Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH TEORI KEPERAWATAN DEWASA

ASUHAN KEPERAWATAN HIPETENSI

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4

ADE SINTA NAULI


GERHANA
HARY RESTU ADI
HENDRA GUNAWAN
NURAINI
RENI SEPTIANI PUSPASARI
RISKY ARIO MARSANTO
SRI WARNI
YANI SRI SUNARNINGSIH
YULIANTI
YUNITA
YURIKA INDAH WIDYASTUTI

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES PERTAMEDIKA JAKARTA SELATAN

TAHUN 2022

I
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas segala rahmat dan izin-nya,

kami dapat menyelesaikan Makalah Teori Keperawatan Dewasa dengan judul Asuhan

Keperawatan Hipertensi. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan

kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, kami dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun penulis menyadari bahwa

masih banyak kekurangan dan kesalahan didalam makalah ini. Untuk itu kami berharap

adanya kritik dan saran yang membangun guna keberhasilan penulisan yang akan datang.

Tujuan dari makalah ini untuk mengetahui informasi terkini mengenai Bayi Baru Lahir serta

Tata Laksana Asuhan Keperawatannya. Akhir kata, Penulis Kelompok 4 mengucapkan

banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesainya

makalah ini semoga segala upaya yang telah dicurahkan mendapat berkah dari Allah SWT

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Umum dan Khusus 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit 4
1. Pengertian 4
2. Klasifikasi 5
3. Etilogi 6
4. Manifestasi Klinis 7
5. Patofisilogi 7
6. Komplikasi 8
7. Pemeriksaan penunjang 8
8. Penatalaksanaan 9
9. Pathway 10
B. Proses Keperawatan 11
1. Pengkajian 11
2. Diagnosa 13
3. Intervensi 13
4. Implementasi 19
5. Evaluasi 19
A. BAB III
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 20
B. Saran 20
DAFTAR PUSTAKA

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan kondisi yang paling umum dijumpai dalam perawatan


primer. Hipertensi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu kondisi
dimana pembuluh darah memiliki tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik ≥140
mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg) yang menetap. Tekanan darah adalah
kekuatan darah untuk melawan tekanan dinding arteri ketika darah tersebut dipompa
oleh jantung ke seluruh tubuh. Semakin tinggi teknan darah maka semakin keras jantung
bekerja (WHO, 2013).
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan
perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya tekanan
darah (Muttaqin A, 2009).
Pada orang yang berusia diatas 50 tahun, tekanan darah sistolik lebih besar dari
140 mmHg dan lebih beresiko terjadinya penyakit kardiovaskuler bila dibandingkan
dengan tekanan darah diastolik, namun pada tahun 2008 terdapat sekitar 40% orang
dewasa di seluruh dunia berusia 25 tahun ke atas didiagnosa mengalami hipertensi.
Angka kejadian hipertensi begitu meningkat, dari sekitar 600 juta jiwa pada tahun 1980
menjadi 1 milyar jiwa pada tahun 2008 (WHO, 2013).
Badan penelitian kesehatan dunia WHO tahun 2012 menunjukkan, diseluruh
dunia 982 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan
perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat
menjadi 29,2% di tahun 2025 (WHO, 2012). Jumlah penderita hipertensi di seluruh
dunia terus meningkat.
Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi Penyakit Tidak Menular mengalami
kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, antara lain kanker, stroke, penyakit
ginjal kronis, diabetes mellitus, dan hipertensi. Prevalensi hipertensi naik dari 25,8%
menjadi 34,1%. Kenaikan prevalensi penyakit tidak menular ini berhubungan dengan
pola hidup, antara lain merokok, konsumsi minuman beralkohol, aktivitas fisik, serta
konsumsi buah dan sayur (Riset Kesehatan Dasar 2018).
Masalah yang mungkin muncul pada pasien dengan hipertensi yaitu tidak
memahami kondisi yang dialaminya dan komplikasi yang mungkin muncul akibat

