Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL

DENGAN DIAGNOSA SKULL DEFECT PADA An”D” DI


RUANGAN CEMARA RSUD SAWERIGADING
KOTA PALOPO TAHUN 2021

OLEH :

YUDYSTIRA TAHIR
NS2104018

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(……………………….) (……….…………………..)

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
BHAKTI PERTIWI LUWU RAYA PALOPO
TAHUN 2021
ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
DENGAN DIAGNOSA SKULL DEFECT PADA An”D” DI
RUANGAN CEMARA RSUD SAWERIGADING KOTA
PALOPO TAHUN 2021

OLEH :

YUDYSTIRA TAHIR
NS2104018

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(……………………….) (……….…………………..)

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
BHAKTI PERTIWI LUWU RAYA PALOPO
TAHUN 2021
A. KONSEP PENYAKIT

1. DEFINISI

Skull defect menjadi suatu masalah sejak awal periode


kehidupan manusia. Skull defect sudah dapat ditemukan pada zaman
neolitikum. Skull defect adalah kelainan pada kepala dimana tidak
adanya tulang cranium atau tulang tengkorak. Skull defect adalah
adanya pengikisan pada tulang cranium yang disebabkan oleh adanya
pengikisan yang disebabkan masa eksternal atau intrakranial, atau
juga bisa berasal dari dalam tulang(Burgener & Kormano,1997).
Skull defect dapat terjadi dari lahir atau kongenital pada bayi
yang biasanya disebut dengan anenchephaly dan juga school defek
yang dilakukan secara sengaja untuk membantu pengeluaran cairan
atau pendarahan atau massa yang ada di kepala atau otak.

2. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Skull defect di antara lain:
1) Fraktur cranium

2) Tumor

3) Penipisan tulang

4) Kelainan kongenital (enchephalocele)

5) Pengikisan massa ekstrakranial atau intrakranial

6) Post of train trepanasi (Burgener & Kormano,1997).

7) Trauma parah pada tengkorak dan tulang wajah

8) Reseksi tumor tengkorak

9) Titik hilangnya tulang akibat osteomielitis (Ramamurti,et


al,2007)
3. Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan
menjadi dua proses yaitu cedera kepala primer dan tidak ada kepala
sekunder titik cedera otak primer adalah Cedera yang terjadi saat atau
bersamaan dengan kejadian trauma dan merupakan suatu fenomena
mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen titik tidak banyak
yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel
yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin
karena memar pada permukaan otak, laserasi substansia Alba, cedera
robekan atau hemoglobin karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan
trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada
seluruh sistem dalam tubuh. Cedera otak sekunder merupakan hasil
dari proses berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera
primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
cerebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala
terjadi karena beberapa hal diantaranya, bila trauma ekstrakranial
akan dapat menyebabkan adanya laserasi pada kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah.
Karena perdarahan yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan
hipoksia hipertermi pada peningkatan volume darah pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasiarterial, ya pakai
gemuk semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) , Adapun hipotensi namun bila
trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan
terjadi perdarahan juga.
Cidera kepala intrakranial dapat mengakibatkan laserasi,
perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan
susunan saraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya
gangguan dalam mobilitas. Mekanisme yang paling umum dari trauma
tumpul dada yaitu kecelakaan mobil atau jatuh dari sepeda motor
Sedangkan untuk trauma tembus dada yaitu luka tusuk dan luka
tembak. Cedera pada dada sering mengancam jiwa dan
mengakibatkan satu atau lebih mekanisme patologi seperti hipoksemia
akibat gangguan jalan nafas, cedera pada parenkim paru, sangkar iga,
otot-otot pernapasan, kolaps paru,dan pneumothoraks. Hipovolemia
juga sering timbul akibat kehilangan cairan masih dari pembuluh besar,
ruptur jantung, atau hemothorax. Gagal jantung akibat tamponade
jantung yaitu kompresi pada jantung sebagai akibat terdapatnya cairan
di dalam sakusperikardial. Mekanisme ini seringkali mengakibatkan
kerusakan ventilasi dan perfusying mengarah pada gagal napas akut,
syok hipovolemia, dan kematian (Smeltzer,2001).
4. Pathway
Tumor, pendarahan
di otak

