Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tiroid terletak disebelah anterior trakea, kelenjar tiroid memiliki struktur
anatomi yang menyerupai bentuk kupu-kupu dibawah laring yang membentang
dari C5 hingga T1. Organ ini tersusun dari 2 buah lobus yang disatukan oleh
secarik jaringan tiroid yang tipis yang dinamakan isthmus. Kelenjar tiroid
merupakan sakah satu organ endokrin terbesar yang beratnya antara 10-20 gram
organ ini menerima bagian dari curah jantung yang secara disproporsional besar
per gram jaringan. Pasokan darag yang kaya pada kelenjar tiroid tersebut berasal
dari 2 pasang pembuluh darah yaitu, arteria tiroidea superior dan inferior.
Hipertiroidisme adalah keadaan dimana terjadi peningkatan hormon tiroid lebih
dari yang dibutuhkan tubuh. Tirotoksikosis merupakan istilah yang digunakan
dalam manifestasi klinis yang terjadi ketika jaringan tubuh distimulasi oleh
peningkatan hormon tiroid. (Black,2009). Hipertiroidisme adalah kadar hormon
tiroid yang bersirkulasi berlebihan. Gangguan ini dapat terjadi akibat disfungsi
kelenjar tiroid hipofisis, atau hipotalamus. (Elizabeth J.Corwin:296).
Hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai respon jaringan-jaringan terhadap
pengaruh metabolik terhadap hormon tiroid yang berlebihan (Price & Wilson:337)

Patogenesis penyakit Graves sampai sejauh ini belum diketahui secara pasti.
Namun demikian, diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam
mekanisme -yang belum diketahui secara pasti- meningkatnya risiko menderita
penyakit Graves. Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves
dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya
antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone – Receptor
Antibody /TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi.
Pengobatan penyakit Graves idealnya ditujukan langsung pada
penyebabnya. Tetapi, mengingat dasar penyakit Graves adalah penyakit autoimun
yang belum diketahui pasti penyebabnya, maka pengobatan penyakit Graves
dilakukan melalui berbagai pendekatan, yaitu merusak/mengurangi massa
kelenjar tiroid, menghambat produksi dan pengeluaran hormon tiroid serta
mengeliminasi efek hormon tiroid di perifer, sekaligus menekan proses autoimun.

1.2. Tujuan
1. Mampu menjelaskan tentang konsep medis pada Penyakit Grave.
2. Mampu menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada Penyakit Grave.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS MEDIS

A. Definisi

Hormon tiroid adalah suatu hormone yang mengatur laju pertumbuhan dan
metabolic lewat kerjanya pada dua buah hormone yang penting yaitu tiroksin (T4)
dan triidotironin (T3). Defisiensi atau kelebihan relative hormone tiroid dapat
memberikan dapat memberikan manifestasi klinis melalui perubahan pada energy,
berat badan, toleransi suhu, fungsi GI, dan kualitas rambut atau kulit. Sel-sel
parafolikular (C) kelenjar tiroid memproduksi kalsitonin, suatu hormone yang
menurunkan kadar kalsium serum, namun demikian hormone ini tidak
memainkan peranan yang signifikan dalam metabolism kalsium pada
manusia.(Tao. L dan Kendall. K, 2013)

Tiroid terletak disebelah anterior trakea, kelenjar tiroid memiliki struktur


anatomi yang menyerupai bentuk kupu-kupu dibawah laring yang membentang
dari C5 hingga T1. Organ ini tersusun dari 2 buah lobus yang disatukan oleh
secarik jaringan tiroid yang tipis yang dinamakan isthmus. Kelenjar tiroid
merupakan sakah satu organ endokrin terbesar yang beratnya antara 10-20 gram
organ ini menerima bagian dari curah jantung yang secara disproporsional besar
per gram jaringan. Pasokan darag yang kaya pada kelenjar tiroid tersebut berasal
dari 2 pasang pembuluh darah yaitu, arteria tiroidea superior dan inferior.

Hipertiroidisme adalah keadaan dimana terjadi peningkatan hormon tiroid


lebih dari yang dibutuhkan tubuh. Tirotoksikosis merupakan istilah yang
digunakan dalam manifestasi klinis yang terjadi ketika jaringan tubuh distimulasi
oleh peningkatan hormon tiroid. (Black,2009). Hipertiroidisme adalah kadar
hormon tiroid yang bersirkulasi berlebihan. Gangguan ini dapat terjadi akibat
disfungsi kelenjar tiroid hipofisis, atau hipotalamus. (Elizabeth J.Corwin:296).
Hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai respon jaringan-jaringan terhadap
pengaruh metabolik terhadap hormon tiroid yang berlebihan (Price & Wilson:337)
Hipertiroid atau Hipertiroidisme adalah suatu keadaan atau gambaran
klinis akibat produksi hormon tiroid yang berlebihan oleh kelenjar tiroid yang
terlalu aktif. Karena tiroid memproduksi hormon tiroksin dari lodium, maka
lodium radiaktif dalam dosis kecil dapat digunakan untuk mengobatinya
(mengurangi intensitas fungsinya). Kelenjar tiroid adalah subtansi kimia yang
diproduksi oleh kelenjar tiroid dan dilepaskan kedalam aliran darah. Hormon
tiroid saling berinteraksi dengan hampir seluruh sel tubuh, yang menyebabkan sel
tubuh untuk meningkatkan aktivitas metabolisme mereka. Kelainan banyaknya
hormon tiroid ini yang secara khas mempercepat metabolisme tubuh.
Metabolisme adalah proses kimia dan fisika yang menciptakan unsur dan
menghasilkan energi yang diperlukan untuk fungsi sel, pertumbuhan dan divisi.

B. Etiologi

Etiologi menurut Corwin,elizabeth, J(2001), beberapa penyakit yang


menyebabkan hipertiroid sebagai berikut:

a) Penyakit Graves

Penyakit graves atau toksik goiter diffuse merupakan penyakit yang


disebabkan karena autoimun, yaitu dengan terbentuknya antibodi yang
disebut thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI) yang mendekati sel-sel tiroid.
TSI meniru tindakan TSH dan merangsang tiroid untuk membuat hormon tiroid
terlalu banyak. Penyakit ini dicirikan adanya hipertiroidisme, pembesaran kelenjar
tiroid (goiter) dan eksoftalmus (mata melotot)

b) Toxic Nodular Goiter

Benjolan leher akibat pembesaran tiroid yang berbentuk biji padat, bisa
satu atau banyak. Kata toxic berarti hipertiroid, sedangkan nodule atau biji itu
tidak terkontrol oleh TSH sehingga memproduksi hormon tiroid yang berlebihan.
c) Minum obat Hormon Tiroid berlebihan

Keadaan demikian tidak jarang terjadi, karena periksa laboratorium dan


kontrol ke dokter yang tidak teratur. Sehingga pasien terus minum obat tiroid, ada
pula orang yang minum hormon tiroid dengan tujuan menurunkan badan hingga
timbul efek samping.

d) Produksi TSH yang Abnormal

Produksi TSH kelenjar hipofisis dapat memproduksi TSH berlebihan,


sehingga merangsang tiroid mengeluarkan T3 dan T4 yang banyak.

e) Tiroiditis (Radang kelenjar Tiroid)

Tiroiditis sering terjadi pada ibu setelah melahirkan, disebut tiroiditis


pasca persalinan, dimana pada fase awal timbul keluhan hipertiorid, 2-3 bulan
kemudian keluar gejala hpotiroid.

f) Konsumsi Yoidum Berlebihan

Bila konsumsi berlebihan bisa menimbulkan hipertiroid, kelainan ini


biasanya timbul apabila sebelumnya si pasien memang sudah ada kelainan
kelenjar tiroid.

C. Klasifikasi

Klasifikasi menurut Tao. L dan Kendall. K( 2013) adalah sebagai berikut:

1. Penyakit graves

Gangguan hipertiroid dimana TSI (Thyroid- Stimulating Immunoglobulin)


mengikat reseptor TSH pada kelenjar tiroid menyebabkan kenaikan T3/T4 dan
disertai dengan kelainan autoimun yang lain. Serangan ini akan merangsang
kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid secara terus – menerus,
sehingga hormon tiroid dalam darah akan melebihi ambang batas yang
diperlukan.
2. Penyakit plummer (penyakit goiter multinodular toksik)

Daerah-daerah hiperfungsional yang menimbulkan kenaikan T3/T4 dan


disertai dengan aritmia dan gagal jantung kongestif yang dapat membawa
kematian. Lebih sering ditemukan pada manula.

3. Tiroiditis subakut (tiroiditis de Quervain)

Sejenis radang tiroid yang disertai rasa sakit akut sebagai kelainan terbatas
pada kelenjar tiroid oleh infeksi saluran napas atas atau sering dijumpai pada
wanita dengan simptoma berupa sakit leher yang mendadak dan tirotoksikosis,
secara klinis radang sub akut memiliki cirri serupa dengan infeksi viral lain
seperti malaise. Luka yang terjadi diperkirakan sebagai akibat dari aktivitas sel
TCD8 yang mengenali antigen virus atau sel hingga menyebabkan infiltrasi ke
dalam jaringan folikel kelenjar tiroid.

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurutCorwin,elizabeth, J (2001) sebagai berikut:

1. Sistem kardiovaskuler

Meningkatnya heart rate, kardiak output, peningkatan kebutuhan oksigen


otot jantung, peningkatan vaskuler perifer resisten, tekanan darah sistole dan
diastole meningkat 10-15 mmHg.

2. Sistem pernafasan: pernafasan cepat dan dalam, bernafas pendek, penurunan


kapasitas paru

3. Sistem perkemihan: retensi cairan, menurunnya output urin.

4. Sistem gastrointestinal:meningkatnya peristaltik usus, penurunan berat


badan, diare, peningkatan penggunaan cadangan adipose dan protein, penurunan
serum lipid, peningkatan sekresi gastrointestinal, muntah dan kram abdomen.
5. Sistem integumen: berkeringat yang berlebihan, kulit lembab, merah hangat,
tidak toleranterhadap panas.

6. Sistem endokrin: biasanya terjadi pembesaran kelenjar tiroid.

7. Sistem saraf: meningkatnya refleks tendon dalam, tremor halus, gugup


gelisah, emosi tidak stabil seperti kecemasan, curiga tegang dan emosional.

8. Sistem reproduksi: amenorahea, anovulasi, mens tidak teratur.

9. Eksoftalmus: yaitu keadaan dimana bola mata menonjol ke depan seperti


mau keluar. Eksoftalmus terjadi karena adanya penimbunan karbohidrat kompleks
yang menahan air dibelakang mata. Retensi cairan ini mendorong bola mata
kedepan sehingga bola mata nampak menonjol keluar rongga orbita. Pada
keadaan ini dapat terjadi kesulitan dalam menutup mata secara sempurna sehingga
mata menjadi kering, iritasi atau kelainan kornea
E. Pathway
F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan menurut Bare & Suzanne, (2002) sebagai berikut :

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon


tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau
merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

1. Penatalaksanaan konservatif

a. Obat anti tiroid: Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis
berlebih, pasien mengalami gejala hipotiroidisme.

Contoh obat adalah sebagai berikut :

a) Thioamide

b) Methimazole dosis awal 20 -30 mg/hari

c) Propylthiouracil (PTU) dosis awal 300 – 600 mg/hari, dosis maksimal 2.000
mg/hari

d) Potassium Iodide

e) Sodium Ipodate

b. Beta-adrenergic reseptor antagonist. Obat ini adalah untuk mengurangi


gejala-gejala hipotiroidisme. Contoh: Propanolol

Indikasi:

a) Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien


muda dengan struma ringan –sedang dan tiroktosikosis.

b) Untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum pengobatan atau


sesudah pengobatan yodium radioaktif.

c) Persiapan tiroidektomi

2. Surgical
a) Radioaktif iodine.

Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang hiperaktif

b) Tiroidektomi

Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid yang membesar

3. Terapi

a. Obat antitiroid, biasanya diberikan sekitar 18-24 bulan. Contoh obatnya:


propil tio urasil (PTU), karbimazol.

b. Pemberian yodium radioaktif, biasa untuk pasien berumur 35 tahun/lebih


atau pasien yang hipertiroid-nya kambuh setelah operasi.

c. Operasi tiroidektomi subtotal.

Cara ini dipilih untuk pasien yang pembesaran kelenjar tiroid-nya tidak
bisa disembuhkan hanya dengan bantuan obat-obatan, untuk wanita hamil
(trimester kedua), dan untuk pasien yang alergi terhadap obat/yodium radioaktif.
Sekitar 25% dari semua kasus terjadi penyembuhan spontan dalam waktu 1 tahun.

G. Komplikasi

Komplikasi menurutBare & Suzanne, (2002) sebagai berikut:

1. Eksoftalmus

Keadaan dimana bola mata pasien menonjol keluar. Hal ini disebabkan
karena penumpukan cairan pada rongga orbita bagian belakang bola mata.
Biasanya terjadi pasien dengan penyakit graves

2. Penyakit jantung

Terutama kardioditis dan gagal jantung

3. Stroma tiroid (tirotoksitosis)


Pada periode akaut pasien mengalami demam tinggi, takhikardi berat,
derilium dehidrasi dan iritabilitas yang ekstrem. Keadaan ini merupakan keadaan
emergensi, sehingga penanganan harus lebih khusus. Faktor presipitasi yang
berhubungan dengan tiroksikosis adalah hipertiroidisme yang tidak terdiagnosis
dan tidak tertangani, infeksi ablasi tiroid, pembedahan, trauma, miokardiak infark,
overdosis obat. Penanganan pasien dengan stroma tiroid adalah dengan
menghambat produksi hormon tiroid, menghambat konversi T4 menjadi T3 dan
menghambat efek hormon terhadap jaringan tubuh. Obat-obatan yang diberikan
untuk menghambat kerja hormon tersebut diantaranya sodium ioded intravena,
glukokortokoid, dexsamethasone dan propylthiouracil oral. Beta blokers diberikan
untuk menurunkan efek stimulasi sarap simpatik dan takikardi.

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut Carpenitto, Lynda Juall. sebagai berikut:

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Serum T3, terjadi peningkatan (N: 70 – 250 ng/dl atau 1,2 – 3,4 SI unit)

T3 serum mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau total T3 total,


dalam serum. Sekresinya terjadi sebagai respon terhadap sekresi TSH dan T4.
Meskipun kadar T3 dan T4 serum umumnya meningkat atau menurun secara
bersama-sama, namun kadar T4 tampaknya merupakan tanda yang akurat untuk
menunjukan adanya hipertiroidisme, yang menyebabkan kenaikan kadar T4 lebih
besar daripada kadar T3.

b. Serum T4, terjadi peningkatan (N: 4 – 12 mcg/dl atau 51 – 154 SI unit)

Tes yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4serum dengan


teknik radioimmunoassay atau peningkatan kompetitif. T4terikat terutama dengan
TBG dan prealbumin : T3 terikat lebih longgar. T4 normalnya terikat dengan
protein. Setiap factor yang mengubah protein pangikat ini juga akan mengubah
kadar T4
c. Indeks T4 bebas, meningkat (N: 0,8 – 2,4 ng/dl atau 10 – 31 SI unit)

d. TRH Stimulating test, menurun atau tidak ada respon TSH

Tes Stimulasi TRH merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan


TSH di hipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil tes T3 dan T4 tidak dapat
dianalisa. Pasien diminta berpuasa pada malam harinya. Tiga puluh menit
sebelum dan sesudah penyuntikan TRH secara intravena, sampel darah diambil
untuk mengukur kadar TSH. Sebelum tes dilakukan, kepada pasien harus
diingatkan bahwa penyuntikan TRH secara intravena dapat menyebabkan
kemerahan pasa wajah yang bersifat temporer, mual, atau keinginan untuk buang
air kecil

e. Tiroid antibodi antiglobulin antibodi, titer antiglobulin antibodi tinggi (N:


titer < 1 : 100)

f. Ambilan Iodium Radioaktif

g. Tes ambilan iodium radioaktif dilakukan untuk mengukur kecepatan


pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid. Kepada pasien disuntikan atau
radionuklida lainnya dengan dosis tracer, dan pengukuran pada tiroid dilakukan
dengan alat pencacah skintilas (scintillation counter) yang akan mendeteksi serta
menghitung sinar gamma yang dilepaskan dari hasil penguraian dalam kelenjar
tiroid.

h. Tes ini mengukur proporsi dosis iodium radioaktif yang diberikan yang
terdapat dalam kelenjar tiroid pada waktu tertentu sesudah pemberiannya. Tes
ambilan iodium-radioaktif merupakan pemeriksaan sederhana dan memberikan
hasil yang dapat diandalkan.Penderita hipertiroidisme akan mengalami
penumpukan dalam proporsi yang tinggi (mencapai 90% pada sebagian pasien).

2. CT Scan tiroid, mengetahui posisi, ukuran dan fungsi kelenjar tiroid. Iodine
radioaktif (RAI) diberikan secara oral kemudian diukur pengambilan iodine oleh
kelenjat tiroid. Normalnya tiroid akan mengambil iodine 5 – 35 % dari dosis yang
diberikan setelah 24 jam. Pada pasien hipertiroid akan meningkat

3. USG, untuk mengetahui ukuran dan komposisi dari kelenjar tiroid apakah
massa atau nodule. Pemeriksaan ini dapat membantu membedakan kelainan kistik
atau solid pada tiroid. Kelainan solid lebih sering disebabkan keganasan
dibanding dengan kelainan kistik. Tetapi kelainan kistikpun dapat disebabkan
keganasan meskipun kemungkinannya lebih kecil.

4. EKG, untuk menilai kerja jantung, mengetahui adanya takhikardi, atrial


fibrilasi dan perubahan gelombang P dan T
BAB III
TINJAUAN KASUS

KASUS :
Ny.S berusia 33 tahun datang kerumah sakit bersama keluarga dengan keluhan
Perasaan ketat atau sempit pada tenggorokan, Batuk, Suara serak, Kesulitan
menelan, Kesulitan bernapas, terlihat ada benjolan di bagian leher, badan tampak
kurus dan keluarga mengatakan pasien tidak bayak makan karena merasa sakit di
bagian tenggorokan, pasien mengatakan nyeri di bagian leher, setelah diperiksa
terdapat hasil TTV : TD 120/80 mmHg, HR 70x/i, RR 12x/i, suhu 37,50c skala
nyeri 7. Dari pemeriksaan foto ronteng terdapat benjolan di bagian leher. Setelah
dua hari di rawat pasien di lakukan tindakan operasi tiroidektomi (pengakatan
graves)

