Cedera medula spinalis dapat didefinisikan sebagai semua bentuk cedera yang
mengenai medula spinalis baik yang menimbulkan kelainan fungsi utamanya
(motorik, sensorik, otonom dan reflek) secara lengkap atau sebagian.
Klasifikasi
Sejak tahun 2005 etiologi utama trauma medulla spinalis antara lain kecelakaan lalu lintas
39,2%), jatuh (28,3%), kekerasan (luka tembak 14,6%), olah raga (terutama diving 8,2%) akibat
lainnya dari mencakup 9,7% (National Spinal Cord Injury Statistical Center,2012). Beberapa
literature mendokumentasikan etiologi yang serupa, namun dengan sedikit variasi pada proporsinya.
Etiologi nontraumatik antara lain, gangguan vascular, autoimun, degenerative, infeksi, iatrogenic,
dan lesi onkogenik (Chin, 2013).
Manifestasi klinis
1. Tiga fokus utama penanganan awal pasien cidera medulla spinalis yaitu:
Mempertahankan usaha bernapas
Mencegah syok, dan
Imobilisasi leher (neck collar dan long spine board)
Penatalaksanaan Pra-Rumah Sakit TMS dimulai segera setelah terjadinya trauma. Berbagai studi
memperlihatkan pentingnya penatalaksanaan prarumah sakit dalam menentukan prognosis
pemulihan neurologis pasien TMS. Fase evaluasi meliputi observasi primer dan sekunder.
Observasi primer terdiri atas:
A: Airway maintenance dengan kontrol pada vertebra spinal
B: Breathing dan ventilasi
C: Circulation dengan kontrol perdarahan
D: Disabilitas (status neurologis)
E: Exposure/environmental control
Selain itu fokus selanjutnya adalah mempertahankan tekanan darah dan pernapasan, stabilisasi
leher, mencegah komplikasi.
2. Terapi utama
Farmakoterapi
Imobilisasi
Bedah
3. Hal-hal yang harus diperhatikan pada kasus trauma spinal adalah sebagai berikut:
Penanganan trauma spinal telah dimulai sejak di tempat kejadian.
Proteksi terhadap ‘cervical spine’ merupakan hal yang sangat penting
Mobilisasi penderita ke rumah sakit harus dilaksanakan dengan cara yang benar.
Komplikasi
Perubahan
tekanan darah yang ekstrim (autonomic
hyperreflexia)
Chronic kidney disease
Komplikasi dari immobilisasi:
- Deep vein thrombosis
Lung infections
Skin breakdown
- Muscle contractures
Peningkatan
risiko urinary tract infections
Kehilangan control bladder
Kehilangan control bowel
Loss of feeling
Kehilangan fungsi seksual (male impotence)
Muscle spasticity
Nyeri
Paralysis dari otot pernafasan
Paralysis (paraplegia, quadriplegia)
Pressure sores
Shock
Komplikasi yang dapat terjadi pasca cedera medula spinalis antara lain yaitu
Instabilitas dan deformitas tulang vertebra
Fraktur patologis
Syringomyelia pasca trauma
Nyeri
Gangguan fungsi seksual.
Pemeriksaan Diagnostik
NOC :
1. Level nyeri (Pain Level)
2. Kontrol nyeri (Pain control)
3. Level kenyamanan (Comfort level)
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam, pasien:
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek riwayat alergi
3. Kolaborasikan dengan dokter dalam menentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
4. Kolaborasikan dengan dokter dalam menentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
5. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur f. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali g. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
6. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
NOC :
1. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
2. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
3. Ajarkan pasien dan keluarga tentang teknik ambulasi
4. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
5. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari secara mandiri sesuai
kemampuan
6. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
Manajemen energi (Energy management)
1. Observasi adanya pembatasan pasien dalam melakukan aktivitas b. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
Terapi aktivitas (Activity therapy)
1. Kolaborasikan dengan tenaga kesehatan lain dalam merencanakan program latihan yang tepat
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
4. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda dan krek
5. Bantu pasien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang
3. Retensi urin berhubungan dengan hambatan dalam refleks berkemih
NOC:
1. Ketahanan urine (Urinary continence)
2. Eliminasi urine (Urinary elimination) Kriteria Hasil:
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 5 x 24 jam pasien:
4. Mampu menahan pengeluaran urin sampai tepat dieliminasikan (Skala 3)
5. Mampu mengatur pengeluararan urin (Skala 3)
6. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi,
pigmentasi) (Skala 3)
NIC:
Perawatan ketidaktahanan urine (Urinary incontinence Care)
1. Identifikasi banyak faktor yang menyebabkan inkontinensia (seperti pengeluaran urine, fungsi
kognitif, obat-obatan)
2. Monitor eliminasi urin termasuk frekuensi, volume, warna urin
3. Instruksikan kepada pasien untuk minum minimal 1500 cc air per hari
4. Monitor efektivitas obat-obatan
NOC:
1. Eliminasi usus (Bowel elimination)
2. Cairan (Hydration)
Kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 5 x 24 jam pasien:
3. Nyeri kram tidak muncul (Skala 4)
4. Asupan cairan yang adekuat (Skala 3)
5. Menerapkan manajemen bowel secara mandiri (Skala 3)
6. Membran mukosa basah (Skala 3)
7. Tidak menunjukkan kehausan (Skala 3)
NIC
1. Anjurkan pasien atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian yang tinggi serat
2. Anjurkan pasien atau keluarga menggunakan laksatif
3. Informasikan pasien tentang prosedur untuk defekasi secara mandiri
4. Kolaborasi ke dokter jika pasien memerlukan suppositoria (obat merangsang supaya buang air yang dimasukkan ke dalam
dubur)
5. Anjurkan pasien untuk cukup minum
6. Dorong pasien untuk cukup latihan
7. Kolaborasi pemberian suppositoria laksantif jika memungkinkan
8. Evaluasi status BAB secara rutin
D. Implementasi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
Manajemen nyeri (Pain Management)
Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
Memilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
Mengkolaborasikan dengan dokter dengan memberikan analgesik untuk mengurangi nyeri
Administrasi analgesik (Analgesic Administration)
Menentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
Mengecek riwayat alergi
Kolaborasikan dengan dokter dalam menentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Kolaborasikan dengan dokter dalam menentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
Memilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
Memonitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
Memberikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Mengevaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
Terapi latihan: ambulasi (Exercise therapy : ambulation)
Mengkonsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan dan
bertahap misalnya dengan ROM pasif terlebih dahulu kemudian ROM aktif
Membantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
Mengajarkan pasien dan keluarga tentang teknik ambulasi misalnya pergerakan kaki secara
bertahap
Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
Melatih pasien dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari secara mandiri sesuai
kemampuan misalnya makan, berhias, dan toileting
Mengajarkan pasien bagaimana merubah posisi
Manajemen energi (Energy Management)
Mengobservasi adanya pembatasan pasien dalam melakukan aktivitas
Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
Mengkaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan misalnya kemampuan pasien dalam melakukan ROM
Memonitor nutrisi dan energi yang adekuat
Memonitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan