Anda di halaman 1dari 52

Kelompok 3

1. APRIANA HIJRATUN HASANAH


2. IRMA ZULHAFNI TRIANTARI
3. NURUL FITRI AFIFAH
4. YUSRIL DWISTY HIJJABI
Anatomi & Fisiologi

Tulang belakang adalah pilar yang kuat


melengkung dan dapat bergerak yang menopang
tengkorak, dinding dada, ekstremitas atas,
menyalurkan berat badan ke ekstremitas bawah, dan
melindungi medulla spinalis.
Lanjut...
1. Servikal
Vertebra servikalis adalah bagian bawah kepala dengan ruas-ruas tulang leher yang berjumlah 7
buah (CV I – CV VII). ada tiga ruas servikal yang memiliki struktur anatomi yang unik. Ketiga
ruas telah diberi nama khusus, antara lain :
a. CV1 disebut atlas
b. CV2 disebut axis
c. CV7 disebut prominens vertebra
2. Torakal
Vertebra thorakalis atau ruas tulang punggung lebih besar daripada yang servikal dan sebelah
bawah lebih besar. Ciri khas vertebra thorakalis adalah sebagai berikut :
a. Badannya berbentuk lebar – lonjong (bentuk jantung) dengan faset atau lekukan kecil di
setiap sisi untuk menyambung iga, lengkungnya agak kecil, prosessus spinosus panjang
dan mengarah ke bawah.
b. Sedangkann prosessus tranversus, yang membantu mendukung iga adalah tebal dan kuat serta
memuat faset persendian untuk iga
3. Lumbal
Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Badannya sangat besar
dibandingkan dengan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal. Prosessus spinosusnya
lebar dan berbentuk kapak kecil. Prosesus transversusnya panjang dan langsing. Ruas kelima
membentuk sendi dengan sacrum pada sendi lumbo sacral (Evelyn, 2008).
4. Sakrum
Sacrum dibentuk oleh lima vertebra yang berfungsi menjadi satu. Tulang ini berbentuk baji yang
melengkung, dengan ciri (Gibson, 2002):
 Permukaan konkaf yang licin di bagian anterior, yang membentuk bagian belakang rongga
panggul
 Permukaann konveks yang kasar di bagian posterior yang merupakan tempat pelekatan
ligamentum dan sebagian musculus erector spinae dan musculus gluteus maximus
 Facies articularis pada tiap sisi untuk artikulasi dengan os ilium
 Faciess artikularis kecil di bagian bawah untuk artikulasi dengan os coccygeus
 Empat foramen sacralis anterior dan empat posterior yang dilalui oleh cabang anterior dan
posterior nervus sacralis.
5. Coccygeal
Os coccygeus adalah tulang kecil berbentuk segitiga, dibentuk dari empat os coccygeus yang
bergabung menjadi satu. Tulang ini berartikulasi dengan sacrum dan membentuk sebagian dinding
posterior pelvis (Gibson, 2002).
CIDERA MEDULA SPINALIS
Definisi

Cedera medula spinalis dapat didefinisikan sebagai semua bentuk cedera yang
mengenai medula spinalis baik yang menimbulkan kelainan fungsi utamanya
(motorik, sensorik, otonom dan reflek) secara lengkap atau sebagian.
Klasifikasi

Menurut Morton & fontaine (2012) Spinal Cord Injury dapat


diklasifikasikan berdasarkan lokasi cedera, yaitu:
1. Cidera servikal (C1 - C8)
 Pada lesi C1 – C4, otot trapezius, sternomastoideus dan otot plasma masih
berfungsi.
 Lesi C5 yaitu bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi
diafragma rusak sekunder terhadap pascatrauma akut.
 Lesi C6 yaitu pada lesi segmen C6, distress pernafasan dapat terjadi karena
paralisis intestinal dan edema asenden dari medulla spinalis.
 Lesi C7 yaitu lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesoris untuk
mengkompensasi otot abdomen dan interkostal.
 Lesi C8 yaitu hipotensi postural bisa terjadi bila pasien ditinggikan pada posisi duduk karena
kehilangan control vasomotor.
2. Torakal (T1 – T12)
 Lesi T1–T5 yaitu lesi pada region T1-T5 dapat menyebabkan pernafasan dengan diafragmatik.
 Lesi T6–T12 yaitu lesi pada tingkat T6 menghilangkan semua refleks abdomen.

3. Lumbal (L1 – L5)


 Lesi L1 yaitu semua area ekstrimitas bawah, menyebar ke lipat paha & bagian belakang dari
bokong.
 Lesi L2 yaitu ekstrimitas bagian bawah kecuali sepertiga atas aspek anterior pah
 Lesi L3 yaitu ekstrimitas bagian bawah dan daerah sadel.
 Lesi L4 yaitu sama dengan L3, kecuali aspek anterior paha.
 Lesi L5 yaitu aspek luar kaki dan pergelangan kaki serta ekstrimitas bawah dan area sadel
4. Sakral (S1 – S5)
Pada lesi yang mengenai S1-S5, mungkin terdapat beberapa perubahan posisi dari telapak kaki. Dari
S3-S5, tidak terdapat paralisisdari otot kaki. Kehilangan sensasi meliputi area sadel, skrotum,
danglans penis, perineum, area anal, dan sepertiga aspek posterior paha.
Etiologi

Sejak tahun 2005 etiologi utama trauma medulla spinalis antara lain kecelakaan lalu lintas
39,2%), jatuh (28,3%), kekerasan (luka tembak 14,6%), olah raga (terutama diving 8,2%) akibat
lainnya dari mencakup 9,7% (National Spinal Cord Injury Statistical Center,2012). Beberapa
literature mendokumentasikan etiologi yang serupa, namun dengan sedikit variasi pada proporsinya.
Etiologi nontraumatik antara lain, gangguan vascular, autoimun, degenerative, infeksi, iatrogenic,
dan lesi onkogenik (Chin, 2013).
Manifestasi klinis

1. Cervical neck injuries


2. Thoracic chest level injuries
3. Lumbar sacral lower back injuries
Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya cedera medula spinalis meliputi mekanisme cedera primer


dan sekunder. Trauma medula spinalis dapat menyebabkan komosio, kontusio,
laserasi, atau kompresi medula spinalis. Patomekanika lesi medula spinalis berupa
rusaknya traktus pada medula spinalis, baik asenden ataupun desenden. Petekie
tersebar pada substansia grisea, mem besar, lalu menyatu dalam waktu satu jam
setelah trauma. Selanjutnya, terjadi nekrosis hemoragik dalam 24-36 jam. Pada
substansia alba, dapat ditemukan petekie dalam waktu 3-4 jam setelah trauma.
Kelainan serabut mielin dan traktus panjang menunjukkan adanya kerusakan
struktural luas.
Penatalaksanaan

1. Tiga fokus utama penanganan awal pasien cidera medulla spinalis yaitu:
 Mempertahankan usaha bernapas
 Mencegah syok, dan
 Imobilisasi leher (neck collar dan long spine board)
Penatalaksanaan Pra-Rumah Sakit TMS dimulai segera setelah terjadinya trauma. Berbagai studi
memperlihatkan pentingnya penatalaksanaan prarumah sakit dalam menentukan prognosis
pemulihan neurologis pasien TMS. Fase evaluasi meliputi observasi primer dan sekunder.
Observasi primer terdiri atas:
A: Airway maintenance dengan kontrol pada vertebra spinal
B: Breathing dan ventilasi
C: Circulation dengan kontrol perdarahan
D: Disabilitas (status neurologis)
E: Exposure/environmental control
Selain itu fokus selanjutnya adalah mempertahankan tekanan darah dan pernapasan, stabilisasi
leher, mencegah komplikasi.
2. Terapi utama
 Farmakoterapi
 Imobilisasi
 Bedah

3. Hal-hal yang harus diperhatikan pada kasus trauma spinal adalah sebagai berikut:
 Penanganan trauma spinal telah dimulai sejak di tempat kejadian.
 Proteksi terhadap ‘cervical spine’ merupakan hal yang sangat penting
 Mobilisasi penderita ke rumah sakit harus dilaksanakan dengan cara yang benar.
Komplikasi

