Anda di halaman 1dari 21

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP / RS.Dr.

HASAN SADIKIN
Sari Pustaka
Divisi : Gastrohepatologi
Oleh : Ahmad Hafidz
Pembimbing : Dr. dr. Dwi Prasetyo, Sp.A(K), M.Kes
dr. Yudith Setiati E., Sp.A, M.Kes
Hari/Tanggal : Jumat, 22 Mei 2015

1
2
TATALAKSANA TERKINI MUNTAH PADA ANAK

Pendahuluan
Muntah pada anak merupakan keadaan yang merisaukan bagi orang tua, hal inilah yang
mendorong untuk sesegera mungkin mencari pertolongan untuk mengatasinya. Muntah
merupakan manifestasi klinis dari suatu penyakit saluran cerna atau diluar saluran cerna, baik
berupa infeksi, inflamasi atau kelainan anatomi. Penyebab tersering muntah pada anak adalah
infeksi saluran cerna, dengan angka kejadian 3–5 juta anak per tahun dan menyumbang angka
kematian sebesar 12% dari total kematian anak usia kurang dari 5 tahun.1-3
Tatalaksana muntah ditujukan pada etiologi penyakit yang dapat diidentifikasi. Stabilisasi
keadaan umum dan perbaikan keseimbangan cairan serta elektrolit merupakan tahap awal
untuk tatalaksana muntah. Pembedahan oleh tim ahli dilakukan bila ditemukan obstruksi
saluran cerna. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui penyebab yang
jelas sangat tidak dianjurkan. Penggunaan dan pemilihan antiemetik pada bayi dan anak harus
didasarkan pada penyebab muntah dan cara kerja dari masing-masing obat anti muntah.
Berbagai jenis obat dilaporkan sebagai obat anti muntah seperti golongan antagonis dopamin,
antikolenergik, antihistamin, dan antagonis serotonin. Pemilihan golongan obat tersebut
bergantung pada patofisiologi muntah yang terjadi.2-5
Pada sari pustaka ini akan dibahas mengenai definisi, patofisiologi, pendekatan diagnosis
muntah, serta tatalaksana terkini muntah pada anak.

Definisi
Muntah didefinisikan sebagai pengeluaran isi lambung secara paksa dengan kekuatan, atau
pengeluaran isi lambung secara ekspulsif dengan bantuan kontraksi otot-otot perut. 5 Muntah
melalui tiga tahapan, yang pertama adalah periode prodormal yakni adanya sensasi mual dan
timbulnya gejala otonom, kemudian retching, dan yang terakhir adalah muntah. Untuk lebih
memahaminya berikut adalah definisi dari masing-masing proses tersebut. 4-6
Nausea atau mual merupakan suatu perasaan tidak nyaman di daerah epigastrik yang
bersifat subjektif. Nausea terjadi bila terdapat stimulus pada organ visera, labirin, atau pada
gangguan emosi yang merangsang chemoreceptor trigger zone di dasar ventrikel ke 4, sistem
vestibular, ataupun korteks serebri. Pada fase ini terdapat rasa ingin muntah yang disertai
gejala otonom yang biasanya menyertai adalah hipersalivasi, berkeringat dingin, pucat,
anoreksia, dan takikardia. Gerakan peristaltik berhenti menyebabkan tekanan pada fundus
dan korpus menurun, sedangkan tekanan pada jejunum, duodenum dan antrum meningkat. 5

3
Keadaan ini menyebabkan refluks duodenogastrik dapat terjadi selama periode nausea yang
disertai dengan gerakan peristaltik retrograd dari duodenum ke arah lambung atau secara
bersamaan terjadi kontraksi lambung dan duodenum. 2, 6
Retching merupakan upaya yang kuat dan involunter untuk muntah, tampak sebagai upaya
persiapan untuk muntah. Retching ditandai dengan penutupan glottis, tekanan intratorakal
negatif, kontraksi spasmodik otot diafragma dan dinding perut, serta dalam waktu yang sama
terjadi relaksasi sfingter esofageal bagian bawah atau lower oesophageal sphincter (LES).5
Selama proses retching antrum dari lambung akan berkontraksi, sedangkan fundus dan kardia
berelaksasi. Isi lambung kemudian masuk ke dalam esofagus akibat tekanan intraabdominal
dan peningkatan tekanan negatif dari intratorakal.7 Bahan muntahan yang terdapat di esofagus
akan kembali lagi ke lambung oleh karena gerakan peristaltik esofagus. Fase retching tidak
harus selalu diikuti oleh fase emesis. 2, 6
Muntah merupakan refleks protektif untuk mengeluarkan bahan toksik dari dalam tubuh
atau untuk mengurangi tekanan dalam intestinal yang mengalami obstruksi. Muntah biasanya
didahului mual dan retching. Ekspulsi bahan muntahan kedalam esofagus dilakukan oleh
retching, yang kemudian diikuti oleh relaksasi diafragma dan kembalinya tekanan
intratorakal dari negatif menjadi positif. Sfingter esofageal bagian atas atau upper
oesophageal sphingter (UES) juga berelaksasi sebagai respons terhadap meningkatnya
tekanan intraluminal esofagus. 2, 5, 6

