Anda di halaman 1dari 73

TUTORIAL SKENARIO C BLOK 15 TAHUN 2019

Oleh: Kelompok B8
TUTOR: dr. Ziske Maritska, Msi.Med

Janice Susanto 04011181722001


Havivi Rizky Adinda 04011181722005
Novita Lesyani 04011181722017
Elpita Miftahul Jannah 04011181722037
Annisa Chairani 04011181722049
Gebby Salsabila 04011181722051
Siti Nurhayati Utami 04011181722053
Illyas Sobri 04011281722101
Siti Shafa Indah Safira 04011281722103

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur selalu kami haturkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatnya kami
dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario C Blok 15
Tahun 2019” sebagai tugas kelompok. Terima kasih juga kami ucapkan kepada tutor yang
telah membimbing kami selama tutorial, semua teman kelompok dan semua pihak yang
terkait dalam penyelesaian laporan tutorial ini. Kami menyadari bahwa dalam laporan ini
terdapat banyak kekurangan. Karena itulah kami mengharapkan kritik dan saran dari tutor
maupun pembaca lain yang bersifat membangun agar kedepannya laporan tutorial ini dapat
menjadi lebih baik lagi, baik dari segi sistematika, penulisan, dan lain lain. Semoga Allah
SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada semua orang yang
telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita dan
perkembangan ilmu pengetahuan untuk membuka wawasan yang lebih luas lagi. Semoga kita
selalu dalam lindungan Allah SWT.

Palembang, 16 Mei 2019

Kelompok B8

DAFTAR ISI

2
Cover .........................................................................................................................................1
Kata Pengantar ..........................................................................................................................2
Daftar Isi ...................................................................................................................................3
Skenario .....................................................................................................................................4
Klarifikasi Istilah .......................................................................................................................5
Identifikasi Masalah ..................................................................................................................5
Analisis Masalah .......................................................................................................................6
Sintesis ....................................................................................................................................32
Kerangka Konsep .....................................................................................................................68
Kesimpulan...............................................................................................................................68
Daftar Pustaka ..........................................................................................................................69

3
SKENARIO C BLOK 15 TAHUN 2019
Disentri

Budi, a boy, 13 month was hospitalized due to diarrhea. Four days before admission, the patient had
non projectile vomiting 8 times a day. He vomited what he ate. Three days before admission the patient
got diarrhea 8 times a day around half glass in every defecation, there was no blood and mocous/pus in
it. The frequency of vomitting decrease. But two days before admission the patient got bloody stool 12
times a day around quarter glass in every defecation. The vomitting stopped. Along those 4 days, he
drank eagerly and was given ORS (oral rehidration solution). He also got mild fever. Yesterday, he
looked worsenig, lethargy, didnt want to drink, still had diarrhea but no vomitting. The amount of
urination in 8 hours ago was less than ususal. Budi’s family lives in slum area.

Physical examination
Patient looks severly ill,compos mentis but weak (lethargic), BP 70/50 mmHg, RR 38x/min, HR 144
x/m regular but weak, body temperature 38,9oC, BW 10 kg, BH 75 cm
Head : sunken frontanella, sunken eye, no tears drop, and dry mouth.
Thorax : similar movement on both side, retraction (-/-), vesiculat breath sound, normal heart sound.
Abdomen : flat, shuffle, bowel sound increase. Liver is palpable 1 cm below arcus costae and xiphoid
processus, spleen unpalpable. Pinch the skin of the abdomen : very slowly (longer than 2 seconds).
Redness skin sorounding anal orifice.
Extremities : cold hand and feet

Laboratory examination
HB 12,8 g/dl, WBC 20.000/mm3, differential count 0/1/2/83/20/4
Urine routine
Macroscopic: yellowish colour,
Microscopic : WBC (-), RBC (-), protein (-), keton bodies (+).
Faeces routine
Macroscopic : water more than waste material, blood (+), mucous (+)
WBC : 20/HPF, RBC full, bacteria (++), Entamoeba coli (+), fat (+)

4
KLARIFIKASI ISTILAH
No Istilah Arti
1. Diarrhea pengeluaran tinja berair berkali-kali yang tidak
normal (lebih dari 3 kali)
2. Projectile vomitting muntah yang menyembur.
3. Mild fever suhu tubuh diantara 37,5-39oC.
4. Lethargy penurunan tingkat kesadaran ditandai dengan lesu,
mengantuk, dan apati.
5. ORS (oral rehidration minuman khusus yang terdiri dari gula, air, dan
solution) garam untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
bersama diare.
6. Sunken frontanella bagian lunak antar pelat tengkorak kepala bagian
atas dan kepala bagian belakang bayi yang cekung
terjadi ketika titik lembut pada tengkorak bayi
(ubun-ubun) menjadi lebih dalam dari biasanya.
7. Sunken eye kulit halus di bawah mata yang tampak gelap,
cekung, dan berongga.
8. Pinch the skin of the turgor kulit merupakan tekanan yang mendorong
abdomen membran sel terhadap dinding sel yang
menyebabkan turgiditas sel dan disebabkan oleh
timbulnya aliran osmosis air dan bagian dengan
konsentrasi terlarut rendah (hipotonik) di luar sel
ke dalam sel yang memiliki konsentrasi lebih
tinggi.
9. Keton bodies merupakan tiga senyawa yang diproduksi asam
lemak dipecah untuk energi dalam hati dan ginjal,
larut dalam air. Terdiri dari aseton, asam
asetoasetat, dan asam beta hidroksibutirat.
10. Entamoeba coli genus amoeba yang bersifat parasitik yang
ditemukan di dalam saluran intestinal.

IDENTIFIKASI MASALAH
No Masalah
1. Budi, a boy (13 mo), was hospitalized due to diarrhea. Yesterday, he looked
worsenig, lethargy, didnt want to drink, still had diarrhea but no vomitting. The
amount of urination in 8 hours ago was less than usual. Budi’s family lives in slum
area.
2. Four days before admission, the patient had non projectile vomiting 8 times a day.
He vomited what he ate. Three days before admission the patient got diarrhea 8
times a day around half glass in every defecation, there was no blood and
mocous/pus in it. The frequency of vomitting decrease. But two days before
admission the patient got bloody stool 12 times a day around quarter glass in every
defecation. The vomitting stopped. Along those 4 days, he drank eagerly and was
given ORS (oral rehidration solution). He also got mild fever.
3. Physical examination
Patient looks severly ill,compos mentis but weak (lethargic), BP 70/50 mmHg, RR
38x/min, HR 144 x/m regular but weak, body temperature 38,9oC, BW 10 kg, BH
75 cm
Head : sunken frontanella, sunken eye, no tears drop, and dry mouth.
5
Thorax : similar movement on both side, retraction (-/-), vesiculat breath sound,
normal heart sound.
Abdomen : flat, shuffle, bowel sound increase. Liver is palpable 1 cm below arcus
costae and xiphoid processus, spleen unpalpable. Pinch the skin of the abdomen :
very slowly (longer than 2 seconds). Redness skin sorounding anal orifice.
Extremities : cold hand and feet
4. Laboratory examination
HB 12,8 g/dl, WBC 20.000/mm3, differential count 0/1/2/83/20/4
Urine routine
Macroscopic: yellowish colour,
Microscopic : WBC (-), RBC (-), protein (-), keton bodies (+).
Faeces routine
Macroscopic : water more than waste material, blood (+), mucous (+)
WBC : 20/HPF, RBC full, bacteria (++), Entamoeba coli (+), fat (+)

ANALISIS MASALAH
1. Budi, a boy (13 mo), was hospitalized due to diarrhea. Yesterday, he looked worsenig, lethargy,
didnt want to drink, still had diarrhea but no vomitting. The amount of urination in 8 hours ago
was less than usual. Budi’s family lives in slum area.
a) Bagaimana hubungan umur dan jenis kelamin dengan penyakit yang diderita Budi?
Faktor umur balita. Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang
berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan.

b) Apa makna klinis kondisi Budi yang memburuk, letargi dan tidak mau minum tapi
disertai diare tanpa muntah?
Munculnya perburukan keluhan menandakan bahwa dehidrasi pada pasien sudah berubah dari
ringan-sedang ke berat. Sehingga dibutuhkan penanganan segera jika tidak dapat menyebabkan syok
hipovolemik.

c) Mengapa jumlah total urin berkurang setelah 8 jam?


Berkurangnya urin berkaitan dengan berkurangnya reabsorbsi air di usus akibat diare.

d) Bagaimana hubungan antara lingkungan tempat tinggal dengan penyakit yang diderita
Budi?
Faktor lingkungan. Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasisi
lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini
akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena
tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui
makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
Faktor sosial ekonomi masyarakat. Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap
faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar
dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang
memenuhi persyaratan kesehatan.

e) Apa hubungan antar keluhan diatas?


Diare yang dialami pasien menyebabkan terjadinya dehidrasi yang diperburuk juga dengan
sedikitnya konsumsi air pada pasien. Dengan berkurangnya volume cairan tubuh secara banyak dapat
6
menyebabkan penurunan kesadaran dan juga berkurangnya produksi urin pada pasien. Dehidrasi yang
dibiarkan saja juga dapat menyebabkan pasien mengalami syok hipovolemik.

f) Apa definisi dari penyakit diare?


Diare adalah keluarnya feses yang lembek atau berair setidaknya 3 kali dalam 24 jam. Diare
dapat didefinisikan sebagai peningkatan fluiditas, frekuensi, dan volume keluaran feses harian. Berat
tinja harian biasanya meningkat di atas rata-rata normal 200 g karena peningkatan air tinja di atas kadar
normal 60% hingga 75%. Mungkin juga ada perubahan padatan feses.

g) Bagaimana epidemiologi dari diare?


Penyakit diare adalah penyebab kematian kedua pada anak-anak di bawah lima tahun. Setiap
tahun diare membunuh sekitar 525.000 anak balita. Sebagian besar penyakit diare dapat dicegah
melalui air minum yang aman dan sanitasi dan kebersihan yang memadai. Secara global, ada hampir
1,7 miliar kasus penyakit diare masa kanak- kanak setiap tahun. Diare adalah penyebab utama
kekurangan gizi pada anak-anak di bawah lima tahun (WHO).

h) Apa etiologi dari penyakit diare?


INFEKSI
Virus : Rotavirus (40-60%), Adenovirus.
Bakteri : Escherichia coli (20-30%), Shigella sp. (1-2%), Vibrio cholera, dan lain-lain.
Parasit : Entamoeba histolytica (<1%), Giardia lamblia, Cryptosporidium ( 4-
11%).
NON-INFEKSI
Keracunan makanan
Malabsorpsi : Karbohidrat, lemak, dan protein.
Alergi : makanan, susu sapi.
Imunodefisiensi : AIDS
OBAT: Laksatif, Antibiotik, Alkohol, OAINS, PPI, Obat sitotoksik
PSIKOGENIK
Berbagai faktor psikogenik dapat menyebabkan diare, stress misalnya.

