PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit Kawasaki (sindrom nodus limfa mukokutan) adalah bentuk
vaskulitis diidentifikasi oleh penyakit demam akut dengan beberapa sistem
terpengaruh. Demam Kawasaki merupakan demam pada anak yang berkaitan
dengan vaskulitis terutama pembuluh darah koronaria serta keluhan sistemik
lainnya.
Sindroma ini pertama kali diketahui pada akhir tahun 1960 di Jepang
oleh dokter anak Tomisaku Kawasaki. Nama lain sindroma ini Mucocutaneous
lymphnode sindrome. Disebut demikian karena penyakit ini menyebabkan
perubahan yang khas pada membran mukosa bibir dan mulut disertai
pembengkakan kelenjar limfe yang nyeri.
Penyebab pasti penyakit ini sampai sekarang tidak diketahui. Hasil penelitian
Prof. Anne H Rovley dkk, menunjukkan adanya antibody Immunoglobulin A (IgA)
yang berikatan dengan struktur spheroid pada bronkhus penderita kawasaki.
Antibody ini merupakan inclusion bodies berisi protein dan asam nukleat yang
merupakan ciri khas infeksi disebabkan virus. Dari hasil temuan ini mereka
menduga penyebab kawasaki disease adalah infeksi virus yang masuk melalui jalur
pernapasan. Namun sampai sekarang tidak ada seorangpun yang dapat
membuktikannya.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
Tujuan penyusunan makalah ini adalah agar mendapatkan informasi dan
pemahaman mengenai konsep Asuhan Keperawatan pada Anak Dengan Kawasaki
Desease.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
C. ETIOLOGI
Penyebab pasti penyakit ini sampai sekarang tidak diketahui. Hasil penelitian
Prof. Anne H Rovley dkk, menunjukkan adanya antibody Immunoglobulin A (IgA)
yang berikatan dengan struktur spheroid pada bronkhus penderita kawasaki.
Antibody ini merupakan inclusion bodies berisi protein dan asam nukleat yang
merupakan ciri khas infeksi disebabkan virus. Dari hasil temuan ini mereka
menduga penyebab kawasaki disease adalah infeksi virus yang masuk melalui jalur
pernapasan. Namun sampai sekarang tidak ada seorangpun yang dapat
membuktikannya.
Sebuah asosiasi telah diidentifikasi dengan SNP pada gen ITPKC, yang
merupakan kode enzim yang negatif mengatur aktivasi T-sel. Faktor tambahan
yang menunjukkan kerentanan genetik adalah kenyataan bahwa di mana pun
mereka hidup, anak-anak Jepang lebih cenderung anak-anak lain untuk kontrak
penyakit. Serotipe HLA-B51 telah ditemukan terkait dengan kasus endemik
penyakit ini.
E. PATOFISIOLOGI
Bagian yang paling sering terkena dari jantung adalah pembuluh darah
koroner. Bagian ini dapat melemah dan melebar (menonjol) dan menjadi
aneurisma. Penggumpalan darah dapat terjadi pada area yang melemah ini,
sehingga menyumbat arteri tersebut, dimana terkadang menyebabkan serangan
jantung (heart attack). Aneurisma dapat juga pecah namun hal ini jarang terjadi.
Perubahan lain yang dapat terjadi adalah peradangan / inflamasi pada otot jantung
(miocarditis), dan pada kantong yang mengelilingi jantung (pericarditis).
Irama jantung yang abnormal (aritmia) dan radang pada katup-katup jantung
(valvulitis) dapat juga terjadi. Biasanya semua masalah yang terjadi pada jantung
tersebut akan menghilang dalam waktu 5-6 minggu, namun kadang kala kerusakan
pada pembuluh darah koroner bisa menetap untuk waktu yang lama.
F. KOMPLIKASI
Kematian mendadak dan gangguan fungsi jantung serta pembuluh darah yang
berat merupakan masalah serius pada anak. Kelainan jantung yang paling serius
ialah aneurisma, obstruksi koronaria, infark miokard dan kelainan katup yang
berat.
1. Aneurisma Koronaria (AK)
Insidensi AK pada PK 740 %. Frekuensi sama pada anak lelaki dan
perempuan, dapat ditemukan pada semua umur. Timbulnya AK biasanya pada
hari ke 815 perjalanan penyakit. Demam pada penderita PK yang mendapat
AK berlangsung lebih lama. Kelainan ini dapat dideteksi dengan
ekokardiografi 2 dimensi atau angiografi.
Pada stadium akut, lebih dari setengah penderita PK menunjukkan
dilatasi koronaria, namun hanya 1020 % yang mendapat AK pada akhir
stadium akut. Timbulnya AK tidak berarti menyebabkan gangguan iskhemik
atau disfungsi jantung. Di antara penderita AK tersebut, setengahnya
menunjukkan perbaikan pada pemeriksaan angiografi berulang-ulang setelah
12 tahun. Hanya 3% yang mendapat sekuele dengan kemungkinan penyakit
jantung iskhemik . Bentuk AK yang dapat menjadi faktor risiko obstruksi
koronaria ialah :
a. ukuran aneurisma (diameter lebih 8 mm)
b. bentuk bola, sausage atau aneurisma multipel
c. kasus yang tidak diobati antitrombosis sejak stadium akut.
2. Obstruksi Arteri Koronaria (OK)
Kliniknya sangat bervariasi, dari asimtomatik sampai gejala angina,
infark miokard atau mati mendadak. Kelainan ini dapat dideteksi dengan
ekokardiografi atau angiografi koronaria. Pada angiografi ternyata
kebanyakan penderita infark miokard yang meninggal menunjukkan obstruksi
pada arteri koronaria kiri atau kanan dan desendens anterior. Pada kasus yang
hidup obstruksi seringkali mengenai satu pembuluh darah, terutama arteri
koronaria kanan.
3. Infark Miokard (IM)
IM biasanya timbul dalam tahun pertama "onset" penyakit tetapi dapat
juga setiap saat. Seringkali serangan IM timbul waktu tidur malam atau
istirahat, disertai tanda-tanda renjatan, pucat, muntah-muntah, nyeri perut,
sesak napas dan nyeri dada. Sekitar 37 % kasus IM tidak bergejala. Pada foto
toraks dapat ditemukan pembesaran jantung. EKG dapat menunjukkan
perubanan gelombang Q dan lokasi IM. Pada ekokardiografi 2 dimensi dapat
ditemukan gerakan abnormal dinding ventrikel kiri. Kateterisasi jantung dan
angiokardiografi merupakan pemeriksaan yang paling tepat untuk mendeteksi
lesi koronaria dan evaluasi fungsi ventrikel kiri. Pada angiografi koronaria
dapat dijumpai obstruksi arteri koronaria. Kebanyakan penderita IM
menunjukkan pembesaran dan berkurangnya fungsi ventrikel kiri
4. Kelainan Katup Jantung
Pada PK kadang-kadang ditemukan kelainan katup seperti regurgitasi
mitial (RM) dan aorta; yang terakhir ini sangat jarang. Insidensi RM 1%. RM
yang ringan terdapat pada stadium akut umumnya sembuh, sedangkan yang
berat dapat berakhir dengan payah jantung yang disertai gangguan miokard
dan koroner.
Penyebab RM ialah valvulitis, peradangan atau iskhemik otot-otot papilla
dan dilatasi ventrikel kiri.
5. Miokarditis
Kebanyakan penderita PK menunjukkan tanda-tanda miokarditis pada
stadium akut, terutama pada minggu pertama dan kedua serta tidak bergantung
kepada ada tidaknya kelainan arteri koronaria.
Pada kelainan ini dijumpai irama gallop, bunyi jantung melemah, aritmia
pada EKG, ekografk yang abnormal dan peninggian kreatin kinase dalam
serum. Umumnya kelainan ini akan sembuh sendiri sesudah stadium akut dan
jarang menetap atau bertambah berat.
6. Perikarditis
Tiga puluh persen semua penderita PK mendapat perikarditis pada
minggu pertama dan kedua. Pada kebanyakan penderita terdapat efusi perikard
yang ringan dengan ekokardiografi. Tamponade jantung jarang ditemukan.
7. Aneurisma Arteri Yang Lain
Aneurisms dapat pula terjadi pada arteri sistemik yang lain. Insidensi
kurang 3% dan predisposisi pada arteri axillaris, iliaka, renalis, mammaria
interna, femoralis dan subskapularis. Umumnya gejala-gejala sangat kurang.
Bila mengenai arteri renalis, hal ini dapat menimbulkan hipertensi renalis.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnostik evaluasi :
Diagnostik penyakit Kawasaki didasarkan pada manifestasi klinis. CDC
memerlukan bahwa demam dan empat dari enam kriteria lain yang tercantum di
atas pada tahap I didemonstrasikan.
Elektrokardiogram, ekokardiogram, kateterisasi jantung, dan
angiocarddiography mungkin diperlukan untuk mendiagnosa kelainan jantung.