Tindakan operasi
trepanasi / craniotomy

Skull Defect

Kerusakan kontinuitas
Resiko jaringan, tulang, kulit, optot,
Pendarahan dan lasserasi pembuluh
darah

Post Gangguan suplai Post the entry Kurang Informasi


pembedahan darah baktery, virus

Defisit
Trauma jaringan post Iskemia Pertahanan
Pengetahuan
pembedahan tubuh adekuat

Hipoksia
Efek anastesi Resiko infeksi
hilang
Gangguan perfusi
jaringan serebral
Resiko Sakit pada bekas
Cedera gesekan
Nyeri Akut

5. Manifestasi klinis
Gejala yang nampak pada pasien Skull defect dapat berupa:
1) Bentuk kepala asimetris
2) Pada bagian yang tidak tertutup tulang teraba lunak
3) Pada bagian yang tidak tertutup tulang dapat dilihat adanya
denyutan atau fontanella.
Sedangkan manivestasi klinis dari cedera kepala tergantung
dari berat ringannya cedera kepala yaitu berupa:
a) Perubahan kesadaran adalah merupakan indikator yang paling
sensitif yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS (Glasgow
Coma Scale). Pada cedera kepala berat nilai CGS nya 3-8.

b) Peningkatan TIK yang mempunyai Trias klasik seperti titik nyeri


kepala karena tegangan Dura dan pembuluh darah; papil
edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan
diskus optikus; muntah sering proyektil.

c) Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan


frekuensi jantung (bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan
bradikardia disritmia).
d) Perubahan pola nafas( apnea yang diselingi oleh hiperventilasi),
nafas berbunyi,stridor, terdesak,ronchi,mengi positif
(kemungkinan karena aspirasi), gurgling.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Foto polos kepala
Indikasi foto polos kepala tidak semua penderita dengan
cedera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena
masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin ditinggalkan.
Jadi indikasi meliputi jelas lebih dari 5 cm, luka tembus
(tembak/tajam), adanya corpus alienum, deformitas kepala (dari
inspeksi dan palpasi), nyeri kepala yang menetap, gejala vokal
neurologis, gangguan kesadaran. Sebagai indikasi foto polos
kepala meliputi jangan mendiagnosa foto kepala normal jika foto
tersebut tidak memenuhi syarat, pada kecurigaan adanya fraktur
depresi maka dilakukan foto Polres posisi AP/Lateral dan oblique.
2) CT-SCAN (dengan atau tanpa kontras).
Indikasi CT Scan adalah:
a) Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak
menghilang setelah pemberian obat-obatan analgesia/anti
muntah.
b) Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna
terdapat Lesi intrakranial di bandingkan dengan kejang
general.
c) Penurunan GCS lebih 1 poin di mana faktor-faktor
ekstrakranial telah disingkirkan (karena penurunan GCS
dapat terjadi karena misal terjadi shock,febris, dan lain-lain).
d) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai,
misal fraktur depresi temporal kanan tapi terdapat
hemiparese/plegi kanan.
e) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
f) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang
membaik dari GCS.
g) Bradikardia (denyut nadi kurang 60x/menit).
Fungsi CT-Scan ini adalah untuk mengidentifikasi luasnya
Lesi perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan
otak. Catatan: untuk mengetahui adanya infark /isquemia Jangan
dilakukan pada 24 sampai 72 jam Setelah injuri.

3) MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif
4) Cerebral Angioraphy
Menunjukkan anomali sirkulasi serebral, seperti: perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5) Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
6) BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil

7) PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8) CST Lumbal Punksi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid
9) Analisis Gas Darah
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial

10) Kadar Elektrolit


Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.

