Anda di halaman 1dari 40

DEPARTEMEN KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA Tn. R DENGAN HALUSINASI DI


DESA BESOWO DUSUN SUMBEREJO

OLEH

DELFI ARIANCE NOPE


NIM. 202106052

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi tugas praktek klinik
stase Departemen Keperawatan Jiwa pada tanggal 15 November-11 Desember 2021 oleh mahasiswa Program
Studi Profesi Ners STIKES Karya Husada Kediri Tahun 2021.
Nama : Delfi Ariance Nope
NIM : 202106052

Kediri, 19 November 2021

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Mahasiswa

Pria Wahyu R. G, S.Kep.,Ns.,M.Kep Delfi Ariance Nope


NIDN : 07-0305-8807
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

1.1 Laporan Penduluan Halusinasi


1.1.1 Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015).
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai
dengan kenyataan Sheila L Vidheak,( 2001) dalam Darmaja (2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa
adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi adalah
gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui panca indera
tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami
persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya
stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata
ada oleh klien.
1.1.2 Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor yang
menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu.
Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang
salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya
menjadi 35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal.
Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin, serotonin, dan
glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi faktor
predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia antara
lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin,
dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama
sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat sistem syaraf pusat, kurangnya latihan,
hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di rumah tangga,
kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari,
kesukaran dalam hubungan dengan orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan
sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan,
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus asa, tidak
percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya kekuatan
berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan,
rendahnya kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan pengobatan,
ketidakadekuatan penanganan gejala.
1.1.3 Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda rentang
respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam Yusalia 2015. Ini merupakan
persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan
dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut tidak
ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal
mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya,
yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap
stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut
sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis  Kadang-  Waham


 Persepsi akurat kadang proses  Halusinasi
 Emosi pikir terganggu  Sulit berespons
konsisten (distorsi  Perilaku
dengan pikiran disorganisasi
pengalaman  Ilusi  Isolasi sosial
 Perilaku sesuai  Menarik diri
 Hubungan  Reaksi emosi
sosial harmonis >/<
 Perilaku tidak
biasa
1.1.4 Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya
klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti:
darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum.Biasanya berhubungan
dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan,
merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui
vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
1.1.5 Tanda Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atautertawa yang tidak
sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicarasendiri,pergerakan mata cepat, diam, asyik
dengan pengalamansensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realitas
rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit, kesukaranberhubungan
dengan orang lain, tidak mampu merawat diri,perubahan
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden, (1998) dalam
Yusalia (2015).
Jenis halusinasi Karakteristik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.

Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan


cahaya, gambar giometris, gambar
karton dan atau panorama yang luas dan
komplek. Penglihatan dapat berupa
sesuatu yang menyenangkan /sesuatu
yang menakutkan seperti monster.

Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah,


urine, fases umumnya baubau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi
penciuman biasanya sering akibat
stroke, tumor, kejang / dernentia.

Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa


darah, urine, fases.

Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan


tanpa stimulus yang jelas rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda
mati atau orang lain.

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran


Sinestetik darah divera (arteri), pencernaan
makanan.

Kinestetik Merasakan pergerakan sementara


berdiri tanpa bergerak
Pohon Masalah

Faktor presipitasi

biologis psikologis sosiocultural

Abnormalitas perkembangan
sistem saraf, lesi daerah kemiskinan, konflik sosial
Penolakan atau
frontal, dopamine budaya
tindakan kekerasan
neurotransmitter,
dalam rentang (perang, kerusuhan,
pembesaran ventrikel,
hidup klien bencana alam) dan
gangguan tumbang,, factor
biokimia. kehidupan yang terisolasi

sifat Jumlah asal waktu

Bio:kelelahan,obat-obatan,
delirium, intoksikasi alkohol Frekuensi
Psiko: cemas yang Kuantitas
halusinasi
berlebihan Sosial:gangguan halisinasi
muncul
interaksi sosial muncul pada
pada klien
Spiritual: hilangnya aktivitas
ibadah, kehampaan hidup