Perubahan
 tekanan darah yang ekstrim (autonomic
hyperreflexia)
Chronic kidney disease
Komplikasi dari immobilisasi:
- Deep vein thrombosis
Lung infections
Skin breakdown
- Muscle contractures
Peningkatan
 risiko urinary tract infections
Kehilangan control bladder
Kehilangan control bowel
Loss of feeling
Kehilangan fungsi seksual (male impotence)
Muscle spasticity
Nyeri
Paralysis dari otot pernafasan
Paralysis (paraplegia, quadriplegia)
Pressure sores
Shock
Komplikasi yang dapat terjadi pasca cedera medula spinalis antara lain yaitu
 Instabilitas dan deformitas tulang vertebra
 Fraktur patologis
 Syringomyelia pasca trauma
 Nyeri
 Gangguan fungsi seksual.
Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Diagnostik pada penderita Trauma Medulla Spinalis menurut Marylinn


E. Doengoes, et.al, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan , Edisi 3, EGC, Jakarta
adalah:
 Sinar X Spinal
 CT-SCAN
 MRI
 Myelografi
 Foto Rontgen Torax
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik


2. Kerusakan mobilitad fisik berhubungan dengab kerusakan neuromuskular
3. Retensi urine berhubungan dengan hambatan dalam refleks berkemih
4. Inkontinensia urine total berhubungan dengan trauma atau penyakit yang
mempengaruhi saraf medula spinal
5. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan neurologis pada lumbal
C. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

NOC :
1. Level nyeri (Pain Level)
2. Kontrol nyeri (Pain control)
3. Level kenyamanan (Comfort level)
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam, pasien:

1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik


nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) (Skala 3)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri (Skala 3)
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) (Skala 3)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang (Skala 3)
5. Tanda vital dalam rentang normal (Skala 3)
NIC :
Manajemen nyeri (Pain Management) 

1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
6. Kolaborasikan dengan dokter dengan memberikan analgesik untuk mengurangi nyeri
Administrasi analgesik (Analgesic Administration)

1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek riwayat alergi
3. Kolaborasikan dengan dokter dalam menentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
4. Kolaborasikan dengan dokter dalam menentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
5. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur f. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali g. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
6. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular

NOC :

1. Perpindahan sendi: aktif (Joint movement : active)


2. Tingkat mobilitas (Mobility level)
3. Perawatan diri: aktivitas sehari-hari (Self care : ADLs)
4. Perpindahan kerja (Transfer performance)
Kriteria Hasil : 
Setelah dilakukan perawatan selama 2 minggu pasien mampu:
 
1. Meningkatkan aktivitas fisik (skala 4)
2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas (Skala 4
3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah (Skala 4)
4. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker) (Skala 4)
NIC :

Terapi latihan: ambulasi (Exercise therapy : ambulation)

1. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
2. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
3. Ajarkan pasien dan keluarga tentang teknik ambulasi
4. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
5. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari secara mandiri sesuai
kemampuan
6. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
Manajemen energi (Energy management)

1. Observasi adanya pembatasan pasien dalam melakukan aktivitas b. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
Terapi aktivitas (Activity therapy)

1. Kolaborasikan dengan tenaga kesehatan lain dalam merencanakan program latihan yang tepat
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
4. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda dan krek
5. Bantu pasien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang
3. Retensi urin berhubungan dengan hambatan dalam refleks berkemih

 NOC:
1. Ketahanan urine (Urinary continence)
2. Eliminasi urine (Urinary elimination) Kriteria Hasil:

Setelah dilakukan perawatan selama 5 x 24 jam pasien:


3. Mampu mengatur pengeluararan urin (Skala 3)
4. Mampu mengosongkan urine seluruhnya (Skala 4)
NIC:
Pelatihan pada kandung kemih (Urinary bladder training)
1. Tetapkan awal dan akhir jadwal waktu untuk toileting
2. Ingatkan pasien untuk miksi pada interval telah yang ditentukan
3. Gunakan kekuatan sugesti misalnya dengan mendengarkan air mengalir untuk membantu pasien dalam
mengosongkan urin.

