Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ASKEB NEONATUS BAYI DAN BALITA

OLEH :

Fany Syamtia Gusti Rahmadani


Febriani Wulandari Selsa Yolanda. E
Nurhidayah Sri Intan P.S
Nuri Qonitah Rahmah Yoanda Rezky Aulia

Dosen :

Yosi Sefrina, SST, M.Keb


PRODI D3 KEBIDANAN BUKITTINGGI
POLTEKKES KEMENKES RI
PADANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
karunia dan rahmatnya saya bisa menyelesaikan makalah mengenai Diare, Obstipasi, Perdarahan
dan infeksi tali pusat, BBLR, Sindroma gangguan pernafasan, Kejang, Hipotermia dengan baik
walapun masih banyak kekurangan di dalamnya. Serta saya juga berterima kasih kepada Ibu
Yosi Sefrina, SST, M.Keb selaku dosen mata kuliah Askeb Neonatus Bayi dan Balita yang sudah
memberikan kepercayaan menyelesaikan tugas ini. Saya sangat berharap makalah ini akan
bermanfaat dalam rangka menambah pengetahuan juga wawasan kita. Saya pun menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
sudah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini bisa dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya yang sudah disusun ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri ataupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf jika terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan
makalah ini di saat yang akan datang.

Bukittinggi, 1 September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………….
DAFTAR ISI…………………………………………………..

BAB I.PENDAHULUAN………………………………..
Latar belakang……………………………………………
Tujuan penulisan……………………………………….

BAB II PEMBAHASAN………………………………….
1. Diare...............................................................
2. Obstipasi..................................................................................
3. Perdarahan dan infeksi tali pusat..........................................
4. BBLR.......................................................
5. Sindroma gangguan pernapasan................................................
6. Kejang.............................................................
7. Hiportemia...................................................
BAB III PENUTUP……………………………………….
KESIMPULAN……………………………………………...
SARAN…………………….,………………………………...

DAFTAR PUSTAKA………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hippocrates mendefenisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Di
bagian Ilmu Kesehatan Anak, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau
bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.
Obstipasi adalah kondisi dimana feses memiliki konsensitensi keras dan sulit dikeluarkan,
masalah ini umum ditemui pada anak-anak. BAB mungkin disertai dengan rasa sakit dan
menjadi lebih jarang dari biasa.
Pengertian tali pusat adalah perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai
akibat dari trauma ,pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukan
trombus normal.Tali pusatlah yang bertugas untuk menyalurkan darah, nutrisi dan oksigen yang
juga dibutuhkan oleh bayi.
BBLR ialah bayi baru lahir yang berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram. Istilah
BBLR sama dengan prematuritas.
Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas ( Respiratory
Distress Syndrome /RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada
neonatus.
Kejang adalah gejala yang timbul dari efek langsung atau tidak langsung dari penyakit
sistem saraf pusat (SSP) atau disfungsi otak.
Hipotermia adalah suatu penyakit yang diderita bayi yang memiliki suhu di bawah normal.
Seperti suhu orang dewasa, suhu bayi dapat berubah berdasarkan pada beberapa hal.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu diare
2. Apa itu obstipasi
3. Apa itu perdarahan dan infeksi tali pusat
4. Apa itu BBLR
5. Apa itu sindroma gangguaan pernapasan
6. Apa itu kejang
7. Apa itu hiportemia
BAB II
PEMBAHASAN

1. Diare

a. Defenisi

Hippocrates mendefenisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Di
bagian Ilmu Kesehatan Anak, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau
bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neotatus dinyatakan diare
bila frekuensi buang air besar telah lebih dai 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1
bulan bila frekuensinya lebih dari 3 kali.

b. Etiologi

Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu :


- Faktor infeksi : infeksi bakteri dan virus.

- Faktor malabsorbsi : malabsorbsi karbohidrat, lemak dan protein.

- Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

- Faktor psikologis : rasa takut dan cemas.

c. Patogenesis

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :


- Ganggsuan osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam ronggga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
- Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya akan
timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
- Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap


makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare
pula.

d. Patofisiologi

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi :


- Kehilangan air dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan
asam dan basa (asisosis metabolik, hipokalemia, dan sebagainya).

- Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran


bertambah.

- Hipoglikemia : gangguan sirkulasi darah.

e. Komplikasi

Sebagai akibat kehilangan cairan secara mendadak terjadi berbagai macam komplikasi
seperti :
- Dehidrasi

- Hipokalemia ( dengan gejala hipotoni otot, brarikardi)

- Hipoglikemia

- Intoleransi laktosa sekunder sebagai akibat defesiensi enzim laktase karena kerusakan
vili mukosa usus halus

- Kejag, terutama pada dehidrasi hipertonik


- Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah juga mengalami kelaparan.

f. Pengobatan

Dasar pengobatan diare adalah pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumat) dan pemberian
makanan. Obat-obatan sering tidak diperlukan antibiotik, saat ini lebih disarankan terutama
pemberian zat probiotik dan zink.

2. Obstipasi

a. Defesnisi

Obstipasi adalah kondisi dimana feses memiliki konsensitensi keras dan sulit dikeluarkan,
masalah ini umum ditemui pada anak-anak. BAB mungkin disertai dengan rasa sakit dan
menjadi lebih jarang dari biasa. Pada anak normal, kosistensi feses dan frekuensi BAB dapat
berbeda-beda. Bayi yang masih minum ASI mungkin mengalami BAB setiap selesai disusui atau
hanya sekali dalam 7-10 hari. Bayi yang disusui formula dan anak yang lebih besar mungkin
mengalami BAB setiap 2-3 hari.
Frekuensi BAB yang lebih jarang atau kosistensi feses yang sedikitlebih padat dari
biasanya tidak selalu harus ditangani sebagai konstipasi. Penanganan konstipasi hanya
diperlukan jika pola BAB menyebabkan masalah pada anak. Umumnya dengan nutrisi yang baik,
perbaikan kebiasaan BAB, dan penggunaan obat yang sesuai jika diperlukan, masalah ini dapat
ditangani.

b. Gejala dan tanda

- Sakit perut : BAB mungkin disertai rasa sakit

- Turun atau hilangnya nafsu makan

- Rewel

- Mual dan muntah

- Turunnya berat badan


- Noda feses di celana dalam anak

- Mengedan untuk mengeluarkan feses yang keras dapat menyebabkan robekan kecil
pada lapisan mukosa anus dan pendarahan.

- Konstipasi meningkatkan resiko infeksi saluran kemih.

c. Etiologi

Penyebab obstipasi yaitu :


- Kecendrungan alami gerakan usus yang lebih lambat

- Nutrisi yang buruk

- Beberapa obat dapat mengakibatkan konstipasi

- Kebiasaan BAB yang tidak baik

- Kurangnya asupan cairan

- Kurangnya aktivitas fisik

- Adanya kondisi anus yang menyebabkan nyeri

- Toilet training yang dipaksakan

d. Penanganan

Pada bayi usia di bawah 1 tahun, kemungkinan masalah organik yang mungin
menyebabkan konstipasi harus diteliti lebih cermat, terutama apabila konstipasi disertai gejala
seperti :
- Keluarnya feses pertama lebih dari 48 jam setelah lahir

- Kaliber feses yang kecil

- Gagal tumbuh

- Demam

- Diare yang disertai darah


- Muntah kehijauan

- Terabanya benjolan di perut.

Perlu dilakukan rujukan, karena kemungkinan bayi mengalami megacolon konginetal,


diare, pneumonia berulang ; selalu tampak kelelahan, tidak tahan cuaca dingin, denyut nadi
lambat, banyak BAK, banyak minum. Lebih dari 95% konstipasi pada anak di atas 1 tahun
adalah konstipasi fungsional.
Anak yang mengalami konstipasi harus dilatih untuk membangun kebiasaan BAB yang
baik, salah satu caranya adalah dengan membiasakan duduk di toilet secara teratur sekitar 5
menit setelah sarapan, bahkan jika anak tidak tidak merasa ingin BAB. Anak harus duduk selama
5 menit, bahkan jika anak telah menyelesaikan BAB sebelum 5 menit tersebut habis.
Anak juga harus belajar untuk tidak menahan keinginan BAB. Kadang anak mengalami
kekhawatiran jika harus menggunakan toilet di sekolah. Jika orang tua mencurigai masalah
tersebut, hendaknya orang tua membicarakan masalah tersebut dengan anak maupun pihak
sekolah.
Memperbanyak jumlah serat dalam makanan anak dapat mencegah konstipasi, beberapa
cara untuk memenuhi kebutuhan serat anak adalah
- Berikan minimal 2 sajian buah setiap hari

- Berikan minimal 3 sajian sayuran setiap hari

- Berikan sereal yang tinggi serat

- Berikan roti gandum sebagai ganti roti putih

- Banyak minum dapay mencegah konstipasi. Biasakan anak untuk minum setiap kali
makan, sekali diatara waktu makan dan sebelum tidur. Namun perlu diperhatikan
bahwa terlalu banyak mengonsumsi susu sapi dapat mengakibatkan konstipasi pada
sebagian anak.

3. Perdarahan Dan Infeksi Tali Pusat


Pengertian Perdarahan Tali Pusat

Pengertian tali pusat adalah perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai
akibat dari trauma ,pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukan
trombus normal.Tali pusatlah yang bertugas untuk menyalurkan darah, nutrisi dan oksigen yang
juga dibutuhkan oleh bayi. Setelah masa kehamilan berakhir.tali pusat adalah jaringanmengikat
yang berhubungan plasenta (ari-ari) dengan janin.tali pusat berbentuk seperti tali yang
memanjang saat berada dalam kandungan. Fungsi tali pusat adalah menjaga kelangsungan hidup
pertumbuhan janin didalam kandungan dengan mengalihkan oksigen dan nutrisi dari ke aliran
darah janin(Abata,2015).
Tali pusat meretang dari umbilicus (pusar)janinke permukaan plasenta dan mempunyai
panjang normal kurang lebih 50-55cm,dengan ketebalan sekitar 1-2cm.tali pusat di anggapap
ukuran pendek mempunyai danpak tidak baikbagi bayi. Jika tali pusat terlalu panjang,akan
berresiko terjadi lilitan tali pusat di sekitar leher ataupun bagian tubuh janin yang lainnya.
Sebaliknya ,tali pusat yang pendek akan menyulitkan ketika proses persalinan bersalin .
Didefenisikan tali pusat atau funiculus umbilicus adalah saluran kehidupan bagi janin
selama dalam kandungan. Tali pusat hanya berperan selama proses kehamilan,ketika bayi sudah
dilahirkan maka tali pusat sudah tidak di bituhkan lagi. Itu sebabnya, tindakan yang paling sering
di lakukan adalah memotong dan mengikat tali pusat hinga akhirnya beberapa hari setelah itu tali
pusat hingga beberapa hari setelah tali pusat akan mongering dan lepas sendirinya

Ciri umum tali pusat


Pada tali pusat terdapat funiculus umbilicalis yang terbentang dari permukaan fetal
plasenta sampai daerah imbilicus fetus dan berlanjut sebagian kulit fetus pada perbatasab
tersebut. Funiculus fetus dan berlanjutan sebagai kulit fetus pada perbatasan tersebut, funiculus
umbicalis secara normal berinsersi tali yang memanjang dari tengah plasenta sampai ke
umbilicus fetus dan mempunyai sekitar 40 puntira spiral
Tali pusat membungkus dua buah pembuluh darah yang sudah di ambil oksigennya dari
dalam tubuh janin, vena umbilikalis yang tunggalmembawah darah yang sudah di bersihkan
dariplasenta ke dalam janin. Diameter tali pusat 1-2,5 cm dengan rata-rata panjang 55cm, namun
memilik rentah panjang antara 30-100 cm. lipatan dan kelokan pembuluh- pembuluh darah,
membuatnya lebih panjang dari tali pusat, sering menimbulkan nodulasi pada peermukaan, atau
simpul palsu(varises). Matriks dari tali pusa terdiri dari jeli Wharton

Struktur Tali Pusat


tali pusat normalnya dari tiga bagian, dua arteri dan satu vena di kelilingi.Arteri dan vena
umbilicus terlindung dalam sumbu umbilicus. Sumbu tersebut di penuhi dengan bahan gelatinosa
yang yang di sebut merupakan perpanjangandari body stalk pada awal perkembangan embrionik
dan mempunyai panjang sekitar 60 cm pada term. Vena umbilikalis sebelah kanan biasanya
menghilang pada awal perkembangan janin, yang tertinggal hanya vena umbilikalis sebelah
kiri.Pada penampang setriap bagian tali pusat dekat dabian tengahnya terdapat saluran kecil dari
vesikel umbilikalis yang dilapisi oleh sel spitel kubis atau pipih
Pada bagian yang berbeda didekat umbilikasih,terdapat saluran lain yang merupakan sisa
dari alantoin. Bagian intra abdominal vesikel umbilikasih yang memanjang dsari umbilikalis
sampai usus biasanya atrofi dan menghilang, namun kadang tetap paten dan membentuk di
vertikulum meckel. Kelainan vascular yang biasa diketemukan pada tali pusat manusia adalah
tidak adanya satu rteri umbilikalis

Fungsi Tali Pusat


Tali pusat selain sebuah tali yang memanjang,ada dua fungsi yang sangat berperangpenting
bagi kehidupan janin selama dalam kndungan yaitu pertama sebagai saluran yang
menghubungakan antara plasent dan bagian tubuh janin sehingga janin mendapatkan asupan
oksigen, makanan dan antibodi dari ibu yang sebelumnya di terimah terlebih dahulu oleh
plasenta melalui vena umbilicalis. Dengan demikian janin dapat asupan yang cukup untuk
tumbuk kembang di dalam rahim. Kedua, sebagian saluran pertukaran bahan sisa seperti urea
dan gas karbon dioksida yang
akan meresap keluar melalui pembuluh darah arteri umbilicalis

Pemotongan Tali Pusat


Menurut standart asuhan persalinan normal (APN) pada saat segera bayi lahir akan di
lakukan pemotongan tali pusat, sesuai JNPKR,Depkes RI, 2008, bahwa segera bayi lahir harus di
keringkan dan membungkus kepala serta badan kecuali tali pusat. Menjempit tali pusat harus
mengunakan klem disinfeksi tingat tinggi atau steril dengan jarak kirs-kirs 3 cm dari umbilicus
bayi. Setelah jepitan pertama dilakukan pengurutan tali pusat bayi kearah ibu dengan memasang
klem kedua dengan jarak 2cm dari klem pertama.Gunakan tangan kiri diantara selah jari tengah
tali pusat di potong diantara kedua klem (Depkes R, 2010).
Sisah potongan tali pusat pada bayi inilah yang harus di rawat, karena juka tidak di rawat
maka dapat menyebabkan terjadinya infeksi.pengenalan dan pengobatan secara dini infeksi tali
pusat sangat penting unruk mencegah sepsis.Tali pusat yang terinfeksiumumnya merah dan
bengkak mengeluarkan nanah, atau berbau. Jika pembengkakan terbatas pada daerah<1cm di
sekitar pangkal tali pusat,obati sebagai infeksi tali pusat liokal atau terbatas. Bila di sekitar tali
pusat merah dan mengeras atau bayi mengalami distensi abdomen, maka hal ini itu menandakan
infeksi tali pusat berat atau meluas (Meliya & Karyuni, 2012).

Fisiologis lepasnya tali pusat


Pada saat tali pusat terpotong maka suplai darah dari ibu terhenti. Tali pusat yang masih
menempel pada pusat bayi lama kelamaan akan kering dan terlepas. Pengeringan dan pemisahan
tali pusat sangat dipengaruhi oleh jelly Wharton atau aliran udarah yang mengenainnya jaringan
pada sisa tali pusat dapat di jadikan tempat koloni oleh bakteri terutama jika dibiarkan lembab
dan kotor (saatrawinata 2013).
Sisa potongan tali pusat inilah yang menjadi sebab utama terjadinya infeksi pada bayi baru
lahir.Kondisi ini dapat di cegah dengan membiarkan tali pusat kering dan bersih.Tali pusat di
jadikan tempat koloni bakteri

yang berasal dari lingkunga sekitar.Penyakit tetanus ini di derita oleh bayi baruh lahir di
sebabkan basil clostridium tetani yang dapat mengeluarkan toksin yang dapat menghancurkan sel
darah merah, merusak leukosit dan merupakan “tetanospsmin yang bersifat neurotropikl yang
menyebabkan ketegangan dan spasme otot (Jitowijoyo& Kristiyanasari, 2010).

Penyebab perdarahan tali pusat


Perdarahan tali pusat dapat terjani karena robekan pusar,robekan pembuluh darah,setelah
plasenta previa, dan abrupsio plasenta.
1. Robekan umbilikus normal
Yaitu adanya trauma atau lilitan tali pusat imbilikus
pendek, sehingga menyebabkan pelaksanaan tarikan yang brlebihan pada sat persalinn.
Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya dinding umbilikus atau
plasenta.
2. Robekan umbilikus normal
Yaitu hematoma pada umbilikus yang kemudian hematoma
tersebut pecah,namun perdarahan yang terjadi masuk kembali kedalam plasenta. Hal ini
sangat berbahya bagi karna dapat menimbilkan kematian pada bayi. Varises juga dapat
menyebabkan perdarahan kapan varises tersebut pecah.
3. Perdarahan akibat plasenta previa
Perdarahan akibat plasenta previa cenderung menyebabkan anemia, sedangkan pada kasus
abrupsio plasenta lebih sering mengakibatkan kematian intra uteri karena dapat terjadi anoreksia.
Lakukan pengamatan plasenta dengan teliti untuk mnentukan adanya perdarahan pada bayi baru
lahir dan lakukan pemeriksaan hemoglobin seara berkala pada bayi baru lahir dengan kelainan
plasent.( Nani Lia Dewi, 2011)

Pencegahan perdarahan tali pusat


Untuk mencegah agar tidak terjadi perdarahan pada tali pusat kita dapat melakukan :
a. Untuk pendarahan akibat ikatan longgar, dapat di kencakan kembali pada pengikat tali
pusat. Jika pendarahan tidak berhenti setelah 15-2 menit harus segerah di lakukan beberapa
jahitan pada luka bekas pemotongan tersebut.
b. Untuk pendarahan akibat robekan umbilicus harus segerah di jahit. Kemudian segerah
lakukan rujukan untuk mengetahui apakah ada kelainan lain seperti anatomi pembuluh darah.
c. Pendarahan akibat abropsio plasenta, plasenta previa dan kelainannya, bidan harus
segerah merujuk.
d. Melakukan perawatan tali pusat.

Lama pelepasan tali pusat


Tali pusat umumnya berwarna kebiru-biruan dan panjang sekitar 2,5- 5cn segerah setelah
potong. Penjepit tali pusat di gunakan untuk menghentikan pendarahan.Penjempit tali pusat ini
dibuang ketika tali pusat sudah kering, biasanya sebelumke luar dari rumah sakit atau dalam
waktu dua puluh empat jam hingga empat puluh delapan jam setelah lahiran. Sisah tali pusat
yang menempel di perut bayi (umbilical stump), akan mongering dan biasanya akan terlepas
sendiri dalan satu minggu setelah lahir dan luka kan sembuh dalam 15 hari (Meiliua& Karyuni
2013).
Tali pusat sebaiknya dibiarkan lepas dengan sendirinya.Jangan memegang atau bahkan
menariknya.Bila tali pusat.Bila tali pusat belum juga puput setelah 4 minggu bisa menyebabkan
tetanus neonatorus.Untuk untuk mencegah terjadinya infeksi tetanus selain menjaga prisip
pencegahan infeksi, ibu juga harus mendapatkan suntik TT selama hamil (wahyono, 2013).
Bayi yang eiliki tanda-tanda infeksi, sepertinya: pangkal talo pusat dan daeserah sekitarnya
berwarnah merah, keluar cairan yang berbau,ada darah yang keluar terus menerus, bayi demam
tanpa sebsb yang jelas maka kondisi tersebut menandakan munculnya penyulit pada neonatus di
sebakan olehtali pusat (Hidayat, 2013).

Tujuan perawatan tali pusat


Tujuan dari perawatan tali pusat dari perawatan tali pusat menurut sodikin(2010), ada
empat yaitu:
a. pencegahan terjadinya infeksi
b. mempercepatan proses pengeringan tali pusat
c. mempercepat terlepasnya tali pusat
d. mencegah terjadinya tetanus pada bayi baru lahir.
Faktor Resiko
Faktor-faktor yang mempengaruh timbulnya perdarahan tali pusat antara lain ibu yang
selama kehamilan memakan obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K. Vitamin K
yang kurang oleh bakteri usus (pemakaian antibiotik, khususnya pada bayi kurang
bulan ),gangguan fungsi hati (kolestasis),tingkat asupan vitamin K dapat terjadi pada bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif, karena ASI memiliki kandungan vitamin K yang rendah yaitu <20
ug\L bila dibandingkan dengan susu sapi yang memiliki kandungan vitamin K 3 kali lipat lebih
banak (60 ug \L). Selain itu asupan vitamin K yang kurang juga disebsbkan sindrom.( Djoko,
2011).
Menurut wawan (2012) pelepasan tali pusat pada bayi di pengaruhi oleh beberapa,faktor
antara lain sebagai berikut:
a. Timbulnya infeksi tali pusat
Hal ini sebabkan karana tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi syaratkebersihan,
misalnya pemotongan tali pusat dengan babu atau gunting yang tidak steril, atau setelah di
potong tali pusat dibubuhi abu, tanah, minyak, daun-daunan,opi dan sebagainya.
b. Kelembaban tali pusat
Tali pusat juga tidak boleh di tutup rapat dengan apa pun,karena akan membuatnya
menjadi lembab. Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga menimbulan risiko infeksi.
c. Kondisi sanitasi lingkungan
Daerah sekitar neonatus, spora C. tetani yang masuk melalui lika talipusat, karena tindakan
atau perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan.
d. Cara perawatan tali pusat
Perawatan tali pusat sangat berperan penting terhadap lepasnya tali pusat.Hal ini karena tali
pusat terjaga kebersihannya sehiungga dapat mengurangi angka kejadian infeksi akibat tali
pusat.Perawatan tali pusat dapat di lakukan baik secara tradisional maupun dengan cara
modern,namunperawatan tali pusat dengan cara modern sekarang lebih sering di lakukan karena
mudah dan nyaman bagi bayi. Perawatan tali pusat pada bayi baru lahir dapat menggunakan
kassa steril.Penggunaan kassa steril pada perawatan tali pusat dengan tuuan agar tali pusat tetap
kering dan bersih sehingga dapat mengurangi kejadian infeksi pada tali pusat.

Hal-hal yang peril di perhatikan dalam perawatan tali pusat menurut sodikin:
Jangan menggunakan plester dalam membalut tali pusat bayi karena dapat menyebabkan
iritasi sekitar daera tali pusat.daera tali pusat dan sekitarnya harus selalu dalam keadaan kering
dan bersih,jangan mengoleskan bahan atay ramuan apapun ke punting tali pusat. bila terdapat
tanda-tanda infeksi pada tali pusat,seperti kemerahan atau mengeluarkan nanah atau darah dan
berbau segera hubungi petugas kesehatan.

Hal-hal yang akan terjadi jika perawatan tali pusat kurang baik menurut sodikin (2012).
Bidan tali pusat tidak steril akan mengakibatkan beberapa gangguan kesehatan pada
bayi,diantaranyatetanus neonatorum dan omfalitis.untuk mencegah hal tersebut ibu di tekankan
untuk mengetahui tanda dan gejala adanya infeksi tali pusat bayi meraka yang dapat disebabkan
karena spora clostridium tetani dan bakteri stapilokokus,streptokokus,atau bakteri gram negatif
Tanda dan gejala infeksi tali pusat pada bayi yaitu bayi tiba-tiba panas dan tidak mau
menetek atau tidak dapat menyusui karena trismus (sebelimnya bayi menyusu seperti
biasa),adanya mulut yang mencucu seperti mulut ikan (karpermond), muda dan sering kejang
disertai sionosis,suhu meningkat,kuduk kaku,sampai opistotonus.
4. Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR)

a. Definisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)


BBLR ialah bayi baru lahir yang berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram. Istilah
BBLR sama dengan prematuritas. Namun, BBLR tidak hanya terjadi pada bayi prematur, juga
bayi yang cukup bulan dengan BB < 2.500 gram
b. Epidemiologi
Hasil Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa persentase balita (0-59 bulan) dengan
BBLR sebesar 10,2%.
c. Klasifikasi BBLR
 BBLR : Berat Badan Bayi Rendah (<2500gr)
 BBLR : Berat Badan Bayi Sangat Rendah (< 1500 gr)
 BBLSR : Berat Badan Bayi Ekstrim Rendah (<1000 gr) d. Etiologi BBLR
d. Etiologi BBLR
 Faktor ibu
 < Gizi saat hamil
 Usia < 20 th/> 35 th
 Penyakit menahun ibu (hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah) ·
 Faktor Kehamilan
 Hamil dengan hidramnion
 Hamil ganda
 Perdarahan antepartum
 Komplikasi hamil: PE/E, KPD
 Faktor Janin
o Cacat bawaan
o Infeksi dalam rahim
e. Manifestasi Klinis
 BB: < 2.500 gram
 PB: < 45 cm ·
 Lingkar Dada: < 30 cm ·
 Lingkar Kepala: < 33 cm ·
 UK: < 37 Minggu ·
 Kepala relatif lebih besar ·
 Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak pada kulit kurang
 Otot hipotonik lemah
 Apnea
 Pernapasan: 45- 50 kali permenit
 Frekuensi nadi: 100 – 140 kali permenit
f. Tatalaksana
Pengaturan Suhu Tubuh BBLR
 Cepat kehilangan panas adalah hipotermi oleh karena pusat pengaturan panas tubuh
belum berfungsi optimal, metabolism rendah, dan permukaan tubuh relatif luas.
 Pencegahan infeksi
 Intake nutrisi
g. Masalah untuk BBLR
1. Aspirasi Mekonium adalah kolaps paru/pneumotoraks
2. Jumlah Hb tinggi adalahsering diikuti ikterus
3. Hipoglisemia
4. Keadaan lain yang dpt terjadi sepertit: asfiksia sedang sampai berat, perdarahan, demam
tinggi, cacat bawaan.

