakkan angka tersebut melewati ikatan
kultural.3

Untuk orang dewasa, laki-laki dan wanita sama mungkin terkena; tetapi untuk remaja,
laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan perempuan. Usia
onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun, walaupun laki-laki memiliki onset usia yang agak
lebih awal (rata-rata sekitar usia 19 tahun) dibandingkan wanita (rata-rata sekitar usia 22
tahun). Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum
usia 25 tahun, dan kurang dari 15% pasien memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun.
Gangguan obsesif-kompulsif dapat memiliki onset pada masa remaja atau masa kanak-kanak,
pada beberapa kasus dapat pada usia 2 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak
terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang menikah, walaupun temuan
tersebut kemungkinan mencerminkan kesulitan yang dimiliki pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif dalam mempertahankan suatu hubungan. Gangguan obsesif-kompulsif
ditemukan lebih jarang di antara golongan kulit hitam dibandingkan kulit putih, walaupun

2
KKS PSIKIATRI | Al Fath Kautsar

tersedianya jalur ke pelayanan kesehatan dapat menjelaskan sebagian besar variasi tersebut,
ketimbang perbedaan prevalensi antara ras-ras.3

Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh gangguan


mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67% dan untuk fobia sosial adalah kira-kira
25%. Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
adalah gangguan penggunaan alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan.3

2.3 Etiologi

Penyebab gangguan obsesif-kompulsif bersifat multifaktoral, yaitu interaksi antara


faktor biologik, genetik, faktor perilaku, dan faktor psikososial.2

1. Faktor genetik

Data genetik yang ada tentang gangguan obsesif-kompulsif adalah konsisten


dengan hipotesis bahwa penurunan gangguan obsesif-kompulsif memiliki suatu
komponen genetika yang bermakna. Tetapi, data tersebut belum membedakan
pengaruh kultural dan efek perilaku pada transmisi gangguan. Penelitian kesesuaian
pada anak kembar untuk gangguan obsesif-kompulsif telah secara konsisten
menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar
monozigotik dibandingkan kembar dizigotik. Peneliatian keluarga pada pasien
gangguan obsesif-kompulsif telah menemukan bahwa 35% sanak saudara derajat
pertama pasien gangguan obsesif-kompulsif juga menderita gangguan.3

2. Faktor Biologi

a. Neurotransmitter

Banyak uji coba klinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat
mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di dalam
pembentukan gejala onbsesi dan kompulsi dari gangguan. Data menunjukkan
bahwa obat serotonergik adalah lebih efektif dibandingkan obat yang
mempengaruhi sistem neurotransmitter lain. Tetapi, apakah serotonin terlibat di
dalam penyebab gangguan obsesif-kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini.

3
KKS PSIKIATRI | Al Fath Kautsar

Penelitian klinis telah mengukur konsentrasi metabolit serotonin sebagai contoh,


5-hydroxyindoleacetic acid (%-HIAA) di dalam cairan serebrospinalis, dan afinitas
sertai jumlah tempat ikatan trombosit pada pemberian imipramine (yang berikatan
dengan tempat ambilan kembali serotonin) dan telah melaporkan berbagai temuan
pengukuran tersebut pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Beberapa
peneliti telah mengatakan bahwa sistem neurotransmitter kolinergik dan
dopaminergik pada pasien gangguan obsesif-kompulsif adalah dua bidang
penelitian riset untuk masa depan.3

b. Penelitian pencitraan otak

berbagai penelitian pencitraan pencitraan otak fungsional-sebagai contoh,


tomografi emisi positron (PET; positron emission tomography)- telah menemukan
peningkatan aktivitas (sebagai contoh, metabolisme dan aliran darah) di lobus
frontalis, ganglia basalis (khungn gsusnya caudata), dan singulum pada pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif. Terapi farmakologis dan perilaku telah
dilaporkan membalikkan keadaan tersebut. Data dari penelitian pencitraan otak
fungsional adalah konsisten dengan data dari penelitian pencitraan otak struktural.
Baik tomografi komputer (CT) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) telah
menemukan adanya penurunan ukuran kaudata secara bilateral pada pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif. Baik penelitian pencitraan otak fungsional maupun
struktural juga konsisten dengan pengamatan bahwa prosedur neurologis yang
melibatkan singulum kadang-kadang efektif dalam pengobatan pasien gangguan
obsesif-kompulsif. Satu penelitian MRI baru-baru ini melaporkan peningkatan
wantu relaksasi T1 di korteks frontalis, suatu temuan yang konsisten dengan lokasi
kelainan yang ditemukan pada penelitian PET.3

c. Data biologis lainnya

Penelitian elektrofisiologis, penelitian elektroensefalogram (EEG) tidur, dan


penelitian neuroendokrin telah menyumbang dara yang menyatakan adanya kesamaan
antara gangguan depresif dan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu insidensi kelainan
EEG nonspesifik yang lebih tinggi dari biasanya telah ditemukan pada pasien
gangguan obsesif-kompulsif. Penelitian EEG tidur telah menemukan kelainan yang
mirip dengan yang terlihat pada gangguan depresif, seperti nonsupresi pada

4
KKS PSIKIATRI | Al Fath Kautsar

dexamethasone-suppression test pada kira-kira sepertiga pasien dan panurunan


sekresi hormon pertumbuhan pada infus clonidine (Catapres).3

3.Faktor perilaku

Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan. Stimulus
yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan melalui proses
pembiasaan responden dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami
adalah berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang
sebelumnya netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan
kecemasan atau gangguan.
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan bahwa
tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional.
Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsif atau ritualistik
dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat
perilaku tersebut dalam menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan
(kecemasan), strategi menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif
yang dipelajari. Teori belajar memberikan konsep yang berguna untuk menjelaskan
aspek tertentu dari fenomena obsesif-kompulsif-sebagai contohnya, kemampuan
gagasan untuk menimbulkan kecemasan adalah tidak selalu menakutkan bagi dirinya
sendiri dan menegakkan pola perilaku kompulsif.3

4. Faktor Psikososial

a. Faktor kepribadian

Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan kepribadian


obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesif-kompulsif tidak
memiliki gejala kompulsif pramorbid; dengan demikian, sifat kepribadian
tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan gangguan
obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15-35% pasien gangguan obsesif-kompulsif
memiliki sifat obsesional pramorbid.3

b. Faktor psikodinamika

Sigmund freud menjelaskan tiga mekanisme pertahan psikologis utama yang


menentukan bentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter obsesif-kompulsif;
isolasi, meruntuhkan (undoing), dan pembentukan reaksi.3
5
KKS PSIKIATRI | Al Fath Kautsar

ISOLASI adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari afek


dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Di bahwa kondisi pada umumnya
seseorang mengalami secara sadar afek dan khayalan dari suatu gagasan yang
mengandung emosi (emotion-laden), terlepas apakah ini berupa fantasi atau
ingatan terhadap suatu peristiwa. Jika terjadi isolasi, afek dan impuls yang
didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen ideasional dan
dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek
yang terkait seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari
gagasan yang tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya.3

MERUNTUHKAN (UNDOING). Karena adanya ancaman terus-menerus


bahwa impuls mungkin dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi
bebasm operasu pertahanan sekunder adalah diperlukan untuk melawan impuls
dan menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran. Tindakan
kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan operasi defensif yang
ditujukan untuk menurunkan kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang
belum diatasi secara memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang
cukup penting adalah mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti yang
dinyatakan oleh ahli, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang
dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat yang secara
irrasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsesional yang
menakutkan.3

PEMBENTUKAN REAKSI (REACTION FORMATION). Baik isolasi maupun


meruntuhkan adalah tindakan pertahanan yang terlibat erat dalam menghasilkan
gejala klinis. Pembentukan gejala menyebabkan pembentukan sifat karakter,
bukan gejala. Seperti yang diungkapkan istilahny, pembentukan reaksi
melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi dan sikap yang secara sadar
dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar. Sering kali, pola yang
terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai.3

FAKTOR PSIKODINAMIKA LAINNYA. Pada teori psikoanalisis klasik,


gangguan obsesif-kompulsif dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan
merupakan suaru regresi dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual
anal. Jika pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh

6
KKS PSIKIATRI | Al Fath Kautsar

kecemasan tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang


penting, mereka mundur dari posisi oedipal dan beregresi ke stadium emosional
yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase anal. Ambivalensi adalah
dihubungakan dengan menyelesaikan fusi yang halus antara dorongan seksual
dan agresif yang karakteristik dari fase oedipal. Adanya benci dan cinta secara
bersama-sama kepada orang yang sama menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh
keragu-raguan dan kebimbangan.3