Meskipun tidak ada tes laboratorium khusus, berikut dapat membantu
diagnosis mendukung atau menyingkirkan penyakit lainnya.
1. leukositosis selama tahap akut.
2. Eritrosit dan hemoglobin; sedikit penurunan.
3. Menghitung trombosit; meningkat selama minggu keempat kedua penyakit.
4. IgM, IgA, IgG, dan IGF - transiently ditinggikan.
5. Urin - protein dan leukosit hadir.
6. Reaktan fase Akut (ESR, protein C-reaktif, alpha aku antitrypsin) yang
meningkat selama fase akut.
7. Tingkat enzim miokard (serum CK-MB) menyarankan MI jika ditinggikan.
8. Enzim hati (AST, ALT) - cukup tinggi.
9. Profil lipid - lipoprotein densitas rendah tingkat tinggi dan trigliserida tinggi.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Semua pasien dengan Penyakit Kawasaki fase akut harus menjalani tirah
baring dan rawat inap. Selama fase akut aspirin dapat di berikan 80-100
mg/kgbb/hari dalam 4 dosis terbagi dan imunoglobulin intravena 2 gr/kgbb dosis
tunggal diberikan selama 10-12 jam. Lamanya pemberian aspirin bervariasi,
pengurangan dosis dilakukan 48-72 jm bebas demam, beberapa klinisi
memberikan aspirin dosisi tinggi sampai 14 hari sakit dan 48-72 jam setelah
demam hilang. Dosis rendah aspirin 3-5mg/kgbb/hari dan dipertahankan hingga
pasien tidak menunjukan perubahan arteri koroner dalam 6-8 minggu onset
penyakit. Steroid digunakan untuk Penyakit Kawasaki bila terdapat kegagalan
respon dengan terapi inisial. Regimen steroid yang umum diberikan
methylprednisolon intravena 30mg/kgbb selama 2-3 hari diberikan sekali sehari
selama 1-3 jam.
Meskipun penyebab pasti PK belum diketahui, beberapa obat tertentu terbukti
mampu untuk mengobati penyakit ini, Aspirin misalnya sering digunakan pada
penyakit PK untuk menurunkan panas, mengurangi iritasi/ruam kulit, nyeri sendi
dan dapat mencegah penggumpalan darah. Obat jenis lain seperti Intravenous
Immunoglobulin (IVIG) dipakai untuk mengurangi resiko terjadinya
kelainan/kerusakan pada pembuluh darah koroner, ini harus diberikan sedini
mungkin.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
I. Identitas
Biasanya penyait Kawasaki menyerang anak-anak dibawah usia 5 tahun.
Umumnya balita yang berusia antara satu setengah hingga 2 tahun.
II. Keluhan Utama
Biasanya anak mengalami demam selama 5 hari atau lebih dan anak
tampak sangant sakit dan mudah tersinggung. Terkadang anak megeluh
sakit pada persendian
III. Riwayat Kesehatan
a. Rawayat kesehatan dahulu
Biasanya anak tidak mengalami penyakit serius di masa lalu
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya anak mengalami bercak bercak merah pada tubuh
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya penyakit Kawasaki bukat penyakit genetik
IV. Pola Kebiasaan Sehari hari
a. Pola Aktivitas : biasanaya anak mengalami kelemahan dan kelelahan
b. Pola Tidur : biasanya anak mengalami takikardi, dispnea dengan
aktivitas dan penurunan TD
c. Pola Eliminasi : biasanya mengalami penurunan jumlah urine dan urine
berwarna gelap
V. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : biasanya anak tampak lemah dan rewel
b. TB/BB : biasanya berat badan anak di bawah normal dan dan status gizi
kurang
c. Kepala : biasanya kepala normal
d. Mulut : biasanaya pada mulut didpatkan mulut kering dan pada bagian
lidah terdapat kemerahan
e. Leher : biasnaya pada leher didapatkan pembesaran kelenjer getah
bening sebelah kanan dan tidak ada nyeri tekan
f. Jantung : biasanya pada jantung didapatkan dalam batas normal
g. Paru – paru : biasanya paru – paru normal
h. Ekstremitas : tangan dan kaki udem, terdapat nyeri, kemerahan (+),
didapatkan keterbatasan gerak, kekuatan motorik anggota gerak atas
dan bawah kiri dan kanan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d inflamasi miokardium atau
perikardium
2. Resti penurunan curah jantung b/d akumulasi cairan dalam
kantung perikardium
3. Intoleransi aktivitas b/d inflamasi dan degenerasi sel-sel otot
miokard