Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

TB PARU

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Menurut (Niluh Gede Yasmin Asih, 2003), tuberkulosis adalah
infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam, yang ditularkan melalui
udara (airbone). Menurut (Imran Somantri, 2007) tuberkulosis paru – paru
merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru – paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini juga dapat
menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus
linfe.
Menurut (Elizabeth J Corwin, 2009) tuberkulosis (TB) merupakan
contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh
mikroorganisme Mycobacterium tuberkulosis, yang biasanya ditularkan
melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu
lainnya dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus, kuman
juga dapat masuk ketubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu
tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melaui lesi kulit.
Menurut (Chris Brooker, 2009) tuberkulosis adalah infeksi
granulomatosa kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis
(tipe manusia), suatu basil tahan asam (BTA). Jenis lainnya meliputi M.
Bovis (sapi) dan mikobakterium altipis misalnya M. Avium intracellulare
dan M. Kansasii.
Menurut (Diane C. Baughman, 2000) tuberkulosis (TB) adalah
penyakit yang terutama disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosi.
2. Klasifikasi
a. Pembagian secara patologis :
• Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).
• Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).
b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
• Tuberkulosis Paru BTA positif.
• Tuberkulosis Paru BTA negative
c. Pembagian secara aktifitas radiologis :
• Tuberkulosis paru (Koch pulmonal) aktif.
• Tuberkulosis non aktif .
• Tuberkulosis quiesent (batuk aktif yang mulai sembuh)
d. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )
• Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat
non kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya
tidak melebihi satu lobus paru.
• Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan
diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus
tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak
lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
• For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas
yang melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American
Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
• Kategori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi,
riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
• Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya
infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
• Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
• Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
f. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
• Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif
dan kasus baru dengan batuk TB berat.
• Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal
dengan sputum BTA positf.
• Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan
kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari
yang disebut dalam kategori I.
• Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.
3. Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk
batang berukuran panjang 1 – 4 mm dengan tebal 0,3 – 0,6 mm. Sebagian
besar komponen M. Tuberkulosis adalah berupa lemak / lipid sehingga
kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia
dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai
daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. Tuberkulosis senang
tinggal di daerah apeks paru – paru yang kandungan oksigennya tinggi.
Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit
tuberkulosis.
Saluran pernafasan dari hidung sampai ke bronchiolus dilapisi oleh
membran mukosa bersilia, ketika udara masuk melalui rongga hidung,
maka dari itu; disaring, dihangatkan, dilembabkan. Ketiga proses ini
merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel
toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi
oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblek dan kelenjar serosa.
Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang
terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat
dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior
di dalam rongga hidung, dan ke superior dalam sistem pernapasan bagian
bawah menuju ke faring. Dari sinilah lapisan mukus akan tertelan atau di
batukkan keluar. Air untuk kelembaban diberikan untuk lapisan mukus,
sedangkan panas yang disuplay ke udara inspirasi berasal dari jaringan di
bawahnya yang kaya akan pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah
disesuaikan sedimikian rupa sehingga bila udara mencapai faring hampir
bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai
100%. Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Larynx
merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan untuk otot
dan mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk
segitiga yang bermuara ke dalam trachea dan dinamakan glotis. Glotis
merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan saluran
pernapasan bagian bawah.
Meskipun laring merupakan dianggap berhubungan fungsi, tetapi
fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu
menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu
pada aditus laring dan epiglotis yang berbentuk daun, berperan untuk
mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Namun jika
benda asing masih mampu masuk melalui glotis, maka larynx yang
mempunyai fungsi batuk akan membantu menghalau benda asing dan
sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah. Trachea disokong
oleh cincin tulang rawan yang berbentu seperti sepatu  5 inchi. Struktur
kuda yang panjangnya  trachea dan bronchus dianalogkan dengan sebuah
pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon tracheal bronchial. Tempat
percabangan trachea menjadi cabang utama bronchus kiri dan cabang
utama bronchus kanan dinamakan Karina. Karena banyak mengandung
saraf dan dapat menimbulkan broncho spasme hebat dan batuk, kalau
saraf-saraf terangsang. Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak
simetris. Bronchus kanan lebih pendek lebih besar dan merupakan lanjutan
trachea, yang arahnya hampir vertikal. Baliknya bronchus kiri lebih
panjang, lebih sempit dan merupakan lanjutan trachea yang dengan sudut
yang lebih paten, yang mudah masuk ke cabang utama bronchus kanan
kalau udara tidak tertahan pada mulut atau hidung. Kalau udara salah
jalan, maka tidak masuk ke dalam paru-paru kiri, sehingga paru-paru akan
kolaps.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi
menjadi segumen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai pada
cabang terkecil yang dinamakan bronchioulus terminalis yang merupakan
cabang saluran udara terkecil yang mengandung alveolus.Semua saluran
udara di bawah tingkat bronchiolus terminalis disbut saluran penghantar
udara ke tempat pertukaran gas-gas di luar bronchiolus terminalis.
Terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru tempat
pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronchiulus respiratorius yang kadang-
kadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli yang berhasil dari
dinding mereka, puletus alviolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus
dan saccus alveolus hanya mempunyai satu lapisan sel saja yang tebal
garis tengahnya lebih kecil dibandingkan dengan tebal garis tengah sel
darah merah. Dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus
dengan luas permukaan seluas lapangan tenis. Tetapi alveolus dilapisi oleh
zat lipoprotein yang dinamakan surfakton, yang dapat mengurangi
tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan
inspirasi, mencegah kolaps pada alveolus pada waktu ekspirasi.
Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang terletak di
dalam rongga thoraks. Setiap paru-paru mempunyai apex dan basic.
Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, syaraf dan pembuluh limfe
memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-
paru. Diantara pleura parietal dan pleura viceral, terdapat cairan pleura
seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut
bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan mencegah pemisahan
thoraks dan paru-paru. Paru-paru mempunyai 2 sumber suplay darah yaitu
1.) Arteri bronkhialis.
2.) Arteri pulmonalis.
4. Manifestasi Klinis
Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimtomatis.
Pada individu lainnya, gejala berkembang secara bertahap sehingga gejala
tersebut tidak dikenali sampai penyakit telah masuk tahap lanjut.
Bagaimanapun gejala dapat timbul pada individu yang mengalami
imunosupresif dalam beberapa minggu setelah terpajan oleh basil.
Menurut Jhon Crofton (2002) gejala klinis yang timbul pada pasien
Tuberculosis berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
a. Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil
proses destruksi paru. Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit
menahun, keluhan ini dirasakan dengan kecenderungan progresif walau
agak lambat. Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering pada
permulaan penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi
produktif.
b. Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,
kemudian berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen
(kuning hijau) dan menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
c. Batuk Darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah
sampai berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk.
Penyebabnya adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan
bronchus sehingga pecahnya pembuluh darah.
d. Sesak Napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru.
Merupakan proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran
pernapasan.
e. Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi
gesekan pada dinding pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan
pleuritis dan tegangan otot pada saat batuk.
f. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang
disebabkan oleh sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
g. Demam dan Menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu
reaksi umum dari proses infeksi.
h. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang
timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
i. Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
j. Berkeringat Banyak Terutama Malam Hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit
Tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses
telah lanjut.
Gambaran klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu  :
1. Gejala respiratorik, meliputi :
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan
yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non
produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila
sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah
atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah
terjadi karena pecahnya pembuluh darah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah
luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi
pleura, pneumothorakx, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik
yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di
pleura terkena.
2. Gejala Sistemik, meliputi :
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip dengan influenza, hilang timbul dan
makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas
serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain adalah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise.
5. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi
terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat
dimana mereka terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga
dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagaian tubuh
lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru – paru lainnya
(lobus atas).
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri, limposit spesifik
tuborkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi
jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi dua sampai
sepuluh minggu setelah pemajanan.
Masa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan
gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati di kelilingi oleh
makrofag yang membentuk dinding protektif granulomas diubah menjadi
masa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari masa fibrosa ini di sebut
tuberkel ghon. Bahan (bakteri dan makropag) menjadi nekrotik,
membentuk masa seperti keju. Masa ini dapat mengalami kalsifikasi,
membentuk sekar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman tanpa
perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami
penyakit aktif karena gangguan atau respon yang inadekuat dari respon
sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan
aktivasi bakteri dorman. Bakteri kemudian menjadi tersebar diudara,
mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh tuberkel yang memecah,
membentuk jaringan parut. Paru – paru yang terinfeksi lebih membengkak
mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan
lambat mengarah kebawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke
lobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh
remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan
periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10 % individu yang
awalnya terinfeksi mengalami penyakit akti
6. Pathway