Satu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah
derajat dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan, baik secara jelas
dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak dibelakangnya.
Dengan demikian, psikogenesis gangguan obsesif-kompulsif mungkin terletak
pada gangguan pada dan perkembangan pertumbuhan normal yang berhubungan
dengan fase perkembangan anal-sadistik.3

c. Ambivalensi

Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam karakteristik


kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada anak normal selama
fase perkembangan anal-sadistik; yaitu, anak merasakan cinta dan kebencian
kepada suatu objek. Konflik emosi yang berlawanan tersebut mungkin
ditemukan pada pola perilaku melakukan-tidak melakukan pada seorang pasien
dan keragu-raguan yang melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan.3

d. Pikiran magis

pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran awal,


ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi oleh
regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan.
Orang merasa bahwa mereka dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi
tanpa tindakan fisik yang menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir
tentang peristiwa tersebut. Peristiwa tersebut menyebabkan memiliki suatu
pikiran agresif akan menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif.3

7
KKS PSIKIATRI | Al Fath Kautsar

2.4 Gambaran Klinis

Pada umumnya obsesi dan kompulsi mempunyai gambaran tertentu seperti2 :

1. Adanya ide atau impuls yang terus menerus menekan kedalam kesadaran individu.
2. Perasaan cemas/takut akan ide atau impuls yang aneh.
3. Obsesi dan kompulsi yang egoalien.
4. Pasien mengenali obsesi dan kompulsi merupakan sesuatu yang abstrak dan irasional.
5. Individu yang menderita obsesi kompulsi merasa adanya keinginan kuat untuk
melawan.
Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsi yaitu2 :
1. Kontaminasi
Pola yang paling sering adalah obsesi tentang kontaminasi, yang diikuti oleh
perilaku mencuci dan membersihkan atau menghindari obyek yang dicurigai
terkontaminasi.
2. Sikap ragu-ragu yang patologik
Pola kedua yang paling sering adalah obsesi tentang ragu-ragu yang diikuti
dengan perilaku kompulsi mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang situasi
berbahaya atau kekerasan (seperti lupa matikan api kompor atau tidak mengunci
pintu rumah).
3. Pikiran yang intrusif
Pola yang jarang adalah pikiran yang intrusif tidak disertai kompulsi, biasanya
pikiran berulang tentang seksual atau agresif.
4. Simetri
Obsesi yang temannya kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga bertindak
lamban, misalnya makan bisa memerlukan waktu berjam-jam, atau mencukur
kumis dan janggut.
Pola yang lain : obsesi bertemakan keagamaan, trichotilomania, dan menggigit-
gigit jari.

2.5 Kriteria Diagnostik menurut DSM-IV 2


A. Salah satu obsesif atau kompulsif
B. Pada waktu tertentu selama perjalanan penyakit, individu menyadari bahwa obsesi
dan kompulsi berlebihan dan tidak beralasan. Catatan keadaan ini tidak berlaku
pada anak.
C. Obsesi dan kompulsi menyebabkan distress, menghabiskan waktu (membutuhkan
waktu lebih dari 1 jam perhari) atau mengganggu kebiasaan normal, fungsi
pekerjaan atau akademik atau aktivitas sosial.
D. Bila ada gangguan lain pada aksis 1, isi dari obsesi dan kompulsi tidak terkait
dengan gangguan tersebut.

8
KKS PSIKIATRI | Al Fath Kautsar

E. Gangguan tidak disebabkan efek langsung dari penggunaan zat (misalnya


penyalahgunaan zat, obat) atau kondisi medik umum.

Kondisi khusus jika :


Dengan tilikan buruk : jika untuk sepanjang episode individu tidak menyadari
bahwa obsesi dan kompulsinya berat dan tidak beralasan.

2.6 Diagnosa Banding

a. kondisi medik tertentu


persyaratan diagnostik DSM-IV tentang ketegangan personal dan gangguan
fungsional membedakan gangguan obsesif-kompulsif dari pikiran dan kebiasaan
berlebihan yang umumnya atau ringan. Gangguan neurologis utama yang
dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik
lainnya, epilepsi lobus temporalis, dan kadang-kadang komplikasi trauma dan
pascaensefalitik.3
b. gangguan tourette
gejala karakteristik dari gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang sering
dan hampir setiap hari terjadi. Gangguan Tourette dan gangguan obsesif-kompulsif
memiliki onset usia yang sama dan gejala yang mirip. Kira-kira 90% pasien dengan
gangguan Tourette memiliki gejala kompulsif, dan sebanyak dua pertiganya
memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif .3
c. kondisi psikiatrik
pertimbangan psikiatrik utama di dalam diagnosis banding gangguan obsesif-
kompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia dan
gangguan depresif. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif biasanya dapat
dibedakan dari skizofrenia oleh tidak adanya gejala skizofrenik lain, oleh kurang
kacaunya sifat gejala, dan oleh tilikan pasien terhadap gangguan mereka. Gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif tidak memiliki derajat gangguan fungsional yang
berhubungan dengan gangguan onsesif-kompulsif. Fobia adalah dibedakan dengan
tidak adanya hubungan antara pikiran obsesif dan kompulsif. Gangguan depresif berat
kadang-kadang dapat disertai oleh gagasan obsesif, tetapi pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif saja tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gagasan depresi
berat.3
Kondisi psikiatrik lain yang dapt berhubungan erat dengan gangguan obsesif-
kompulsif adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan kemungkinan
gangguan impuls lainnya, seperti kleptomania dan berjudi patologis. Pada semua

9
KKS PSIKIATRI | Al Fath Kautsar

gangguan tersebut pasien memiliki pikiran yang berulang (sebagai contoh,


permasalahan tentang tubuhnya) atau perilaku yang berulang (sebagai contoh,
mencuri). Beberapa kelompok penelitian telah meneliti gangguan tersebut,
hubungannya dengan gangguan obsesif-kompulsif, dan responsnya terhadap berbagai
pengobatan.3

2.7 Terapi

Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif-kompulsif adalah faktor biologik,


maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian farmakoterapi dan terapi perilaku.
Banyak pasien gangguan obsesif-kompulsif yang resisten terhadap usaha pengobatan yang
diberikan baik dengan obat maupun dengan terapi perilaku. Walaupun dasar gangguan
obsesif-kompulsif adalah biologik, namun gejala obsesif kompulsifnya mungkin mempunyai
makna psikologis penting yang membuat pasien menolak akan pengobatan. Eksplorasi
psikodinamik terhadap resistensi pasien terhadap pengobatan sering memperbaiki kepatuhan
berobat.

Beberapa penelitian mendapatkan bahwa kombinasi farmakoterapi dan terapi perilaku


lebih efektif menurunkan gejala obsesif-kompulsif.2

a. Farmakoterapi
Kemanjuran farmakoterapi dalam gangguan obsesif-kompulsif telah dibuktikan dalam
banya uji coba klinis. Manfaat tersebut ditingkatkan oleh pengamatan bahwa
penelitian menemukan angka respon plasebo adalah kira-kira 5%. Persentasi tersebut
adalah rendah, dibandingkan dengan angka respon plasebo 30-40% yang sering
ditemukan pada penelitian obat antidepresan dan anxiolitik.
Data yang tersedia menyatakan bahwa obat, semuanya digunakan untuk mengobati
gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat digunakan dalam rentang dosis
yang biasanya. Efek awal biasanya terlihat setelah empat sampai enam minggu
pengobatan, walaupun biasanya diperlukan waktu 8-16 minggu untuk mendapatkan
manfaat terapeutik yang maksimum. Walaupun pengobatan dengan obat antidepresan
adalah masih kontroversial, sebagian bermakna pasien dengan ganguan obsesif-
kompulsif yang berespon terhadap pengobatan dengan antidepresan tampaknya
mengalami relaps jika terapi obat dihentikan.
Pendekatan standar adalah memulai dengan obat spesifik-serotonin (sebagai contoh,
clomipramine / anafranil) atau inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin (SSRI;

10
KKS PSIKIATRI | Al Fath Kautsar

serotonin-specific reuptake inhibitor), seperti fluoxetine (prozac)- dan selanjutnya


pindah ke strategi farmakologis lain jika obat spesifik serotonin adalah tidak efektif.
Clomipramine. Obat standar untuk pengobatan gangguan obsesif-kompulsif adalah
clomipramine, suatu obat trisiklik spesifik serotonin yang juga digunakan untuk
pengobatan gangguan depresif. Kemanjuran clomipramine dalam gangguan obsesif-
kompulsif didukung oleh banya uji coba klinis. Clomipramine biasanya dimulai
dengan dosis 25-50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25
mg sehari setiap dua sampai 3 hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau
tampaknya efek samping yang mebatasi dosis. Karena clomipramine adalah suatu
obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping yang biasanya dari obat tersebut,
seperti sedasi, hipotensi, disfungsi seksual, dan efek samping antikolinergik (sebagai
contoh mulut kering).
Inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin (SSRI). SSRI yang sekarang tersedia
di Amerika Serikat adalah fluoxetine, sertraline (zoloft), dan paroxetine (paxil).
Beberapa uji coba klinis telah menunjukkan manfaat fluoxetine dan sertraline dalam
gangguan obsesif-kompulsif, dan paroxetine mungkin juga efektif. Fluoxamine, SSRI
yang lain, masih belum tersedia di Amerika Serikat tetapi telah terbukti efektif dalam
mengobati gangguan obsesif-kompulsif. Penelitian tentang fluoxetine dalam
gangguan obsesif-kompulsif telah menggunakan dosis sampai 8- mg setiap hari untuk
mencapai manfaat terapeutik. Walaupun SSRI adalah disertai dengan overstimulasi,
kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual dan efek samping GIT, SSRI sebagai suatu
kelompok adalh ditoleransi dengan lebih baik daripada obat trisiklik dan dengan
demikian, kadang-kadang digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan
gangguan obsesif-kompulsif.
Obat lain jika pengobatan mengguankan clomipramine atau SSRI tidak berhasil, ahli
terapi memperkuat obat pertama dengan menambahkan lithium (eskalith). Obat lain
yang dapat dicoba dalam pengobatan gangguan obsesif-kompulsif adalah inhibitor
monoamin oksidase (MAOI), khususnya phenelzine (Nardil). Obat farmakologis lain
yang kurang diteliti adalah buspirone (BuSpar), fenfluramine (Pondimin), tryptophan,
dan clonazepam (Klonopin).3