Rotavirus merupakan etiologi paling penting yang menyebabkan diare pada anak dan balita.
Infeksi Rotavirus biasanya terdapat pada anak umur 6 bulan- 2 tahun (Suharyono,2008). Infeksi
Rotavirus menyebabkan sebagian besar perawatan rumah sakit karena diare berat pada anak- anak kecil
merupakan infeksi nasokomial yang signifikan oleh mikroorganisme pathogen. Salmonella, Shigella
dan Campylobacter merupakan bakteri pathogen yang paling sering di isolasi. Mikroorganisme
Giardia lamblia dan Cryptosporodium merupakan parasit yang paling sering menimbulkan diare
infeksius akut (Wong, 2009). Selain Rotavirus, telah ditemukan juga virus baru yaitu Norwalk virus.
Virus ini lebih banyak pada kasus orang dewasa dibandingkan anak- anak (Suharyono, 2008).
Kebanyakan mikroorganisme penyebab diare disebarluaskan lewat jalur fekal oral melalui makanan, air
yang terkontaminasi atau ditularkan antar manusia dengan kontak yang erat (Wong, 2009).

i) Bagaimana klasifikasi dari diare?


Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan:
1) Lama waktu diare:
 Diare akut
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut
World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005, diare akut

7
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari
normal, berlangsung kurang dari 14 hari.
 Diare kronik
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya para pakar
di dunia telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik pada kasus
diare tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu. l bulan dan 3 bulan, tetapi di Indonesia
dipilih waktu lebih 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat
menginvestigasi penyebab diare dengan lebih tepat.
 Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan
diare yang berlangsung 15 – 30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut
(peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang dianut yaitu
yang berlangsung lebih dari 30 hari).

j) Bagaimana algoritma penegakan diagnosis dari diare?

8
k) Apa saja organ yang terlibat pada kasus?
Organ usus terlibat pada kasus karena bakteri penyebab diare yang menyerang mukosa usus
menyebabkan gangguan permeabilitas pada dinding usus serta inflamasi pada mukosa usus.

l) Bagaimana mekanisme dari diare?


Mekanisme yang menyebabkan timbulnya diare adalah gangguan osmotik, gangguan sekresi,
dan gangguan motilitas usus. Pada diare akut, mikroorganisme masuk ke dalam saluran cerna,
kemudian mikroorganisme tersebut berkembang biak setelah berhasil melewati asam lambung,
mikroorganisme membentuk toksin (endotoksin), lalu terjadi rangsangan pada mukosa usus yang
menyebabkan terjadinya hiperperistaltik dan sekresi cairan tubuh yang mengakibatkan terjadinya diare.

2. Four days before admission, the patient had non projectile vomiting 8 times a day. He vomited
what he ate. Three days before admission the patient got diarrhea 8 times a day around half
glass in every defecation, there was no blood and mocous/pus in it. The frequency of vomitting
decrease. But two days before admission the patient got bloody stool 12 times a day around
quarter glass in every defecation. The vomitting stopped. Along those 4 days, he drank eagerly
and was given ORS (oral rehidration solution). He also got mild fever.

a) Apa indikasi rawat inap pada kasus?


Indikasi rawat inap pada kasus yaitu jika ditemui pasien yang mengalami dehidrasi berat, maka
harus segera dilakukan rehidrasi untuk menghindari terjadinya syok hipovolemik.

b) Apa makna klinis keluhan baru terjadi 4 hari yang lalu?


Jika keluhan berlangsung dibawah 14 hari maka diare yang terjadi bukan merupakan diare
persisten.

c) Apa makna klinis tidak ada muntah proyektil?


Muntah non proyektil menandakan bahwa merupakan salah satu gejala penyakit disentri basiler.
4 hari yang lalu menandakan bahwa infeksi masih pada tahap awal dimana gejala awalnya mirip dengan
diare akut akibat rotavirus yaitu terdapat muntah.

d) Mengapa keluhan muntah terjadi lebih dulu dari diare?


Muntah pada kasus disebabkan oleh karena adanya enterotoksin yang menyerang mukosa usus,
sehingga merangsang respon mual muntah.

e) Apa makna klinis diare 8 kali tanpa darah dan pus 3 hari yang lalu?
Tanda klinis ini menunjukkan bahwa pada 3 hari yang lalu infeksi dari shigella belum separah
saat pasien masuk rumah sakit. Hal ini menunjukkan infeksi bakteri belum sampai menyebabkan
rusaknya sel epitel yang menyebabkan perdarahan pada mukosa usus.

9
f) Apa makna klinis muntah berhenti, frekuensi BAB meningkat, dan feses berdarah 2 hari
yang lalu?
Muntah pada kasus disebabkan oleh toksin bakteri shigella yang menyebabkan iritasi pada
gastrointestinal pasien. Muntah yang terus menerus akan menyebabkan pasien anorexia, pasien tidak
mau makan karena tiap apa yang dimakan membuat ia ingin muntah dan ia hanya mau minum saja.
Lambung pasien tidak berisi makanan lagi sehingga frekuensi muntah berkurang bahkan tidak muntah
lagi.

Diare semakin parah karena Budi minum banyak air namun tidak dapat terserap oleh usus
karena peradangan mukosa usus akibat infeksi shigella pada fase watery diarrhea. Diare berlanjut
menjadi berdarah karena infeksi shigella sudah memasuki fase disentri dimana sudah terjadi invasif ke
mukosa usus (kerussakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi).

g) Apa hubungan meningkatnya frekuensi diare dan menurunnya frekuensi muntah pada
kasus?
Diare dan muntah  pengeluaran cairan tubuh yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida,
dan bikarbonat meningkat  kehilangan banyak air & elektrolit tubuh  dehidrasi berat dengan
manifestasi keadaan memburuk, letargi dan tidak ingin minum.

Pasien yang tetap diare namun tidak muntah lagi terjadi karena perjalanan disentri itu sendiri.
Awalnya bakteri masuk ke gaster dan duodenum lalu mengeluarkan enterotoksin yang merangsang
muntah. Setelah itu bakteri akan lanjut menginfeksi kolon yang rangsangannya berupa diare bukan
muntah. Oleh karena itu diare tetap berlangsung dan muntah sudah tidak terjadi lagi.

10
11
h) Bagaimana klasifikasi feses?

Gambar 1. Skala Feses.

i) Apa makna klinis pasien minum dengan lahap dan pemberian ORS?
Pasien minum dengan lahap termasuk kedalam salah satu tanda pasien mengalami dehidrasi
ringan-sedang. Untuk tatalaksana yang diberikan sesuai dengan rencana B dalam tatalaksana dehidrasi
yaitu dengan pemberian oralit.

j) Apa komposisi ORS?


1 sachet ORS dengan kemasan 200 ml mengandung 2,6 g NaCl; 2,9 g Trisodium citrate
dihydrate; 1,5 kg KCl; 13,5 g glukosa dalam 1 L

k) Bagaimana cara pemberian dan mekanisme kerja ORS?


Adapun cara membuat larutan oralit:
1. Cuci tangan dengan air dan sabun
2. Sediakan 1 gelas air minum yang telah dimasak (200cc)
3. Masukkan satu bungkus Oralit (ORS) 200 cc
4. Aduk sampai larut
5. Berikan larutan oralit kepada pasien
Cara memberikan larutan oralit:
1. Berikan dengan sendok atau gelas
2. Berikan sedikit-sedikit sampai habis, atau hingga anak tidak kelihatan haus
3. Bila muntah, hentikan sekitar 10 menit, kemudian lanjutkan dengan sabar sesendok setiap 2-3
menit
4. Walau diare berlanjut, oralit tetap diteruskan
5. Bila larutan oralit pertama habis, buatkan satu gelas larutan oralit berikutnya
Oralit merupakan campuran garam elektrolit dan glukosa yang dapat diserap baik oleh usus.
Garam elektrolit yang dapat digunakan adalah NaCl. Mekanisme glukosa dan NaCl masuk ke
membran sel melalui transport pasif terfasilitasi dengan tipe energi symfort (larutan glukosa dan
12
ion Na+ akan masuk bersamaan ke dalam membran sel), ion Na+ dihasilkan dari NaCl. Glukosa
berfungsi untuk meningkatkan penyerapan air oleh dinding usus sedangkan ion Na+  untuk
meningkatkan pengangkutan dan absorpsi glukosa yang akan masuk melalui membran sel. Setelah
glukosa masuk ke dalam membran sel dengan bantuan ion Na+, glukosa dan ion Na+ akan keluar
dari membran sel melalui transport pasif dengan tipe energi uniport (glukosa dan ion Na+ keluar
membran sel satu per satu). Ion Na+  yang keluar dari membran sel memerlukan bantuan ion
K+ yang dipompa masuk ke dalam membran sel melalui transport pasif dengan tipe energi
antiport (ion Na+ keluardan ion K+ masuk ). Glukosa yang keluar dari membran sel merupakan
sumber energi bagi dinding usus dan gradient konsentrasi glukosa yang ada di membran epitel
usus lebih tinggi dibandingkan gradient konsentrasi glukosa di luar membrane sel, apabila glukosa
tidak dikeluarkan maka yang akan terjadi tidak ada glukosa yang masuk ke dalam membran epitel
usus.

l) Bagaimana mekanisme demam pada kasus? TAMI


Bakteri invasif dan sitotoksik merusak mukosa usus  reaksi radang

m) Bagaimana mekanisme dari defekasi?

13
Refleks defekasi dipicu oleh terjadinya distensi (peregangan) pada rektum. Spinchter analis interna
akan berelaksasi ketika timbulnya rasa ingin defekasi. Keinginan ingin defekasi terjadi ketika tekanan
dalam rektum mencapai 18 mmHg. Ketika tekanan mencapai 55 mmHg, sphincter analis eksterna juga
akan ikut berelaksasi.
Karena merupakan otot rangka, sfingter anus eksternus berada di bawah kontrol volunter. Peregangan
awal dinding rectum disertai oleh timbulnya rasa ingin buang air besar. Jika keadaan tidak
memungkinkan defekasi, pengencangan sfingter anus eksternus secara sengaja dapat mencegah
defekasi meskipun refleks defekasi telah aktif. Jika defekasi ditunda, dinding rektum yang semula
teregang secara perlahan melemas dan keinginan untuk buang air besar mereda hingga pergerakan
massa berikutnya mendorong lebih banyak tinja ke dalam rektum dan kemhali meregangkan rektum
serta memicu refleks defekasi. Selama periode maktivitas, kedua stingter tetap berkontraksi untuk
menjamin kontinensia tinja. Jika tetap terjadi, defekasi biasanya dibantu oleh gerakan mengejan
volunter yang melibatkan kontraksi otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis tertutup secara
bersamaan. Tindakan ini sangat meningkatkan tekanan intraabdomen, yang membantu mendorong tinja.
Jika tetap terjadi, defekasi biasanya dibantu oleh gerakan mengejan volunter yang melibatkan kontraksi
otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis tertutup secara bersamaan. Tindakan ini sangat
meningkatkan tekanan intraabdomen, yang membantu mendorong tinja.

3. Physical examination
Patient looks severly ill,compos mentis but weak (lethargic), BP 70/50 mmHg, RR 38x/min, HR
144 x/m regular but weak, body temperature 38,9oC, BW 10 kg, BH 75 cm
Head : sunken frontanella, sunken eye, no tears drop, and dry mouth.
Thorax : similar movement on both side, retraction (-/-), vesiculat breath sound, normal heart
sound.
Abdomen : flat, shuffle, bowel sound increase. Liver is palpable 1 cm below arcus costae and
xiphoid processus, spleen unpalpable. Pinch the skin of the abdomen : very slowly (longer than
2 seconds). Redness skin sorounding anal orifice.
14
Extremities : cold hand and feet
a) Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik pada kasus?

15
b) Bagaimana mekanisme abnormalitas dari pemeriksaan fisik?
 Penurunan jumlah cairan dalam tubuh  dehidrasi berat  letargi
 Dehidrasi berat  total cairan tubuh berkurang  penurunan volume darah  tekanan darah
menurun (hipotensi)
 Dehidrasi berat  penurunan volume plasma  CO berkurang  kompensasi jantung untuk
meningkatkan perfusi  denyut nadi meningkat namun lemah karena CO sedikit
 Infeksi  reaksi inflamasi pada saluran pencernaan  pengeluaran mediator inflamasi  sintesis
prostaglandin  perubahan set point hipotalamus  suhu tubuh meningkat  febris
 Dehidrasi berat mengakibatkan tubuh yang sebagian besar terdiri dari cairan akan kehilangan
bobotnya. Oleh sebab itu, kemungkinan besar berat badan pasien mengalami penurunan
karena terkena disentri. Namun, kemungkinan besar BB pasien memang berada pada di bawah
normal sebelum terjadi dehidrasi berat.
 Disentri  dehidrasi berat  penurunan cairan tubuh total  mekanisme kompensasi untuk
menjaga homeostasis  tidak ada air mata dan mukosa mulut kering
 Infeksi Shigella sp. invasi pada mukosa usus  kerusakan sel vili  usus tidak mampu
menyerap cairan elektrolit  proses pencernaan lebih cepat  motilitas usus meningkat  bising
usus meningkat

16
 Dehidrasi berat  tubuh kekurangan cairan  kulit kering  elastisitas kulit menurun  kulit
butuh waktu > 2 detik untuk kembali setelah dicubit (turgor kulit menurun)
 Sisa makanan dihidrolisis oleh bakteri  menghasilkan asam lemak rantai pendek, gas-gas
hidrogen, dll  kulit kemerahan di sekitar orifisium ani
 Dehidrasi berat  penurunan volume darah  tekanan darah rendah  sebagian besar darah
dialihkan ke organ vital  jaringan perifer kekurangan oksigen  metabolisme menurun 
ekstremitas dingin

c) Bagaimana status gizi pasien pada kasus?


Status gizi pada pasien tidak normal. Pasien mengalami kurang nutrisi akibat terjadinya diare
dan kurangnya volume cairan tubuh.

d) Bagaimana dampak dari muntah dan diare terhadap status gizi budi?
Pasien yang mengalami diare tanpa asupan yang cukup dapat menyebabkan terjadinya
malnutrisi. Muntah yang terjadi pada pasien menyebabkan nutrisi yang diterima pasien berkurang.

e) Bagaimana gambaran dari hasil pemeriksaan yang abnormal?

Gambar 1. Pemeriksaan Fisik Disentri

17
Gambar 2. Sunken Frontanella

Gambar 3. Sunken Eyes

Gambar 4. Turgor Kulit Menurun

18
Gambar 5. Redness Skin Surrounding Anal Orifice

4. Laboratory examination
HB 12,8 g/dl, WBC 20.000/mm3, differential count 0/1/2/83/20/4
Urine routine
Macroscopic: yellowish colour,
Microscopic : WBC (-), RBC (-), protein (-), keton bodies (+).
Faeces routine
Macroscopic : water more than waste material, blood (+), mucous (+)
WBC : 20/HPF, RBC full, bacteria (++), Entamoeba coli (+), fat (+)
a) Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium pada kasus?
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Hb 12.8g/dl 12-18 g/dl Normal
3 3
WBC 20.000/mm 8.000-15.000/mm Meningkat
Differential count 0/1/2/83/20/4 Basofil: Basofil:
0-1 Normal
Eosinofil Eosinofil
0-3 Normal
Netrofil Batang Netrofil Batang
5-11 Menurun
Netrofil Segmen Netrofil Segmen
15-35 Meningkat
Limfosit Limfosit
45-76 Menurun

19
Monosit Monosit
3-6 Normal
Urine routine
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi
Makroskopik Yellowish color Dark to light yellow Normal
WBC - 0-5/HPF Normal
RBC - 0-5/HPF Normal
Protein - - Normal
Keton bodies + - Abnormal

Faeces routine
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Makroskopik water more than Blood (-) Diare with
waste material, blood Mucous (-) disentri
(+), mucous (+)

WBC 20/HPF - Terdapat infeksi


RBC Full 0-2/HPF Abnormal
Bacteria ++ + Normal
Entamoeba coli + +/- Abnormal untuk
anak berumur 13
bulan.
Fat + +/- Abnormal

b) Bagaimana mekanisme abnormalitas dari pemeriksaan laboratorium?


Diff count :
0/1/2/83/20/4.
a) Perubahan struktur mukosa usus halus  pemendekan vili sehingga terdapat infiltrat sel sel
radang mononuklear di lamina propria.
b) Reaksi inflamasi  sekresi kemokin (IL-8 dan granulosit stimulating colony)  neutrofil
meningkat
c) Neutrofil merupakan sel yang paling banyak jumlahnya pada sel darah putih dan berespon lebih
cepat terhadap inflamasi dan sisi cedera jaringan daripada jenis sel darah putih lainnya. Pada
kasus ini dari hitung jenis, neutrofil meningkat menandakan infeksi akut (karena diare yang
dialami oleh Budi merupakan diare akut.)

Pemeriksaan Lab Urine dan Faeces


a. Ketone bodies (+)
Pada urin didapatkan badan keton, karena diduga absorbsi karbohidrat terganggu, mengakibatkan

20
glukosa yang ada dalam darah rendah, sehingga tubuh memetabolisme lemak dengan proses
lipolisis yang menghasilkan zat sisa yang lainnya yaitu badan keton.
b. Blood (+)
Sitotoksin seperti yang dihasilkan oleh Shigella dysentriae mampu merusak saluran cerna
(mukosa colon) karena invasi irreversible subunit ribosom 60S sehingga dapat merusak enterosit
maupun mikrovaskular yang menyebabkan pendarahan.
c. Water more than waste material:
Infeksi Shigellaa spp  penularan melalui fecal oral (makanan yang terkontaminasi, tidak
mencuci tangan)  Shigellaa spp menginfeksi lapisan epithelium di usus halus bakteri masuk
dan mengeluarkan cytotoxin  absorbsi cairan dan makanan terganggu cairan dan makanan
yang tidak terserap/tercerna ↑ tekanan koloid osmotic usus  hiperperistaltik dan cairan usus
berlebih  absorbsi menurun, sekresi meningkat  cairan lebih banyak dari ampas.
d. WBC:
Adanya peningkatan WBC menunjukkan bahwa adanya mekanisme pertahanan tubuh terhadap
infeksi yang terjadi di saluran cerna.
e. Mucous (+)
Mekanisme kompensasi dari saluran cerna mengeluarkan mucus sebanyak mungkin untuk
membawa pathogen infeksi untuk dikeluarkan dari tubuh.
f. Entamoeba coli (+)
Kemungkinan terjadi infeksi sekunder menyebabkan entamoeba coli jumlahnya terlalu banyak
sehingga keluar kedalam feses , karena walaupun entamoeba coli (flora normal) dapat ditemukan
di dalam feses, namun sangat jarang dan susah jika ditemukan langsung dalam pemeriksaan feses
pada anak berumur 13 bulan.
g. Fat (+)
Adanya lemak pada feses menunjukkan adanya malabsorbsi lemak karena adanya kerusakan
pada epithel colon. Insusifisiensi enzim pencernaan yang menyebabkan adanya asam laktat dan
asam lemak rantai pendek. Dimana asam lemak rantai pendek akan keluar melalui feses karena
belum sempat diabsorbsi. Namun lemak pada feses masih termasuk normal.

c) Bagaimana algoritma penegakan diagnosis pada kasus?

21
d) Bagaimana diagnosis kerja pada kasus?
Pasien mengalami disentri basiler et causa Shigella spp. dengan dehidrasi berat.

e) Apa definisi penyakit pada kasus ?


Disentri berasal dari bahasa yunani yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti radang
usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lender bercampur darah. Disentri adalah perdangan usus
besar ini berulang-ulang yang menyebabkan penderita kehilangan banyak cairan dan darah. Disentri
merupakan suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan benetuk dan konsistensi dari tinja,
yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekurensi berak lebih dari biasanya

f) Bagaimana etiologi penyakit pada kasus ?


Penyebab disentri basiler adalah Shigella sp. dari genus Shigella, yang termasuk bakteri gram
negatf dalam spesies Shigella dysentriae. Secara morfologi bakteri Shigella berbentuk batang ramping,

22
tidak berkapsul, tidak bergerak, tidak membentuk spora, bentuk cocobasil dapat terjadi pada biakan
muda Shigella adalah fakultatif anaerob yang dengan beberapa pengecualian tidak meragkan laktosa
tetapi meragikan karbohidrat yang lainnya, menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan gas, paling
baik tumbuh secara aerobic. Koloninya konveks, bulat, transparan dengan pinggir pinggir utuh
mencapai diameter kira kira 2 mm dalam 24 Jam. Kuman ini sering ditemukan pada perbenihan
diferensial karena ketidakmampuannya meragikan laktosa.
Shigella mempunyai susunan antigen yang kompleks. Terdapat banyak tumpang tindih dalam sifat
serologik berbagai spesies dari sebagian besar kuman ini mempunya antigen O yang juga dimiliki oleh
kuman enterik lainnya. Secara antigenik mirip dengan E. coli, Shigella tidak memiliki flagella dan
antigen H. Antigen somatik O dari Shigella adalah lipopolisakarida. Kekhususan serologiknya
tergantung pada polisakarida. Terdapat lebih dari 40 serotipe. Klasifikasi Shigella didasarkan pada
sifat-sifat biokimia dan antigenik.
Genus ini dibagi menjadi empat spesies berdasarkan reaksi biokimia dan antigen O spesifik, yaitu
Shigella dysentriae (serogroup A), Shigella flexneri (serogroup B), Shigella boydii (serogroup C) dan
Shigella sonnei (serogroup D). S. sonnei dibagi lagi menjadi 38 serotipe. Shigella merupakan prototip
bakteri patogen yang dapat invasi dan bermultiplikasi di segala sel epithelial, termasuk sel target
alaminya yaitu enterosit. S. dysentriae tipe 1 (shiga bacillus) merupakan spesies pertama yang diketahui
memproduksi toksin Shiga yang poten.

g) Bagaimana epidemiologi penyakit pada kasus ?


Pada skala global, dari perkiraan 165 juta episode diare Shigella yang diperkirakan terjadi setiap
tahun, 99% terjadi di negara-negara berkembang, terutama pada anak-anak. Pada tahun 1999, tinjauan
sistematis melaporkan Shigella bertanggung jawab atas 1,1 juta kematian per tahun, 61% di antaranya
pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, berdasarkan prevalensi dalam kasus diare dan data yang
terbatas pada tingkat fatalitas kasus di antara anak-anak yang dirawat di rumah sakit. Pada 2013,
perkiraan ini direvisi menggunakan strategi pemodelan yang serupa, tetapi dengan data risiko kematian
yang diperbarui, menunjukkan antara 28.000 dan 48.000 kematian setiap tahun di antara anak-anak di
bawah 5 tahun karena Shigellosis. Pada 2016, analisis molekuler kuantitatif dari Global Enteric
Multicentre Study (GEMS) mengidentifikasi peningkatan beban Shigellosis dan melaporkannya sebagai
patogen utama di antara enam patogen penyebab utama yang menyebabkan diare pada masa kanak-
kanak. Data GEMS dan pertimbangan risiko tidak langsung malnutrisi yang timbul sehubungan dengan
episode diare dapat menyebabkan revisi lebih lanjut dari estimasi kematian yang dikaitkan dengan
Shigella.

23
h) Bagaimana pathogenesis penyakit pada kasus ?
Shigella termasuk dalam family Enterobacteriacae, gram negatif berbentuk batang, tidak
bergerak, tidak berkapsul, dan lebih tahan asam dibanding enteropatogen lain. Shigella mampu
menginvasi permukaan sel epitel kolon, jarang menembus sampai melewati mukosa, sehingga tidak
ditemukan pada biakan darah walaupun ada gejala hiperpireksia dan toksemia.

Setelah menginvasi enterosit kolon, terjadilah perubahan permukaanmikrovili dari Brush border
yang menyebabkan pembentukan vesikel padamembran mukosa.Selanjutnya dapat menghancurkan
vakuola fagositikintraselular, memasuki sitoplasma untuk memperbanyak diri dan menginvasi sel yang
berdekatan.Kemampuan menginvasi sel epitel ini dihubungkan dengan adanya plasmid besar (120-140
Mdal). Oleh karena plasmid yang besar inimampu mengenali bagian luar membran protein seperti
plasmid antigen invasions (Ipa).Sel epitel akan mati dan terjadi ulserasi serta inflamasi mukosa.
Daribagian yang mengalami inflamasi tersebut Shigella menghasilkan eksotoksin yang berdasarkan
cara kerja toksin dikelompokkan menjadi neurotoksik,enterotoksik, dan sitotoksik. Toksin yang
terbentuk inilah yang menimbulkan berbagai gejala shigellosis, seperti demam, malaise, dan nyeri otot.

Shigella dysenteriae tipe 1 menghasilkan suatu sitotoksin protein poten yang dikenal dengan
toksin Shiga yang terdiri dari dua struktur sub unit, yaitu :

1) Subunit fungsional. Pada sitoplasma subunit fungsional akan mengkatalisasi dan menghidrolisis
RNA 28S dari subunit 60S ribosom, sehingga menyebabkan hambatan pada sintesis protein yang
bersifat permanen sehingga mengakibatkan kematian sel.

2) Sub unit pengikat. Bagian sub unit pengikat merupakan suatu glikolipid Gb3 (globotriaosilseramid)
yang berfungsi untuk mengikat reseptor seluler spesifik. Pengikatan ini akan diikuti oleh pengaktifan
mediator reseptorendositosis dari toksin yang dihasilkan. Shiga toksin dapat menyebabkanterjadinya
sindrom hemolitik uremik dan trombotik trombositopenik purpura.

Kejadian tersebut sering dihubungkan dengan reaksi silang akibat infeksi serotype E.coli yang
juga dapat menghasilkan toksin yang mirip dengan toksin Shiga. Mekanisme dari efek patogenisitas ini
mungkin melibatkan suatu toksin pengikat sel endotel (binding toxin endothelial cell), yang dapat
menyebabkan mikroangiopati hemolisis dan lesi pada glomerulus.

24
i) Bagaimana patofisiologi penyakit pada kasus?
Penularan secara orofaecal. Ada empat spesies shigella, yaitu shigella flexneri, shigella
dysentri, shigella boydii dan shigella sonnei. Shigella flexneri, shigella dysentri, dan shigella boydii
paling banyak ditemukan di negara yang berkembang seperti Indonesia. Sebaliknya shigella sonnei
paling sering ditemukan dinegara maju. Shigellosis disebut juga disentri basiler.
Disentri sendiri artinya salah satu dari berbagai gangguan yang ditandai dengan peradangan
usus, terutama kolon dan disertai nyeri perut, tenesmus dan buang air besar yang sering mengeluarkan
darah dan lendir. Habitat alamiah kuman disentri adalah usus besar manusia, dimana kuman tersebut
dapat menyebabkan disentri basiler. Infeksi shigella praktis selalu terbatas pada saluran pencernaan,
invasi dalam darah sangat jarang. Shigella menimbulkan penyakit yang sangat menular. Dosis infektif
kurang dari 103 organisme
Proses patologik yang penting adallan invasi epitel selaput lendir, mikroabses pada dinding usus
besar dan ileum terminal yang cenderung mengakibatkan nekrosis selaput lendir, ulserasi superfisial,
pendarahan, pembentukan “pseudomembran” pada daerah ulkus. Ini terdiri dari fibrin, leukosit, sisa sel,
selaput lendir yang nekrotik dan kuman. Waktu proses berkurang, jaringan granulasi mengisi ulkus dan
terbentuk jaringan parut. Semua shigella mengeluarkan lipopolisakarida yang toksik. Endotoksin ini
mungkin menambah iritasi dinding usus. Selain itu shigella dysentrya tipe I menghasilkan eksotoksin
yang tidak tahan panas yang dapat menambah gambaran klinik neurotoksik dan enterotoksik yang nyata
.

j) Apa saja faktor resiko penyakit pada kasus ?


1) Balita: infeksi disentri paling banyak terjadi pada anak-anak berusia di antara 2 hingga 4 tahun.
2) Tinggal di perumahan padat, sanitasi yang buruk dan keterbatasan air bersih.
3) Kontaminasi pada makanan dan minuman.

25
4) Mengikuti aktivitas kelompok: kontak yang dekat dengan orang lain memudahkan penyebaran
bakteri dari seseorang ke orang lain. Wabah Shigella lebih umum terjadi di pusat penitipan anak,
kolam rendam umum, panti jompo, penjara, dan barak militer.

k) Apa saja klasifikasi penyakit pada kasus ?


1. Disentri basiler
Merupakan disentri yang disebabkan olehShigella,sp.Shigella adalah basil non motil, gram negatif,
family enterobacteriaceae.Genus ini memilikikemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan
menyebabkan infeksi.Secara kliis disentri basiler mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya
lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.
2. Disentri amoeba
Merupakan disentri yang disebabkan Entamoeba hystolitica. E.histolyticamerupakan protozoa usus,
sering hidup sebagaimikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Kondisi tertentu
dapat mengubah E.hystolitica menjadi patogen dengan caramembentuk koloni di dinding usus dan
menembus dinding usus sehinggamenimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu
bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista.

26
l) Apa saja manifestasi klinis penyakit pada kasus ?

Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari sampai 4 minggu.
Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai demam yang mencapai
400C.Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu
makan menurun.
Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang berat.Sakit perut
terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut
menjadi cekung.Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S.
dysentriae.Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air dengan
lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik dan
dapat meninggal bila tidak cepat ditolong.Akibatnya timbul rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor
kulit berkurang karena dehidrasi.Muka menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas
darah meningkat (hemokonsentrasi).Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti gejala
kolera atau keracunan makanan.

27
Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan koma uremik.Angka
kematian bergantung pada keadaan dan tindakan pengobatan.Angka ini bertambah pada keadaan
malnutrisi dan keadaan darurat misalnya kelaparan.Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat
membaik secara perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama.
Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanyalebih berbentuk,
mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir.Sedangkan pada kasus yang ringan, keluhan/gejala
tersebut di atas lebih ringan.Berbeda dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut
secara menahun.Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan yang baik.

m) Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus ?


1) Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab serta biakan hapusan rectal swab.
Untuk menemukan carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti karena basil
Shigella mudah mati.Untuk itu diperlukan tinja yang baru.
Tinja penderita amebiasis tidak banyak mengandung leukosit tetapi banyak mengandung
bakteri.Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila ditemukan amoeba (trofozoit). Akan tetapi
ditemukannya amoeba bukan berarti meyingkirkan kemungkinan penyakit lain karena amebiasis
dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lain. Oleh karena itu, apabila penderita amebiasis yang
telah menjalani pengobatan spesifik masih tetap mengeluh nyeri perut, perlu dilakukan pemeriksaan
lain, misalnya endoskopi, foto kolon dengan barium enema atau biakan tinja.
2) Polymerase chain reaction. Pemeriksaan ini spesifik dansensitif, tetapi belum dipakai secara luas.
3) Enzim immunoassay. Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian besar penderita yang
terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin yang dihasilkan E.coli.
4) Sigmoidoskopi. Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan daerah sigmoid.
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada stadium lanjut.
5) Aglutinasi. Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua, maksimum pada hari keenam.
Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan positif pada pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri aglutinasi
antibodi sangat kompleks, dan oleh karena adanya banyak strain maka jarang dipakai.
6) Gambaran endoskopi memperlihatkan mukosa hemoragik yang terlepas dan ulserasi. Kadang-
kadang tertutup dengan eksudat. Sebagian besar lesi berada di bagian distal kolon dan secara
progresif berkurang di segmen proksimal usus besar.

n) Bagaimana tata laksana (farmako dan non farmako) penyakit pada kasus ?

28
 Rehidrasi. Pada pasien dengan muntah cairan rehidrasi diberikan melalui intravena, pada pasien
yang tidak muntah dapat diberikan oralit
 Antibiotik. Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasiendiobati dengan
antibiotik. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari.
Bila tidak ada perbaikan,antibiotika diganti dengan jenis yang lain.

Anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intravena secara cepat yang diikuti dengan terapi
rehidasi oral.
 Mulai berikan cairan intravena segera. Pada saat infus disiapkan, beri larutan oralit jika
anak bisa minum. Catatan: larutan intravena terbaik adalah larutan Ringer Laktat (disebut pula
larutan Hartman untuk penyuntikan). Tersedia juga larutan Ringer Asetat. Jika larutan Ringer
Laktat tidak tersedia, larutan garam normal (NaCl 0.9%) dapat digunakan. Larutan glukosa 5%
(dextrosa) tunggal tidak efektif dan jangan digunakan.
 Beri 100 ml/kg larutan yang dipilih dan dibagi sesuai tabel berikut ini.

29
o) Bagaimaan edukasi dan pencegahan penyakit pada kasus ?
a. Edukasi
Perilaku hidup bersih dan sehat:
1) Pemberian ASI eksklusif dengan benar
2) Menggunakan air bersih yang cukup
3) Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan
sebelum makan

30
4) Menggunakan jamban
Yang harus diperhatikan oleh setiap keluarga:

 Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh
anggota keluarga.
 Bersihkan jamban secara teratur.
 Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

5) Membuang Tinja Bayi dengan benar


Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
 Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
 Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah dijangkau olehnya.
 Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau di
kebun kemudian ditimbun.
 Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
b. Pencegahan
Belum ada rekomendasi pemakaian vaksin untuk Shigella.Penularan disentri basiler dapat
dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan dan diri yang bersih seperti membersihkan
tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih.

p) Bagaimana komplikasi penyakit pada kasus ?


Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi pada pasien yang berada di negara
yang masih berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan dengan infeksi S.dysentriae tipe 1 dan
S.flexneri pada pasien dengan status gizi buruk. Komplikasi lain akibat infeksi S.dysentriae tipe 1
adalah haemolytic uremic syndrome (HUS). SHU diduga akibat adanya penyerapan enterotoksin yang
diproduksi oleh Shigella.Biasanya HUS ini timbul pada akhir minggu pertama disentri basiler, yaitu
pada saat disentri basiler mulai membaik.Tanda-tanda HUS dapat berupa oliguria, penurunan
hematokrit (sampai 10% dalam 24 jam) dan secara progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia
berat dengan gagal jantung.Dapat pula terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih dari 50.000/mikro liter),
trombositopenia (30.000-100.000/mikro liter), hiponatremia, hipoglikemia berat bahkan gejala susunan
saraf pusat seperti ensefalopati, perubahan kesadaran dan sikap yang aneh.
Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya muncul pada masa
penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut.Hal ini dapat terjadi pada kasus yang
ringan dimana cairan sinovial sendi mengandung leukosit polimorfonuklear. Penyembuhan dapat

31
sempurna, akan tetapi keluhan artsitis dapat berlangsung selama berbulan-bulan. Bersamaan dengan
artritis dapat pula terjadi iritis atau iridosiklitis.Sedangkan stenosis terjadi bila ulkus sirkular pada usus
menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus, walaupun hal ini jarang terjadi.Neuritis perifer
dapat terjadi setelah serangan S.dysentriae yang toksik namun hal ini jarang sekali terjadi.
Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan perforasi juga dapat
muncul.Akan tetapi peritonitis karena perforasi jarang terjadi.Kalaupun terjadi biasanya pada stadium
akhir atau setelah serangan berat.Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin pula terjadi pada
beberapa tempat yang mempunyai angka kematian tinggi. Komplikasi lain yang dapat timbul adalah
bisul dan hemoroid.

q) Bagaimana prognosis penyakit pada kasus ?


Dubia ad Bonam bila dehidrasi dan infeksi teratasi dengan cepat dan tepat.

r) Bagaimana kompetensi dokter umum pada kasus ?


Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut
secara mandiri dan tuntas.

32
SINTESIS
Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Saluran Pencernaan (Usus Halus dan Kolon)

1. Anatomi

 Duodenum

Duodenum adalah bagian pertama intestinum tenue dan


juga yang terpendek.Duodenum mempunyai lintasan
seperti huruf C yang berada di sekitar caput pankreatis.
Duodenum sendiri dibagi menjadi 4 bagian, yaitu;

 Pars superior

 Pars descenden

 Pars horizontalis
Gambar 10. Duodenum
 Pars ascenden

 Jejunum & Ileum

Jejunum dan ileum merupakan organ intraperitoneal,


dua perlima bagiannya adalah jejunum, sedangkan
sisanya adalah ileum.Sebagian besar jejunum terletak di
kuadran kiri atas, sedangkan sebagian besar ileum
terletak di kuadrang kanan bawah. Ileum pars terminalis
terdapat di bagian pelvis, dari sini ileum akan naik
kemudian bermuara di medialis caecum.

Gambar 11. Jejenum dan Ileum

33
 Intestinum Crassum

Gambar 12. Intestinum Crassum

Dibagi menjadi 6 bagian:

i. Caecum (hijau) merupakan suatu kantung usus yang buntu, terletak


pada kuadran kanan bawah dalam fossa iliaca.
ii. Appendix (hijau; berbentuk seperti umbai cacing) adalah
diverticulum usus yang buntu, berisi massa jaringan limfoid. Appendix
muncul dari posteromedialis caecum. Posisi appendix bervariasi, tapi
biasanya retro caecalis.
iii. Colon ascenden (kuning): berjalan pada sisi kanan cavitas abdominis,
mulai dari caecum hingga lobus hepatis dexter, kemudian turun ke kiri
pada flexura coli dextra. Colon ascenden lebih sempit dari pada caecum
dan retroperitoneal sekunder.
iv. Colon transversum (jingga): colon yang paling mudah bergerak.
Bergerak melintasi abdomen dari flexura coli dextra hingga flexura coli
sinistra, di mana dia membelok ke inferior untuk menjadi colon
descenden. Fleksura coli sinistra lebih superor, tajam dan kurang
bergerak dibandingkan yang dextra.
v. Colon descenden (jingga tua): letaknya retroperitoneal dari flexura
coli sinistra dan fossa iliaca kiri. Pada saat turun, colon akan berjalan
anterior terhadap margo lateralis ren kiri.
vi. Colon sigmoideum (merah muda): ditandai gelung bentuk ’S’.
Berjalan dari fossa iliaca hingga vertebra SIII, kemudian menjadi
rectum akhir dari teaniae coli.

34
vii. Rectum (merah)

Rectum adalah saluran cerna bagian pelvis. Rectum mengikuti


lengkungan os sacrum dan coccyx membentuk flexura sacralis.
Dari tampak anterior, tampak tiga flexura lateralis (flexura
superior lateralis, flexura intermedian lateralis, flexura inferior
lateralis). Dalam rectum juga terdapat ampulla recti, ampulla
menerima dan memungkinkan akumulasi faeces, hal ini penting
untuk menjaga fecal continence. Rectum berhubunnngan
dengan tiga vertebra sacrales terbawah dan coccyx, ligamentm
anoccygeum, vasa sacralis mediana, serta baian inferior truncus
sympaticus dan plexus sacralis. Pada laki-laki, anterior rectum
berhubungan dengan fundus vesicae, bagian terminal ureter,
ductus defferens, vesicula seminalis, dan prostata. Pada
perempuan, di anterior rectum berhubungan dengan vagina dan
dipisahkan dari bagian posterior fornix vaginae dan cervix uteri.

2. Histologi
Saluran cerna umumnya mempunyai ciri struktural tertentu, yaitu suatu tabung
berongga yang terdiri atas lumen dengan diameter yang bervariasi dan dikelilingi
oleh dinding. Dinding tersebut terdiri atas empat lapisan utama, yaitu:
a) Lapisan mukosa atau disebut juga membran mukosa, terdiri dari:
 Epitel pelapis
 Lamina propria, yang terdiri dari jaringan ikat yang kaya akan pembuluh darah,
pembuluh limfe, limfosit dan sel-sel otot polos yang kadang mengandung
kelenjar
 Muscularis mukosa yang memisahkan mukosa dan submukosa
b) Submukosa, terdiri dari:
 Jaringan ikat padat dengan banyak pembuluh darah dan pembuluh limfe
 Plexus meissner atau plexus submukosa
c) Muskularis eksterna, mengandung sel-sel otot polos, terdiri dari dua atau lebih
lapisan. Di lapisan dalam (dekat lumen), susunan sel otot umumnya melingkar
dan di bagian luar umumnya memanjang. Di jaringan ikat antara lapisan otot

35
terdapat pembuluh darah dan plexus saraf mienterikus atau plexus auerbach.
Plexus auerbach dan plexus submukosa bersama-sama membentuk sistem enterik
lokal di saluran cerna
d) Serosa, adalah lapisan tipis jaringan ikat longgar yang kaya akan pembuluh
darah, jaringan lemak dan pembuluh limfe serta epitel pelapis gepeng yang
disebut mesothelium

36
Lapisan-lapisan dinding usus

3. Fisiologi
Terdapat empat proses pencernaan dasar, yaitu: motilitas, sekresi, digesti dan
absorbsi.

37
Di usus halus, transpor aktif sekunder natrium penting untuk membawa masuk
glukosa, beberapa asam amino, dan substansi lainnya seperti asam empedu.
Sebaliknya, adanya glukosa di lumen intestinal membantu proses reabsorbsi Na +.
Pada waktu diantara makan, di saat tidak ada nutrisi, sodium dan klorida diserap
bersamaan dari lumen melalui sodium-hydrogen exchanger (NHE) dan chloride-
bicarbonate exchanger di membran apikal, disebut mekanisme electroneutral.
Kemudian, air akan mengikuti untuk mempertahankan keseimbangan osmotik

38
Pada kolon, terdapat mekanisme elektrogenik tambahan untuk mengabsorbsi sodium,
khususnya di kolon bagian distal. Pada mekanisme ini, sodium menembus membran
apikal melalui ENac (Epithel-Sodium Channel). Saluran ini mendukung kemampuan
kolon untuk mengecilkan volume di tinja dan memastikan bahwa hanya sedikit beban
cairan tubuh yang hilang. Pada diet rendah garam, peningkatan ekspresi ENac
terhadap respon aldosteron akan meningkatkan kemampuan untuk menyerap kembali
sodium dari tinja.

Walaupun mekanisme absorbsi di intestinal dan kolon mendominasi, terdapat pula


mekanisme sekresi yang terjadi di sepanjang lumen intestin dan kolon untuk
menyeimbangkan ketidakseimbangan dari isi intestin. Cl- normalnya memasuki enterosit
dari cairan interstisial melalui Na+-K+-2Cl- kotransporter pada membran basolateral.
Kemudian, Cl- akan disekresikan ke lumen intestinal melalui saluran yang diregulasi
oleh protein kinase.
39
1. Motilitas
Merujuk pada kontraksi otot yang mencampur dan mendorong maju isi saluran cerna.
Gerakan saluran cerna ini disebut dengan gerakan peristalsis

4. Aktivitas kelistrikan pada saluran cerna

2. Absorbsi
a. Absorbsi glukosa

40
Karbohidrat diserap ke dalam usus halus dalam bentuk disakarida (maltosa, laktosa,
dan sukrosa). Disakarida yang terletak di membran brush border sel epitel usus
meneruskan penguraian disakarida tersebut menjadi glukosa, galaktosa, dan fruktosa.

Glukosa dan galaktosa diserap oleh membran transport sekunder melalui


kotransporter atau simporter Na+- Glukosa di membran luminal, memindahkan
monosakarida dan Na+ dari lumen ke dalam anterior membran usus (SGLT),
sedangkan fruktosa memasuki sel dengan cara difusi terfasilitasi melalui GLUT-5.

Glukosa, galaktosa dan fruktosa keluar sel di membran basal oleh difusi pasif
terfasilitasi melalui GLUT-2

b. Absrobsi Lemak

41
Saat isi lambung dikosongkan ke dalam duodenum, lemak yang tertelan membentuk
agregat droplet trigliserida yang besar dan berlemak yang mengapung di kimus.
Trigliserida akan diemulsifikasi oleh garam-garam empedu. Trigliserida dihidrolisis
oleh lipase menjadi asam lemak dan gliserol.

DIARE

Definisi Diare
Menurut WHO, diare adalah Buang air besar encer atau cair ≥ 3x dalam 24 jam. Pada
anak, diare didefinisikan sebagai buang air besar yang frekuensinya lebih sering dan
konsistensi tija lebih encer dari biasanya (IDAI).

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200

42
ml/24 jam. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.

Epidemiologi Diare
· Penyakit diare adalah penyebab kematian kedua pada anak-anak di
bawah lima tahun.
· Setiap tahun diare membunuh sekitar 525.000 anak balita.
· Sebagian besar penyakit diare dapat dicegah melalui air minum yang
aman dan sanitasi dan kebersihan yang memadai.
· Secara global, ada hampir 1,7 miliar kasus penyakit diare masa kanak-
kanak setiap tahun.
· Diare adalah penyebab utama kekurangan gizi pada anak-anak di
bawah lima tahun (WHO).

Etiologi Diare
Penyebab diare dapat dikelompokan menjadi:
INFEKSI
· Virus : Rotavirus (40-60%), Adenovirus.
· Bakteri : Escherichia coli (20-30%), Shigella sp. (1-2%), Vibrio cholera, dan lain-lain.
· Parasit :

Entamoeba

histolytica (<1%),

Giardia

lamblia, Cryptosporidium ( 4-11%).


NON-INFEKSI
· Keracunan makanan
· Malabsorpsi : Karbohidrat, lemak, dan protein.
· Alergi : makanan, susu sapi.
· Imunodefisiensi: AIDS
OBAT
· Laksatif

43
· Antibiotik
· Alkohol
· OAINS
· PPI
· Obat sitotoksik
PSIKOGENIK
Berbagai faktor psikogenik dapat menyebabkan diare, stress misalnya.
Rotavirus merupakan etiologi paling penting yang menyebabkan diare pada anak dan
balita. Infeksi Rotavirus biasanya terdapat pada anak umur 6 bulan- 2 tahun (Suharyono,
2008). Infeksi Rotavirus menyebabkan sebagian besar perawatan rumah sakit karena diare
berat pada anak- anak kecil merupakan infeksi nasokomial yang signifikan oleh
mikroorganisme pathogen. Salmonella, Shigella dan Campylobacter merupakan bakteri
pathogen yang paling sering di isolasi. Mikroorganisme Giardia lamblia dan
Cryptosporodium merupakan parasit yang paling sering menimbulkan diare infeksius akut
(Wong,2009). Selain Rotavirus, telah ditemukan juga virus baru yaitu Norwalk virus. Virus
ini lebih banyak pada kasus orang dewasa dibandingkan anak- anak (Suharyono, 2008).
Kebanyakan mikroorganisme penyebab diare disebarluaskan lewat jalur fekal oral melalui
makanan, air yang terkontaminasi atau ditularkan antar manusia dengan kontak yang erat
(Wong, 2009).