Invasi Mycobacterium tuberculosis

Infeksi primer Sembuh

Infeksi pasca primer (reaktivasi) Bakteri dorman

Bakteri muncul beberapa tahun kemudian

Reaksi infeksi/inflamasi dan merusak parenkim paru

Produksi sputum Kerusakan Perubahan cairan Reaksi sistemik


meningkat, pecahnya membrane intrapleura
pembuluh darah alveolar-kapiler
marusak pleura, Sesak napas
atelektasis Anoreksia, mual Lemah
Batuk produktif,
dan muntah
batuh darah Ketidakefektifan
Nyeri akut Droplet Intoleransi
Sesak napas, ekspansi pola napas Ketidakseimbang
Ketidakefektifan infecrion aktivitas
thoraks an nutrisi kurang
bersihan jalan
dari kebutuhan
napas
tubuh
Terhirup orang
sehat Gangguan
pertukaran Gas
Resiko infeksi
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
• Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada
tahap aktif penyakit
• Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
• Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi
intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berani
bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan
oleh mikobakterium yang berbeda.
• Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster; urine
dan cairan serebrospinal, biopsi kulit): Positif untuk
Mycobacterium tuberculosis.
• Biopsi jarum pada jaringan paru: Positif untuk granuloma TB;
adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
• Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya
retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
• Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan
rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan
jaringan paru dan penyakit pleural (Tuberkulosis paru kronis luas).
b. Pemeriksaan Radiologis
Foto thorak: Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru
atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan.
Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area
fibrosa.
8. Komplikasi
• Hepatitis karena efek terapi obat-obatan
• TB miliaris
• Dermatitis
• Gangguan GI
• Hiperurisemia
• Neuritis optika

9. Penatalaksanaan
a. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

b. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
a. Tahap awal (intensif)
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
c. Jenis, sifat dan dosis OAT

d. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


 Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid dan
etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya
minum obat INH dan rimpapisin tiga kali dalam seminggu (tahap
lanjutan). Diberikan kepada :
a. Penderita baru TBC paru BTA Positif
b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Diberikan kepada :
a. Penderita kambuh
b. Penderita gagal terapi
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat
3) Kategori Anak: 2HRZ/4HR
 Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam
bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT),
sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam
bentuk OAT kombipak.
 Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu
pasien.
 Paket Kombipak.
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket,
yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol.
Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien
yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu
(1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.
 KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan
TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan
resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi
kesalahan penulisan resep
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga
pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan
kepatuhan pasien.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


a. Pengumpulan data

Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang


dilakukan yaitu :

1) Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,
tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi
menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang
dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita TB patu yang lain.

2) Riwayat penyakit sekarang


Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri
dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.

3) Riwayat penyakit dahulu


Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA
efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.

4) Riwayat penyakit keluarga


Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan
penularannya.

5) Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan
sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk
dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru
yang lain

6) Pola fungsi kesehatan


a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang


berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi
udara dan tinggal dirumah yang sumpek.

b) Pola nutrisi dan metabolik

Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia,


nafsu makan menurun.

c) Pola eliminasi

Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan


dalam miksi maupun defekasi.

d) Pola aktivitas dan latihan


Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan
menganggu aktivitas

e) Pola tidur dan istirahat

Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB


paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan
istirahat.

f) Pola hubungan dan peran


Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi
karena penyakit menular.
g) Pola sensori dan kognitif

Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan,


dan pendengaran) tidak ada gangguan.

h) Pola persepsi dan konsep diri

Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan


emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.

i) Pola reproduksi dan seksual

Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual


akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.

j) Pola penanggulangan stress

Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan


mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan


terganggunya aktifitas ibadah klien.

7) Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh

a) Sistem integumen

Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit


menurun

b) Sistem pernapasan

Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai


 Inspeksi :  adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
 Palpasi   : Fremitus suara meningkat.
 Perkusi      : Suara ketok redup.
 Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki
basah, kasar dan yang nyaring.
c) Sistem pengindraan

Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan

d) Sistem kordiovaskuler

Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.

e) Sistem gastrointestinal

Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.

f) Sistem muskuloskeletal

Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur


dan keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.

g) Sistem neurologis

Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456

h) Sistem genetalia

Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

b. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
kental atau sekret darah
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveoler-kapiler
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
4. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
5. Resiko infeksi berhubungan dengan organisme purulen
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot

1. RENCANA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi pada jalan napas.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, bersihan
jalan napas kembali normal.
Kriteria hasil :
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips).
2) Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama dan frekuensi napas dalam rentang normal, tidak ada suara
napas abnormal).
3) Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan napas.
Intervensi (NIC) :

1) Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw


trust bila perlu

2) Identifikasi perlunya pemasangan alat jalan napas


buatan

3) Lakukan fisioterapi dada jika perlu


4) Keluarkan secret dengan batuk efektif atau suction

5) Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan


b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru,
hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis
laktat dan penurunan curah jantung.
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
gangguan pertukaran gas teratasi
Kriteria hasil:

1) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan O2


2) Bebas dari gejala dan distress pernapasan
Intervensi:
1) Kaji tipe pernapasan pasien
2) Evaluasi tingkat kesadaran, adanya sianosis, dan perubahan warna
kulit
3) Tingkatkan istirahat dan batasi aktivitas
4) Kolaborasi medis dalam pemberian oksigen
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
Kriteria hasil
1) Adanya peningkatan berat badan
2) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
3) Tidak ada tanda malnutrisi
4) Tidak ada penurunan berat badan yang berarti

Intervensi :
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
3) Anjurkan untuk meningkatkan intake zat besi
4) Anjurkan pasien untuk meningkatan protein dan vitamin C
5) Berikan substansi gula
d. Resiko infeksi berhubungan dengan organisme purulent
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
tidak terjadi indeksi terhadap penyebaran
Kriteria Hasil :
Pasien mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan
resiko penyebaran infeksi, melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi :
1) Intruksikan kepada klien jika bersin atau batuk menggunakan
tissue
2) Jelaskan pentingnya menggunakan alat untuk mengontrol infeksi
seperti masker
3) Monitor suhu sesuai indikasi
4) Anjurkan klien untuk tidak menghentikan terapi
5) Berikan makanan seimbang
6) Kolaborasi pemberian agen anti infeksi
7) Monitor pemeriksaan sputum
e. Nyeri akut berhubungan dengan reaksi imflamasi
1) Monitor TTV
2) Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
3) Lakukan pengkajian nyeri
4) Ajarkan tehnik nonfarmakologi
5) Kolaborasi dalam pemberian analgesic sesuai indikasi.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot


1) Observasi TTV
2) Ajarkan teknik ROM
3) Anjurkan kompres air hangat pada persendian
4) Anjurkan untuk melakukan aktivitas yang ringan

Anda mungkin juga menyukai