Gambar 1 Anatomi Lambung


Sumber: Ahmed7

4
Fisiologi muntah
Muntah dapat dipicu oleh berbagai stimuli seperti gastroenteritis, iritasi bahan kimia, toksin,
distensi perut, bau-bauan, nyeri kepala, obat-obatan, efek anestesi, dan tumor.7 Serangkaian
pemicu muntah tersebut akan menstimulasi pusat muntah atau vomiting centre yang terletak
pada sisi lateral retikular di medula oblongata yang sangat dekat dengan nukleus tractus
solitarius dan area postrema, atau pada chemoreceptor trigger zone pada dasar ventrikel
empat susunan saraf. 5, 6, 8
Koordinasi pusat muntah ini dapat dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah yang
disebabkan oleh stres psikologis terjadi melalui perjalanan jaras dari korteks serebri dan
sistem limbik ke vomiting centre. Muntah yang berhubungan dengan pergerakan terjadi
ketika vomiting centre terstimulasi melalui sistem vestibular atau vestibuloserebral dari
labirin pada telinga dalam. Sinyal kimiawi dari darah dan cairan serebrospinal terdeteksi oleh
chemoreceptor trigger zone. Jalur lainnya adalah melalui nervus vagus dan viseral yang
terstimulasi oleh iritasi saluran cerna, distensi, dan terlambatnya pengosongan lambung. 5, 6, 8

5
Gambar 2 Jaras Refleks Muntah
Sumber: www.pharmafactz.com9

Vomiting centre didominasi oleh reseptor muskarinik (M1), histamin (H1), neurokinin 1
(NK-1), dan reseptor serotonin. Vomiting centre yang menerima sinyal dari 4 pusat yang
berbeda: CTZ, sistem aferen vagal, sistem vestibular, dan higher cortical function. 5
Chemoreseptor trigger zone memiliki beberapa reseptor, seperti reseptor dopamin (D 2),
serotonin (5-HT), opioid, asetilkolin, dan neurokinin. Stimulasi terhadap reseptor tersebut ini
terjadi melalui berbagai jaras. Chemoreceptor trigger zone tidak dibatasi oleh sawar darah
otak sehingga dapat dilalui oleh obat-obatan dan zat-zat metabolit (dihubungkan melalui
astrosit yang melepaskan dopamin yang berhubungan dengan neuron pada CTZ. 5, 8
Reseptor D2 terletak di lambung, nukleus traktus solitarius (NTS), dan CTZ. Reseptor D2
di lambung berperan sebagai mediator dalam menghambat motilitas lambung selama mual
dan muntah, serta berperan juga dalam refleks relaksasi lambung bagian atas dan perlambatan
pengosongan lambung. Selain itu reseptor D2 juga menghantarkan sinyal muntah di CTZ dan
nukleus traktus solitarius. Reseptor serotonin tipe 3 (5-HT 3) merupakan neurotransmiter yang
penting pada jalur aferen dari lambung dan usus halus menuju ke pusat muntah di CTZ, area
postrema dan nukleus traktus solitarius. Reseptor H1 dan M1 terdapat di nukleus traktus
solitarius, CTZ, dan sistem vestibular. 5, 8

6
Apabila vomiting center terstimulasi maka kaskade muntah pada aktivitas motorik yang
terjadi akan sama. Kontraksi non peristaltik pada usus halus selanjutnya meningkat, kandung
empedu berkontraksi, dan sebagian isi duodenum teregurgitasi kembali ke dalam lambung.
Hal ini kemudian diikuti dengan gelombang peristaltik retrograd yang besar akan mendorong
isi usus dan sekresi pankreatobilier ke dalam lambung dan menekan aktivitas lambung.
Sementara itu otot pernapasan akan berkontraksi melawan glottis yang tertutup sehingga akan
terjadi dilatasi esofagus. Pada saat otot abdomen berkontraksi, isi lambung terdorong ke
esofagus bagian distal. Relaksasi otot abdomen mengakibatkan masuk kembalinya isi
esofagus ke dalam lambung. Siklus retching dipercepat sampai esofagus tidak lagi
dikosongkan di antara siklus tersebut dan isinya akhirnya dikeluarkan. Proses muntah ini
diperantarai oleh sistem saraf simpatis dan vagal dari vomiting center, disertai dengan
aktivitas saraf otonom yang berhubungan dengan muntah seperti meningkatnya salivasi, laju
nafas dan laju jantung, dan dilatasi pupil. 2, 5, 6

Gambar 3 Kaskade muntah


Sumber: www.zuniv.net10

7
Pendekatan Diagnosis Muntah
Muntah merupakan suatu gejala dengan diagnosis banding penyakit yang luas dan gejala
awal yang dapat menunjukkan suatu penyakit. Penyakitnya tersebut dapat berupa
gastroenteritis hingga penyakit sistemik. Pendekatan diagnosis membutuhkan anamnesis
yang detil dan terperinci karena merupakan masalah yang sulit. Pendekatan diagnosis muntah
difokuskan pada tiga kunci gambaran klinis yaitu: usia, terdapatnya obstruksi serta tanda dan
gejala penyakit ekstra abdominal. Kelainan anatomik kongenital, genetik, dan penyakit
metabolik lebih sering terlihat pada periode neonatus, sedangkan peptik, infeksi, dan
psikogenik merupakan penyebab muntah tersering terjadi seiring dengan pertambahan usia.
Intoleransi makanan dan perilaku menolak makanan dengan atau tanpa muntah sering
merupakan gejala dari penyakit jantung, ginjal, paru, metabolik, genetik, dan kelainan
neuromotor.11
Usia sangat berperan penting dalam menentukan diagnosis banding. Diagnosis muntah
selanjutnya dapat dikelompokkan berdasarkan penyebabnya seperti obstruksi, infeksi,
gangguan neurologis, gangguan metabolik, gangguan ginjal, zat toksik, dan lain-lain.
Kelainan obstruksi biasanya ditandai dengan adanya gejala klinis berupa nyeri perut,
obstipasi dan bising usus yang meningkat disertai dengan muntah. Terdapatnya massa
abnormal atau pembesaran organ yang disertai nyeri harus dipertimbangkan. Seorang anak
dicurigai mengalami intususepsi apabila didapatkan muntah, nyeri abdomen, buang air besar
akan berdarah ditemukannya massa berbentuk sosis di daerah kuadran kanan atas, dan daerah
kuadran kanan bawah yang kosong. Gejala klinis yang menunjukkan adanya kelainan
ekstraabdominal adalah gejala neurologis seperti sakit kepala hebat, leher kaku, penglihatan
kabur, pandangan ganda, serta perubahan perilaku. Pada gangguan saluran kemih bisa
didapatkan nyeri pinggang, disuria, urgensi, dan frekuensi, sedangkan pada kasus infeksi
didapatkan demam. 11
Berdasarkan isi muntahannya, muntah dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu isi muntah
berwarna kehijauan seperti empedu dan tidak berwarna hijau. Bahan muntahan yang tidak
berwarna kehijauan seperti empedu menunjukkan muntah disebabkan oleh infeksi atau
inflamasi, adanya kelainan metabolik dan endokrinologi, neurologik, psikologis, ataupun
adanya lesi obstruktif di bagian proksimal dari ligamentum Treitz. Sedangkan isi muntahan
yang berwarna kehijauan menunjukkan terdapatnya obstruksi pada bagian distal dari
ligamentum Treitz. 11
Selain dari hal yang telah diuraikan di atas, pemeriksaan fisis penting untuk menentukan
adanya kegawatan yang memerlukan tindakan segera. Perhatikan keadaan umum, adanya

8
penurunan kesadaran, adanya tanda-tanda obstruksi, ataupun adanya tanda-tanda dehidrasi
seperti ubun-ubun besar yang cekung, turgor kulit yang buruk, mulut kering, tidak adanya air
mata dan berkurangnya produksi urin. 11
Selanjutnya kita dapat menentukan pemeriksaan penunjang selanjutnya, seperti
pemeriksaan laboratorium, radiologi seperti foto polos abdomen, barium enema, ataupun
USG. Pada pasien dehidrasi perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit. Pemeriksaan urin juga
dapat membantu menentukan adanya kelainan metabolik. Untuk menentukan adanya kelainan
kongenital atau obstruksi perlu dilakukan foto polos abdomen, sedangkan barium enema
dilakukan untuk mendeteksi obstruksi usus bagian bawah. Jika dari pemeriksaan radiologis
tidak ditemukan obstruksi, perlu dipertimbangkan endoskopi untuk melihat adanya kelainan
pada mukosa saluran cerna. 11
Berikut ini adalah algoritma muntah yang dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk
membantu dan memudahkan dalam menentukan etiologi muntah.

9
Muntah
Muntah

Manifestasi
Manifestasi Klinis
Klinis

Usia
Usia

Neonatus
Neonatus Bayi
Bayi Anak
Anak
0-2
0-2 minggu
minggu 22 minggu-12
minggu-12 bulan
bulan >> 12
12 bulan
bulan

Obstruksi
Obstruksi Obstruksi
Obstruksi Obstruksi
Obstruksi

Tidak
Tidak Ya
Ya Tidak
Tidak Ya
Ya Tidak
Tidak Ya
Ya

Penemuan
Penemuan Intestinal
Intestinal stenosis
stenosis Penemuan Stenosis
Stenosis pilorus
pilorus Penemuan Intususepsi
Intususepsi
Penemuan Penemuan
ekstra
ekstra GI Atresia
Atresia ekstra Malrotasi
Malrotasi Malrotasi
Malrotasi
GI ekstra GI
GI ekstra
ekstra GI
GI
Malrotasi
Malrotasi Intususepsi
Intususepsi Divertikulum
Divertikulum Meckel
Meckel
Plak
Plak mekonium
mekonium Hernia
Hernia inkarserata
inkarserata Hernia
Hernia inkarserata
inkarserata
Hirschprung
Hirschprung Hirschprung
Hirschprung Hirschprung
Hirschprung
Tidak
Tidak Ya
Ya Tidak
Tidak Ya
Ya Tidak
Tidak Ya
Ya Adesi
Adesi

Enterokolitis
Enterokolitis Kelainan
Kelainan CNS
CNS Gastroenteritis
Gastroenteritis Kelainan
Kelainan CNS
CNS Gastroenteritis
Gastroenteritis Kelainan
Kelainan CNS
CNS
nekrotikans
nekrotikans Kelainan
Kelainan ginjal
ginjal GERD
GERD Kelainan
Kelainan ginjal
ginjal Apendisitis
Apendisitis Kelainan
Kelainan ginjal
ginjal
GERD
GERD Infeksi
Infeksi non
non Refluks
Refluks Infeksi
Infeksi non
non Ulkus
Ulkus peptikum
peptikum Infeksi
Infeksi non
non
Refluks
Refluks enteral
enteral fisiologis
fisiologis enteral
enteral Pankreatitis
Pankreatitis enteral
enteral
fisiologis
fisiologis Gangguan
Gangguan Penyakit
Penyakit seliak
seliak Gangguan
Gangguan Peritonitis
Peritonitis Toksin
Toksin
Alergi
Alergi susu
susu metabolisme
metabolisme Ileus
Ileus paralitik
paralitik metabolisme
metabolisme Ileus
Ileus paralitik
paralitik Sindrom
Sindrom Reye
Reye
sapi
sapi Keracunan
Keracunan obat
obat Kehamilan
Kehamilan
Psikologis
Psikologis Gambar 3
Algoritme muntah,
Sumber: Stevens dkk.11

10
Etiologi Muntah yang sering ditemukan

Muntah terjadi apabila terjadi perangsangan pada vomiting center dan chemoreceptor
trigger zone. Berikut ini adalah berbagai penyebab muntah yang sering ditemukan
pada golongan usia neonatus, bayi dan anak:

Neonatus
Pada neonatus penyebab tersering muntah adalah adanya kelainan saluran cerna,
inflamasi pada intestinal seperti enterokolitis nekrotikans dan kelainan sistem saraf.
Lokasi kelainan anatomi saluran cerna dapat ditentukan dari ada atau tidaknya cairan
empedu pada isi muntah. Kelainan anatomik pada saluran cerna yang dapat ditemukan
pada minggu pertama kehidupan misalnya malrotasi, volvulus, atresia intestinal, atau
penyakit Hirschprung. Infeksi yang sering terjadi pada neonatus adalah enterokolitis
nekrotikans, dan sepsis. Kelainan sistem saraf yang sering ditemukan adalah
perdarahan intrakranial atau hidrosefalus. 11

Bayi
Pada masa usia 2 minggu sampai 12 bulan muntah masih dapat disebabkan oleh
obstruksi, seperti stenosis pilorus, malrotasi, intususepsi, hernia inkarserata, ataupun
penyakit Hirschprung. Stenosis pilorus sering ditemukan pada usia 4–6 minggu,
sedangkan pada usia di atas 2 bulan yang tersering adalah intususepsi. Penyakit
nonobstruksi meliputi kelainan gastrointestinal seperti gastroenteritis, kelainan
neurologis seperti massa tumor, abses otak, meningitis dan ensefalitis, infeksi telinga,
infeksi saluran kemih, hepatitis virus, kelainan ginjal, dan kelainan metabolik seperti
galaktosemia atau sindroma Reye. 11

Anak
Pada anak yang lebih tua muntah sering kali berkaitan dengan kelainan anatomi
saluran cerna seperti volvulus, malrotasi, dan apendisitis. Gastroenteritis juga sering
ditemukan pada kelompok usia ini. Perlu juga dipertimbangkan adanya ulkus
peptikum yang seringkali berkaitan dengan nyeri abdomen atau didapatkannya
hematemesis dan melena. Muntah yang disebabkan oleh kelainan neurologis
seringkali disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial. Kelainan metabolik yang
didapatkan pada kelompok usia ini adalah ketoasidosis diabetikum. 11

11
Komplikasi
Muntah pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan metabolik dan kerusakan
mukosa. Gangguan metabolik yang terjadi antara lain deplesi cairan, dan
ketidakseimbangan elektrolit. Dehidrasi terjadi sebagai akibat hilangnya cairan lewat
muntah atau asupan yang kurang karena muntah berlangsung terus menerus. Alkalosis
terjadi karena hilangnya asam lambung, diperberat dengan masuknya ion hidrogen ke
dalam sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya natrium ekstraseluler.5, 6
Muntah dapat menyebabkan penurunan berat badan dan pada akhirnya kekurangan
energi protein atau malnutrisi. Muntah juga dapat menyebabkan kerusakan mukosa
seperti robekan Mallory-Weiss, yakni laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus
dan lambung yang terjadi akibat muntah hebat yang berlangsung lama. Akibat refluks
yang berkepanjangan pada muntah juga dapat menyebabkan iritasi mukosa esofagus
oleh asam lambung, dan ruptur esofagus.5
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah terjadinya aspirasi isi lambung ke dalam
paru-paru, sehingga menyebabkan pneumonia aspirasi.5

Tatalaksana
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat
diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui penyebab
yang jelas tidak dianjurkan, dan merupakan kontraindikasi pada bayi dan anak. Jika
penyebab merupakan kelainan anatomi saluran cerna segera koreksi dengan prosedur
operasi pembedahan, sedangkan bila dicetuskan oleh penyebab muntah lainnya
penting untuk memperhatikan koreksi cairan serta ketidakseimbangan elektrolitnya. 4
Anti muntah dapat digunakan pada keadaan mabuk (motion sickness), mual dan
muntah pasca operasi, pasca kemoterapi kanker, muntah siklik, dan gangguan
motilitas gastrointestinal.4
Berbagai jenis obat dilaporkan sebagai obat anti muntah seperti golongan
antagonis dopamin, antikolenergik, antihistamin, dan antagonis serotonin. Pemilihan
golongan obat tersebut bergantung pada patofisiologi munah yang terjadi. 4 Berikut ini
adalah beberapa jenis anti muntah yang dapat digunakan:

12
Antihistamin
Diphenhydramine dan dimenhydrinate termasuk dalam golongan etanolamin.
Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara antihistamin
lainnya. Kedua obat ini bekerja dengan menghambat reseptor H1 pada nosireseptor
perifer, dan juga memblok reseptor muscarinic-kolinergik pada apparatus vestibular
dan pusat muntah yang dipengaruhi oleh gerakan, sehingga obat ini merupakan terapi
pilihan untuk motion sickness atau kelainan vestibuler. Efek samping dari pemberian
obat ini adalah mengantuk, ataksia, mulut kering, flushing, takikardia, dan konstipasi.
3, 12

Dosis untuk oral: 1 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4–6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4 dosis, per rectal berdasarkan berat badan yaitu 15 kg: 40 mg; 15–25
kg: 80 mg; >25 kg: 120 mg.3, 13
Pada penelitian oleh Uhlig, dkk.14 dipaparkan bahwa dimenhydrinate rektal secara
signifikan mengurangi muntah pada anak dengan gastroenteritis akan tetapi efek
antiemetik bersifat ringan dan tidak membuat perbaikan dari derajat dehidrasi serta
tidak ada perbaikan klinis yang signifikan. Pada penelitian Gouin dkk. 13
dimenhydrinate oral dibandingkan dengan placebo tidak secara signifikan mengurangi
muntah berulang. Harga dimenhydrinate dikatakan lebih mahal bila dibandingkan
dengan ondansetron.3, 13, 14

Antikolinergik
Skopolamin dapat juga memberikan perbaikan pada muntah oleh karena ia merupakan
antagonis reseptor M1 di korteks serebri dan pons, dan juga antagonis reseptor H1 di
hipotalamus dan pusat muntah. Selain itu juga menekan sistem noradrenergik, dengan
demikian meningkatkan toleransi terhadap stimulasi vestibular. Skopolamin
diindikasikan untuk mencegah dan mengatasi motion sickness. 3, 5
Efek samping dari pemberian obat ini berkaitan dengan efek antikolinergiknya,
antara lain mulut kering, konstipasi, takikardia, atau flushing. Dosis yang dianjurkan
untuk anak berusia 1–12 tahun adalah 6 mikrogram/kgBB per kali pemberian tiap 6–8
jam baik intravena, intramuskular maupun subkutan. Untuk mengatasi motion
sickness obat ini diberikan transdermal. Pada penelitian tidak ada perbedaan yang
signifikan dari penggunaan skopolamin, droperidol, dan kelompok ondansetron pada
72 jam setelah operasi. 3, 5

13
Fenotiazin dan butirofenon
Golongan fenotiazin seperti proklorperazin, prometazin, dan perfenazin, serta
golongan butirofenon seperti haloperidol dan droperidol menghambat muntah dengan
cara memblok reseptor D2 di CTZ dan otak. Prometazin juga memiliki efek
antikolinergik dengan menghambat kerja asetilkolin. 3, 5
Pemberian prometazin diindikasikan untuk mencegah mual dan muntah paska
operasi, mengatasi motion sickness dan hiperemesis pada kehamilan. Efek samping
yang mungkin terjadi adalah pusing, mulut kering, dan konstipasi. Pemberiannya pada
anak berusia kurang dari 2 tahun tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan depresi
napas. 3, 5
Prometazin diberikan dengan dosis 0,25–1 mg/kg tiap 6 jam untuk anak berusia di
atas 2 tahun. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 12,5, 25 dan 50 mg, sirup 6,25
mg/5mL dan injeksi 25 dan 50 mg/mL. 3

Steroid
Deksametason adalah obat golongan steroid yang mekanisme kerjanya berhubungan
dengan mencegah pembentukan prostaglandin dan merangsang pelepasan endorfin,
yang mempengaruhi mood dan tingkat ketenangan. 3, 5
Mekanisme kerja deksametason dengan inhibisi pelepasan asam arakidonat,
modulasi substansi yang berasal dari metabolisme asam arakidonat, dan pengurangan
jumlah 5-HT3. Deksametason mempunyai efek antiemetik, diduga melalui

mekanisme menghambat pelepasan prostaglandin secara sentral sehingga terjadi


penurunan kadar 5-HT3 di sistem saraf pusat, menghambat pelepasan serotonin di

saluran cerna sehingga tidak terjadi ikatan antara serotonin dengan reseptor 5-HT 3,

pelepasan endorfin, dan anti inflamasi yang kuat di daerah pembedahan dan diduga
glukokortikoid mempunyai efek yang bervariasi pada susunan saraf pusat dan akan
mempengaruhi regulasi dari neurotransmitter, densitas reseptor, transduksi sinyal, dan
konfigurasi neuron. 3, 5
Beberapa penelitian menunjukkan pemberian deksametason, baik tunggal maupun
dikombinasikan dengan metoklopramid atau ondansentron menurunkan angka
kejadian mual dan muntah paska operasi. Stork dkk.15 dalam penelitiannya
menyimpulkan deksametason tidak efektif dalam pengobatan gastroenteritis dengan

14
gejala muntah, dan juga tidak efektif untuk mengurangi angka rawat inap dalam
penelitian ini.15
Dosis yang dianjurkan untuk anak adalah 1 mg/kgBB, dosis maksimal 15
mg/dosis. Deksametason efektif untuk mencegah mual muntah paska operasi juga
diberikan sebelum induksi obat anestesi. 3, 5, 8

Metoklopramid
Metoklopramid merupakan agen prokinetik pada saluran gastrointestinal yang
menstimulasi otot-otot dari saluran cerna termasuk otot sfingter esofagus distal, gaster
dan usus halus. Metoklopramid bekerja, di perifer sebagai cholinomimetic
(memfasilitasi transmisi asetilkolin pada reseptor muskarinik selektif) dan di sentral
sebagai antagonis dopamin. Pada otot-otot saluran cerna dan persyarafannya, obat ini
bekerja memperkuat otot bagian distal sfingter esofagus sehingga akan mencegah
terjadinya refluks makanan dari gaster ke esofagus. Obat ini juga bekerja pada otot-
otot gaster sehingga mempercepat pengosongan lambung. Metoklopramid tidak
mempengaruhi sekresi asam lambung atau pH cairan lambung. Metoklopramid
menghasilkan efek antimuntah dengan memblokir reseptor dopamin di zona pemicu
kemoreseptor pada sistem saraf pusat. 3, 16
Efek samping dari pemberian metoklopramid antara lain nyeri kepala, pusing,
letargis, iritabilitas, dan efek ekstrapiramidal. Reaksi ekstrapiramidal termasuk
distonia, akatisia, dan krisis oculogirik adalah efek samping yang umum pada anak-
anak.3, 16
Metoklopramid tersedia dalam bentuk tablet 5 dan 10 mg, sirup 5 mg/5 mL, injeksi
5 mg/mL. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15–0,3 mg/kgBB IV atau i.m, 0,2–0,4
mg/kgBB perhari dibagi dalam 3–4 dosis per oral. 3

Domperidon
Domperidon merupakan antagonis dopamin yang mempunyai kerja anti-emetik,
disebabkan oleh kombinasi efek periferal (gastroprokinetik) dengan anti
dopaminergik, terutama pada reseptor dopamin D2 yang didapatkan pada pusat
muntah yang terletak di luar sawar darah otak yaitu chemoreceptor trigger zone.
Dopamin memfasilitasi aktivitas otot halus gastrointestinal dengan menghambat
dopamin pada reseptor D1 dan menghambat pelepasan asetilkolin netral dengan

15
memblok reseptor D2. Domperidon  merangsang motilitas saluran cerna bagian atas
tanpa mempengaruhi sekresi gastrik, empedu, dan pankreas. Peristaltik lambung
meningkat sehingga dapat mempercepat pengosongan lambung. 3, 17
Domperidon ditoleransi dengan baik dan tidak memiliki efek samping seperti
metoklopramid yang dapat menyebabkan efek ekstrapiramidal. Efek samping yang
dilaporkan antara lain nyeri kepala, mulut kering, dan diare. 3, 17
Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 10 mg, sirup 1 mg/ml, drop 5 mg/ml. Dosis
yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB dibagi 3 dosis per oral. 3
Beberapa penelitian menyimpulkan penggunaan domperidon efektif dalam
menangani mual dan muntah sebagai gejala utamanya. Penelitian lain juga
mengatakan walaupun memiliki profil farmakologi yang mirip dengan
metoklopramid, domperidon lebih dipilih karena tidak memiliki efek samping ke
susunan saraf pusat. 3

Ondansetron
Ondansetron adalah derivat carbazalone yang strukturnya berhubungan dengan
serotonin dan merupakan antagonis reseptor 5-HT3 subtipe spesifik yang berada di
chemoreceptor trigger zone dan juga pada aferen vagal saluran cerna, yang
mengaktifkan pusat muntah di medulla oblongata, dan juga menghambat reseptor
serotonin yang mempunyai efek menginisiasi suatu refleks muntah, tanpa
mempengaruhi reseptor dopamin, histamin, adrenergik, ataupun kolinergik.
Pemberian ondansentron diindikasikan pada kasus muntah post radiasi atau
kemoterapi, efektif untuk diberikan pada mual dan muntah paska operasi, dan juga
diberikan pada kasus muntah yang disebabkan oleh gastroenteritis. Efek samping
pemberian obat ini adalah sakit kepala, konstipasi, lemas, dan peningkatan enzim hati.
3, 18

Beberapa penelitian menyebutkan ondansetron bila dibandingkan dengan anti-


emetik lainnya, ondansetron dinilai lebih efektif dalam mengurangi episode muntah
baik di ruang rawat inap maupun di emergensi. Penggunaan ondansetron dalam
bentuk suspensi tablet maupun sirup mampu menurunkan angka kejadian rawat inap
serta penggunaan intravena serta membantu rehidrasi oral.15, 18-22 Efek samping yang
dilaporkan pada penelitian yaitu adalah diare.

16
Ondansetron tersedia dalam bentuk tablet 8 mg, ampul 4 mg/2 mL, 8mg/ 2 mL.
Dosis pemberian untuk anak adalah 0,2 mg/kgBB per kali intravena, dan 0,1–0,2
mg/kgBB perkali sehari 2–3 hari peroral.3