kognitif afektif fisiologis perilaku sosial


Penilaian terhadap stressor
curiga, ketakutan,
penurunan fungsi ego Ansietas dari Gangguan Klien asyik
rasa tidak aman,
ringan sampai dalam dengan
gelisah, bingung,
berat komunikasi halusinasinya,
perilaku merusak
dan seolah-olah ia
diri, kurang
putaran merupakan
perhatian, tidak
balik otak tempat untuk
mampu
memenuhi
mengambil
kebutuhan akan
keputusan, bicara
interaksi sosial,
inkoheren, bicara
kontrol diri dan
sendiri, tidak
harga diri yang
membedakan
tidak
yang nyata
didapatkan
dengan yang
dalam dunia
tidak nyata..
Sumber koping

Kemampuan Dukungan Keyakinan


Aset material
personal sosial positif

ketrampilan yang dukungan emosional modal ekonomi yang teknik


dimiliki klien dan bantuan yang dimiliki klien dan keluarga pertahanan
didapatkan untuk dan motivasi
penyelesaian tugas,
pengetahuan dan
kemampuan keluarga
memberikan asuhan

Mekanisme koping

Regresi
Proyeksi
Menarik diri
Proses terjadinya halusinasi
Perubahan proses
pikir : waham
Perilaku kekerasan
Pelepasan dopamine,
akibat serotonin, norepinefrin
Resiko tinggi menciderai diri sendiri, PABA
orang lain dan lingkungan
Pelepasan Stimulu s
Gangguan persepsi sensori:halusinasi halusinogen SSO
masalah utama

isolasi Rangsangan internal meningkat,


rangsang eksternal menurun

Menarik diri

penyebab Harga diri rendah

Kerusakan Defisit perawatan diri


interaksi sosial

Koping individu tidak efektif

Faktor predisposisi Faktor presipitasi


1.1.6 Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya Stuart &
Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan
tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat
fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya.
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien
1 2 3
Fase 1 : Comforting- Klien mengalami keadaan Menyeringai atau
ansietas tingkat emosi seperti ansietas, tertawa yang tidak
sedang, secara kesepian, rasa bersalah, dan sesuai, menggerakkan
umum, halusinasi takut serta mencoba untuk bibir tanpa
bersifat berfokus pada penenangan menimbulkan suara,
menyenangkan pikiran untuk mengurangi pergerakan mata yang
ansietas. Individu mengetahui cepat, respon verbal
bahwa pikiran dan yang lambat, diam dan
pengalaman sensori yang dipenuhi oleh sesuatu
dialaminya tersebut dapat yang mengasyikkan.
dikendalikan jika ansietasnya
bias diatasi
(Non psikotik)

Fase II: Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem


Condemning- menjijikkan dan menakutkan, syaraf otonom yang
ansietas tingkat klien mulai lepas kendali dan menunjukkan ansietas,
berat, secara umum, mungkin mencoba untuk seperti peningkatan
halusinasi menjadi menjauhkan dirinya dengan nadi, pernafasan, dan
menjijikkan sumber yang dipersepsikan. tekanan darah;
Klien mungkin merasa malu penyempitan
karena pengalaman kemampuan
sensorinya dan menarik diri konsentrasi, dipenuhi
dari orang lain. dengan pengalaman
sensori dan kehilangan
(Psikotik ringan) kemampuan
membedakan antara
halusinasi dengan
realita.

Fase III: Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti


Controlling- ansietas perlawanan terhadap petunjuk yang diberikan
tingkat berat, halusinasi dan menyerah pada halusinasinya daripada
pengalaman halusinasi tersebut. Isi menolaknya, kesukaran
sensori menjadi halusinasi menjadi menarik, berhubungan dengan
berkuasa dapat berupa permohonan. orang lain, rentang
Klien mungkin mengalarni perhatian hanya
kesepian jika pengalaman beberapa detik atau
sensori tersebut berakhir. menit, adanya tanda-
(Psikotik) tanda fisik ansietas
berat
: berkeringat, tremor,
tidak mampu mengikuti
petunjuk.
Fase IV: Conquering Pengalaman sensori menjadi
mengancam dan menakutkan Perilaku menyerang-
Panik, umumnya
jika klien tidak mengikuti teror seperti panik,
halusinasi menjadi
perintah. Halusinasi bisa berpotensi kuat
lebih rumit, melebur
berlangsung dalam beberapa melakukan bunuh diri
dalam halusinasinya
jam atau hari jika tidak ada atau membunuh orang
intervensi terapeutik. lain, Aktivitas fisik
yang merefleksikan
(Psikotik Berat) isi
halusinasi seperti amuk,
agitasi, menarik diri,
atau katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih
1.1.7 Penatalaksanaan Medis
dari satu orang.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk membantu
klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling percaya dengan
klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih
lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan
pengalaman aneh halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien
dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri,
membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul untuk
membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan
aktif mendengar ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan
klien atau menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh dan
menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan selanjutnya adalah
membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi halusinasi, waktu, frekuensi
terjadinya
halusinasi, situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat
halusinasi muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah
masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana cara yang bisa
dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses ini dimulai dengan mengkaji
pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk
mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara
tersebut efektif, bisa diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat
dapat membantu dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan
kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus berusaha
melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih untuk
mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk dilakukan bila
halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara
kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu
menghardik halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan
neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan
bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat
secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan
dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien patuh
untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang
mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting dilakukan
dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana klien berasal. Pengaruh
sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah
mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa
mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi
sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama (kronis), sekalipun klien pulang
ke rumah, mungkin
masih mengalarni halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan
halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien kembali ke rumah.
Latih pasien menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas, ketegangan,
kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala – gejala lain yang biasanya
terdapat pada penderita skizofrenia, manik depresi, gangguan personalitas, psikosa
involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan intramuskuler. Dosis
permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti peningkatan dosis hingga mencapai 300
mg perhari. Dosis ini dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan
satu kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa
belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan sampai 600 – 900 mg
perhari. Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma, keracunan alkohol,
barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang hipersensitif terhadap derifat
fenothiazine.
Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut
kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada wanita, hiperpireksia atau
hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk penderita non psikosa
dengan dosis yang tinggi menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi
susunan syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan
gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan
intoksikasi.
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la tourette pada anak –
anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15 mg untuk
keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg intramuskuler setiap 1 – 8
jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson, hipersensitif
terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala
ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang adalah nausea,
diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik. Efek samping
yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien
memakai dalam dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau
kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5 mg ) diberikan
tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis ditingkatkan 25 mg dan interval
pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien.
Bila pemberian melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan –
lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap fluphenazine
atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi gejala –
gejala sesuai dengan efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat
berikan terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol hindari
menggunakan ephineprine ISO, (2008) dalam Pambayun (2015).
3. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan
meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi persepsinya
pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan
dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus
internal yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan
cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain:
4. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian. Kebanyakan halusinasi
muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien.
Klien akhirnya asyik dengan halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun
rencana kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan
kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan kegiatan
tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk melamun tak terarah.
Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas
terjadwal:
2.1 Proses Keperawatan Halusinasi
1. Pengkajian
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi merupakan sifat dasar dan faktor resiko yang akan
memperngaruhi jenis dan jumlah sumber yang dibangkitkan oleh individu dalam
menghadapi kecemasan. Faktor-faktor tersebut dibagi dalam 3 aspek yaitu biologis,
psikologis dan sosial budaya. Berikut penjabaran masing-masing aspek tersebut.
 Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian- penelitian yang berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan
dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut
didukung oleh otopsi (post-mortem)
d) Gangguan tumbang prenatal, perinatal, neonatal dan anak-anak.
e) Kembar 1 telur lebih beresiko daripada kembar 2 telur.
f) Factor biokimia mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivvasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi
ketidakseimbangan acetylcholine dan dopamine.
 Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
a) Ibu/ pengasuh yang cemas/overprotektif, dingin, tidak sensitive
b) Hubungana dengan ayah yang tidak dekat/perhatian yang berlebihan.
c) Konflik pernikahan
d) Komunikasi “double bind”
e) Koping dalam menghadapi stress tidak konstruktif atau tidak adaptif
f) Gangguan identitas
g) Ketidakmampuan menggapai cinta
 Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress, tinggal di ibukota.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan penyebab langsung yang dapat memicu munculnya
halusinasi:.
 Sifat halusinasi
Terdiri dari 4 aspek yaitu biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
a) Biologis
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,intoksikasi alkohol
dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b) Psikologis
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang
perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
c) Social
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan conforting,
klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan
d) Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Irama sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut
malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas
tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput
rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya
memburuk
 Asal halusinasi
 Eksternal : stimulus eksternal
 Internal : pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls
 Waktu
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu
muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi
dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
 Jumlah
pengkajian mengenai kuantitas halusinasi yang dialami klien dalam satu periode.
3. Penilaian stressor terhadap halusinasi
 Respon Fisiologis :
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan
 Respon Kognitif
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien..
 Respon Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak
aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang
nyata dengan yang tidak nyata..
 Respon Afektif
Gelisah, kemampuan konsentrasi menurun, marah dan menangis, perasaan tidak
berdaya, bingung, kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang,
berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi
dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif, melukai diri
sendiri atau orang lain
 Respon Sosial
Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu
tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain
individu cenderung untuk itu.
4. Sumber Koping
 Kemampuan personal : berupa ketrampilan dan kemauan klien untuk menghalau
halusinasi sehingga pasien dapat mengontrol halusinasi.
 Dukungan social : dukungan emosional dan bantuan yang dapat diberikan keluarga
dan teman dekat untuk klien dalam menghalau halusinasinya, misalnya menemani
pasien mengobrol saat halusinasi muncul, mengingatkan minum obat dan memberi
motivasi dan perhatian pada klien.
 Aset materi : pada halusinasi terdapat kemungkinan tidak memiliki aset sosial,
materi dan ekonomi yang mendukung penyembuhan klien
 Keyakinan positif : klien mempunyai sikap diri yang mendukung perubahan yang
positif seperti kehidupan klien sebelum klien mengalami halusinasi.
5. Mekanisme koping yang digunakan halusinasi
 Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
 Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
 Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.