5. Sindroma Gangguan Pernafasan


a. Pengertian Sindrom Gangguan Pernapasan
Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas ( Respiratory
Distress Syndrome /RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada
neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru (Whalley dan Wong, 1995). Gangguan ini biasanya juga
dikenal dengan nama Hyaline membranedisease (HMD) atau penyakit membran hialin,
karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli. Sindrom
gangguan pernapasan adalah kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan
frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali/menit, sianosis, rintihan pada ekspirasi dan kelainan
otot-otot pernapasan pada inspirasi. RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens
berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia
kehamilan ibu, semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia
kehamilan, semakin rendah pula kejadian RDS atau sindrome gangguan napas.
b. Penyebab Sindrome Gangguan Pernapasan
Sindrom gangguan pernapasan dapat disebabkan karena :

 Obstruksi saluran pernapasan bagian atas (atresia esofagus, atresia koana bilateral)
 Kelainan parenkim paru (penyakit membran hialin,
 Perdarahan paru-paru)
 Kelainan di luar paru (pneumotoraks, hernia diafragmatika)

c. Tanda dan Gejala Sindrom Gangguan Pernapasan

Tanda dan gejala sindrom gangguan pernapasan sering disertai riwayat asfeksia pada
waktu lahir atau gawat janin pada
akhir kehamilan. Adapun tanda dan gejalanya adalah :
 Timbul setelah 6- 8 jam setelah lahir
 Pernapasan cepat/hiperapnea atau dispnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari
60 kali/menit
 Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspire asi
 Sianosis
 Grunting (terdengar seperti suara rintihan) pada saat ekspirasi
 Takikardia yaitu nadi 170 kali/menit
d. Klasifikasi Sindrom Gangguan Pernapasan
Sindrom gangguan pernapasan terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Gangguan napas berat
Dikatakan gangguan napas berat bila : Frekuensi napas dari 60 kali/menit dengan sianosis
sentral dan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi.
2. Gangguan napas sedang
Dikatakan gangguan napas sedang apabila : Pemeriksaan dengan tarikan dinding dada
atau merintih saat ekspirasi tetapi tanpa sianosis sentral.
3. Gangguan napas ringan
Dikatakan gangguan napas ringan apabila : Frekuensi napas 60- 90 kali/menit tanda tarikan
dinding tanpa merintih saat ekspirasi atau sianosis sentral

e. Penatalaksanaan pada Sindrome Ganguan Pernapasan


Bidan sebagai tenaga medis di lini terdepan diharapkan peka terhadap pertolongan
persalinan sehingga dapat mencapai well born baby dan well health mother. Oleh karena itu
bekal utama sebagai Bidan adalah :
 Melakukan pengawasan selama hamil
 Melakukan pertolongan hamil resiko rendah dengan memsnfaatkan partograf WHO
 Melakukan perawatan Ibu dan janin baru lahir

Berdasarkan kriteria nilai APGAR maka bidan dapat melakukan penilaian untuk
mengambil tindakan yang tepat diantaranya melakukan rujukan medik sehingga keselamatan
bayi dapat ditingkatkan.
Penatalaksanaan RDS atau Sindrom gangguan napas adalah sebagai berikut :
 Bersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap lendir dan kasa steril
 Pertahankan suhu tubuh bayi dengan membungkus bayi dengan kaki hangat
 Atur posisi bayi dengan kepala ekstensi agar bayi dapat bernafas dengan leluasa
 Apabila terjadi apnue lakukan nafas buatan dari mulut ke mulut
 Longgarkan pakaian bayi
 Beri penjelasan pada keluarga bahwa bayi harus dirujuk ke rumah sakit
 Bayi rujuk segera ke rumah sakit
Penatalaksanaan medik maka tindakan yang perlu dilakukan adalah sebagsai berikut :
 Memberikan lingkungan yang optimal
 Pemberian oksigen, tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis menghilang
 Pemberian cairan dan elektrolit (glukosa 5% atau 10%) disesuaikan dengan berat badan
(60-125 ml/kgBB/hari) sangat diperlukan untuk mempertahankan homeostatis dan
menghindarkan dehidrasi
 Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
 Pemberian surfaktan oksigen

f. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam
terjadi RDS, ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut disebabkan oleh kekurangan
atau tidak adanya surfaktan. Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu menahan sisa udara
fungsional /kapasitas residu funsional (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga
menyebabkan ekspansi yang merata dan menjaga ekspansi paru pada tekanan intraalveolar
yang rendah.
Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan ketidakseimbangan
inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi. RDS atau sindrom gangguan pernapasan
adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48
jam) dan jika tidak ada komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam. Proses perbaikan ini,
terutama dikaitkan dengan meningkatkan produksi dan ketersediaan materi surfaktan.

g. Cara Mencegah Terjadinya Sindrom Gangguan Pernapasan


Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini adalah pertumbuhan paru yang belum
sempurna. Karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah
kelahiran bayi yang maturitas parunya belu sempurna. Maturasi paru dapat dikatakan
sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik (Gluck, 1971)
memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghitung
perbandingan antara lesitin dan sfigomielin dalam cairan amnion.
Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari dua, bayi yangakan lahir tidak
akan menderita penyakit membrane hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang dari tiga
berati paru - paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit membrane hialin. Pemberian
kortikosteroid dianggap dapat merangsang terbentuknya surfaktan pada janin. Cara yang
paling efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah prematuritas. Untuk mencegah
sindrom gangguan pernapasan juga dapat dilakukan dengan segera mela
kukan resusitasi pada bayi baru lahir, apabila bayi :
 Tidak bernapas sama sekali/bernapas dengan mengap-mengap
 Bernapas kurang dari 20 kali/menit

6. Kejang

 Pengertian Kejang

Kejang adalah gejala yang timbul dari efek langsung atau tidak langsung dari penyakit
sistem saraf pusat (SSP) atau disfungsi otak. Disfungsi otak tersebut dapat disertai dengan
motorik, sensorik dan gangguan otonom tergantung pada daerah otak yang terlibat baik organ itu
sendiri atau penyebaran ke organ yang lain.

 Gejala Kejang

Gejala kejang tergantung dari bagian otak yang terkena dan jenis kejang nya. Namun yang
paling sering adalah kejang jenis tonik klonik, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau kaku
diikuti tahap klonik. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau
klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura.

 Penyebab dan Faktor Risiko Kejang


Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam,
hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, dan
overdosis obat.

 Diagnosis Kejang

Selain dari gejala, diagnosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan EEG


(Elektroensefalogram) dan pemeriksaan darah terutama elektrolit, kemudian jika terdapat masa
atau kecurigaan infeksi dapat dilakukan pemeriksaan MRI baik dengan kontras ataupun non-
kontras dan pemeriksaan cairan serebrospinal.

 Pencegahan Kejang

Cara pencegahan kejang secara spesifik tergantung pada pencetusnya masing-masing.


Namun umumnya pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari cahaya yang berkedip-kedip,
stress yang berlebihan ataupun kelelahan fisik.

 Penanganan Kejang

Penangangan bisa diberikan dengan obat anti epilepsi (AED) terapi dengan empat tujuan,
yaitu: menghilangkan kejang atau mengurangi frekuensi mereka ke tingkat maksimum yang
mungkin, menghindari efek samping yang berhubungan dengan pengobatan jangka panjang, dan
membantu pasien dalam mempertahankan atau memulihkan kegiatan psikososial mereka, serta
dalam menjaga kestabilan kehidupan sehari-hari mereka.

 Kapan Harus ke Dokter?