Klasifikasi Diare
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan:
1) Lama waktu diare:
· Diare akut
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World
Gastroenterology Organisation global guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai
pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung
kurang dari 14 hari.
· Diare kronik
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya para pakar di
dunia telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik pada kasus diare
tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu. l bulan dan 3 bulan, tetapi di Indonesia dipilih
waktu lebih 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab
44
diare dengan lebih tepat.

· Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare
yang berlangsung 15 – 30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut (peralihan
antara diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang dianut yaitu yang
berlangsung lebih dari 30 hari).

2) Mekanisme patofisiologik:
· Diare Osmotik
Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang

disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik MgSO4, Mg(OH)2, malabsorpsi


umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus misal pada defisiensi disararidase,
malabsorpsi glukosa/galaktosa.

· Diare Sekretorik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus,
menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare
dengan volume tinja yang banyak sekali.

2) Berat ringan diare:


· Diare Kecil
· Diare Besar

4) Penyebab infeksi atau tidak:


· Diare Infektif
Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi.
· Diare non infektif
Sedangkan diare non infektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus
tersebut.

3) Penyebab organik atau tidak:


· Diare Organik
Diare organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik,
hormonal atau toksikologik.

· Diare fungsional.
Diare fungsional bila tidak dapat ditemukan penyebab organik.

45
Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang
tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak langsung melalui lalat
(melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger). Faktor risiko terjadinya diare adalah:

1. Faktor perilaku
a) Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan Makanan
b) Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman
c) Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare karena
sangat sulit untuk membersihkan botol susu
d) Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum memberi
a) ASI/makan,

setelah

Buang Air
Besar

(BAB), dan
setelah membersihkan BAB anak.
a) Penyimpanan makanan yang tidak higienis
2. Faktor lingkungan
a) Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan
Mandi Cuci Kakus (MCK)
b) Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita yang
dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang gizi/malnutrisi
terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita
campak (Kemenkes RI, 2011).

Patogenesis
Mekanisme yang menyebabkan timbulnya diare adalah gangguan osmotik, gangguan
sekresi, dan gangguan motilitas usus. Pada diare akut, mikroorganisme masuk ke dalam
saluran cerna, kemudian mikroorganisme tersebut berkembang biak setelah berhasil melewati

46
asam lambung, mikroorganisme membentuk toksin (endotoksin), lalu terjadi rangsangan pada
mukosa usus yang menyebabkan terjadinya hiperperistaltik dan sekresi cairan tubuh yang
mengakibatkan terjadinya diare (Suraatmaja, 2007).

Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme dibawah ini:

a. Diare sekretorik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus,
menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare
dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun
dilakukan puasa makan/minum (Simadibrata, 2006).

b. Diare osmotik
Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang

disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (antara lain MgSO4, Mg(OH)2),
malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus missal pada defisiensi
disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa (Simadibrata, 2006).

c. Malabsorpsi asam empedu dan lemak


Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan
penyakit-penyakit saluran bilier dan hati (Simadibrata, 2006).

d. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit

+ +
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA K ATPase di

+
enterosit dan absorpsi Na dan air yang abnormal (Simadibrata, 2006).

d. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal


Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga
menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebabnya antara lain: diabetes
mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid (Simadibrata, 2006).

a. Gangguan permeabilitas usus


Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan
morfologi membran epitel spesifik pada usus halus (Simadibrata, 2006).

47
e. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam
pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali
sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat
inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare
sekretorik (Juffrie, 2010).

f. Diare infeksi
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus,
diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non-
invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresikan oleh bakteri tersebut
(Simadibrata, 2006).

Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi
komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa
berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung
pada penyebabnya.

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium,
klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan
kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena
dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati
dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi
isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat
(Juffrie, 2010).

48
DISENTRI
Diagnosis Banding

49
50
Algoritma Penegakan Diagnosis

51
Diare
1. Jika episode diare berlangsung kurang dari 14 hari, itu adalah diare akut. Diare berair
akut menyebabkan dehidrasi dan berkontribusi pada malnutrisi. Kematian seorang
anak dengan diare akut biasanya karena dehidrasi.
2. Jika diare berlangsung 14 hari atau lebih, itu adalah diare persisten. Hingga 20% dari
episode diare menjadi persisten. Diare persisten sering menyebabkan masalah gizi
yang berkontribusi pada kematian pada anak-anak yang mengalami diare.
3. Diare dengan darah dalam tinja, dengan atau tanpa lendir, disebut disentri. Penyebab
paling umum dari disentri adalah bakteri Shigella. Disentri amuba tidak umum terjadi
pada anak kecil. Seorang anak mungkin mengalami diare dan disentri berair.

▼ TANYA : APAKAH ANAK MEMILIKI DIARE?


1. Jika ibu menjawab TIDAK, tanyakan gejala utama berikutnya, demam. Anda tidak perlu
menilai anak lebih jauh untuk tanda-tanda yang berhubungan dengan diare.
2. Jika ibu menjawab YA, atau jika ibu mengatakan sebelumnya bahwa diare adalah alasan
untuk datang ke klinik, catat jawabannya. Kemudian nilai anak untuk tanda-tanda
dehidrasi, diare persisten dan disentri.

▼ TANYA : SUDAH BERAPA LAMA?


Diare yang berlangsung 14 hari atau lebih adalah diare persisten. Beri ibu waktu untuk
menjawab pertanyaan. Dia mungkin perlu waktu untuk mengingat jumlah hari yang tepat.
▼ TANYA : APAKAH ADA DARAH PADA TINJA
Tanyakan kepada ibu apakah dia pernah melihat darah di tinja kapan saja selama episode
diare ini.
Mengklasifikasikan diare:
1. Semua anak dengan diare diklasifikasikan untuk dehidrasi
2. Jika anak menderita diare selama 14 hari atau lebih, buat klasifikasi anak untuk diare
persisten
3. Jika anak memiliki darah dalam tinja, klasifikasikan anak untuk disentri.
52
Klasifikasi anak dengan diare dan darah di tinja sebagai penderita disentri. Seorang anak
dengan disentri harus dirawat karena dehidrasi. Anda juga harus memberikan antibiotik yang
direkomendasikan untuk Shigella di daerah Anda. Anda dapat berasumsi bahwa Shigella
menyebabkan disentri karena:

1. Shigella menyebabkan sekitar 60% kasus disentri terlihat di klinik.


2. Shigella menyebabkan hampir semua kasus disentri yang mengancam jiwa.
3. Menemukan penyebab disentri yang sebenarnya membutuhkan kultur tinja yang
memerlukan waktu minimal 2 hari untuk mendapatkan hasil laboratorium.

Dehidrasi
Selanjutnya, periksa tanda-tanda dehidrasi. Ketika seorang anak mengalami dehidrasi, ia
awalnya gelisah dan mudah tersinggung. Jika dehidrasi berlanjut, anak menjadi lesu atau
tidak sadar. Saat tubuh anak kehilangan cairan, mata mungkin terlihat cekung. Saat dicubit,
kulit akan kembali perlahan atau sangat lambat.
▼ LIHAT KONDISI UMUM ANAK
1. Ketika Anda memeriksa tanda-tanda bahaya umum, Anda memeriksa untuk melihat
apakah anak itu lesu atau tidak sadar. Jika anak itu lesu atau tidak sadar, ia memiliki tanda
bahaya umum. Ingatlah untuk menggunakan tanda bahaya umum ini ketika Anda
mengklasifikasikan diare anak.
2. Seorang anak memiliki tanda gelisah dan mudah tersinggung jika anak itu gelisah dan
mudah tersinggung sepanjang waktu atau setiap kali ia disentuh atau ditangani. Jika
seorang bayi atau anak tenang saat menyusui tetapi sekali lagi gelisah dan mudah
tersinggung ketika ia berhenti menyusui, ia memiliki tanda "gelisah dan mudah
tersinggung". Banyak anak kesal hanya karena mereka berada di klinik. Biasanya anak-
anak ini bisa dihibur dan ditenangkan. Mereka tidak memiliki tanda "gelisah dan mudah
tersinggung".

▼ TEMUKAN ADANYA MATA CEKUNG


Mata anak yang mengalami dehidrasi mungkin terlihat cekung. Putuskan apakah Anda pikir
matanya cekung. Kemudian tanyakan kepada ibu apakah menurutnya mata anaknya terlihat
tidak biasa.

53
SUNKEN FRONTANELLA
▼ BERIKAN MINUM PADA ANAK
1. Seorang anak tidak dapat minum jika dia tidak dapat mengambil cairan di mulutnya dan
menelannya. Misalnya, seorang anak mungkin tidak dapat minum karena ia lesu atau
tidak sadar. Atau anak itu mungkin tidak dapat mengisap atau menelan.
2. Seorang anak minum dengan buruk jika anak itu lemah dan tidak bisa minum tanpa
bantuan. Dia mungkin bisa menelan hanya jika cairan dimasukkan ke dalam mulutnya.
3. Seorang anak memiliki tanda minum dengan bersemangat, haus jika jelas bahwa anak itu
ingin minum. Lihatlah untuk melihat apakah anak itu meraih cangkir atau sendok ketika
Anda menawarkan air kepadanya. Ketika air diambil, lihat apakah anak itu tidak bahagia
karena dia ingin minum lebih banyak. Jika anak minum hanya dengan dorongan dan tidak
ingin minum lebih banyak, ia tidak memiliki tanda "minum dengan bersemangat, haus."

▼ CUBIT KULIT DI BAGIAN ABDOMEN UNTUK MENGUKUR TURGOR KULIT

Temukan area di perut anak di tengah-tengah antara umbilicus dan sisi perut. Untuk
melakukan cubitan kulit, gunakan ibu jari dan jari pertama. Angkat dengan kuat semua
lapisan kulit dan jaringan di bawahnya. Jepit kulit selama satu detik lalu lepaskan. Saat Anda
melepaskan kulit, lihat apakah jepit kulitnya kembali:
1. Sangat lambat (lebih dari 2 detik)

54
2. Perlahan (kulit tetap terjaga bahkan untuk sesaat)
3. Segera

Jika kulit tetap bertahan bahkan untuk waktu yang singkat setelah Anda melepaskannya,
pastikan bahwa cubitan kulit kembali perlahan.

Diagnosis Kerja

Pasien diduga mengalami Disentri et causa Shigella spp dengan dehidrasi berat

Definisi

1. Diare adalah keluarnya feses yang lembek atau berair setidaknya 3 kali dalam 24 jam.

2. Diare dapat didefinisikan sebagai peningkatan fluiditas, frekuensi, dan volume keluaran
feses harian. Berat tinja harian biasanya meningkat di atas rata-rata normal 200 g karena
peningkatan air tinja di atas kadar normal 60% hingga 75%. Mungkin juga ada perubahan
padatan feses.
3. Disentri adalah diare berdarah, yaitu setiap episode diare di mana tinja yang longgar atau
berair mengandung darah merah yang terlihat. Disentri paling sering disebabkan oleh
spesies Shigella (disentri basiler) atau Entamoeba histolytica (disentri amuba).
4. Disentri adalah peradangan akut pada usus yang berhubungan dengan diare infeksius dari
berbagai etiologi, umumnya diperoleh dengan memakan makanan yang terkontaminasi
yang mengandung toxin, biologis yang berasal dari bakteri atau mikroorganisme lainnya.
disentri pada awalnya ditandai oleh feces berair kemudian oleh tinja berlendir berdarah.
ini sering dikaitkan dengan rasa sakit abdominal; demam; dan dehydration.

Etiologi
Penyebab tersering diare akut adalah infeksi gastrointestinal oleh virus, bakteri, dan
parasite. Infeksi menyebar melalui transmisi fecal-oral, contohnya melalui makanan dan air
yang terkontaminasi, atau kontak langsung dengan orang yang terinfeksi. Penyebab infeksi
yang paling mudah menular adalah rotavorus, norovirus, dan Shigella.

Etiologi dari disentri ada 2, yaitu :


1. Disentri basiler

Merupakan disentri yang disebabkan olehShigella,sp.Shigella adalah basil non motil,


gram negatif, family enterobacteriaceae.Genus ini memilikikemampuan menginvasi sel

55
epitel intestinal dan menyebabkan infeksi.Secara klinis disentri basiler mempunyai tanda-
tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.
2. Disentri amoeba

Merupakan disentri yang disebabkan Entamoeba hystolitica. E.histolyticamerupakan


protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar
manusia. Kondisi tertentu dapat mengubah E.hystolitica menjadi patogen dengan cara
membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan
ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak
dan bentuk kista.
Bentuk trofozoit bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati
apabila berada diluar tubuh manusia. Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit
komensal (berukuran< 10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit
komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien
mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Trofozoit patogen yang dapat
dijumpai di lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal)
dapat mengakibatkan gejala disentri.Trofozoit patogen sering menelan eritrosit
(haematophagous trophozoite). Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista
bertanggungjawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar
tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung.

Epidemiologi

Pada skala global, dari perkiraan 165 juta episode diare Shigella yang diperkirakan
terjadi setiap tahun, 99% terjadi di negara-negara berkembang, terutama pada anak-anak.
Pada tahun 1999, tinjauan sistematis melaporkan Shigella bertanggung jawab atas 1,1 juta
kematian per tahun, 61% di antaranya pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun,
berdasarkan prevalensi dalam kasus diare dan data yang terbatas pada tingkat fatalitas kasus
di antara anak-anak yang dirawat di rumah sakit. Pada 2013, perkiraan ini direvisi
menggunakan strategi pemodelan yang serupa, tetapi dengan data risiko kematian yang
diperbarui, menunjukkan antara 28.000 dan 48.000 kematian setiap tahun di antara anak-anak
di bawah 5 tahun karena Shigellosis. Pada 2016, analisis molekuler kuantitatif dari Global
Enteric Multicentre Study (GEMS) mengidentifikasi peningkatan beban Shigellosis dan
melaporkannya sebagai patogen utama di antara enam patogen penyebab utama yang
menyebabkan diare pada masa kanak-kanak. Data GEMS dan pertimbangan risiko tidak
langsung malnutrisi yang timbul sehubungan dengan episode diare dapat menyebabkan revisi
lebih lanjut dari estimasi kematian yang dikaitkan dengan Shigella.
Shigellosis terjadi terutama di negara-negara berkembang karena kepadatan penduduk
dan sanitasi yang buruk. Bayi, anak-anak yang tidak diberi ASI, anak-anak yang pulih dari
campak, anak-anak yang kekurangan gizi, dan orang dewasa yang berusia lebih dari 50 tahun
memiliki penyakit yang lebih parah dan risiko kematian yang lebih besar. Transmisi terjadi
melalu rute faecal-oral, kontak orang-ke-orang, lalat rumah tangga, air yang terinfeksi, dan
benda mati. Spesies Shigella dapat bertahan hidup dalam asam lambung, dan infeksi dapat
terjadi setelah paparan sedikitnya 10-100 organisme. Setelah terinfeksi, semua spesies
Shigella berkembang biak dan menyebabkan diare berdarah akut dengan menyerang epitel

56
kolon di mana sitokin pro-inflamasi dilepaskan, dan reaksi inflamasi selanjutnya (merekrut
sejumlah sel polimorfonuklear) menghancurkan sel-sel epitel yang melapisi mukosa usus,
memungkinkan untuk invasi langsung lebih lanjut oleh Shigella. Diare infeksi yang
dihasilkan berhubungan dengan kehilangan air dan elektrolit dan gambaran klinis dari kram
perut, demam, dan tinja berdarah / berlendir. Komplikasi lain akibat Shigellosis termasuk
sepsis, prolaps rektum, arthralgia, perforasi usus, megakolon toksik, ketidakseimbangan
elektrolit, kejang, dan reaksi leukaemoid

Faktor Resiko

1. Balita: infeksi disentri paling banyak terjadi pada anak-anak berusia di antara 2 hingga 4
tahun.
2. Tinggal di perumahan padat, sanitasi yang buruk dan keterbatasan air bersih.
3. Kontaminasi pada makanan dan minuman.
4. Mengikuti aktivitas kelompok: kontak yang dekat dengan orang lain memudahkan
penyebaran bakteri dari seseorang ke orang lain. Wabah Shigella lebih umum terjadi di
pusat penitipan anak, kolam rendam umum, panti jompo, penjara, dan barak militer.

Patogenesis dan Patofisiologi


a. Disentri Basiler

57
Shigella termasuk dalam family Enterobacteriacae, gram negatif berbentuk batang,
tidak bergerak, tidak berkapsul, dan lebih tahan asam dibanding enteropatogen lain.
Shigella mampu menginvasi permukaan sel epitel kolon, jarang menembus sampai
melewati mukosa, sehingga tidak ditemukan pada biakan darah walaupun ada gejala
hiperpireksia dan toksemia.
Setelah menginvasi enterosit kolon, terjadilah perubahan permukaanmikrovili dari
Brush border yang menyebabkan pembentukan vesikel padamembran
mukosa.Selanjutnya dapat menghancurkan vakuola fagositikintraselular, memasuki
sitoplasma untuk memperbanyak diri dan menginvasi sel yang berdekatan.Kemampuan
menginvasi sel epitel ini dihubungkan dengan adanya plasmid besar (120-140 Mdal).
Oleh karena plasmid yang besar inimampu mengenali bagian luar membran protein
seperti plasmid antigen invasions (Ipa).Sel epitel akan mati dan terjadi ulserasi serta
inflamasi mukosa. Daribagian yang mengalami inflamasi tersebut Shigella menghasilkan
eksotoksin yang berdasarkan cara kerja toksin dikelompokkan menjadi
neurotoksik,enterotoksik, dan sitotoksik. Toksin yang terbentuk inilah yang menimbulkan
berbagai gejala shigellosis, seperti demam, malaise, dan nyeri otot.
Shigella dysenteriae tipe 1 menghasilkan suatu sitotoksin protein poten yang dikenal
dengan toksin Shiga yang terdiri dari dua struktur sub unit, yaitu
1. Subunit fungsional. Pada sitoplasma subunit fungsional akan mengkatalisasi dan
menghidrolisis RNA 28S dari subunit 60S ribosom, sehingga menyebabkan hambatan
pada sintesis protein yang bersifat permanen sehingga mengakibatkan kematian sel.
2. Sub unit pengikat. Bagian sub unit pengikat merupakan suatu glikolipid Gb3
(globotriaosilseramid) yang berfungsi untuk mengikat reseptor seluler spesifik.
Pengikatan ini akan diikuti oleh pengaktifan mediator reseptorendositosis dari toksin
yang dihasilkan. Shiga toksin dapat menyebabkan terjadinya sindrom hemolitik
uremik dan trombotik trombositopenik purpura.
Kejadian tersebut sering dihubungkan dengan reaksi silang akibat infeksi serotype E.coli
yang juga dapat menghasilkan toksin yang mirip dengan toksin Shiga. Mekanisme dari
efek patogenisitas ini mungkin melibatkan suatu toksin pengikat sel endotel (binding
toxin endothelial cell), yang dapat menyebabkan mikroangiopati hemolisis dan lesi pada
glomerulus.

58
Patogenesis Shigella sp.

b. Disentri Amoeba

59
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat berubah
menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus.Akan
tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai saat ini belum diketahui secara
pasti.Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi) amoeba,
maupun lingkungannya mempunyai peran.
Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang
dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus.Bentuk ulkus amoeba
sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan
muskularis melebar (menggaung).Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus
menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal.Mukosa usus antara ulkus-ulkus
tampak normal.Ulkus dapat terjadi di semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan
frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid,
apendiks dan ileum terminalis.
· Carrier (Cyst Passer)
Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena
amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke dinding
usus.
· Disentri amoeba ringan
Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan.Penderita biasanya mengeluh
perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang.Dapat timbul diare
ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk.Kadang juga tinja bercampur
darah dan lendir.Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di
daerah epigastrium.Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya.Keadaan
umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan (subfebris).Kadang
dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.
· Disentri amoeba sedang
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan, tetapi
pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya disertai
lendir dan darah.Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai
hepatomegali yang nyeri ringan.
· Disentri amoeba berat
Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diare disertai
darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari.Demam tinggi (400C-40,50C) disertai
mual dan anemia.
· Disentri amoeba kronik
Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare diselingi
dengan periode normal atau tanpa gejala.Keadaan ini dapat berjalan berbulan-
bulan hingga bertahun-tahun.Pasien biasanya menunjukkan gejala
neurastenia.Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam
atau makanan yang sulit dicerna.

Tatalaksana
 Rehidrasi. Pada pasien dengan muntah cairan rehidrasi diberikan melalui intravena, pada
pasien yang tidak muntah dapat diberikan oralit

60
 Antibiotik. Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasiendiobati
dengan antibiotik. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi
diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan,antibiotika diganti dengan jenis yang
lain.

Pada disentri amoeba terpai yang diberikan adalah:

1. Asimtomatik atau carrier :Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga kali perhari selama
20 hari.
2. Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat kaliselama 5 hari.
3. Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mgtiga kali sehari
selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama5 hari, dan emetin 1
mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.
4. Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metonidazol 750 mgtiga kali sehari
selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram perhariselama 2 hari dilanjutkan 500 mg/hari
selama 4 minggu, dan emetin 1mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah:

1. Makanan dan air yang dikonsumsi harus berasal dari lingkungan yang sehat

Beberapa terapi non medikamentosa yang dapat diberikan (Departemen Kesehatan RI


Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman, 2000): a)

2. Diet tinggi kalori tinggi protein,biasanya pada penderita disentri mengalami malnutrisi
yang biasanya disebabkan adanya malabsorbsi karbohidrat, vitamin dan mineral.

61
Penderita disarankan untuk makan makanan dalam bentuk yang relatif lembek (dengan
tujuan mengurangi kerja usus).
3. Penggunaan air bersih untuk minum (air minum sebaiknya dimasak terlebih dahulu)
4. Mencuci tangan (sesudah buang air besar, sebelum menyiapkan makanan atau makan).
5. Membuang tinja secara benar.

Terapi yang dapat digunakan untuk dehidrasi adalah sebagai berikut:

62
Indikasi Rawat Inap
Anak dengan gizi buruk, bayi muda (<2 bulan), keracunan, letargis, perut kembung
dan nyeri tekan, kejang, risiko sepsis. Selebihnya dapat menjalani rawat jalan (Venita, 2014).

Komplikasi

63
Perforasi usus, megacolon toksik, kekurangan kalium, demam tinggi, prolapse rekti,
kejang, sindrom hemolitik-uremik, serta hiponatremi berkepanjangan (Venita, 2014).

Edukasi dan Pencegahan


c. Edukasi
Perilaku hidup bersih dan sehat:
1) Pemberian ASI eksklusif dengan benar
2) Menggunakan air bersih yang cukup
3) Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan
sebelum makan
4) Menggunakan jamban
Yang harus diperhatikan oleh setiap keluarga:

 Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh
anggota keluarga.
 Bersihkan jamban secara teratur.
 Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
5) Membuang Tinja Bayi dengan benar

Yang harus diperhatikan oleh keluarga:

 Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban


 Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah dijangkau olehnya.
 Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau di
kebun kemudian ditimbun.
 Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.

d. Pencegahan
1. Disentri basiler
Belum ada rekomendasi pemakaian vaksin untuk Shigella.Penularan disentri basiler dapat
dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan dan diri yang bersih seperti
membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan
jamban yang bersih.
2. Disentri amoeba

64
Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat kesehatan
merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air minum sebaiknya
dimasak dahulu karena kista akan binasa bila air dipanaskan 500C selama 5 menit.
Penting sekali adanya jamban keluarga, isolasi dan pengobatan carrier.Carrier dilarang
bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan
makanan.Sampai saat ini belum ada vaksin khusus untuk pencegahan. Pemberian
kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan mengunjungi daerah endemis tidak
dianjurkan.

Prognosis
Dubia ad Bonam bila dehidrasi dan infeksi teratasi.

SKDI

Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan


tuntas
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakittersebutsecaramandiridantuntas.
4A.  Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter (SKDI, 2012).

PEMERIKSAAN FISIK

65
66
Mekanisme Abnormalitas
 Penurunan jumlah cairan dalam tubuh  dehidrasi berat  letargi
 Dehidrasi berat  total cairan tubuh berkurang  penurunan volume darah  tekanan
darah menurun (hipotensi)
 Dehidrasi berat  penurunan volume plasma  CO berkurang  kompensasi jantung
untuk meningkatkan perfusi  denyut nadi meningkat namun lemah karena CO
sedikit
 Infeksi  reaksi inflamasi pada saluran pencernaan  pengeluaran mediator inflamasi 
sintesis prostaglandin  perubahan set point hipotalamus  suhu tubuh meningkat 
febris
 Dehidrasi berat mengakibatkan tubuh yang sebagian besar terdiri dari cairan akan
kehilangan bobotnya. Oleh sebab itu, kemungkinan besar berat badan pasien
mengalami penurunan karena terkena disentri. Namun, kemungkinan besar BB
pasien memang berada pada di bawah normal sebelum terjadi dehidrasi berat.
 Disentri  dehidrasi berat  penurunan cairan tubuh total  mekanisme kompensasi
untuk menjaga homeostasis  tidak ada air mata dan mukosa mulut kering

67
 Infeksi Shigella sp. invasi pada mukosa usus  kerusakan sel vili  usus tidak
mampu menyerap cairan elektrolit  proses pencernaan lebih cepat  motilitas usus
meningkat  bising usus meningkat
 Dehidrasi berat  tubuh kekurangan cairan  kulit kering  elastisitas kulit menurun 
kulit butuh waktu > 2 detik untuk kembali setelah dicubit (turgor kulit menurun)
 Sisa makanan dihidrolisis oleh bakteri  menghasilkan asam lemak rantai pendek, gas-
gas hidrogen, dll  kulit kemerahan di sekitar orifisium ani
 Dehidrasi berat  penurunan volume darah  tekanan darah rendah  sebagian besar
darah dialihkan ke organ vital  jaringan perifer kekurangan oksigen  metabolisme
menurun  ekstremitas dingin

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Hb 12.8g/dl 12-18 g/dl Normal
WBC 20.000/mm3 8.000-15.000/mm3 Meningkat
Differential count 0/1/2/83/20/4 Basofil: Basofil:
0-1 Normal
Eosinofil Eosinofil
0-3 Normal
Netrofil Batang Netrofil Batang
5-11 Menurun
Netrofil Segmen Netrofil Segmen
15-35 Meningkat
Limfosit Limfosit
45-76 Menurun
Monosit Monosit
3-6 Normal
Urine routine
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi
Makroskopik Yellowish color Dark to light yellow Normal
WBC - 0-5/HPF Normal
RBC - 0-5/HPF Normal
Protein - - Normal
Keton bodies + - Abnormal

68
Faeces routine
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Makroskopik water more than Blood (-) Diare with
waste material, blood Mucous (-) disentri
(+), mucous (+)

WBC 20/HPF - Terdapat infeksi


RBC Full 0-2/HPF Abnormal
Bacteria ++ + Normal
Entamoeba coli + +/- Abnormal untuk
anak berumur 13
bulan.
Fat + +/- Abnormal

Diff count :
0/1/2/83/20/4.
d) Perubahan struktur mukosa usus halus  pemendekan vili sehingga terdapat infiltrat sel
sel radang mononuklear di lamina propria.
e) Reaksi inflamasi  sekresi kemokin (IL-8 dan granulosit stimulating colony) 
neutrofil meningkat
f) Neutrofil merupakan sel yang paling banyak jumlahnya pada sel darah putih dan
berespon lebih cepat terhadap inflamasi dan sisi cedera jaringan daripada jenis sel darah
putih lainnya. Pada kasus ini dari hitung jenis, neutrofil meningkat menandakan infeksi
akut (karena diare yang dialami oleh Budi merupakan diare akut.)

Pemeriksaan Lab Urine dan Faeces


h. Ketone bodies (+)
Pada urin didapatkan badan keton, karena diduga absorbsi karbohidrat terganggu,
mengakibatkan glukosa yang ada dalam darah rendah, sehingga tubuh memetabolisme
lemak dengan proses lipolisis yang menghasilkan zat sisa yang lainnya yaitu badan
keton.
i. Blood (+)
Sitotoksin seperti yang dihasilkan oleh Shigella dysentriae mampu merusak saluran
cerna (mukosa colon) karena invasi irreversible subunit ribosom 60S sehingga dapat
merusak enterosit maupun mikrovaskular yang menyebabkan pendarahan.

69
j. Water more than waste material:
Infeksi Shigellaa spp  penularan melalui fecal oral (makanan yang terkontaminasi,
tidak mencuci tangan)  Shigellaa spp menginfeksi lapisan epithelium di usus halus
bakteri masuk dan mengeluarkan cytotoxin  absorbsi cairan dan makanan
terganggu cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna ↑ tekanan koloid
osmotic usus  hiperperistaltik dan cairan usus berlebih  absorbsi menurun, sekresi
meningkat  cairan lebih banyak dari ampas.
k. WBC:
Adanya peningkatan WBC menunjukkan bahwa adanya mekanisme pertahanan tubuh
terhadap infeksi yang terjadi di saluran cerna.
l. Mucous (+)
Mekanisme kompensasi dari saluran cerna mengeluarkan mucus sebanyak mungkin
untuk membawa pathogen infeksi untuk dikeluarkan dari tubuh.
m. Entamoeba coli (+)
Kemungkinan terjadi infeksi sekunder menyebabkan entamoeba coli jumlahnya terlalu
banyak sehingga keluar kedalam feses , karena walaupun entamoeba coli (flora normal)
dapat ditemukan di dalam feses, namun sangat jarang dan susah jika ditemukan
langsung dalam pemeriksaan feses pada anak berumur 13 bulan.
n. Fat (+)
Adanya lemak pada feses menunjukkan adanya malabsorbsi lemak karena adanya
kerusakan pada epithel colon. Insusifisiensi enzim pencernaan yang menyebabkan
adanya asam laktat dan asam lemak rantai pendek. Dimana asam lemak rantai pendek
akan keluar melalui feses karena belum sempat diabsorbsi. Namun lemak pada feses
masih termasuk normal.

KERANGKA KONSEP

70
KESIMPULAN
Budi menderita disentri et causa Shigella spp. dengan dehidrasi berat

71
DAFTAR PUSTAKA

Arvin, Kliegman Behrman. 2012. Nelson Ilmu Kesehatan Anak ed. 15, alih bahasa Indonesia,
A.Samik Wahab.Jakarta: EGC

Chris, Tanto, dll (editor). 2014. Kapita Selekta. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Media
Aesculapius.

Clifton, E. U., Douglas, A. L., & Jorge, R. M. (2016). Diarrhea and Dehydration [Internet]. In
Pediatric Education in Disasters Manual (p. 5). Retrieved from
https://www.aap.org/en-us/advocacy-and-policy/aap-health-initiatives/Children-and-
Disasters/Documents/MANUAL-06-internacional-2011.pdf#page=14

Dennis LK, Anthony SF, Stephen LH, Dan LL, Jameson JL, Joseph L. Harrison’s
Principles of Internal Medicine 19th Edition. 2015. Amerika: McGraw- Hill
Education.

Department of Child and Adolescent Health and Development. (2005). Handbook: IMCI The
integrated management of childhood illness. In World Health Organization.

Di Palma, J. A. (2012). CURRENT Diagnosis & Treatment Gastroenterology, Hepatology, &


Endoscopy. Gastroenterology. https://doi.org/10.1053/j.gastro.2012.03.023

Eroschenko, VP. 2016.Atlas Histologi diFiore Edisi 12. Jakarta: EGC


Guyton, A.C. dan Hall, J.E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-11. Jakarta: EGC.

72
Hannaman RA, Cross JT. 2009. Medstudy Internal Medicine Review Core
Curriculum 13th Edition.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: Penerbit IDAI.

Jones ACC, Farthing MJG. 2004. Management of infectious diarrhoea. Gut; 53:296-
305.

Kasper, D. L., Fauci, A. S., Hauser, S. L., Longo, D. L. 1., Jameson, J. L., & Loscalzo, J.
(2017). Harrison’s gastroenterology and hepatology. (3rd ed.). New York: McGraw-
Hill Education Medical.

Longo DL, Anthony SF. Harrison’s Gastroenterology and Hepatology 2nd Edition. Amerika:
McGraw-Hill Education.

Murray PR, Ken SR, Michael AP. 2016. Medical Microbiology 8th Ed. Philadelphia:
Elsevier.

Robbins and Cotran. 2008. Pathologic Basis of Disease. Edisi ke-8. USA: El Sevier.
Standar Kompetensi Dokter Indonesia. 2012. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.

Standar Kompetensi Dokter Indonesia. 2013. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.


Steele, RW. Clinical Handbook of Pediatric Infectious Disease 3rd Edition. 2007. New York:
Informa Healthcare.

Sudoyo Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Tjaniadi P, Lesmana M, Subekti D, et al. 2003. Antimicrobial Resistance of Bacterial


Pathogens Associated with Diarrheal Patiens in Indonesia. Am J Trop Med
Hyg; 68(6): 666-10.
Venita dan Muzal Kadim. 2014. Kapita Selekta Kedokteran (Disentri). Jakarta: Media Aesculapius.

WHO Indonesia dan Departemen Kesehatan RI. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak

di Rumah Sakit: Pedoman bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat

Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

World Health Organization. (2013). Pocket book of hospital care for children: guidelines for
the management of common childhood illnesses (2nd ed.). Retrieved from
http://www.who.int/iris/handle/10665/81170

73

Anda mungkin juga menyukai