Retensi urin (Urinary retention)


4. Lakukan penilaian berkemih yang komprehensif berfokus pada inkontinensia (contoh pengeluaran
kemih, pola pengeluaran urin, fungsi kognitif).
5. Jaga privasi untuk eliminasi
6. Gunakan kateter kemih dengan tepat
7. Monitor intake dan output cairan
8. Pantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi
4. Inkontinensia urin total berhubungan dengan trauma atau penyakit yang mempengaruhi
saraf medula spinal
NOC:
1. Ketahanan urine (Urinary Continence)
2. Eliminasi urine (Urinary Elimination)
3. Integritas jaringan: kulit dan membran mukosa (Tissue integrity: Skin & Muccous membranes)

Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 5 x 24 jam pasien:
4. Mampu menahan pengeluaran urin sampai tepat dieliminasikan (Skala 3)
5. Mampu mengatur pengeluararan urin (Skala 3)
6. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi,
pigmentasi) (Skala 3)
NIC:
Perawatan ketidaktahanan urine (Urinary incontinence Care)
1. Identifikasi banyak faktor yang menyebabkan inkontinensia (seperti pengeluaran urine, fungsi
kognitif, obat-obatan)
2. Monitor eliminasi urin termasuk frekuensi, volume, warna urin
3. Instruksikan kepada pasien untuk minum minimal 1500 cc air per hari
4. Monitor efektivitas obat-obatan

Manajemen penekanan (Pressure management)

5. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering


6. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
7. Monitor akan adanya kemerahan
8. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
5. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan neurologis pada lumbal

NOC:
1. Eliminasi usus (Bowel elimination)
2. Cairan (Hydration)

Kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 5 x 24 jam pasien:
3. Nyeri kram tidak muncul (Skala 4)
4. Asupan cairan yang adekuat (Skala 3)
5. Menerapkan manajemen bowel secara mandiri (Skala 3)
6. Membran mukosa basah (Skala 3)
7. Tidak menunjukkan kehausan (Skala 3)
NIC

Konstipasi bowel (Bowel constipation)

1. Anjurkan pasien atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian yang tinggi serat
2. Anjurkan pasien atau keluarga menggunakan laksatif
3. Informasikan pasien tentang prosedur untuk defekasi secara mandiri

Pelatihan BAB (Bowel Training):

4. Kolaborasi ke dokter jika pasien memerlukan suppositoria (obat merangsang supaya buang air yang dimasukkan ke dalam
dubur)
5. Anjurkan pasien untuk cukup minum
6. Dorong pasien untuk cukup latihan
7. Kolaborasi pemberian suppositoria laksantif jika memungkinkan
8. Evaluasi status BAB secara rutin
D. Implementasi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik 
Manajemen nyeri (Pain Management)
 Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
 Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
 Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
 Memilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
 Mengkolaborasikan dengan dokter dengan memberikan analgesik untuk mengurangi nyeri
Administrasi analgesik (Analgesic Administration)
 Menentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
 Mengecek riwayat alergi
 Kolaborasikan dengan dokter dalam menentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Kolaborasikan dengan dokter dalam menentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
 Memilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
 Memonitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
 Memberikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
 Mengevaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
Terapi latihan: ambulasi (Exercise therapy : ambulation)
 Mengkonsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan dan
bertahap misalnya dengan ROM pasif terlebih dahulu kemudian ROM aktif
 Membantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
 Mengajarkan pasien dan keluarga tentang teknik ambulasi misalnya pergerakan kaki secara
bertahap
 Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
 Melatih pasien dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari secara mandiri sesuai
kemampuan misalnya makan, berhias, dan toileting
 Mengajarkan pasien bagaimana merubah posisi
Manajemen energi (Energy Management)
 Mengobservasi adanya pembatasan pasien dalam melakukan aktivitas
 Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
 Mengkaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan misalnya kemampuan pasien dalam melakukan ROM
 Memonitor nutrisi dan energi yang adekuat
 Memonitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan

Terapi aktivitas (Activity Therapy)