Simpulan
Muntah pada bayi dan anak selain merupakan mekanisme proteksi tubuh untuk
mengeluarkan zat toksin yang tertelan, dapat pula menunjukkan adanya kelainan pada
gastrointestinal maupun luar gastrointestinal. Pendekatan diagnosis muntah pada anak
merupakan permasalahan yang tidak mudah dan berkaitan erat dengan kegawatan
pada anak, karena muntah yang berkepanjangan atau persisten akan mengakibatkan
berbagai komplikasi. Penentuan etiologi muntah pada bayi dan anak sangat penting
untuk pemilihan antiemetik yang tepat. Penggunaan ondansentron terbukti dari
beberapa penelitian yang dilakukan dinilai efektif dibandingkan dengan anti emetik
lainnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Das JK, Kumar R, Salam RA, Freedman S, Bhutta ZA. The effect of antiemetics
in childhood gastroenteritis. BMC Public Health. 2013;13.
2. Zun LS. Dalam: Marx J, Walls R, Hockberger R, penyunting. Rosen's Emergency
Medicine − Concepts and clinical practice. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier-
Saunders; 2014. hal.238−47 .
3. Chow CM, Leung AK, Hon KL. Acute gastroenteritis: from guidelines to real
life. Clin and Exptl Gastroenterol. 2010;3:97−112.
4. Latha C, Maribeth C. Vomiting in children: Reassurance, red flag, or referral?
Peds in Review. 29(6):183−92.
5. Parashette KR, Croffie J. Vomiting. Peds In Review. 2013;34:307−19.
6. Li BK, Sunku BK. Dalam: Wyllie R, Hyams JS, Kay M, penyunting. Pediatric
gastrointestinal and liver disease: Pathophysiology, diagnosis, management. Edisi
ke-3. Philadelphia: Elsevier-Saunders; 2006. hal.127−49.
7. Ahmed N, Dawson M, Smith C, Wood E. Dalam: Ahmed N, Dawson M, Smith
C, Wood E, penyunting. Biol of Dis. Edisi ke-1: Taylor & Francis; 2006.hal
277−314.
8. Al K. Prevention and treatment of postoperative nausea and vomiting. Drugs.
2000;59.Adis International Limited;hal 213−43.
9. Neuronal Pathway of Vomiting (diakses 7 Mei 2015). Tersedia dari:
www.pharmafactz.com
10. Cascade of vomiting (diakses: 3 Mei 2015). Tersedia dari: www.zuniv.net
11. Stevens MW, Henretig FM. Textbook of Pediatric Emergency Medicine. Edisi
ke-6. Philadelphia: Lippincott Wiliams & Wilkins; 2010.hal 618−25
12. Golembiewski J, Chernin E, Chopra T. Prevention and treatment of postoperative
nausea and vomiting. Am J Health-System Phar. 2005;62(12):1247−60.
13. Gouin S, Vo T-T, Roy M, Denis L, Gravel J. Oral dimenhydrinate versus placebo
in children with gastroenteritis: A randomized controlled trial. Pediatrics.
2012;129:1050−5.
14. Uhlig U, Pfeil N, Gelbrich Gt, Spranger C, Syrbe S. Dimenhydrinate in children
with infectious gastroenteritis: A prospective, RCT. Pediatrics. 2009;124:622−32.

18
15. Stork CM, Brown KM, Reilly TH, Secreti L, Brown LH. Emergency department
treatment of viral gastritis using intravenous ondansetron or dexamethasone in
Children. Acad Emergcy Med. 2008;13(10):1027−33.
16. Al-Ansari K, Alomary S, Abdulateef H, Alshawagfa M, Kamal K.
Metoclopramide versus ondansetron for the treatment of vomiting in children
with acute gastroenteritis: A randomized trial. Ped Gastroenterol Nut.
2011;52:156−60.
17. Reddymasu SC, Soykan I, McCallum RW. Domperidone: Review of
pharmacology and clinical applications in gastroenterology. Am J Gastroenterol.
2007;102:2036−45.
18. Ramsook C, Carreon IS, Kozinetz CA, Moro-Sutherland D. A randomized
clinical trial comparing oral ondansetron with placebo in children with vomiting
from acute gastroenteritis. Coll Em Phys. 2002;39:397−403.
19. Roslund G, Hepps TS, McQuillen KK. The role of oral ondansetron in children
with vomiting as a result of acute gastritis/gastroenteritis who have failed oral
rehydration therapy: A randomized controlled trial. Emg Coll Emg Phys.
2008;52:22−9.
20. Freedman SB, Adler M, Seshadri R, Powell EC. Oral ondansetron for
gastroenteritis in a pediatric emergency department. NEJM. 2006;354:1698−705.
21. Yilmaz HL, Yildizdas RD, Sertdemir Y. Clinical trial: oral ondansetron for
reducing vomiting secondary to acute gastroenteritis in children – a double-blind
randomized study. Aliment Pharmacol Ther. 2009;31:82−91.
22. Rerksuppaphol S, Rerksuppaphol L. randomized study of ondansetron versus
domperidone in the treatment of children with acute gastroenteritis. J Clin Med
Res. 2013;6:460−6.

19
20
Daftar Pustaka

21

Anda mungkin juga menyukai