Anda di halaman 1dari 9

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Chepalgia Fungsional


1. Pengertian
Cephalgia adalah istilah medis dari nyeri kepala atau sakit kepala.
Cephalgia berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
cephalo dan algos. Cephalo memiliki arti kepala, sedangkan algos memiliki
arti nyeri. Cephalgia dapat menimbulkan gangguan pada pola tidur, pola
makan, menyebabkan depresi sampai kecemasan pada penderitanya.
(Hidayati, 2016).
Cephalgia biasanya ditandai dengan nyeri kepala ringan maupun
berat,nyeri seperti diikat, tidak berdenyut, nyeri tidak terpusat pada satu
titik, terjadi secara spontan, vertigo, dan adanya gangguan konsentrasi
(Kusuma, 2012)

2. Klasifikasi Chepalgia
Nyeri kepala dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu nyeri kepala
primer dan nyeri kepala sekunder.
a. Jenis Cephalgia Primer yaitu :
1) Migrain
2) Sakit kepala tegang
3) Sakit kepala cluster
b. Jenis Cephalgia Sekunder yaitu
1) Berbagai sakit kepala yang dikaitkan dengan lesi struktural.
2) Sakit kepala dikaitkan dengan trauma kepala.
3) Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan
subarakhnoid).
4) Sakit kepala dihuungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler
(mis. Tumor otak).
5) Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia atau putus
obat.
6) Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
7) Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik
(hipoglikemia).
8) Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan
kepala, leheratau struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut).
9) Neuralgia Kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial).
(Soemarmo, 2009)
3. Etiologi Chepalgia
Penyebab nyeri kepala banyak sekali, meskipun kebanyakan adalah
kondisi yang tidak berbahaya (terutama bila kronik dan kambuhan), namun
nyeri kepala yang timbul pertama kali dan akut awas ini adalah manifestasi
awal dari penyakit sistemik atau suatu proses intrakranial yang memerlukan
evaluasi sistemik yang lebih teliti (Bahrudin, 2013).
Menurut Papdi (2012) sakit kepala sering berkembang dari sejumlah
faktor resiko yang umum yaitu:
a. Penggunaan obat yang berlebihan yaitu mengkonsumsi obat berlebihan
dapat memicu sakit kepala bertambah parah setiap diobati.
b. Stress
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, stress
biasa menyebabkan pembuluh darah di bagian otak mengalami
penegangan sehingga menyebabkan sakit kepala.
c. Masalah tidur
Masalah tidur merupakan salah satu faktor terjadinya sakit kepala,
karena saat tidur seluruh anggota tubuh termasuk otak dapat beristirahat.
d. Kegiatan berlebihan
Kegiatan yang berlebihan dapat mengakibatkan pembuluh darah di
kepala dan leher mengalami pembengkakan, sehingga efek dari
pembengkakan akan terasa nyeri.
e. Rokok
Kandungan didalam rokok yaitu nikotin yang dapat mengakibatkan
pembuluh darah menyempit, sehingga menyebabkan sakit kepala.

4. Patofisiologi
Menurut Sidharta (2008), sakit kepala timbul sebagai hasil
perangsangan terhadap bagian-bagian di wilayah kepala dan leher yang
peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri
ialah otot-otot oksipital, temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri
subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri.
Bangunan-bangunan intracranial yang peka nyeri terdiri dari meninges,
terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta
arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri
tidak peka nyeri. Peransangan terhadap bagian-bagian itu dapat berupa :
1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis
2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural
atau setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial,
penyumbatan jalanlintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema
serebri atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat
sekali.
4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada
infeksi umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik),
gangguan metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan
hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan paska contusio
serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi
( migren dan clusterheadache) dan radang (arteritis temporalis)
6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan
kepala, seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.
Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis),
sinus (sinusitis),baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan
molar III yang mendesak gigi)dan daerah leher (spondiloartritis deforman
servikalis. Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psiko
organik pada keadaan depresi dan stress.
5. Pathway
terlampir

 Obat-obatan
 Stress
 Insomnia
 Obesitas
 Caffein
 Penyakit infeksi

CHEPALGIA

Peningkatan TIK Perubahan status kesehatan

Pelepasan meditor kimia Kurang Informasi


(Bradakinin, histamine, prostaglandin)
Mekanisme Koping tidak efektif
Menyentuh Ujung saraf afferent
Salah interprestasi prognosis
Proses tranduksi & kondisi

transmisi
CEMAS

NYERI
Mual dan Munta,
Papilodema,
penurunan fungsi,
penurunan nafsu
makan dan penurunan
BB

Ketidakseimbanga
Merangsang RAS
n nutrisi kurang
dari kebutuhan
Klien sering terjaga
Tubuh
Aktifitas tidur terganggu

Gangguan Pola
Tidur
6. Tanda dan Gejala
1. Nyeri kepala dapat unilateral atau bilateral
2. Nyeri terasa di bagian dalam mata atau pada sudut mata bagian dalam,
lebih sering didaerah fronto temporal .
3. Nyeri dapat menjalar di oksiput dan leher bagian atas atau bahkan leher
bagian bawah
4. Ada sebagian kasus dimulai dengan nyeri yang terasa tumpul mulai di
leher bagian atas menjalar ke depan.
5. Kadang pada di seluruh kepala dan menjalar ke bawah sampai muka.
6. Nyeri tumpul dapat menjadi berdenyut-denyut yang semakin bertambah
sesuai dengan pulsasi dan selanjutnya konstan.
7. Penderita pucat, wajah lebih gelap dan bengkak di bawah mata.
8. Muka merah dan bengkak pada daerah yang sakit.
9. Kaki atau tangan berkeringat dan dingin.
10. Biasanya oliguria sebelum serangan dan poliuria setelah serangan.
11. Gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah, dan lain-lain.
12. Kadang-kadang terdapat kelainan neurologik yang menyertai, timbul
kemudian atau mendahului serangan.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen kepala : mendeteksi fraktur dan penyimpangan struktur.
b. Rontgen sinus : Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan
mengidentifikasi masalah-masalah struktur, malformasi rahang.
c. Pemeriksaan visual : ketajaman, lapang pandang, refraksi, membantu
dalam menentukan diagnosa banding.
d. CT scan Otak : Mendeteksi masa intracranial, perpindahan ventrikuler
atau hemoragi Intracranial.
e. Sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoldal dan etmoidal
f. MRI : Mendeteksi lesi/abnormalitas jaringan, memberikan informasi
tentang biokimia, fisiologis dan struktur anatomi.
g. Ekoensefalografi : mencatat perpindahan struktur otak akibat trauma,
CSV atau space occupaying lesion.
h. Elektroensefalografi : mencatat aktivitas otak selama berbagai aktivitas
saat episode sakit kepala.
i. Angeografi serebral : Mengidentifikasi lesivaskuler.
j. HSD : leukositosis menunjukkan infeksi, anemia dapat menstimulasi
migren.
k. Laju sedimentasi : Mungkin normal, menetapkan ateritis temporal,
meningkat pada inflamasi.
l. Elektrolit : tidak seimbang, hiperkalsemia dapat menstimulasi migren.
m. Pungsi lumbal : Untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan
CSS, adanya sel-sel abnormal dan infeksi.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan chepalgia meliputi
:
 Cidera serebrovaskuler / Stroke
 Infeksi intracranial
 Trauma kranioserebral
 Cemas
 Gangguan tidur
 Depresi
 Masalah fisik dan psikologis lainnya

9. penatalaksanaan
1) Migren
a. Terapi Profilaksis
- Menghindari pemicu
- Menggunakan obat profilaksis secara teratur 
Profilaksis: bukan analgesik, memperbaiki pengaturan proses
fisiologis yang mengontrol aliran darah dan aktivitas system
syaraf
b. Terapi abortif menggunakan obat-obat penghilang nyeri dan/atau
vasokonstriktor. Obat-obat untuk terapi abortif  :
- Analgesik ringan : aspirin (drug of choice), parasetamol
- NSAIDS : Menghambat sintesis prostaglandin, agragasi platelet,
dan pelepasan 5-HT. Naproksen terbukti lebih baik dari
ergotamine. Pilihan lain : ibuprofen, ketorolak
- Golongan triptan
a. Agonis reseptor 5-HT1D menyebabkan vasokonstriksi
Menghambat pelepasan takikinin, memblok inflamasi
neurogenik Efikasinya setara dengan dihidroergotamin, tetapi
onsetnya lebih cepat
b. Sumatriptan oral lebih efektif dibandingkan ergotamin per
oral.
c. Ergotamin : Memblokade inflamasi neurogenik dengan
menstimulasi reseptor 5-HT1 presinapti. Pemberian IV dpt
dilakukan untuk serangan yang berat
d. Metoklopramid : Digunakan untuk mencegah mual muntah.
Diberikan 15-30 min sebelum terapi antimigrain, dapat
diulang setelah 4-6 jam
e. Kortikosteroid : Dapat mengurangi inflamasi. Analgesik
opiate. Contoh : butorphanol
c. Obat untuk terapi profilaksis
1. Beta bloker. Merupakan drug of choice untuk prevensi migraine.
Contoh: atenolol, metoprolol, propanolol, nadolol. Antidepresan
trisiklik Pilihan: amitriptilin, bisa juga: imipramin, doksepin,
nortriptilin Punya efek antikolinergik, tidak boleh digunakan
untuk pasien glaukoma atau hiperplasia prostat
2. Metisergid. Merupakan senyawa ergot semisintetik, antagonis 5-
HT2.  Asam/Na Valproat dapat menurunkan keparahan, frekuensi
dan durasi pada 80% penderita migraine.
3. NSAID. Aspirin dan naproksen terbukti cukup efektif. Tidak
disarankan penggunaan jangka panjang karena dapat
menyebabkan gangguan GI
4. Verapamil. Merupakan terapi lini kedua atau ketiga
5. Topiramat. Sudah diuji klinis, terbukti mengurangi kejadian
migrain
2) Sakit kepala tegang otot
a. Terapi Non-farmakologi
- Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20
sampai 30 menit.
- Perubahan posisi tidur.
- Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang
lain.
- Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah
- Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan
komputer, atau saat menonton televisi
- Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising
- Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari
b. Terapi farmakologi Menggunakan analgesik atau analgesik plus
ajuvan sesuai tingkat nyeri Contoh : Obat-obat OTC seperti aspirin,
acetaminophen, ibuprofen atau naproxen sodium. Produk kombinasi
dengan kafein dapat meningkatkan efek analgesic. Untuk sakit kepala
kronis, perlu assesment yang lebih teliti mengenai penyebabnya,
misalnya karena anxietas atau depresi. Pilihan obatnya adalah
antidepresan, seperti amitriptilin atau antidepresan lainnya. Hindari
penggunaan analgesik secara kronis memicu rebound headache
3) Cluster headache
a. Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah
serangan (profilaksis)
b. Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral
c. Obat-obat terapi abortif:
- Oksigen
- Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain
- Sumatriptan. Obat-obat untuk terapi profilaksis : Verapamil,
Litium, Ergotamin, Metisergid, Kortikosteroid, Topiramat

BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data demografi : Nama, Pekerjaan, Umur, No.RM, Alamat, Tanggal
masuk, Jenis Kelamin, dan tanggal pengkajian.
2. Riwayat penyakit dahulu : trauma, tumor, masalah medis yang lain
(misalnya kelainan paru, kelainan koogulasi, ulkus,), merokok dan
penggunaan alcohol.
3. Pemeriksaan fisik : Fungsi motorik, ( pergerakan, kekuatan tonus):
fungsi sensorik, reflex, status pernapasan, gejala-gejala spinal syok,
tidak adanya keringat dibatas luka, fungsi bowel dan bladder, gejala
autonomic dysreflexia.
4. Keadaan Umum : Pada keadaan cidera tulang belakang umumnya tidak
mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-
tanda vital, meliputi bradikardi dan hipotensi.
5. Pengkajian Primer (Primary Survey)
a. Arway (jalan napas) dengan control servical
1. Kaji ada tidaknya sumbatan jalan napas
b. Breating (Pernapasan)
1. Kaji frekuensi napas, suara napas, adanya udara keluar dari
jalan napas.
c. Circulation (Sirkulasi)
1. Ada tidaknya denyut nadi karotis, ada tidaknya tanda-tanda
syok, ada tidaknya perdarahan eksternal.
d. Disability (Tingkat Kesadaran)
1. Composmentis ( kesadaran normal).
2. Apatis (keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Somnelon (kesadaran menurun)
4. Stupor (spoor koma), keadaan seperti tertidur lelap, tidak
ada respon terhadap nyeri.
5. Coma (comatose), yaitu tidak bisa di bangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun ( tidak ada respon
kornea maupun reflek muntah, mungkin juga dapat tidak
ada respon pupil terhadap cahaya.
6. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap
yang dilakukan secara head to toe, dari depan hingga
belakang.
B. Diagnosa Keperawatan
Data yang dikelompokan, dianalisa dan dipriositaskan masalahnya
maka ditentukan beberapa kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien
gastritis. Menurut Doenges (2000), diagnosa keperawatan pada klien dengan
gastritis adalah :
a. Nyeri akut b.d stess agen pencederaan ditandai dengan pasien mengeluh
nyeri
b. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, hospitalisasi.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur 
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurangnya intake makanan.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
g. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurangnya
informasi.

Anda mungkin juga menyukai