 Mengkolaborasikan dengan tenaga kesehatan lain dalam merencanakan program latihan yang tepat.
 Membantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
 Membantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Membantu pasien dalam menggunakan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda dan krek
 Membantu pasien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
3. Retensi urin berhubungan dengan hambatan dalam refleks berkemih
Pelatihan untuk kandung kemih (Urinary bladder training)
 Menetapkan awal dan akhir jadwal waktu untuk toileting 
 Mengingatkan pasien untuk miksi pada interval telah yang ditentukan 
 Menggunakan kekuatan sugesti misalnya dengan mendengarkan air mengalir untuk membantu
pasien dalam mengosongkan kandung kemih
Retensi urin (Urinary retention)
 Melakukan penilaian berkemih yang komprehensif berfokus pada inkontinensia (contoh
pengeluaran kemih, pola pengeluaran urin, fungsi kognitif).
 Menjaga privasi untuk eliminasi
 Menggunakan kateter kemih dengan tepat
 Memonitor intake dan output cairan
 Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi
 Melatih pasien untuk mengeluarkan urin misalnya ketika perawat akan mengganti selang kateter
dengan cara mengikat selang kateter sampai kandung kemih terasa penuh sehingga pasien
memiliki sensasi ingin miksi.
4. Inkontinensia urin total berhubungan dengan trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf medula
spinal
Perawatan pada ketidaktahanan urine (Urinary incontinence Care)
 Mengidentifikasi banyak faktor yang menyebabkan inkontinensia (seperti pengeluaran urine, fungsi kognitif,
obat-obatan)
 Memonitor eliminasi urin termasuk frekuensi, volume, warna urin
 Menginstruksikan kepada pasien untuk minum minimal 1500 cc air per hari
 Memonitor efektivitas obat-obatan
 Melatih pasien untuk menahan miksi beberapa saat

Manajemen penekanan (Pressure management)


 Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
 Memobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
 Memonitor akan adanya kemerahan
 Memonitor aktivitas dan mobilisasi pasien
5. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan neurologis pada lumbal
Konstipasi bowel (Bowel constipation)
 Menganjurkan pasien atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian yang tinggi serat
 Menganjurkan pasien atau keluarga menggunakan laksatif
 Menginformasikan pasien tentang prosedur untuk defekasi secara mandiri

Pelatihan pada usus (Bowel Training):


 Mengkolaborasi ke dokter jika pasien memerlukan suppositoria (obat merangsang supaya buang
air yang dimasukkan ke dalam dubur)
 Menganjurkan pasien untuk cukup minum
 Mendorong pasien untuk cukup mobilisasi
 Mengkolaborasi pemberian suppositoria laksantif jika memungkinkan
 Mengevaluasi status BAB secara rutin
E. Evaluasi Keperawatan

1. Kerusaka mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular


S : Tanyakan pada pasien apakah sudah dapat bergerak dalam batas fungsi atau belum
O : Pasien sudah memperlihatkan usaha melakukan latihan dalam batas fungsi
A : Tujuan tercapai sebagian 
P : Melatih pasien dengan ROM

2. Retensi urin berhubungan dengan hambatan dalam refleks berkemih 


S : Tanyakan pada pasien apakah sudah mengonsumsi asupan cairan yang adekuat atau belum?
O : Pasien sudah mengonsumsi cairan yang adekuat 
A : Tujuan tercapai
P : Menjaga asupan cairan yang adekuat
3. Inkontinensia urin total berhubungan dengan trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf medulla spinal
S : Tanyakan pada pasien apakah terjadi tanda-tanda infeksi pada saluran urine misalnya berkemih jernih dan urine encer
O : Pasien tidak terjadi tanda-tanda infeksi pada saluran urine (warna urine jernih dan encer)
A : Tujuan tercapai 
P : Menjaga agar tidak timbul tanda-tanda infeksi saluran urine selama masih perawatan

4. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan neurologis pada lumbal 


S : Tanyakan pada pasien apakah sudah dapat buang air besar secara teratur atau belum.
O : Pasien belum dapat buang air besar secara teratur 
A : Tujuan belum tercapai 
P : Mengonsumsi makanan berserat yang adekuat dan cairan melalui oral
 
5. Inkontinensia bowel berhubungan dengan keabnormalan spinkter rektum
S : Tanyakan pada pasien apakah sudah dapat mengatur pengeluaran  
BAB atau belum. 
O : Pasien sudah dapat mengatur pengeluaran BAB
A : Tujuan tercapai
P : Mencegah terjadinya inkontinensia bowel lanjutan
Terimakasih 

Anda mungkin juga menyukai