3.1 Pengkajian
1. Identitas
Nama : Ny. Suryani
Usia : 33 Tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Jl.Setia Luhur
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : wiraswasta
2. Keluhan utama
a. Perasaan ketat atau sempit pada tenggorokan
b. Batuk
c. Suara serak
d. Kesulitan menelan
e. Kesulitan bernapas
3. Riwayat penyakit sekarang
Klien masuk RS dengan keluhan sejak sebelum masuk RS kilen mengeluh
batuk, sulit menelan, sulit bernafas, perasaan ketat atau sempit pada
tenggorokan sehingga klien mengalami penurunan berat badan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Klien tidak mempunyai riwayat masa lalu dan tidak ada alergi terhadap
makanan dan obat-obatan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ayah klien menderita penyakit gondok atau goiter.
6. Riwayat psikososial
Klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya karena takut
tidak sembuh Klien dan keluarga banyak bertanya tentang proses dan
perawatan penyakit. Klien bituh dukungan dari perawat terutama keluarga
7. Pemeriksaan fisik
a. Palpasi kelenjar tiroid, nodul tunggal atau ganda, konsistensi dan
simetris tidaknya, apakah terasa nyeri pada saat dipalpasi.
b. Inspeksi bentuk leher simetris tidaknya.
c. Auskultasi bunyi pada arteri tyroidea,nilai kualitas suara
d. Palpasi apakah terjadi deviasi trachea
8. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan sidik tiroid, pemeriksaan dengan radiosotop untuk
mengetahui ukuran,lokasi dan fungsi tiroid, melalui hasil tangkapan
yodiun radioaktif oleh kelenjar tiroid
b. Pemeriksaan ultrasonografi(USG), mengetahui keadan nodul kelenjar
tiroid misalnya keadaan padat atau cair, adanya kista, tiroiditis.
c. Biopsi asporasi jarum halus (BAJAH) yaitu dengan melakukan aspirasi
menggunakan jarum suntik halus no.22-27, sehingga rasa nyeri dapat
dikurangi danrelatif lebih aman. Namun demikian kelemahan dari
pemeriksaan ini adalah menghasilkan negatif atau positif.
d. Pemeriksaan T3, T4, TSH, untuk mengetahui hiperfungsi atau
hipofungsi kelenjar tiroid atau hipofisis
e. Temografi, yaitu dengan mengukursuhu kulit pada daerah tertentu,
menggunakan alat yang disebut dinamic telethermografi. Hasilnya
keadaan panas apabila selisih suhu dengan daerah sekitarnya >0,90C
dan dingin papabila <0,90C. sebagian besar keganasan tiroid pada suhu
panas.

ANALISA DATA

NO SYMTOM ETIOLOGI PROBLEM

1 Ds : Ny.S mengatakan kompresi trakea dan Resiko ketidak


merasa adanya obstruksi efektipnya bersihan
benjolan di bagian jalan nafas
leher, ketat atau
sempit pada
tenggorokan, Batuk,
Suara serak

Do : terlihat ada benjolan


di bagian leher dan

RR 12x/i

2 Ds : keluarga mengatakan adanya penekanan Perubahan nutrisi


pasien tidak bayak daerah oesofagus, kurang dari kebutuhan
makan karena merasa penurunan nafsu
saki di bagian makan.
tenggorokan setiap
menelan

Do: badan tampak kurus

3 Ds : Ny.S mengatakan kerusakan jaringan Nyeri akut


nyeri di bagian leher post operasi
setelah dilakukan tiroidektomi
tindakan operasi
tiroidektomi

Do : nyeri 7

4 Ds : pembedahan insisi Gangguan integritas


kulit
Do : terdapat benjolan di
bagian leher

5 Ds : Ny.S tidak mengerti tidak mengenal Kurang pengetahuan


akan penyakit yang di sumber informasi
deritanya

Do : kurang pengetahuan

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko tidak efektipnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan kompresi
trakea dan obstruksi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan adanya
penekanan daerah oesofagus, penurunan nafsu makan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan post oerasi tiroidektomi
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembedahan insisi
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi.
3.3 Intervensi Keperawatan

No Dx.Kep NOC NIC

1 a. Resiko Tujuan : 1. Monitor jumlah pernafasan,


tidak kedalaman dan kerja
Jalan nafas pasien
efektipnya pernafasan
paten
bersihan 2. Kaji adanya dispnea, stridor,
jalan nafas sianosis dan catat kualitas

Kriteria hasil : suara


3. Hati-hati dengan mobilisasi
1. Pasien mengatakan
dan kelenturan leher, sokong
tidak sesak nafas
dengan bantal
2. Jalan nafas bersih
4. Investigasi kesulitan menelan,
3. Slem tidak ada
mengeluarkan slem dan
4. Pola pernafasan
kesulitan bernafas.
normal
5. Kolaburasi dalam pemberian
terapi inhalasi
2 a. Perubahan Tujuan : 1. Kaji adanya kesulitan menelan,
nutrisi selera makan, kelemahan
Menunjukkan status
kurang dari umum dan munculnya mual
gizi pasien yang
kebutuhan dan muntah.
adekuat
2. Pantau masukan makanan
setiap hari dan timbang berat

Kriteria Hasil : bada setiap hari serta laporkan


adanya penurunan.
1. Dalam 3×24 jam,
3. Dorong klien untuk makan dan
pasien
meningkatkan jumlah makan
menunjukkan
dan juga beri makanan lunak,
2. BB normal
dengan menggunakan makanan
3. Albumin normal
tinggi kalori yang mudah
3,5-5 mg/Dl
4. Peningkatan nafsu dicerna.
makan 4. Beri/tawarkan makanan
kesukaan klien.
5. Kolaborasi : konsultasikan
dengan ahli gizi untuk
memberikan diet tinggi kalori,
protein, karbohidrat dan
vitamin.
3 Nyeri akut Tujuan : 1. Kaji secara komprehensip
nyeri, lokasi, krakteristik, awal
Pasien dapat
kejadian, durasi, frekuensi,
mempertahankan rasa
kualitas,berat/ringan dan faktor
nyaman nyeri yang
penyebab
optimal
2. Amati atau pantau tanda dan
gejala yang terkait dengan rasa

Kriteria hasil: sakit, seperti tekanan darah,


denyut jantung, suhu, warna,
1. Pasien
kelembapan kulit, gelisah dan
mengatakan
kemampuan untuk fokus
nyeri berkurang
3. Nilai pengetahuan pasien atau
2. Ekspresi wajah
freferensi tentang pengurangan
tidak tampak
rasa sakit
kesakitan
4. Evalusi respon rasa sakit
3. Prilaku pasien
pasien dan obat-obatan atau
adaptif
terapi yang dertujuan untuk
4. TTV dalam batas
menghilangkan atau
normal
mengurangi rasa sakit
5. Lakukan latihan biofeedback,
latihan pernafasan, terapi
musik
6. Berikan intruksi antisipatif
tentang penyebab nyeri,
pencegahan yang sesuai dan
langkah-langkah bantuan
7. Lakukan perawatan luka
denagn teknik aseptik setelah
hari ketiga
4 Gangguan Tujuan : 1. Lakukan imobilisasi pada area
integritas leher dan hindari keadaan
Pasien dapat
kulit fleksi dan hipertensi leher
meningkatkan
2. Jaga kasa dan balutan dileher
integritas kulit melalui
tetap bersih dan kering
perawatan luka yang
3. Jaga pakaian dan tempat tidur
optimal
tetap kering
4. Jaga suhu ruangan yang

Kriteria hasil : nyaman


5. Hindari aktifitas yang dapat
1. Kulit pasien utuh
meningkatkan keringat
2. Luka bekas
6. Lakukan perawatan luka
operasi
dengan teknik steril
kering,tidak ada
7. Laksanakan program
tanda-tanda
pengobatan pemberian
infeksi
antibiotik
3. Tidak ada nyeri
pada luka operasi
5 Kurang Tujuan : 1. Berikan informasi yang tepat
pengetahuan dengan keadaan individu
Menunjukkan
2. Identifikasi sumber stress dan
peningkatan
diskusikan faktor pencetus
pengetahuan klien
krisis tiroid yang terjadi,
seperti orang/sosial, pekerjaan,
Kriteria Hasil : infeksi, kehamilan
3. Berikan informasi tentang
Dalam 2×24 jam,
tanda dan gejala dari penyakit
pasien Mengikuti
gondok serta penyebabnya
pengobatan yang
4. Diskusikan mengenai terapi
disarankan
obat-obatan termasuk juga
1. Peningkatan ketaatan terhadap pengobatan
pengetahuan dan tujuan terapi serta efek
pasien samping obat tersebut
2. Dapat menghindari
sumber stress

3.4 Implementasi Keperawatan

No Implementasi Evaluasi

1 1. Memonitor jumlah pernafasan, S :


kedalaman dan kerja pernafasan
Ny.S mengatakan merasa adanya
2. Mengkaji adanya dispnea, stridor,
benjolan di bagian leher, ketat atau
sianosis dan catat kualitas suara
sempit pada tenggorokan, Batuk,
3. Menginvestigasi kesulitan
Suara serak
menelan, mengeluarkan slem dan
kesulitan bernafas.
4. Berkolaburasi dalam pemberian O :
terapi inhalasi
Terlihat ada benjolan di bagian
leher dan RR 12x/i

A : Masalah belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan

2 1. Mengkaji adanya kesulitan S :


menelan, selera makan,
Keluarga mengatakan pasien tidak
kelemahan umum dan munculnya
bayak makan karena merasa saki
mual dan muntah.
di bagian tenggorokan setiap
2. Memantau masukan makanan
menelan
setiap hari dan timbang berat
bada setiap hari serta laporkan
adanya penurunan. O : badan tampak kurus
3. Mendorong klien untuk makan
dan meningkatkan jumlah makan
dan juga beri makanan lunak, A : masalah teratasi sebagian
dengan menggunakan makanan
tinggi kalori yang mudah dicerna.
P : Intervensi dilanjutkan
4. Memberi/ tawarkan makanan
kesukaan klien.
3 1. Mengkaji secara komprehensip S :
nyeri, lokasi, krakteristik, awal
Ny.S mengatakan nyeri di bagian
kejadian, durasi, frekuensi,
leher setelah dilakukan tindakan
kualitas,berat/ringan dan faktor
operasi tiroidektomi
penyebab
2. Mengamati atau pantau tanda dan
gejala yang terkait dengan rasa O : nyeri 7
sakit, seperti tekanan darah,
denyut jantung, suhu, warna,
kelembapan kulit, gelisah dan A : Masalah belum teratasi
kemampuan untuk fokus
3. Menilai pengetahuan pasien atau
P : Intervensi dilanjutkan
freferensi tentang pengurangan
rasa sakit
4. Mengevaluasi respon rasa sakit
pasien dan obat-obatan atau terapi
yang dertujuan untuk
menghilangkan atau mengurangi
rasa sakit
5. Melakukan latihan biofeedback,
latihan pernafasan, terapi musik
6. Memberikan intruksi antisipatif
tentang penyebab nyeri,
pencegahan yang sesuai dan
langkah-langkah bantuan
7. Melakukan perawatan luka
denagn teknik aseptik setelah hari
ketiga
4 1. Melakukan imobilisasi pada area S :
leher dan hindari keadaan fleksi
Ny.S mengatakan adanya kelainan
dan hipertensi leher
di bagian leher
2. Menjaga kasa dan balutan dileher
tetap bersih dan kering
3. Menjaga pakaian dan tempat tidur O :
tetap kering
Terdapat benjolan di bagian leher
4. Menjaga suhu ruangan yang
nyaman
5. Menghindari aktifitas yang dapat
A : masalah teratasi sebagian
meningkatkan keringat
6. Melakukan perawatan luka
dengan teknik steril P : Intervensi di lanjutkan
7. Melaksanakan program
pengobatan pemberian antibiotik
5 1. Membrikan informasi yang tepat S :
dengan keadaan individu
Ny.S tidak mengerti akan penyakit
2. Mengidentifikasi sumber stress
yang di deritanya
dan diskusikan faktor pencetus
krisis tiroid yang terjadi, seperti
orang/sosial, pekerjaan, infeksi, O : kurang pengetahun
kehamilan
3. Memberikan informasi tentang
tanda dan gejala dari penyakit A : Masalah teratasi
gondok serta penyebabnya
4. Mendiskusikan mengenai terapi
P : intervensi dihentikan
obat-obatan termasuk juga
ketaatan terhadap pengobatan dan
tujuan terapi serta efek samping
obat tersebut
DAFTAR PUSTAKA

Murwani arita,S.Kep, perawatan pasien penyakit dalam , penerbit mitra cendika,


jogjakarta : 2009
Tarwono, Ns.S.Kep,M.Kep,dkk, perawatan medikal bedah, sistem endokrin,
jakarta : Tim 2012

Anda mungkin juga menyukai