2. Rencana keperawatan
 Diagnosa : gangguan persepsi/sensori;halusinasi
 Tujuan :
 Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
 Klien dpat membina hubungan saling percaya
 Manfaat hubungaan dengan orang lain dan tidak berhubungan dengan orang lain
 Klien melaksanakan hubungan secara bertahap
 Klien dapat mengungkapkan perasaan dengan orang lain
 Klien dapat berdayakan system pendukung atau keluarga
 Kriteria Hasil :
 Pasien berinteraksi secara sesuai dengan orang lain dan lingkungan
 Pasien tampak penuh perhatian,konsentrasi dan orientasi
 Pasien menyatakan tidak lagi mendengar suara-suara atau melihat bayangan
 Tindakan Keperawatan pada klien
 Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
 Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
 Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
 Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
 Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
 Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
 Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
 Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian
 Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain
 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
 Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan
yang biasa dilakukan pasien di rumah)
 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
 Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
 Tindakan keperawatan pada keluarga
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis halusinasi yang
dialami pasien beserta proses terjadinya
 Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi
 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan halusinasi
 Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning)
 Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
5. Implementasi
SP Tindakan Keperawatan Tindakan Keluarga
1 1. Mengidentifikasi jenis 1. Mendiskusikan masalah yang
halusinasi pasien dirasakan keluarga dalam
2. Mengidentifikasi isi halusinasi merawat pasien
pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda
3. Mengidentifikasi waktu dan gejala halusinasi, dan jenis
halusinasi pasien halusinasi yang dialami pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi beserta proses terjadinya
halusinasi pasien 3. Menjelaskan cara-cara merawat
5. Mengidentifikasi situasi yang pasien halusinasi
menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respons
pasien terhadap halusinasi.
7. Mengajarkan pasien
menghardik halusinasi
8. Menganjurkan pasien
memasukkan cara menghardik
halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian
2 1. Evaluasi SP 1 1. Evaluasi SP 1
2. Mengevaluasi jadwal kegiatan 2. Melatih keluarga
harian pasien mempraktekkan cara merawat
3. Melatih pasien mengendalikan pasien dengan halusinasi
halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang
lain
4. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
3 1. Evaluasi SP 2 1. Evaluasi SP 2
2. Mengevaluasi jadwal kegiatan 2. Membantu keluarga membuat
harian pasien jadual aktivitas di rumah
3. Melatih pasien mengendalikan termasuk minum obat
halusinasi dengan melakukan (discharge planning)
kegiatan (kegiatan yang biasa 3. Menjelaskan follow up pasien
dilakukan pasien di rumah) setelah pulang
4. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
4 1. Evaluasi SP 3
2. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
3. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang penggunaan
obat secara teratur
4. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

6. Evaluasi
 Pasien dan keluarga mengetahui jenis halusinasi, isi, waktu, frekuensi dan situasi yang
menimbulkan halusinasi pasien
 Pasien dapat menghardik halusinasi
 Pasien dapat mengendalikan halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain
 Pasien dapat mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang
biasa dilakukan pasien di rumah)
 Pasien minum obat secara teratur
 Keluarga mengetahui cara-cara mengendalikan halusinasi
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN : HALUSINASI PENGLIHATAN DAN PERABAAN

HARI 1 (16 NOVEMBER 2021)


SP 1 PASIEN
No. Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
Keperawatan
Tujuan Kriteria Intervensi
Evaluasi

1. Gangguan Pasien Setelah SP 1 : Menghardik Halusinasi


Persepsi mampu dilakukan 1 x 30 1. Beri ucapan salam setiap
Sensori mempelajari menit, pasien pertemuan.
cara dapat 2. Perkenalan dengan pasien
menghardik mempelajari (tanyakan nama perawat,
halusinasi. cara menghardik apakah masih ingat).
halusinasi. 3. Tanyakan perasaan dan
keluhan pasien.
4. Buat kontak waktu asuhan
(jelaskan tujuan, kapan
aktivitas dilakukan, tempat
dan berapa lama)
5. Jelaskan cara menghardik
halusinasi.
6. Peragakan cara menghardik
halusinasi.
7. Minta pasien memperagakan
ulang.
8. Pantau kemampuan pasien
dengan cara ini dan
menguatkan perilaku pasien
dalam keseharian.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN : HALUSINASI PENGLIHATAN DAN PERABAAN

HARI 1 (16 NOVEMBER 2021)


SP 1 KELUARGA

No. Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Intervensi
Evaluasi
1. Gangguan Setelah dilakukan SP 1: Menjelaskan Masalah Pasien
Persepsi 1 x 30 menit, 1. Beri ucapan salam setiap
Sensori keluarga pasien pertemuan.
dapat mengenali 2. Perkenalkan nama kepada
dan mengerti keluarga.
mengenai 3. Tanyakan perasaan keluarga.
keadaan pasien. 4. Buat kontak waktu asuhan
(jelaskan tujuan, kapan aktivitas
dilakukan, tempat dan berapa
lama).
5. Tanyakan apa yang sudah
dilakukan dan apa saja gejala yang
muncul.
6. Jelaskan terkait kondisi Tn. R pada
keluarga
7. Berikan saran untuk mengatasi
kekambuhan halusinasi.
8. Kontrak waktu ulang.

HARI 2 (17 NOVEMBER 2021)

SP 2 PASIEN

No Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Gangguan Pasien Dalam 1 x 30 menit SP 2: Kontrol Halusinasi


Persepsi mampu pasien dapat belajar
Sensori mengontrol cara mengontrol 1. Beri ucapan salam setiap
halusinasi halusinasi pertemuan.
2. Perkenalan dengan pasien
(tanyakan nama perawat,
apakah masih ingat).
3. Tanyakan perasaan dan
keluhan pasien.
4. Buat kontak waktu asuhan
(jelaskan tujuan, kapan
aktivitas dilakukan, tempat
dan berapa lama)
5. Melatih pasien cara kontrol
halusinasi dengan
berbincang dengan
berbincang dengan orang
lain.
6. Minta pasien mengulangi
apa yang sudah disarankan
oleh perawat.

HARI 3 (18 NOVEMBER 2021)

SP 1 DAN 2

No Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Gangguan Pasien Dalam 1 x 30 menit SP 1 : Menghardik


Persepsi mampu pasien dapat belajar Halusinasi
Sensori menghardik cara menghardik 1. Beri ucapan salam setiap
dan dan mengontrol pertemuan.
mengontrol halusinasi 2. Perkenalan dengan pasien
halusinasi (tanyakan nama perawat,
apakah masih ingat).
3. Tanyakan perasaan dan
keluhan pasien.
4. Buat kontak waktu asuhan
(jelaskan tujuan, kapan
aktivitas dilakukan, tempat
dan berapa lama)
5. Jelaskan cara menghardik
halusinasi.
6. Peragakan cara
menghardik halusinasi.
7. Minta pasien
memperagakan ulang.
8. Pantau kemampuan pasien
dengan cara ini dan
menguatkan perilaku
pasien dalam keseharian.

SP 2: Kontrol Halusinasi

1. Beri ucapan salam setiap


pertemuan.
2. Perkenalan dengan pasien
(tanyakan nama perawat,
apakah masih ingat).
3. Tanyakan perasaan dan
keluhan pasien.
4. Buat kontak waktu asuhan
(jelaskan tujuan, kapan
aktivitas dilakukan, tempat
dan berapa lama)
5. Melatih pasien cara kontrol
halusinasi dengan
berbincang dengan
berbincang dengan orang
lain.
6. Minta pasien mengulangi
apa yang sudah disarankan
oleh perawat.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN: HALUSINASI PENGLIHATAN DAN PERABAAN

HARI 1 (16 NOVEMBER 2021)

SP 1 PASIEN

No Diagnosa Implementasi Keperawatan


Keperawatan
Waktu Implementasi
1 Gangguan 10.15 IB SP 1 : Menghardik halusinasi
Persepsi Sensori 1. Memberi ucapan salam setiap pertemuan.
2. Memperkenalkan dengan pasien (tanyakan nama
perawat, apakah masih ingat).
3. Menanyakan perasaan dan keluhan pasien.
4. Membuat kontak waktu asuhan (jelaskan tujuan,
kapan aktivitas dilakukan, tempat dan berapa
lama)
5. Menjelaskan cara menghardik halusinasi.
6. Memperagakan cara menghardik halusinasi.
7. Meminta pasien memperagakan ulang.
8. Memantau kemampuan pasien dengan cara ini
dan menguatkan perilaku pasien dalam
keseharian.

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN: HALUSINASI PENGLIHATAN DAN PERABAAN

HARI 1 (16 NOVEMBER 2021)

SP 1 KELUARGA

No Diagnosa Implementasi Keperawatan


Keperawatan Waktu Implementasi

1 Gangguan 12.00 WIB SP 1: Menjelaskan Masalah Pasien


Persepsi Sensori 1. Memberi ucapan salam setiap pertemuan.
2. Memperkenalkan nama kepada keluarga.
3. Menanyakan perasaan keluarga.
4. Membuat kontak waktu asuhan (jelaskan tujuan,
kapan aktivitas dilakukan, tempat dan berapa
lama).
5. Menanyakan apa yang sudah dilakukan dan apa
saja gejala yang muncul.
6. Menjelaskan terkait kondisi Tn. R pada keluarga
7. Memberikan saran untuk mengatasi kekambuhan
halusinasi.

HARI 2 (17 NOVEMBER 2021)

SP 2 PASIEN

No Diagnosa Implementasi Keperawatan


Keperawatan
Waktu Implementasi

1 Gangguan 10.20 WIB SP 1 : Menghardik halusinasi


Persepsi Sensori 1. Memberi ucapan salam setiap pertemuan.
2. Memperkenalkan dengan pasien (tanyakan nama
perawat, apakah masih ingat).
3. Menanyakan perasaan dan keluhan pasien.
4. Membuat kontak waktu asuhan (jelaskan tujuan,
kapan aktivitas dilakukan, tempat dan berapa
lama)
5. Menjelaskan cara menghardik halusinasi.
6. Memperagakan cara menghardik halusinasi.
7. Meminta pasien memperagakan ulang.
8. Memantau kemampuan pasien dengan cara ini
dan menguatkan perilaku pasien dalam
keseharian.

HARI 3 (18 NOVEMBER 2021)

SP 1 DAN 2 PASIEN

No Diagnosa Implementasi Keperawatan


Keperawatan
Waktu Implementasi
1 Gangguan 10. 00 WIB SP 1 : Menghardik Halusinasi
Persepsi 1. Memberi ucapan salam setiap pertemuan.
Sensori 2. Memperkenalkan dengan pasien (tanyakan nama
perawat, apakah masih ingat).
3. Menanyakan perasaan dan keluhan pasien.
4. Membuat kontak waktu asuhan (jelaskan tujuan,
kapan aktivitas dilakukan, tempat dan berapa lama)
5. Menjelaskan cara menghardik halusinasi.
6. Memperagakan cara menghardik halusinasi.
7. Meminta pasien memperagakan ulang.
8. Memantau kemampuan pasien dengan cara ini dan
menguatkan perilaku pasien dalam keseharian.

SP 2: Kontrol Halusinasi

1. Memberi ucapan salam setiap pertemuan.


2. Memperkenalkan dengan pasien (tanyakan nama
perawat, apakah masih ingat).
3. Menanyakan perasaan dan keluhan pasien.
4. Membuat kontak waktu asuhan (jelaskan tujuan,
kapan aktivitas dilakukan, tempat dan berapa lama)
5. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan
berbincang dengan berbincang dengan orang lain.
6. Minta pasien mengulangi apa yang sudah disarankan
oleh perawat.

EVALUASI KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN: HALUSINASI PENGLIHATAN DAN PERABAAN

HARI 1 (16 NOVEMBER 2021)

SP 1 PASIEN
No Diagnosa Tindakan Keperawatan
Keperawatan
Waktu Evaluasi

1 Gangguan Persepsi 10.45 WIB S : Tn. R mengatakan masih bingung


Sensori
O : Tn. R tampak bingung, masih lupa cara
menghardik halusinasi

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

HARI 1 (16 NOVEMBER 2021)

SP 1 KELUARGA

No Diagnosa Tindakan Keperawatan


Keperawatan
Waktu Evaluasi

1 Gangguan Persepsi 12. 30 WIB S : Ibu Tn. R mengatakan paham akan kondisi
Sensori anaknya dan paham tentang apa yang
sudah dijelaskan mengenai apa yang
sebenarnya terjadi dengan ananknya,
mengapa anaknya sering duduk dan
menatap ke atas atau ke tembok sambil
menggerakkan tanganya.

O : Ibu Tn. R mampu menjelaskan ulang dan


mampu menjawab apa yang ditanyakan.

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan.

HARI 2 (17 NOVEMBER 2021)

SP 1 PASIEN

No Diagnosa Tindakan Keperawatan


Keperawatan
Waktu Evaluasi
1 Gangguan Persepsi 10.50 WIB S : Tn. R mengatakan masih sering lupa
Sensori tentang cara menghardik halusinasi

O : Tn. R tampak bingung ketika diminta


mengulang cara menghardik

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan dengan SP 1 dan


2 untuk pasien

HARI 3 (18 NOVEMBER 2021)

SP 1 DAN 2 PASIEN

No Diagnosa Tindakan Keperawatan


Keperawatan
Waktu Evaluasi

1 Gangguan Persepsi 10.50 WIB S : Tn. R mengatakan kadang ingat, kadang


Sensori juga lupa tentang cara menghardik
halusinasi, tapi paham bahwa harus
sering mengajak anggota keluarga untuk
berbicara

O : Tn. R masih terus menatap ke atas atau


ke tembok, jika diberi jeda maka tangan
Tn. R masih sering digerakkan seperti
sedang melakukan sesuatu, dan
terkadang senyum sendiri

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dihentikan

DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai