2. Faktor Penyebab
Belum dapat dipastikan penyebab sebenarnya dari ADHD. Flanagen (2005)
menyebutkan bahwa terdapat beberapa hipotesis penelitian dengan dukungan
kuat berkaitan dengan faktor penyebab, yaitu:
a. Keturunan/faktor genetik
Anak penyandang ADHD kebanyakan memiliki hubungan kekerabatan
yang dekat dengan individu yang tampak memiliki gejala serupa.hubungan
kekerabatan yang dimaksud meliputi orang tua, paman, atau bibi. Anak
yang mengidap ADHD empat kali lebih mungkin memiliki orang tua yang
mengidap ADHD daripada anak normal. Martin, 1998 menyebutkan bahwa
sejumlah penelitian menegaskan unsur genetis yang kuat sebagai penyebab
pada adanya gangguan perhatian. Jika seorang anak kembar identik
mengidap ADHD, maka kembar ynag satu akan berisiko memiliki gejala
kurang perhatian yang lebih tinggi.
b. Defisit neurotransmitter
Dua neurotransmiter pada otak tampaknya berperan dalam regulasi
jumlah pembangkitan dan perhatian. Kedua neurotransmiter tersebut adalah
noradrelanine dan dopamine. Walaupun mustahil melakukan penelitian
secara langsung terhadap pengaruh kedua neurotransmiter ini terhadap
perilaku anak, ada beberapa bukti tidak langsung yang mendukung
pendapat bahwa neurotransmiter berperan. Konsumsi pengobatan stimulan
memengaruhi regulasi kedua neurotransmiter ini. noradrenaline
membangkitkan sel berikutnya, sedangkan dopamine mengurangi respons
yang tak diinginkan.
c. Kelambatan perkembangan sistem pembangkitan di otak
Ada beberapa indikasi bahwa anak yang mengidap ADHD menderita
kelambatan pembangkitan yang membuat mereka tidak sensitif terhadap
rangsangan yang datang. Jadi, hiperaktivitas yang mereka alami mungkin
mencerminkan pencairan rangsangan dan bukan karena rangsangan yang
berlebihan
d. Perkembangan orak yang abnormal
Otak yang abnormal merujuk pada tidak berfungsinya lobus frontal.
Lobus frontal adalah area pada orak yang mengumpulkan input auditori dan
visual yang berlebihan. Hal ini menunjukkan bahwa lobus ini dibombardir
dengan banyak informasi yang tidak tersaring dan tidak sesuai. Otak
penderita ADHD tidak mempunyai kegiatan kimiawi yang cukup untuk
mengatur dan mengendalikan apa yang si penderita lakukan atau pikirkan.
Pengobatan akan menaikkan aktivitas otak dan memberikan tambahan
ëenergi pada otak untuk mengendalikan pikiran dan tingkah laku. Pada otak
penderita ADHD kegiatan / aktivitas otaknya lebih sedikit (warna
merah/oranye/putih) dibandingkan dengan otak anak yang tidak menderita
ADHD.
b. Hiperaktivitas-Impulsivitas.
Perilaku yang disebabkan oleh hiperkativitas-impulsivitas antara lain:
Gelisah atau sering menggeliat di tempat duduk
Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain dimana
seharusnya duduk tenang
Berlari berlebihan atau menanjat-manjat yang tidak tepat sutuasi
Kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas yag menyangkan
Seolah selalu terburu-buru atau bergerak terus seperti mesin
Berbicara terlalu banyak
Sering menjawab pertanyaan sebelum selesai diberikan (impulsivitas)
Terkadang gejala tersebut juga diikuti oleh agresifitas dalam bentuk
sering mendesak, mengancam, atau mengintimidasi orang lain; sering
memulai perkelahian; menggunakan senjata tajam yang dapat melukai
orang lain; berlaku kasar secara fisik terhadap orang lain; menyiksa
binatang; menyanggah jika dikonfrontasi dengan korban dari
perilakunya; memaksa orang lain melakukan aktivitas seksual
4. Penanganan
Terdapat beberapa penanganan yang dapat dilakukan untuk
mengembalikan fungsi kerja anak yang mengidap ADHD dengan beberapa
terapi, yaitu :
a. Terapi Bermain
Terapi bermain sering digunakan untuk menangani anak-anak dengan
ADHD. Melalui proses bermain anak-anak akan belajar banyak hal,
diantaranya :
Belajar mengenal aturan
Belajar mengendalikan emosi
Belajar menunggu giliran
Belajar membuat perencanaan
Belajar beberapa cara untuk mencapai tujuan melalui proses bermain
b. Terapi Medis
Beberapa bukti ilmiah menunjukkan bahwa ADHD berhubungan dengan
fungsi otak, terutama pada bagian yang bertanggung jawab mengatur
pemusatan perhatian, konsentrasi, pengaturan emosi, dan pengendalian
perilaku. Terapi medis biasanya berupa pemberian beberapa macam obat
dengan sasaran area tersebut, yaitu membantu memusatkan perhatian dan
mengendalikan perilaku, termasuk perilaku agresif.
c. Terapi Back in Control
Beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa cara terbaik untuk
menangani anak dengan ADHD adalah dengan mengkombinasikan
beberapa pendekatan dan metode penanganan. Program terapi “Back in
Control” dikembangkan oleh Gregory Bodenhamer. Program ini berbasis
pada sistem yang berdasar pada aturan, jadi tidak tergantung pada
keinginan anak untuk patuh. Program ini lebih cenderung ke sistem training
bagi orang tua yang diharapkan dapat menciptakan sistem aturan yang
berlaku di rumah sehingga dapat mengubah perilaku anak.
Peningkatan efektivitas program, sebaiknya dilakukan dengan kerja sama
antara orang tua dengan pihak sekolah untuk melakukan proses yang sama
bagi anaknya ketika dia di sekolah. Orang tua harus selalu melakukan
monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan dan konsisten atas program
yang dijalankan. Begitu juga ketika program ini dilaksanakan bersama-
sama dengan pihak sekolah maka orang tua sangat memerlukan
keterlibatan guru dan petugas di sekolah untuk melakukan proses
monitoring dan evaluasi. Dalam program ini, yang harus dilakuan orang
tua adalah :
Buat aturan sejelas mungkin sehingga pengasuh pun dapat mendukung
pelaksanaan tanpa banyak penyimpangan.
Jalankan aturan tersebut dengan ketat
Jangan memberi imbalan atau hukuman atas tanggapan terhadap aturan
itu. Jalankan saja sesuai yang sudah ditetapkan
Jangan pernah berdebat dengan anak tentang sebuah aturan. Gunakan
kata-kata kunci yang tidak akan diperdebatkan.
Dapus:
Davidson, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M. (2010). Psikologi abnormal (ed.
9.). Terjemahan oleh Noermalasari Fajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Kosasih, E. (2012). Cara bijak memahami anak berkebutuhan khusus.
Bandung: Yrama Widya