7. PENATALAKSANAAN

a. Observasi 24jam
b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih
dahulu
c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi
d. Pasien diistirahatkan atau tirah baring
e. Profilaksis diberikan bila ada indikasi
f. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi
g. Pemberian obat obat analgetik
h. Pembedahan bila ada indikasi
Pembedahan yang dilakukan untuk pasien cedera kepala
adalah pelaksanaan operasi atau cranioplasty.
Trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang
kepala yang bertujuan untuk mencapai otak untuk tindakan
pembedahan definitif (seperti adanya SDH(subrudal hematoma)
atau EDH (epidural hematoma) dan kondisi lain pada kepala yang
memerlukan tindakan craniotomy). Cranioplasty orang adalah
memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan menggunakan
bahan plastik atau metal plate.
Epidural hematoa (EDH) adalah suatu perdarahan yang
terjadi antara tulang dangdan lapisan durameter; Subdural
Hematoma(SDH) atau perdarahan yang terjadi pada rongga Di
antara lapisan durameter dan dengan arachnoidea. Pelaksanaan
operasi ini diindikasikan pada pasien 1) Penurunan kesadaran tiba-
tiba terutama riwayat cedera kepala akibat berbagai faktor, 2)
adanya tanda herniasi/returalisasi,3) adanya cedera sistematik
yang memerlukan operasi yang berbentuk, di mana Siti scan
kepala tidak bisa dilakukan titik perawatan pasca bedah yang
penting pada pasien post trepanasi adalah memonitor kondisi
umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Bayar
jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen
tulang atau cranioplasty dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu
kemudian.
Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang
mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan
pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi
nosokomial terapi konservatif meliputi bedrest total, pemberian
obat-obatan, observasi tanda-tanda vital(GCS dan tingkat
kesadaran).
Prioritas perawatan adalah maksimalkan fungsi/fungsi otak,
mencegah komplikasi, pengaturan fungsi secara
optimal/mengembalikan ke fungsi Normal atau mendukung proses
pemulihan koping klien/keluarga, pemberian informasi tentang
proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan dan rehabilitasi.
Penatalaksanaan adanya Skull defect yaitu dengan
melakukan operasi craniotomy yang kemudian dilakukan
cranioplasty. Cranioplasty adalah memperbaiki kerusakan tulang
kepala dengan menggunakan bahan plastik atau metal plate.
Cranioplasty adalah perbaikan defek kranial dengan menggunakan
plat logam atau plastik. Setelah dilakukan operasi cranioplasty
perawatan selanjutnya adalah dengan pemberian antibiotik selama
3 hingga 5 hari komandan monitor The Rain untuk membantu
pengeluaran darah dan mencegah hematom Angga cairan atau
darah berkurang 2 hingga 3 cc. Intruksi penting selanjutnya adalah
tidak melakukan dan tidak memberikan tekanan pada area yang
telah dioperasi selama tiga sampai empat minggu titik proses
pembentukan dan penyambungan tulang akan terjadi selama 6
hingga 1 tahun(Ramamurti,et al,2007).

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a) Nyeri b/d peningkatan TIK
b) Resiko tinggi cedera b/d perubahan fungsi neurologis
c) Perubahan persepsi sensori visual b/d gangguan persepsi,
transmisi
d) Gangguan komunikasi verbal b/d kerusakan saraf
e) Cemas b/d ancaman kematian
Intra Operasi
a) Resiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan
Post Operasi
a) Nyeri b/d agen cedera fisik
b) Resiko cedera b/d trauma intracranial
c) Resiko infeksi b/d luka post opeasi

2. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawat Keperawatan
an

Pre Operasi

1. Nyeri NOC: perilaku Kriteria hasil: NIC: manajemen


berhubung mengendalika nyeri intervensi:
a. Tidak
an dengan n nyeri.
menunjukkan 1. Berikan
peningkata
Tujuan: pasien adanya nyeri atau pereda nyeri
n TIK
tidak minimalnya bukti- dengan
mengalami bukti manipulasi
nyeri atau ketidaknyamanan lingkungan
nyeri menurun (misal lampu
b. TIK dalam batas
sampai tingkat ruangan redup,
normal.
yang dapat tidak ada
diterima c. Tidak kebisingan, tidak
pasien. menunjukkan bukti- ada gerakan
bukti peningkatan tiba-tiba).
TIK
2. Berikan
d. Belajar dan analgesik sesuai
mengimplementasik ketentuan,
an strategi koping observasi
yang efektif. adanya efek
samping.

3. Lakukan
strategi sesuai
non-formal
farmakologi
untuk membantu
mengatasi nyeri.

4. Gunakan
strategi yang
dikenal pasien
atau gambarkan
beberapa
strategi dan
biarkan pasien
memilih

5. Libatkan
keluarga dalam
pemilihan
strategi.

6. Ajarkan
pasien untuk
menggunakan
strategi non
farmakologi
sebelum
terjadinya hari
atau sebelum
menjadi lebih
berat.

2. Resiko NOC: Kriteria hasil: NIC: mencegah


cedera Keamanan jatuh
a. Bebas dari
berhubung sosial
cedera 1. Tekan kan
an dengan
Tujuan: pasien pentingnya
perubahan b. Pasien dan
tidak mematuhi
fungsi keluarga menyetujui
mengalami program
neurologis aktivitas atau
cedera terapeutik
modifikasi aktivitas
yang tepat 2. Dampingi
pasien selama
aktifitas yang
diizinkan

3. Jaga agar
penghalang
tempat tidur
tetap terpasang

4. Bantu
ambulasi dan
aktivitas hidup
sehari-hari
dengan tepat.

3. Perubahan NOC: Kriteria hasil: NIC:


persepsi pengendalian pengelolaan
a. Pasien
sensori ansietas lingkungan
menyesuaikan diri
visual
Tujuan: pasien pada defisit 1. Berikan
berhubung
menunjukkan sensoris/persepsi lingkungan yang
an dengan
tanda-tanda mendorong rasa
gangguan
persepsi, penyesuaian b. Pasien akrab dan rasa
transmisi terhadap menunjukkan sikap aman
defisit dan rasa aman
2. Dorong
sensoris/perse dalam lingkungan
partipasi dalam
psi
bermain aktif

3. Diskusikan
bersama
keluarga
pentingnya
membatasi
lingkungan

4. Gangguan Neurological Kriteria hasil: NIC:


komunikasi status Pengelolaan
a. Fungsi neurologis
verbal lingkungan
Tujuan: pasien
berhubung b. TIK dbn
menunjukkan 1. Membantu
an dengan
komunikasi c. Komunikasi keluarga dalam
tumor otak
verbal yang memahami
d. TTV dbn
efektif pembicaraan

2. Berbicara
kepada pasien
dengan suara
yang jelas

3. Menggunakan
kata dan kalimat
yang singkat

4. Instruksikan
pasien dan
keluarga untuk
menggunakan
bantuan
berbicara.

5. Anjurkan
pasien untuk
mengulangi
pembicaraannya
jika belum jelas

6. Beri pujian
positif ketika
pasien bisa
bicara

5. Konflik NOC: decision Kriteria hasil: NIC: family


pengambil making support
a. Identifikasi
an
Tujuan: informasi yang 1. Informasikan
keputusan
setelah relevan kepada keluarga
berhubung
dilakukan tentang alternatif
an dengan b. Identifikasi
tindakan pilihan atau
kurang alternatif
keperawatan solusi
informasi
selama proses c. Memilih berbagai
yang 2. Bantu
keperawatan alternatif
relevan keluarga
diharapkan
mengidentifikasi
tidak terjadi
keuntungan dan
konflik dalam
kerugian
keluarga
alternatif lain

3. Tawarkan
informasi

4. Bantu
keluarga dalam
menjelaskan
keputusannya
pada anggota
keluarga yang
lain, jika
diperlukan

5. Berikan
dukungan secara
penuh

6. Cemas NOC: kontrol Kriteria hasil: NIC:


berhubung cemas Enhancement
a. Monitor intensitas
an dengan Coping
Tujuan: kecemasan
ancaman
setelah 1. Sediakan
kematian b. Rencanakan
dilakukan informasi yang
strategi coping
tindakan sesungguhnya
untuk mengurangi
keperawatan meliputi
stres
diharapkan diagnosis
kecemasan c. Gunakan teknik treatment dan
hilang atau relaksasi untuk prognosis
berkurang mengurangi
2. Tetap
kecemasan
dampingi klien
d. Kondisikan untuk menjaga
lingkungan yang keselamatan
nyaman pasien dan
mengurangi
3. Instruksikan
pasien untuk
melakukan
teknik relaksasi