1
kondisinya, tidak ada keluhan sehingga menganggap tidak ada masalah, ketidakpatuhan
minum obat dan dukungan keluarga yang kurang sehingga peran perawat sebagai
pendidik membantu klien mengenal kesehatan dan prosedur asuhan keperawatan yang
perlu mereka lakukan guna memulihkan atau memelihara kesehatan tersebut agar tidak
terjadi penyakit lainnya (Kozier, 2010). Peran perawat memberikan informasi yang
benar tentang hipertensi dan menganjurkan untuk diet garam serta memberikan
informasi tentang pencegahannya dan dapat meningkatkan pengetahuan penderita
hipertensi untuk melaksanakan pola hidup sehat dan mencegah terjadinya penyakit
lain/komplikasi. Jika penyakit hipertensi tidak di tanggulangi maka akan menyebabkan
timbulnya penyakit lain seperti penyakit gagal jantung, jantung coroner, resiko stroke
dan menyebabkan kerusakan ginjal (Nanda, 2016).
Hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan perilaku berisiko seperti
merokok, diet yang tidak sehat, seperti kurang konsumsi sayur dan buah serta konsumsi
gula, garam dan lemak berlebih, obesitas, kurang aktifitas fisik, konsumsi alcohol
berlebihan dan stress. Hari hipertensi dunia yang digelar setiap 17 Mei ini bertujuan
meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat bahwa hipertensi dapat dicegah
dan diobati. Upaya yang telah dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian hipertensi
diantaranya adalah meningkatkan promosi kesehatan melalui KIE dalam pengendalian
hipertensi dengan perilaku CERDIK dan PATUH, meningkatkan pencegahan dan
pengendalian hipertensi berbasis masyarakat dengan Self Awareness melalui pengukuran
tekanan darah secara rutin, penguatan pelayanan kesehatan khususnya hipertensi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada makalah ini
adalah “Bagaimanakah gambaran teoritis Hipertensi serta asuhan keperawatan teoritis
Hipertensi”

2
C. Tujuan
Tujuan umum
1. Memperoleh gambaran secara teoritis dan memahami bagaimana A suhan
Keperawatan pada Hipertensi.
Tujuan khusus
1. Mengetahui dan memahami pengertian Hipertensi
2. Mengetahui dan memahami Klasifikasi Hipertensi
3. Mengetahui dan memahami Etiologi Hipertensi
4. Mengetahui dan memahami Manifestasi Klinis Hipertensi
5. Mengetahui dan memahami Patofisiologi Hipertensi
6. Mengetahui dan memahami Komplikasi Hipertensi
7. Mengetahui dan memahami Pemeriksaan Penunjang Hipertensi
8. Mengetahui dan memahami Penatalaksanaan Hipertensi
9. Mengetahui dan Memahami asuhan Keperawatan teoritis Hipertensi

3
BAB II

KONSEP TEORI

A. Konsep Penyakit

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah yang abnormal di dalam arteri
yang menyebabkan meningkatkan risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung,
serangan jantung dan kerusakan ginjal (Martha, 2012) .
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan
angka kematian (mortalitas) (Kushariyadi, 2008).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan
konsisten di atas 140/90 mmHg. Diagnosis hipertensi tidak berdasarkan pada peningkatan
tekanan darah yang hanya sekali. Tekanan darah harus diukur dalam posisi duduk dan
berbaring (Baradero M, dkk, 2008).
Definisi atau pengertian hipertensi banyak dikemukakan oleh para ahli. WHO
mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah diatas 160/95 mmhg,
sementara itu Smelttzer & Bare (2002:896) mengemukakan bahwa hipertensi merupakan
tekanan darah persisten atau terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan
sistolik diatas 140 mmhg dan tekanan diastole diatas 90 mmhg. Pendapat yang sama juga
diutarakan oleh doenges (2000:42). Pendapat senada juga disampaikan oleh TIM POKJA
RS Harapan Kita, Jakarta (1993:199) dan Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007),
yang menyatakan bahwa hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Terdapat perbedaan tentang batasan tentang hipertensi seperti diajukan oleh kaplan
(1990:205) yaitu pria, usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah
waktu berbaring diatas atau sama dengan 130/90mmhg, sedangkan pada usia lebih dari 45
tahun dikatakan hipertensi bila tekanan darah diatas 145/95 mmhg. Sedangkan pada wanita
tekanan darah diatas sama dengan 160/95 mmhg. Hal yang berbeda diungkapkan TIM
POKJA RS Harapan Kita (1993:198) pada usia dibawah 40 tahun dikatakan sistolik lebih
dari 140 mmhg dan untuk usia antara 60-70 tahun tekanan darah sistolik 150-155 mmHg
masih dianggap normal. Hipertensi pada usia lanjut didefinisikan sebagai tekanan sistolik
lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg
ditemukan dua kali atau lebih pada dua atau lebih pemeriksaan yang berbeda. (JNC VI,
4
1997).
Untuk usia kurang dari 18 tahun dikatakan hipertensi bila dua kali kunjungan yang
berbeda waktu didapatkan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih, atau apabila
tekanan darah sistolik pada beberapa pengukuran didapatkan nilai yang menetap diatas
140mmHg (R. P. Sidabutar dan Waguno P, 1990).
Berdasarkan pengertian – pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipertensi
merupakan kenaikan tekanan darah dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmhg dan atau
diastolik lebih dari 90 mmhg.

2. Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli, diantaranya WHO
menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I tekanan darah
meningkat tanpa gejala-gejala dari gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler.
Tingkat II tekanan darah dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya
gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari alat atau organ lain. Tingkat III tekanan darah
meningkat dengan gejala – gejala yang jelas dari kerusakan dan gangguan faal dari target
organ. Sedangkan JVC VII, Klasifikasi hipertensi adalah :
Kategori Tekanan sistolik Tekanan Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 130 <85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi:
Stage I (ringan) 140-159 90-99
Stage II (sedang) 160-179 100-109
Stage III (berat) 180-209 110-120
Klasifikasi lain diutarakan oleh Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007),
mengklasifikasikan tekanan darah tinggi menjadi 4 tingkatan yaitu normal (SBP = Sistole
Blood Pressure < 120 mm Hg dan Distole Blood Pressure = DBP < 80 mm Hg), pra
hipertensi (SBP 120-139 mm Hg dan DBP 80-89 mm Hg), hipertensi tahap 1 (SBP 140-
159 mm Hg dan DBP 90-99 mm Hg) dan hipertensi tahap 2 (SBP >= 160 dan DBP >=
100. mm Hg.)
Sedangkan menurut TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta, membagi hipertensi 6
tingkat yaitu hipertensi perbatasan (borderline) yaitu tekanan darah diastolik, normal
kadang 90-100mmHg. Hipertensi ringan, tekanan darah diastolik 90-140mmHg. Hipertensi
sedang, tekanan darah diastolik 105-114 mmHg. Hipertensi berat tekanan darah diastolik
5
>115mmHg. Hipertensi maligna/ krisis yaitu tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg
yang disertai gangguan fungsi target organ. Hipertensi sistolik yaitu tekanan darah sistolik
lebih dari 160 mmHg.
Pada hipertensi krisis dibagi lagi menjadi 2, menurut melalui TIM POKJA RS
Harapan Kita (2003:63) yaitu: hipertensi emergensi akut, membahayakan jiwa, hal ini
terjadi karena disfungsi atau kerusakan organ target. Yang kedua adalah hipertensi urgensi
yaitu hipertensi berat tanpa ada gangguan organ target akan tetapi tekanan darah perlu
diturunkan dengan segera atau secara bertahap dalam waktu 24-48 jam, sebab penurunan
tekanan darah dengan cepat akan menimbulkan efek ischemik pada organ target.

3. Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi adalah terdiri dari berbagai faktor, diantaranya
Reeves& lockhart(2001:114) mengemukakan bahwa Faktor-faktor resiko yang dapat
menyebabkan hipertensi adalah stress, kegemukan, merokok, hipernatriumia). Sedang
Long (1995:660), TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) dan Yayasan jantung Indonesia
(2007) menambahkan bahwa Penyebab hipertensi dapat dibedakan menurut jenis hipertensi
yaitu hipertensi primer (essensial) merupakan tekenan darah tinggi yang disebabkan karena
retensi air dan garam yang tidak normal, sensitifitas terhadap angiotensin, obesitas,
hiperkolesteroemia, emosi yang tergannggu /stress dan merokok. Sedangkan hipertensi
sekunder merupakan tekanan darah tinggi yang disebabkan karena penyakit kelenjar
adrenal, penyakit ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra cranial, yang
disebabkan tumor otak, dan pengaruh obat tertentu missal obat kontrasepsi.
Dari uraian pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab hipertensi
beragam diantaranya adalah: stress, kegemukan, merokok, hipernatriumia, retensi air dan
garam yang tidak normal, sensitifitas terhadap angiotensin, obesitas, hiperkolesteroemia,
penyakit kelenjar adrenal, penyakit ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra
cranial, yang disebabkan tumor otak, pengaruh obat tertentu missal obat kontrasepsi,
asupan garam yang tinggi, kurang olah raga, genetik, Obesitas, Aterosklerosis, kelainan
ginjal, tetapi sebagian besar tidak diketahui penyebabnya.
Padila (2013 p: 356-357), menyatakan penyebab hipertensi adalah :
a. Faktor keturunan
b. Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
1) Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
2) Kegemukan atau makan berlebihan
3) Stress

6
4) Merokok
5) Minum alkohol
6) Minum obat-obatan ( phedrine, prednison, epineprin)

4. Manifestasi Klinik
Menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) mengemukakan bahwa
manifestasi klinik yang sering tidak tampak. Pada beberapa pasien mengeluh sakit kepala,
pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran menurun, mual, gelisah, muntah,
kelemahan otot,epitaksis bahkan ada yang mengalami perubahan mental.
Sedangkan menurut FKUI (1990:210) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007)
hipertensi esensial kadang tampa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi
pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Namun terdapat pasien yang
mengalami gejala dengan sakit kepala, epitaksis.

5. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002:898) mengatakan bahwa Mekanisme yang
mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada
medulla oblongata di otak dimana dari vasomotor ini mulai saraf simpatik yang berlanjut
ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolomna medulla ke ganglia simpatis di torax dan
abdomen, rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system syaraf simpatis . Pada titik ganglion ini neuron prebanglion
melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan melepaskannya nere frineprine mengakibatkan konskriksi pembuluh darah.
Factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh
darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah akibat aliran darah yang ke ginjal menjadi berkurang /menurun dan berakibat
diproduksinya rennin, rennin akan merangsang pembentukan angiotensai I yang kemudian
diubah menjadi angiotensis II yang merupakan vasokonstriktoryang kuat yang merangsang
sekresi aldosteron oleh cortex adrenaldimana hormone aldosteron ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal dan menyebabkan peningkatan volume cairan intra
vaskuler yang menyebabkan hipertensi.
TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) menyebutkan patofisiologis hipertensi
adalah: pada hipertensi primer perubahan patologisnya tidak jela didalam tubuh dan organ-
organ. Terjadi secara perlahan yang meluas dan mengambil tempat pada pembuluh darah
besar dan pembuluh darah kecil pada organ – organ seperti jantung, ginjal dan pembuluh

7
darah otak. Pembuluh seperti aorta, arteri koroner, arteri basiler yang ke otak dan
pembuluh darah perifer di ekstremitas menjadi sklerotik dan membengkak. Lumen-lumen
menjepit, aliran darah ke jantung menurun, bergitu juga ke otak dan ekstremitas bawah
bisa juga terjadi kerusakan pembuluh darah besar.

6. Komplikasi
Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam jangka
panjang akan menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat
suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi tersebut yang terjadi pada organ-
organ sebagai berikut (Wijaya dan Putri, 2013 p: 58):
a. Jantung
Tekanan darah pada jantung akan menyebabkan terjadinya gagal jantung.
b. Otak
Hipertensi pada otak akan menimbulkan stroke yang apabila tidak di obati akan
berisiko 7 kali lebih besar.
c. Ginjal
Tekanan darah tinggi juga bisa menyerang keginjal sehingga menyebabkan kerusakan
pada ginjal dan bisa menyebabkan gagal ginjal.
d. Mata
Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan dapat
menimbulkan kebutaan.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas kedokteran
USU, Abdul Madjid (2004), meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan
sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko
lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer
lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, HDL,
LDL dan pemeriksaan EKG. sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti
klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.
Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM)
kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat), kalsium serum
(peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri gliserit (indikasi pencetus
hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula
(menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat (factor penyebab hipertensi) EKG (pembesaran
jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat mengidentifikasi hipertensi.