b. Terapi perilaku
Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku adalah sama
efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif, dan beberapa data
menyatakan bahwa efek bermanfaat adalah berlangsung lama dengan terapi perilaku.
Dengan demikian, banyak klinisi mempertimbangakan terapi perilaku sebagai terapi

11
KKS PSIKIATRI | Al Fath Kautsar

terpilih untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku dapat dilakuakn pada


situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku utama pada gangguan
obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan pencegahan respons. Desensitisasi,
menghentikan pikiran, pembanjiran, terapi implosi, dan pembiasaan tegas juga telah
digunakan pada pasien gangguan obsesif-kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien
harus benar-benar melakukannya untuk mendapatkan perbaikan.3

2.8 Prognosis

Lebih dari 50% pasien dengan gangguan obsesif kompulsif gejala awalnya muncul
mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa yang menimbulkan stress,
seperti kehamilan, masalah seksual, kematian keluarga. Seringkali pasien merahasiakan
gejala sehingga terlambat datang berobat. Perjalanan penyakit bervariasi, sering berlangsung
panjang, beberapa pasien mengalami perjalanan penyakit yang berfluktuasi sementara
sebagian lain menetap atau terus menerus ada.2,3

Kira-kira 20%-30% pasien mengalami perbaiki gejala yang bermakna, sementara 40-
50% perbaiki sedang, sedangkan sisanya 20-40 % gejalanya menetap atau memburuk.2,3

Sepertiga dari gangguan obsesif-kompulsif disertai gangguan depresi, dan semua


pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki resiko bunuh diri.2,3

Suatu prognosis yang buruk dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada
kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di
rumah sakit, gangguan depresi berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan
yang terlalu dipegang (overvaluaded) (yaitu, penerimaan obsesi dan kompulsi), dan adanya
gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik
ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan
suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan
prognosis.

BAB III

KESIMPULAN

12
KKS PSIKIATRI | Al Fath Kautsar

Obsesi adalah aktivitas mental seperti pikiran, perasaan, idea, impuls yang berulang
dan intrusif. Kompulsi adalah pola perilaku tertentu yang berulang dan disadari seperti
menghitung, memeriksa dan menghindar.

Prevalensi gangguan obsesi kompulsi sebesar 2-3% dan sebagian besar terjadi pada
masa remaja atau dewasa muda, namun bisa terjadi pada masa kanak-kanak. Penyebab
gangguan obsesif-kompulsif bersifat multifaktoral, seperti faktor biologik, genetik, faktor
perilaku dan faktor psikososial.

Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsi yaitu kontaminasi, sikap ragu-
ragu yang patologik, pikiran yang intrusif, dan simetri. Gangguan obsesi kompulsi harus
dapat dibedakan dengan gangguan Tourette, depresi, kondisi medis tertentu dan kondisi
psikiatri lainnya.

Prognosis gangguan obsesif-kompulsif bisa baik dan bisa buruk tergantung faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Pengobatan untuk gangguan obsesif dan kompulsif adalah
gabungan antara farmakoterapi dan terapi perilaku.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Harold I dan Sadock, Benjamin J. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat.
Jakarta : Widya Medika. Hal: 354-356

13
KKS PSIKIATRI | Al Fath Kautsar

2. Elvira D.Sylvia.2010.Gangguan Obsesif Kompulsif. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta FK


UI. Hal: 250-253
3. Kaplan Dan Sadock. Benjamin. 2010. Gangguan Kecemasan. Buku Ajar Psikiatri
Klinis edisi 2. Jakarta: Bina aksara Hal: 56-67
4. PPDGJ III, 1995.Cetakan Pertama. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral
Pelayanan Medik. Hal:76-77

14

Anda mungkin juga menyukai