Jika terdapat gejala seperti atau dicurigai sebagai kejang, segeralah periksakan diri ke
dokter. Penanganan yang tepat dapat meminimalisir akibat sehingga pengobatan bisa lebih cepat
dilakukan. Pilih dokter di rumah sakit yang tepat sesuai dengan kebutuhan kamu.
7. Hipotermia
Hipotermia adalah suatu penyakit yang diderita bayi yang memiliki suhu di bawah normal.
Seperti suhu orang dewasa, suhu bayi dapat berubah berdasarkan pada beberapa hal.
Banyak penyakit memiliki gejala hipotermia di antaranya infeksi berat seperti sepsis
neonatorum, radang selaput otak, radang paru, hipoglikemi, dan lain-lain. Hipotermia merupakan
hal berbahaya yang perlu penanganan segera. Oleh karena itu, pengenalan kondisi hipotermia
secara dini dan segera melakukan tindakan yang memadai sangatlah penting.
Cara pengukuran suhu yang akurat adalah dengan termometer (digital atau air raksa) yang
diletakkan di ketiak. Pengukuran suhu dengan termometer yang dilekatkan di dahi atau
dimasukkan di lubang telinga tidak dianjurkan karena tidak akurat. Sedangkan pengukuran suhu
dengan memasukkan termometer ke dalam lubang anus juga tidak dianjurkan karena dapat
mencederai anus. Apabila tidak tersedia termometer, perabaan dapat digunakan untuk
menentukan suhu tubuh bayi. Tempat perabaan untuk mengidentifikasi hipotermia adalah di
tubuh bayi (ketiak/perut bayi), dan ekstremitas (tangan dan kaki). Namun cara perabaan ini
kurang akurat, karena tidak dapat mengetahui suhu tubuh secara pasti.
Suhu normal bayi adalah antara 36,5-37,5°C. Hipotermia dibagi menjadi tiga jenis yaitu
stres dingin, hipotermia sedang, dan hipotermia berat. Batasan stres dingin suhu antara 35,5-
36,4°C, hipotermia sedang suhu antara 32-35,4°C, dan hipotermia berat apabila suhu kurang dari
32°C. Bila tubuh dan ekstremitas hangat maka interpretasinya adalah normal. Bila tubuh teraba
hangat tapi ekstremitas teraba dingin maka berarti bayi mengalami stres dingin. Sedangkan bila
tubuh dan ekstremitas teraba dingin berarti bayi mengalami hipotermia. Pada perabaan tidak
dapat ditentukan gradasi hipotermia.
Pada bayi yang mengalami stres dingin perlu dicari penyebabnya apakah popok yang
basah, suhu pendingin ruangan yang terlalu rendah, tubuh bayi basah, setelah mandi yang tidak
segera dikeringkan atau ada hal lain. Bila diketahui hal-hal ini maka segera atasi penyebabnya
tersebut. Untuk menghangatkan bayi dilakukan kontak kulit ke kulit antara bayi dan ibu sambil
disusui, dan ukur ulang suhu bayi setiap jam sampai suhunya normal. Bila suhunya tetap tidak
naik atau malah turun maka segera bawa ke dokter.
Bayi dengan suhu kurang dari 35,5°C mengalami kondisi berat yang harus segera
mendapat penanganan dokter. Tindakan yang dapat dilakukan oleh ibu sebelum dan selama
dalam perjalanan ke fasilitas kesehatan adalah terus memberikan air susu ibu (ASI) dan menjaga
kehangatan. Tetap memberikan ASI penting untuk mencegah agar kadar gula darah tidak turun.
Apabila bayi masih mampu menyusu, bayi disusui langsung ke payudara ibu. Namun, bila bayi
tidak mampu menyusu tapi masih mampu menelan, berikan ASI yang diperah dengan sendok
atau cangkir. Menjaga bayi dalam keadaan hangat dilakukan dengan kontak kulit ke kulit, yaitu
melekatkan bayi di dada ibu sehingga kulit bayi menempel langsung pada kulit ibu, dan ibu dan
bayi berada dalam satu pakaian. Kepala bayi ditutup dengan topi.
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mencegah hipotermia adalah menutup kepala bayi
dengan topi, pakaian yang kering, diselimuti, ruangan hangat (suhu kamar tidak kurang dari
25°C), bayi selalu dalam keadaan kering, tidak menempatkan bayi di arah hembusan angin dari
jendela/pintu/pendingin ruangan. Sebelum memandikan bayi perlu disiapkan baju, handuk, dan
air hangat. Setelah dimandikan, bayi segera dikeringkan dengan handuk dan dipakaikan baju.
Seperti perbedaan saat pagi dan sore hari, aktivitas, dan bahkan kondisi Si Kecil saat
sedang diukur suhunya. Secara umum, suhu anak harus berada di antara 36,5 derajat Celsius dan
37,5 derajat Celsius ketika diukur dengan termometer oral.
Ketika diambil dengan termometer yang dimasukkan ke pantat bayi, suhu bayi harus
sekitar 37,6 derajat Celsius.
Mengukur suhu bayi dengan menyimpan termometer di bawah lengan mereka (aksila),
adalah metode lain yang umum digunakan yang lebih mudah, tetapi masih kurang akurat. Suhu
aksila biasanya setidaknya satu derajat lebih rendah dari suhu dari pantat.
Jika suhu bayi turun di bawah 36,5 derajat Celsius akan menjadi tanda hipotermia pada
bayi. Suhu tubuh yang rendah pada bayi bisa berbahaya, dan, meskipun jarang, dapat
menyebabkan kematian.
Dr. Rosary, Sp. A, Dokter Spesialis Anak dari Rumah Sakit Pondok Indah - Pondok Indah
menjelaskan tanda–tanda terjadinya hipotermia pada bayi.
"Tanda-tanda yang dapat ditemukan ketika bayi mengalami hiportemia yaitu teraba dingin,
terlihat pucat atau kebiruan pada bibir dan ujung jari, tampak lemas atau banyak tidur, tangis
merintih, dan malas menyusu," jelasnya.
Dr. Rosary juga menjelaskan bahwa, bayi baru lahir, terutama bayi prematur dan bayi
dengan berat badan lahir rendah, rentan mengalami hipotermia. Ada beberapa mekanisme bayi
dapat kehilangan suhu panas, yaitu melalui:
 Radiasi, yaitu kulit telanjang bayi langsung terpapar dingin dengan lingkungan
 Evaporasi, yaitu misalnya pada bayi yang basah
 Konduksi, yaitu saat bayi diletakkan di permukaan objek yang dingin
 Konveksi, yaitu saat udara dingin membawa panas dari bayi, misalnya saat bayi
dekat jendela terbuka atau AC/kipas angin
James F. Peggs, MD, profesor kedokteran keluarga di University of Michigan mengatakan,
ada hal lain yang bisa menyebabkan bayi berisiko hipotermia. “Bayi, terutama yang tertidur di
kamar dingin, juga berisiko,” katanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hippocrates mendefenisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Di
bagian Ilmu Kesehatan Anak, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau
bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neotatus dinyatakan diare
bila frekuensi buang air besar telah lebih dai 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1
bulan bila frekuensinya lebih dari 3 kali.
Obstipasi adalah kondisi dimana feses memiliki konsensitensi keras dan sulit dikeluarkan,
masalah ini umum ditemui pada anak-anak. BAB mungkin disertai dengan rasa sakit dan
menjadi lebih jarang dari biasa.
Pengertian tali pusat adalah perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai
akibat dari trauma ,pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukan
trombus normal.Tali pusatlah yang bertugas untuk menyalurkan darah, nutrisi dan oksigen yang
juga dibutuhkan oleh bayi.
BBLR ialah bayi baru lahir yang berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram. Istilah
BBLR sama dengan prematuritas.
Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas ( Respiratory
Distress Syndrome /RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada
neonatus.
Kejang adalah gejala yang timbul dari efek langsung atau tidak langsung dari penyakit
sistem saraf pusat (SSP) atau disfungsi otak.
Hipotermia adalah suatu penyakit yang diderita bayi yang memiliki suhu di bawah normal.
Seperti suhu orang dewasa, suhu bayi dapat berubah berdasarkan pada beberapa hal.

B. Saran
Jika dalam penulisan makalah ini terdapat kekuarangan dan kesalahan, saya mohon maaf.
Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar saya dapat
membuat makalah yang lebih baik di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Rukiyah, AI Yeyeh. Lia Yulianti.2010. Asuhan Neotatus Bayi dan Anak Balita. Trans Info
Media:Jakara.

Anda mungkin juga menyukai