CRITICAL ANALYSIS
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Oleh :
ANNISHA ALLAMA NOPTIKHA
161211156
CRITICAL ANALYSIS
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Oleh :
ANNISHA ALLAMA NOPTIKHA
161211156
hiperglikemia atau tingginya kadar gula dalam darah dan gangguan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, resistensi
insulin, atau akibat dari keduanya (American Diabetes Association, 2015). Diabetes
melitus ditandai dengan adanya peningkatan konsentrasi glukosa darah serta biasanya
disertai dengan munculnya gejala utama yang khas, seperti terbuangnya glukosa bersama
pasien DM didunia pada tahun 2019 mencapai 463 juta (IDF, 2019). Angka kejadian DM
di Indonesia mengalami peningkatan dari 6,9 % pada tahun 2013 meningkat menjadi 8,5
% pada tahun 2018 (RISKESDAS, 2018). Menurut Riskesdas tahun 2013 prevalensi DM
di Sumatera Barat yaitu 1,3 % dan meningkat pada tahun 2018 menjadi 1,6%
(RISKESDAS, 2018). Pada Laporan Kunjungan dan Kasus PTM Kota Padang tahun
2018 mencatat 23794 kunjungan (0,2%) dan 5252 (0,16%) kasus dengan diabetes
melitus.
90-95% dari populasi dunia yang menderita diabetes melitus (ADA, 2017). Secara global
sekitar 425 juta (8,8%) orang di seluruh dunia diperkirakan menderita DM tipe 2.
Diperkirakan penderita DM tipe 2 usia 20-79 tahun di Indonesia sebanyak 10,3 juta jiwa
(IDF, 2017). Sumatera Barat pada tahun 2018 berada diurutan ke 22 diseluruh provinsi di
Indonesia dengan prevalensi pasien diabetes mellitus tipe II yang mengalami peningkatan
dari tahun 2013, dan sebanyak 1,7% di tahun 2018 [ CITATION Ris18 \l 1033 ] . Dinas
kesehatan Padang mencatat penduduk berusia ≥ 15 tahun pada tahun 2019 ditemukan
DM tipe 2 merupakan diabetes yang tidak tergantung pada insulin. DM ini terjadi
akibat adanya penurunan sensitivitas terhadap insulin yang disebut dengan resistensi
insulin atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. DM tipe 2 ini lebih sering
ditemukan pada usia dewasa dan obesitas meskipun dapat terjadi pada semua umur,
ketosis jarang terjadi kecuali dalam keadaan stres atau mengalami infeksi (PERKENI,
2015).
DM tipe 2 apabila tidak ditangani dengan baik maka akan menyebabkan berbagai
gangguan pembuluh darah besar dan mikrovaskular akibat gangguan pembuluh darah
penyakit pembuluh darah perifer atau peripheral artery disease (PAD), stroke dan
komplikasi mikrovaskular dan penyebab utama terjadinya kebutaan dan gagal ginjal
yang sangat sering dari DM tipe 2 (ADA, 2008). Penelitian menemukan bahwa seseorang
yang menderita DM tipe 2 memiliki risiko terkena PAD 11,6 kali lebih besar dibanding
yang tidak menderita DM (Rahman et al., 2012). PAD umumnya tidak terdiagnosis dan
kurang mendapat perawatan optimal. Hanya 40% pasien mengalami gejala ini dan hanya
al., 2012). Gangguan sirkulasi darah perifer tersebut akan menyebabkan tersumbatnya
pembuluh darah sehingga akan menghambat aliran darah, menganggu suplai oksigen, dan
nutrisi dalam darah sehingga tidak sampai ke perifer (Bare & Smeltzer, 2010). Gangguan
sirkulasi ke perifer menyebabkan nekrosis jaringan dan iskemik perifer sehingga berisiko
sirkulasi perifer adalah dengan menilai ankle brachial index (ABI). Ankle brachial index
adalah pemeriksaan non invasive pembuluh darah dan merupakan sebuah metode
sederhana yang berfungsi untuk mendeteksi adanya tanda dan gejala gangguan sirkulasi
perifer seperti iskemia (AHA, 2012). Menurut Mahameed (2009) nilai ABI 0,91-1,30
darah pada kaki, dan menggunakan gerakan-gerakan sederhana pada daerah kaki
sehingga merangsang kontraksi otot. Pembuluh darah akan berdilatasi akibat kontraksi
otot tersebut, hal ini menyebabkan peredaran darah di daerah kaki menjadi lancar,
Upaya untuk meningkatkan sirkulasi darah perifer dan mengontrol kadar gula
darah dapat dilakukan dengan latihan fisik (Katsilambros, 2010). Latihan fisik merupakan
prinsip dasar yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit arteri perifer pada
pasien DM tipe 2 (Mellisha, 2016). Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan
menjaga kadar gula darah tetap normal serta memperlancar aliran darah terutama pada
daerah perifer (Black & Hawks, 2014). Menurut Turan (2015) latihan fisik yang
melibatkan berbagai gerak sendi atau peregangan di segala arah dapat meningkatkan
aliran darah ke ekstremitas bawah. Latihan fisik merupakan prinsip dasar yang bisa
Salah satu bentuk latihan fisik adalah buerger allen exercise (Mellisha, 2016).
buerger allen exercise merupakan sistem latihan untuk mengatasi insufisiensi arteri
tungkai bawah dengan menggunakan perubahan gravitasi pada posisi yang diterapkan
dan muscle pump yang terdiri dari dorsofleksi dan plantarfleksi melalui gerakan aktif dari
pergelangan kaki untuk kelancaran otot pembuluh darah. Muscle pump dengan
melepaskan nitrit oksida sehingga akan memberikan sinyal ke otot polos vaskular untuk
relaksasi maka pembuluh darah akan vasodilatasi sehingga aliran darah ke perifer kaki
menjadi lancar (Purnawarman & Nurkhalis, 2014). Perubahan postural (gravitasi pada
posisi yang diterapkan) pada buerger allen exercise akan membantu mengosongkan dan
mengisi kolom darah secara bergantian sehingga dapat meningkatkan transportasi darah
Penelitian Supriyadi et al (2018) yang berjudul “ Nilai Ankle Brachial Index Pada
ankle brachial index (ABI) setelah diberikan latihan buerger allen exercise pada
penelitian ini adalah sebesar 0,1, dimana nilai ABI setelah latihan berada dalam rentang
normal. Buerger allen exercise memiliki pengaruh dan efektif dalam meningkatkan nilai
ABI, namun dari beberapa penelitian memiliki responden dengan peningkatan nilai ABI
Latihan fisik pada DM tipe 2 juga berperan dalam pengaturan kadar glukosa darah
(Agus et al., 2008). Latihan fisik memicu ambilan glukosa darah dalam otot sehingga
kadar glukosa darah menjadi menurun dan dapat terkontrol (Fitriani, 2007). Salah satu
latihan fisik untuk meningkatkan ambilan glukosa darah adalah therapeutic walking
exercise.
Therapeutic walking exercise merupakan salah satu jenis latihan fisik aerobik
yang ringan, aman dan dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja (Simanjuntak, 2019).
Menurut Barnes (2011) saat melakukan therapeutic walking exercise terjadi penggunaan
glukosa yang tersimpan didalam otot. Otot akan mengambil glukosa dari darah jika
jumlah glukosa dalam otot berkurang. Hal ini menyebabkan penurunan glukosa darah
sehingga pengendalian glukosa darah meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Hermawan & Falahi, 2013), menunjukkan bahwa setelah dilakukan jalan
kaki 30 menit terjadi penurunan kadar glukosa darah sebesar 14,150 mg/dl.
nilai ABI yang diperoleh sebelum melakukan latihan yaitu 0,87 dan meningkat setelah
dilakukan therapeutic walking exercise menjadi 1,04. Hasil ini menyatakan terjadi
peningkatan nilai ABI dengan therapeutic walking exercise sebesar 0.17. Menurut
Yollanda & Widayati (2016) rata-rata nilai ABI setelah dilakukan therapeutic walking
exercise mengalami peningkatan sebesar 0,095. Hasil ini didapat dari selisih rerata
sebelum melakukan latihan yaitu 0,806 dan setelah melakukan latihan yaitu 0,901.
Therapeutic walking exercise terbukti mampu meningkatkan nilai ABI. Namun dari
beberapa penelitian peningkatan nilai ABI dengan Therapeutic walking exercise memiliki
kombinasi antara therapeutic walking exercise dan buerger allen exercise. Buerger allen
exercise menunjukkan hasil terjadi peningkatan nilai ABI karena adanya perbedaan
mekanisme dari perlakuan yang diberikan. Buerger allen exercise merupakan latihan
gabungan dari muscle pump yaitu dorsofleksi dan plantarfleksi yang membuat sel otot-
otot polos relaksasi maka pembuluh darah akan vasodilatasi sehingga aliran darah ke
perifer kaki menjadi lancer. Perubahan gravitasi yaitu elevasi kaki 45̊, penurunan kaki,
tidur telentang akan membantu mengosongkan dan mengisi kolom darah secara
bergantian sehingga dapat meningkatkan transportasi darah melalui pembuluh darah (Sari
et al., 2019).
latihan aerobik dan resistensi dianjurkan. Kombinasi latihan pada individu dengan PAD
akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi pengendalian kadar glukosa darah
dibandingkan dengan latihan aerobik atau resistensi saja. Pada penelitian Cofiana (2018)
teknik kombinasi therapeutic walking exercise dan rendam kaki air hangat efektif
meningkatkan nilai ABI dari 0,67 menjadi 0,77 dengan selisih mean terdapat peningkatan
sebesar 1,06.
Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan critical analysis tentang analisis pengaruh buerger allen exercise dan
therapeutic walking exercise terhadap sirkulasi darah perifer pada pasien DM tipe 2.
B. TUJUAN
Tujuan dari critical analysis ini adalah untuk menganalisis dan memaparkan
secara ilmiah bagaimana pengaruh buerger allen exercise dan therapeutic walking
exercise terhadap sirkulasi darah perifer pada pasien DM tipe 2 dengan melakukan
C. METODE ANALISIS
2020. Strategi penelusuran sumber atau referensi ilmiah adalah dengan cara mencari buku
dan jurnal penelitian. Penelusuran dilakukan dengan cara mencari sumber atau referensi
dalam bentuk cetak melalui perpustakaan dan lainnya serta melalui database elektronik
seperti Science Direct, Portal Garuda dan google scholar. Sumber dan referensi ilmiah
yang ditelusuri dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris serta dalam bentuk buku, full
text, bukan case study. Buku yang digunakan dengan waktu penerbitan 10 tahun terakhir
beberapa buku dan jurnal penelitian yang berkaitan dengan pengaruh buerger allen
exercise dan therapeutic walking exercise terhadap sirkulasi darah perifer pada pasien
DM tipe 2. Adapun sumber atau referensi ilmiah yang ditemukan adalah sebagai berikut:
1. Cofiana, N. (2018). Pengaruh therapeutic exercise walking dan rendam kaki air
hangat terhadap sirkulasi darah perifer pada pasien diabetes melitus tipe 2 di
strategies for peripheral artery disease associated with diabetes mellitus in the Arab
https://doi.org/10.1016/j.jtumed.2015.12.003
3. Jannaim, J., Dharmajaya, R., & Asrizal, A. (2018). Pengaruh Buerger Allen Exercise
Terhadap Sirkulasi Ektremitas Bawah Pada Pasien Luka Kaki Diabetik. Jurnal
Untuk Diabetes Melitus Tipe 2. Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana, 1(3), 197.
https://doi.org/10.21460/bikdw.v1i3.22
5. Low Wang, C. C., Blomster, J. I., Heizer, G., Berger, J. S., Baumgartner, I., Fowkes,
F. G. R., Held, P., Katona, B. G., Norgren, L., Jones, W. S., Lopes, R. D., Olin, J.
W., Rockhold, F. W., Mahaffey, K. W., Patel, M. R., & Hiatt, W. R. (2018).
Cardiovascular and Limb Outcomes in Patients With Diabetes and Peripheral Artery
Disease: The EUCLID Trial. Journal of the American College of Cardiology, 72(25),
3274–3284. https://doi.org/10.1016/j.jacc.2018.09.078
6. Mina, S. Z., Widayati, N., & Hakam, M. (2017). Pengaruh Therapeutic Exercise
Walking terhadap Risiko Ulkus Kaki Diabetik pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Kelurahan Gebang Kecamatan Patrang Kabupaten Jember. E-Jurnal Pustaka
7. Nadrati, B., Hadi, M., Rayasari, F., Iii, S. D., Stikes, K., & Mataram, Y. (2020).
8. Nasution, W. W., Heryaman, H., Martha, J. W., & Ridwan, A. A. (2019). Clinical
https://doi.org/10.28932/jmh.v2i3.1224
9. Rahayu, I. P. W. (2018). Pengaruh Active Lower Range Motion (ROM) dan Heel
Raise Exercise terhadap Nilai Ankle Brachial Index (ABI) pada Pasien Diabetes
terhadap Sirkulasi Darah Perifer pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kelurahan
1–8.
11. Salam, A. Y., & Laili, N. (2020). Efek Buerger allen exercise terhadap Perubahan
Nilai ABI (Ankle Brachial Index) Pasien Diabetes Tipe II. JI-KES (Jurnal Ilmu
12. Simanjuntak, M. S., Br.Kaban, K., Satria, M. Y., Waruwu, D. S., & Fandu, B. A. .
Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Royal Prima Medan Tahun
Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii Di Kota Padang. Menara Ilmu, XI(77),
130–135.
14. Tresierra-Ayala, M. Á., & García Rojas, A. (2017). Association between peripheral
arterial disease and diabetic foot ulcers in patients with diabetes mellitus type 2.
15. Yollanda, A., & Widayati, N. (2016). Pengaruh Therapeutic Exercise Walking
terhadap Sirkulasi Darah Perifer pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kelurahan
D. HASIL ANALISIS
DM tipe 2 adalah akibat dari defek sekresi insulin progresif diikuti dengan
resistensi insulin (Corwin, 2009). Resistensi insulin yang terjadi pada DM tipe 2
kadar glukosa darah atau hiperglikemia (IDF, 2017). Hiperglikemia yang tidak terkontrol
mikrovaskuler salah satunya adalah gangguan sirkulasi jaringan perifer (Salam & Laili,
2020). Gangguan sirkulasi perifer pada kaki yang tidak ditangani dengan benar dapat
mengakibatkan terjadinya obstruksi pada vena dan neuropati. Terhambatnya aliran darah
(blood flow) pada vena dapat menyebabkan obstruksi arus balik vena dalam melawan
gravitasi. Disfungsi aliran balik vena pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya
komplikasi luka diabetes (diabetic ulcer) bahkan jika perawatan tidak segera dilakukan
sehingga menyebabkan berkurangnya dan atau hilangnya sensasi peraba pada kakinya.
Sebagian besar diabetesi yang berkurang atau bahkan hilang sensasi perabanya di kaki
tidak sadar bahwa kakinya telah terluka dan menimbulkan terjadinya ulkus (Salam &
Laili, 2020).
dalam intima vaskular, hiperlipoproteinemia, dan kelainan pembekuan darah (Price &
Wilson, 2005). Pada akhirnya, gangguan pada sirkulasi darah perifer akan menyebabkan
komplikasi penyakit vaskuler perifer dan neuropati diabetik. Hal tersebut jika tidak
dicegah, maka akan terjadi luka gangren yang dapat berujung pada tindakan amputasi
PAD terjadi akibat adanya plak aterosklerosis yang menyebabkan gangguan aliran
di dalam pembuluh darah sehingga aliran darah ke daerah perifer terutama ke ekstremitas
bawah berkurang (Nasution et al., 2019). PAD adalah salah satu faktor yang
menyebabkan ulkus kaki diabetic pada psien DM tipe 2 (Tresierra-Ayala & García Rojas,
2017). Penderita diabetes dan PAD memiliki risiko infark miokard, stroke iskemik dan
menurunkan kadar glukosa darah dan memiliki manfaat lainnya dalam hubungan dengan
stimulasi produksi β-endorphin (Gordon et. al., 2008). Pada latihan fisik akan terjadi
peningkatan aliran darah, menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler terbuka sehingga
lebih banyak tersedia reseptor insulin dan reseptor menjadi lebih aktif (Sudoyo, 2006).
DM untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi perifer, serta dapat diberikan pada
meningkatkan sirkulasi kearah perifer. Latihan fisik akan memicu penggunaan glukosa
darah dalam otot sehingga kadar glukosa darah menjadi menurun dan dapat terkontrol.
Kadar glukosa darah yang terkontrol akan membantu meningkatkan protein NO yaitu
meningkat maka peran dalam profilaksis aterosklerosis akan berjalan maksimal dan hasil
akhirnya akan memperbaiki penyempitan akibat aterosklerosis dengan cara plak yang
menempel di dinding pembuluh darah menipis, maka suplai darah oksigen pada jaringan
Salah satu cara exercise dalam meningkatkan sirkulasi perifer adalah dengan
buerger allen exercise. Buerger allen exercise adalah sistem latihan untuk insufisiensi
arteri tungkai bawah dengan menggunakan prubahan gravitasi pada posisi yang
diterapkan dan muscle pump melalui gerakan aktif dari pergelangan kaki untuk
mengosongkan dan mengisi kolom darah, yang akhirnya dapat meningkatkan transportasi
buerger allen exercise pada kelompok intervensi tampak signifikan pada hari ke 4 yaitu
pada pengukuran ke-8 dengan p-value = 0.001 < 0.050 pada nilai ABI kaki kanan, dan p-
value=0.002 < 0.050 pada nilai ABI kaki kiri, sedangkan pada kelompok kontrol tidak
terdapat perbedaan yg signifikan: p-value > 0.050. Perbedaan rata-rata nilai ABI antara
kelompok intervensi & kontrol setelah diberikan perlakuan: p-value 0.000<0.050. selisih
rata-rata nilai ABI pada kelompok intervensi lebih tinggi daripada selisih rata-rata ABI
kelompok kontrol. Hasil penelitian (Salam & Laili, 2020) menunjukan adanya perbedaan
selisih rata-rata nilai ABI setelah diberikan BAE pada kedua kelompok dengan nilai p
value 0.00. Penelitian (Lamkang, 2017) menyatakan bahwa efek dari BAE secara efektif
Therapeutic walking exercise merupakan salah satu jenis latihan fisik aerobik
yang ringan, aman dan dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Therapeutic walking
exercise dapat berfungsi untuk melancarkan sirkulasi darah karena latihan ini
oksidatif otot (Simanjuntak et al., 2019). Dengan berjalan kaki setiap hari, selama 30
menit sampai satu jam, penderita diabetes bisa mendapatkan banyak manfaat, yaitu salah
satunya peningkatan kontrol glukosa. Latihan membantu otot menyerap gula darah dan
mencegahnya bertambah dalam aliran darah (Stoltz, 2010). Menurut hasil penelitian
sirkulasi darah perifer dengan aspek pengukuran yang dikategorikan dengan nilai ABI
maka diperoleh nilai rata-rata 0,87 sebelum dilakukan therapeutic walking exercise (pre
test) ada peningkatan setelah dilakukan therapeutic walking exercise dengan nilai rata-
rata 1,04. Menurut hasil penelitian Yollanda (2016) Rata-rata nilai ABI pada kelompok
0,095.
Menurut Kurniawan & Wuryaningsih (2016) gabungan latihan pada individu
dengan PAD akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi pengendalian kadar
glukosa darah dan sirkulasi darah dibandingkan dengan latihan aerobik atau resistensi
sirkulai darah perifer. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2018) menyimpulkan
teknik latihan kombinasi active lower range of motion (ROM) dan heel raise efektif
dalam meningkatkan nilai ABI dengan selisih mean 0,1687. Pada penelitian Cofiana
(2018) teknik kombinasi therapeutic walking exercise dan rendam kaki air hangat efektif
Buerger allen exercise merupakan salah satu variasi gerakan aktif pada area
plantar dengan menerapkan gaya gravitasi sehingga setiap tahapan gerakan harus
dilakukan dengan teratur. Gerakan yang baik dan teratur membantu meningkatkan aliran
darah arteri dan vena dengan cara pembukaan kapiler, gerakan ini meningkatkan
(Jannaim et al., 2018). Therapeutic walking exercise berperan dalam pengaturan kadar
terhadap glukosa karena kontraksi otot bersifat seperti insulin. Glukosa dalam otot
digunakan saat aktivitas fisik. Jika tidak mencukupi maka otot akan mengisi kekosongan
dengan mengambil glukosa dari darah. Hal tersebut menurunkan glukosa darah sehingga
meningkatkan pengendalian glukosa darah (Mina et al., 2017). Kombinasi dari kedua
latihan ini dapat bekerja sama dalam meningkatkan sirkulasi darah ke perifer dan
meningkatkan pengendalian glukosa darah sehingga peningkatan nilai ABI lebih efektif.
Berdasarkan pemaparan hasil analisis yang telah penulis lakukan dengan merujuk
kepada berbagai sumber yang ilmiah dan terpercaya, latihan buerger allen exercise dan
therapeutic walking exercise dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah perifer pada
pasien DM tipe 2. Disamping itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperkuat
teori yang ada. Penelitian diharapkan dapat memberikan bukti yang nyata bahwa latihan
buerger allen exercise dan therapeutic walking exercise dapat membantu meningkatkan
E. DAFTAR PUSTAKA
https://doi.org/10.1093/bmb/lds027
Agus, H., Dwi, B., & Enny, V. (2008). Pengaruh walking exercise terhadap penurunan
kadar gula darah pada diabetes melitus tipe 2 unit rawat jalan poliklinik penyakit
Bare, G. B., & Smeltzer, C. S. (2010). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Alih Bahasa Edisi 8 (Edisi 8). Salemba Medika.
Cofiana, N. (2018). Pengaruh therapeutic exercise walking dan rendam kaki air hangat
terhadap sirkulasi darah perifer pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Kelurahan
Hermawan, R., & Falahi, H. (2013). Pengaruh Jalan Kaki Selama 30 Menit Terhadap
IDF. (2017). Diabetes Atlas Eighth edition 2017. In International Diabetes Federation.
IDF Diabetes Atlas, 8th edn. Brussels, Belgium: International Diabetes Federation,
2017. http://www.diabetesatlas.org.
Jannaim, J., Dharmajaya, R., & Asrizal, A. (2018). Pengaruh Buerger Allen Exercise
Terhadap Sirkulasi Ektremitas Bawah Pada Pasien Luka Kaki Diabetik. Jurnal
Katsilambros, N. (2010). Atlas of the diabetic foot (2nd ed.). British Library.
Kemenkes RI. (2014). Situasi Dan Analisis Diabetes Melitus. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Diabetes Melitus Tipe 2. Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana, 1(3), 197.
https://doi.org/10.21460/bikdw.v1i3.22
Perfusion and Pain among Patients with Type 2 Diabetes Mellitus in Selected
Mina, S. Z., Widayati, N., & Hakam, M. (2017). Pengaruh Therapeutic Exercise
Walking terhadap Risiko Ulkus Kaki Diabetik pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2
Risiko Ulkus Kaki Diabetik pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kelurahan
Nadrati, B., Hadi, M., Rayasari, F., Iii, S. D., Stikes, K., & Mataram, Y. (2020).
Nasution, W. W., Heryaman, H., Martha, J. W., & Ridwan, A. A. (2019). Clinical
O’Donnell, M. E., Reid, J. A., Lau, L. L., Hannon, R. J., & Lee, B. (2011). Optimal
Journal.
Paneni, F., Beckman, J. A., Creager, M. A., & Cosentino, F. (2013). Diabetes and
Purnawarman, A., & Nurkhalis. (2014). Pengaruh Latihan Fisik terhadap Fungsi
Rahayu, I. P. W. (2018). Pengaruh Active Lower Range Motion (ROM) dan Heel Raise
Exercise terhadap Nilai Ankle Brachial Index (ABI) pada Pasien Diabetes Melitus
Rahman, A., Limantoro, C., & Purwoko, Y. (2012). Faktor-Faktor Risiko Mayor
Indonesia 2018.
Salam, A. Y., & Laili, N. (2020). Efek Buerger Allen Exercise terhadap Perubahan Nilai
ABI (Ankle Brachial Index) Pasien Diabetes Tipe II. JI-KES (Jurnal Ilmu
Sari, A., W, A. W., & Sofiani, Y. (2019). Efektifitas Perbandingan Buerger Allen
Exercise dan Senam Kaki terhadap Nilai ABI pada Penderita DM Tipe II. Journal
Sherwood, L. (2016). Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem (Edisi 8). Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Darah Perifer pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Royal Prima
Simanjuntak, M. S., Br.Kaban, K., Satria, M. Y., Waruwu, D. S., & Fandu, B. A. .
Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Royal Prima Medan Tahun
Supriyadi, Makiyah, N., & Sari, N. K. (2018). Nilai Ankle Brachial Index Pada Penderita
https://doi.org/10.32660/jurnal.v4i1.344
Tresierra-Ayala, M. Á., & García Rojas, A. (2017). Association between peripheral
arterial disease and diabetic foot ulcers in patients with diabetes mellitus type 2.
https://doi.org/10.1016/j.rmu.2017.07.002
Turan, Y. (2015). Does physical therapy and rehabilitation improve outcomes for
https://doi.org/10.5493/wjem.v5.i2.130
Yollanda, A., & Widayati, N. (2016). Pengaruh Therapeutic Exercise Walking terhadap
Sirkulasi Darah Perifer pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kelurahan Gebang