4. Bantu pasien
mengidentifikasi
situasi yang
menimbulkan
ansietas.

Intra Operasi

1. Resiko NOC: Fluid Kriteria hasil: NIC: Manajemen


kekuranga balance cairan
a. Kulit dan
n volume
Tujuan: pasien membran mukosa 1. Catat intake
cairan
tidak lembab dan output
berhubung
mengalami
an dengan b. Tidak terjadi 2. Monitor status
dehidrasi atau
kehilangan demam, TTV normal hidrasi seperti
cairan tubuh
cairan membran
pasien
mukosa, nadi,
adekuat
tekanan darah
dengan cepat

3. Beri cairan
yang sesuai
dengan terapi

2. Resiko NOC: Kriteria hasil: NIC:


infeksi Pengendalian pengendalian
Tidak menunjukkan
berhubung infeksi
Resiko tanda-tanda infeksi
an
1. Pantau
pertahanan Tujuan: pasien tanda/gejala
tubuh tidak infeksi
primer mengalami
2. Rawat luka
tidak infeksi atau
operasi dengan
adekuat tidak terdapat
teknik steril
tanda-tanda
infeksi pada 3. Memelihara
pasien. teknik isolasi,
batasi jumlah
pengunjung

4. Ganti
peralatan
perawatan
pasien sesuai
dengan protap

Post Operasi

1. Nyeri NOC: tingkat Kriteria hasil: NIC: Manajemen


berhubung nyeri Intervensi
a. Tidak
an dengan
Tujuan: pasien menunjukkan tanda- 1. Berikan
prosedur
tidak tanda nyeri pereda nyeri
bedah
mengalami dengan
b. Nyeri menurun
nyeri, antara manipulasi
sampai tingkat yang
lain penurunan (misal ruangan
dapat diterima
nyeri pada tenang, batasi
tingkat yang pengunjung).
dapat diterima
2. Berikan
analgesia sesuai
ketentuan
3. Cegah adanya
gerakan yang
mengejutkan
seperti
membentur
tempat tidur.

4. Cegah
peningkatan TIK

2. Resiko NOC: Kriteria hasil: NIC: Positioning


tinggi pengendalian
a. Stres minimal 1. Konsul
cedera risiko
pada sisi operasi dengan ahli
berhubung
Tujuan: pasien bedah mengenai
an dengan b. Pasien tetap
mengalami pemberian
trauma pada posisi yang
stres minimal posisi, termasuk
intrakranial diinginkan
pada sisi derajat seleksi
operasi leher.

2. Posisikan
pasien datar dan
miring, bukan
terlentang atau
tinggikan kepala

3. Balikan pasien
dengan hati-hati

4. Hindari posisi
trendelenburg
begitu

3. NOC: Kriteria hasil: Tidak menunjukkan NIC:


Resiko Pengendalian tanda-tanda infeksi pengendalian
infeksi resiko infeksi infeksi
berhubung
Tujuan: pasien 1. Pantau
an dengan
tidak tanda/gejala
luka post
mengalami infeksi
operasi
infeksi atau
2. Merawat luka
tidak terdapat
operasi dengan
tanda-tanda
teknik steril
infeksi pada
pasien. 3. Memelihara
teknik isolasi,
batasi jumlah
pengunjung

4. Ganti
peralatan
perawatan
pasien sesuai
dengan protap.

4. Cemas NOC: Kontrol Kriteria hasil: NIC:


berhubung Cemas Enhancement
a. Monitor intensitas
an dengan Coping
Tujuan: kecemasan
ancaman
setelah 1. Sediakan
kematian b. Merencanakan
dilakukan informasi yang
strategi coping
tindakan sesungguhnya
untuk mengurangi
keperawatan meliputi
stres
diharapkan diagnosis,
kecemasan c. Gunakan teknik treatment dan
hilang atau relaksasi untuk prognosis.
berkurang mengurangi
kecemasan 2. Tetap
dampingi kian
d. Kondisikan
untuk menjaga
lingkungan nyaman
keselamatan
pasien dan
mengurangi

3. Instruksikan
pasien untuk
melakukan
teknik relaksasi

4. Bantu pasien
mengidentifikasi
situasi yang
menimbulkan
ansietas

Anda mungkin juga menyukai