8
8. Penatalaksanaan
Terdapat 2 cara penanggulangan hipertensi menurut FKUI (1990: 214-219) yaitu
dengan non farmakologis dan dengan farmakologis. Cara non farmakologis dengan
menurunkan berat badan pada penderita yang gemuk, diet rendah garam dan rendah lemak,
mengubah kebiasaan hidup, olah raga secara teratur dan kontrol tekanan darah secara
teraut. Sedangkan dengan cara farmakologis yaitu dengan cara memberikan obat-obatan
anti hipertensi seperti diuretik seperti HCT, Higroton, Lasix. Beta bloker seperti
propanolol. Alfa bloker seperti phentolamin, prozazine, nitroprusside captapril.
Simphatolitic seperti hidralazine, diazoxine. Antagonis kalsium seperti nefedipine (adalat)..
Tujuan pengobatan dari hipertensi adalah menurunkan angka morbiditas sehingga
upaya dalam menemukan obat anti hipertensi yang memenuhi harapan terus
dikembangkan.
Muttaqin (2009 p: 117-118), tujuan penatalaksanaan medis pada pasien hipertensi
adalah mencegah terjadinya morbiditas penyerta dengan mencapai tekanan darah di bawah
140/90 mmHg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi,
biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi.
a. Modifikasi gaya hidup
Beberapa penelitian menujukan pendekatan nonfarmakologi yang dapat mengurangi
hipertensi adalah sebagai berikut.
1) Teknik–teknik mengurangi setres.
2) Penurunan berat badan.
3) Pembatasan alkohol, natrium, dan tembakau.
4) Olahraga/ latihan (meningkatkan lipoprotein berdensitas tinggi).
5) Relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi anti
hipertensi
b. Terapi farmakologis
Obat-obat anti hipertensi dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dicampur dengan
obat lain, obat-obatan ini diklasifikasikan menjadi 5 kategori yaitu:
1) Diuretik
2) Menekan simpatetik (simpatolotik)
3) Vasodilator arteriol yang bekerja langsung
4) Antagonis angiontensin (ACE inhibitor)

9
9. Pathways
umur Jenis kelamin Gaya hidup obesitas

Elastisitas , arteriosklerosis

hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak ginjal Pembuluh darah Retina

Resistensi Suplai O2 Vasokonstriksi sistemik koroner Spasme


pembuluh otak pembuluh darah arteriol
darah otak menurun ginjal
vasokonstriksi Iskemi e
diplopia
Blood flow miocard
Nyeri Gangguan pola sinkop munurun
kepala tidur(insomnia) Afterload
Nyeri dada Resti injuri
meningkat
Respon RAA
Gangguan
perfusi Penurunan Fatique
jaringan Rangsang curah jantung
aldosteron
Intoleransi
aktifitas
Retensi Na

edema

10
B. Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah segala bentuk tindakan atau kegiatan pada praktek

keperawatan yang diberikan kepada klien yang sesuai dengan Standar OperasionalProsedur

(SOP) (Carpenito, 2009).

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pada tahap ini

semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan kesehatan klien.

Pengkajian keperawatan pada pasien hipertensi menurut Aspiani (2014) meliputi:

a. Aktivitas/istirahat
1) Gejala : Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
2) Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
1) Gejala : Riwayat hipertensi, arterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan
penyakit serebrovaskuler
2) Tanda : Peningkatan tekanan darah, denyut nadi jelas (dari karotis, jugularis,
radialis, takikardia), murmur stenosis vaskular, distensi vena jugularis,
vasokontriksi perifer (kulit pucat, sianosis, suhu dingin), pengisian kapiler
mungkin lambat/tertunda.
c. Integritas ego
1) Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stres multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
2) Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian, tangisan meledak,
otot muka tegang, menghela nafas, peningkatan nada bicara.
d. Eliminasi
1) Gejala : Gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat penyakit ginjal
pada masa yang lalu.
e. Makanan/Cairan
1) Gejala :
a) Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi
garam, lemak sertakolestrol
b) Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini (meningkat/menurun)
c) Riwayat penggunaan diuretik

11
2) Tanda :
a) Berat badan normal atau obesitas
b) Adanya edema
c) Glikosuria
f. Neurosensori

1) Gejala :
a) Keluhan pusing, berdenyut, sakit kepala, suboksipital (terjadi saat bangun
danmenghilang secara spontan setelah beberapa jam)
b) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur, epistakis)
2) Tanda :
a) Status mental, perubaha keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek, proses
berfikir
b) Penurunan kekuatan genggaman tangan
g. Nyeri/ketidaknyamanan
1) Gejala : Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung), sakit kepala
h. Pernapasan
1) Gejala :
a) Dispnea yang berkaitan dari aktivitas/kerja, takipnea, ortopnea, dispnea
b) Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum
c) Riwayat merokok
2) Tanda :
a) Distres pernapasan /penggunaan otot aksesori pernapasan
b) Bunyi napas tambahan (crakles/mengi)
c) Sianosis
i. Keamanan
1) Gejala : gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural
j. Pembelajaran/penyuluhan

1) Gejala :
a) Faktor resiko keluarga : hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
diabetes mellitus
b) Faktor lain, seperti orang Afrika-Amerika, Asia tenggara, penggunaan pil
KB atau hormon lain, penggunaan alkohol/obat
k. Rencana pemulangan

1) Bantuan dengan pemantau diri dari tekanan darah/perubahan dalam terapi obat.

12
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes, et al (2001), diagnosa keperawatan yang mungkin
ditemukan pada klien dengan hipertensi adalah :
a. Gangguan Curah jantung, penurunan, resiko tinggi terhadap b/d peningkatan
afterload, vasokontriksi, iskemia miokardia, hipertrofi d/d tidak dapat diterapkan
adanya tanda-tanda dan gejala yang menetapkan diagnosis aktual.
b. Nyeri (akut), sakit kepala b/d peningkatan tekanan vaskuler selebral b/d
melaporkan tentang nyeri berdenyut yang terletak pada region suboksipital. Terjadi
pada saat bangun dan hilang secara spontan setelah beberapa waktu.
c. Intoleran aktivitas b/d kelemahan umum d/d laporan verbal tentang kelebihan atau
kelemahan.
d. Nutrisi, perubahan lebih dari kebutuhan tubuh b/d masukan berlebihan dengan
kebutuhan merabolik d/d berat badan 10%-20% lebih dari ideal untuk tinggi dan
bentuk tubuh.
e. Koping, individual, infektif b/d krisis situasional/maturasional, perubahan hidup
beragam d/d menyatakan ketidak mampuan untuk mengatasi atau meminta bantuan.
f. Kurang pengetahuan (kebutuhan beajar) mengenai kondisi, rencana pengobatan b/d
kurang pengeahuan/daya ingat, misinterpretasi informasi, keterbatasan kognitif,
menyangkal diagnosa.

3. Perencanaan

Perencanaan keperawatan pada klien dengan hipertensi menurut dongoes et al


(2000) adalah :
Diagnosa keperawatan I
a. Gangguan Curah jantung, penurunan, resiko tinggi terhadap b/d peningkatan
afterload, vasokontruksi, iskemia miorkadia, hipertrofi b/d tidak dapat diterapkan
adanya tanda-tanda dan gejala yang menetapkandiagnosis aktual.
Intervensi :
1) Pantau TD
Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap
tetang keteribatan/bidang masalah vascular.
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
Rasional : Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin
teramati/terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari
vasokontriksi (peningkatan SVR) dan kongesti vena.
3) Aukultasi tonus jantung dan bunyi nafas.
13
Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertrofi
atrium (peningkatan volume/tekanan atrium). Perkembangan S3 menunjukkan
hipertrofi ventrikel dan kerusakan fungsi.
4) Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurang aktivitas/keributan lingkungan.
Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat
mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan dekompensasi/
penurunan curah jantung.
5) Catat edema umum/tertentu
Rasional : Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskular.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
Rasional : Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis, meningkatkan relaksasi.
7) Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
Rasional : Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek
tenang, sehingga akan menurunkan TD.
Diagnosa Keperawatan II
b. Nyeri (akut), sakit kepala b/d peningkatan tekanan vaskuler selebral d/d
melaporkan tentang nyeri berdenyut yang terletak pada regium suboksipital. Terjadi
pada saat bangun dan hilang secara spontan setelah beberapa waktu.
Intervensi :
1) Mempertahankan tirah baring selama fase akut
Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi.
2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala mis, kompres
dingin pada dahi. Pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, teknik
relaksasi (panduan imajinasi, distraksi) dan aktivitas waktu senggang.
Rasional : Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan yang
memperlambat/memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan sakit
kepala dan komplikasinya.
3) Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit
kepala,mis, mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk.
Rasional : Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala
pada adanya peningkatan tekanan vascular serebral.
4) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
Rasional : Pusing dan pengliatan kabur sering berhubungan dengan sakit kepala.
Pasien juga dapa mengalami episode hipotensi postural.

14
5) Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila terjadi perdarahan
hidung atau kompres hidung telah dilakukanuntuk menghentikan perdarahan.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan umum. Kompres hidung dapat menganggu
menelan atau membutuhkan napas dengan mulut, menimbulkan stagnasi sekresi oral
dan mengeringkan membrane mukosa.
Diagnosa keperawatan III
c. Intoleran aktivitas b/d kelemahan umum b/d laporan verbal tentang kelebihan
atau kelemahan.
Intervensi :
1) Kaji respon pasien terhadap aktivitas
Rasional : Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologi
terhadap stress aktivitas dan bia ada merupakan indicator dari kelebihan kerja
yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
2) Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, mis menggunakan kursi saat
mandi, duduk saat menyisir rambut atau menyikat gigi, melakukan aktivitas dengan
perlahan.
Rasional : Teknik menghemat energy mengurangi penggunaan energy, juga
membantu keseimbangan antara suplai dankebutuhan oksigen.
3) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat
ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan keja jantung tiba-
tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuahn akan mendorong kemandirian
dalam melakukan aktivitas.
Diagnosa IV
d. Nutrisi perubahan lebih dari kebutuhan tubuh b/d masukan berlebihan dengan
kebutuhan merabolik d/d berat badan 10%-20% lebih dari ideal untuk tinggi dan
bentuk tubuh.
Intervensi :
1) Kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara hipertensi dan
kegemukan.
Rasional : Kegemukan adalah risiko tambahan pada tekanan darah tinggi karena
disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung yang berkaitan
denganpeningkatan massa tubuh.
2) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak,
garam dan gula sesuai indikasi.

15
Rasional : Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis dan
kegemukan yang merupakan predisposisi untuk hipertensi dan komplikasinya
mis, stroke, penyakit ginjal, gagal jantung. Kelebihan masukan garam
memperbanyak volume cairan intravaskuler dan dapa merusak ginjal yang lebih
memperburuk hipertensi.
3) Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan.
Rasional : Motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal, individu harus
berkeinginan untuk menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali
tidak berhasil.
4) Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diit terakhir.
Membantu dalam menentukan kebutuhan individu untuk
penyesuaian/penyuluhan.
5) Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistik dengan pasien, mis
penurunan berat badan 0,5 Kg per minggu.
Rasional : Penurunan masukan kalori seseorang sebanyak 500 kalori perhari
secara teori dapat menurunkan berat badan 0,5 kg/minggu. Penurunan berat
badan yang lambat mengindikasikan kehilangan lemak melaui kerja otot dan
umumnya dengan cara mengubah kebiasaan makan.
6) Dorong pasien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk kapan
dan dimana makan diakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat makanan
dimakan.
Rasional : Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan dan
kondisi emosi saat makan. Membantu untuk memfokuskan perhatian pada faktor
mana pasien telah/dapat engontrol perubahan.
7) Instruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan dengan
kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging) dan kolesterol
(daging berlemak, kuning telur, produk kalengan, jeroan).
Rasional : Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting
dalam mencegah perkembangan aterogenesis.
Diagnosa V
e. Koping, individual, infektif b/d krisis situasional/maturasional, perubahan hidup
beragam b/d menyatakan ketidak mampuan untuk mengatasi atau meminta
bantuan.
Intervensi :

16
1) Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku, mis kemampuan
menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana
pengobatan.
Rasional : Mekanisme adaptif peru untuk mengubah pola hidup seseorang,
mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang diharuskan
kedalam kehidupan sehari-hari.
2) Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka
rangsang, penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk
mengatasi/menyelesaikan masalah.
Rasional : Manifestasi mekanisme koping maladaptive mungkin merupakan
indikator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu utama TD
diastolik.
3) Bantu pasien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi
untuk mengatasinya.
Rasional : Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam mengubah
respon seseorang terhadap stressor.
4) Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi
maksimum dalam rencana pengobatan.
Rasional : Keterlibatan memberikan pasien perasaan kontrol diri yang
berkelanjutan, memperbaiki ketrampilan koping, dan dapat meningkatkan kerja
sama dalam regimen terapeutik.
5) Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas/ tujuan hidup. Tanyakan
pertanyaan seperti “Apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda
inginkan?”
Rasional : Fokus perhatian pasien pada realistis situasi yang ada relative terhadap
pandangan pasien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras, kebutuhan
untuk “control” dan focus keluar dapat mengarah pada kurang perhatian pada
kebutuhan-kebutuhan personal.
6) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan hidup
yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan, ketimbang membatalkan tujuan
diri/keluarga.
Rasional : Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realistik untuk
menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya.

17
Diagnosa VI
f. Kurang Pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi, rencana pengobatan
b/d kurang pengetahuan/daya ingat, misinterpretasi informasi, keterbatasan
kognitif, menyangkal diagnosa.
Intervensi:
1) Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar. Termasuk orang terdekat.
Rasional : Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera
yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien/orang erdekat untuk
mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila pasien tidak menerima
realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku tidak
akan dipertahankan.
2) Tetapkan dan nyatakan batas TD normal. Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya
pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak.
Rasional : Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan TD dan
mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan. Pemahaman bahwa TD
tinggi dapat terjadi tanpa gejala ini untuk memungkinkan pasien melanjutkan
pengobatan meskipun ketika merasa sehat.
3) Hindari mengatakan TD “normal” dan gunakan istilah “terkontrol dengan baik”
saat menggambarkan TD pasien dalam batas yang diinginkan.
Rasional : Karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang kehidupan, maka
dengan penyampaian ide “terkontrol” akan membantu pasien untuk memahami
kebutuhan untuk melanjutkan pengobatan/medikasi.
4) Bantu pasien dalam negidentifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskuler yang dapat
diubah mis, obesitas, diet tinggi lemak jenuh dan kolesterol, pola hidup monoton,
merokok dan minum alkohol (lebih dari 60 cc/hari dengan teratur) pola hidup
penuh stress.
Rasional : Faktor-faktor risiko ini telah menunjukkan hubungan dalam menunjang
hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.
5) Atasi masalah dengan pasien untuk mengidentifikasi cara dimana perubahan gaya
hidup yang tepat dapat dibuat untuk mengurangi faktor-faktor diatas.
Rasional : Faktor-faktor risiko dapat meningkatkan proses penyakit atau
memperburuk gejala. Dengan mengubah pola prilaku yang “biasa/memberikan
rasa aman” dapat sangat menyusahkan. Dukungan, petunjuk dan empati dapat
meningkatkan keberhasilan pasien dalam menyelesaikan tugas ini.

18
4. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan.
5. Evaluasi
Evaluasi meruapakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat
untuk mementukan apakah intervensikeperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi
klien (Potter, 2009).

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Seiring perkembangan zaman, departemen kesehatan telah melaksanankan
beberapa program untuk menunjukkan berbagai dampak positif dibidang kesehatan.
Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka umur harapan hidup. Setiap individu pasti
berkeinginan untuk dapat terus hidup sehat dan kuat sampai tua, untuk mencapainya
salah satu cara yang dapat dilakukan adalah perilaku hidup sehat.
Hipertensi menjadi salah satu isi kesehatan yang tidak asing lagi di dalam
masyarakat. Untuk menurunkan tingkat pasien yang menderita Hipertensi
diperlukan pengetahuan akan penyakit tersbut baik penyebab, komplikasi dan cara
mengurangi faktor resikonya.
Asuhan Keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan Hipertensi
sangat bervariasi tergantung dari kondisi klinis yang ditunjukkan oleh pasien, oleh
karena itu perlu memperluas sumber pengkajian yang dilakukan saat berhadapan
dengan pasien.
B. Saran
Dengan ini diharapkan perawat dapat meningkatkan asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien dengan diagnosa Hipertensi sehingga dapat mempercepat
kesembuhan pasien. Diharapkan dapat melakukan pengkajian mendalam saat melakukan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Hipertensi disebabkan kondisi Klinisnya yang
berbeda-beda.

20
DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Yati & Rachmawati, Imami Nur. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam
Riset Keperawatan. Jakarta: Rajawali Press
Arif Muttaqin. (2009). Asuhan Keperawatan Ganguuan Sistem Kardiovaskuler.
Jakarta: PT. Salemba Medika
Baradero, dkk. (2008). Klien Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta: EGC Corwin. (2009).
Hipertensi. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Garnadi, Y. (2012). Hidup Nyaman dengan Hipertensi. Jakarta: Agromedia
Hall, G (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Herdman. (2012). NANDA. (2012-2014). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC
Kemenkes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes
RI
Muttaqin A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular.
Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Potter PA, & Perry AG. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi IV Volume 2.
Jakarta: EGC
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai