OLEH :
Dosen :
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
karunia dan rahmatnya saya bisa menyelesaikan makalah mengenai Diare, Obstipasi, Perdarahan
dan infeksi tali pusat, BBLR, Sindroma gangguan pernafasan, Kejang, Hipotermia dengan baik
walapun masih banyak kekurangan di dalamnya. Serta saya juga berterima kasih kepada Ibu
Yosi Sefrina, SST, M.Keb selaku dosen mata kuliah Askeb Neonatus Bayi dan Balita yang sudah
memberikan kepercayaan menyelesaikan tugas ini. Saya sangat berharap makalah ini akan
bermanfaat dalam rangka menambah pengetahuan juga wawasan kita. Saya pun menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
sudah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini bisa dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya yang sudah disusun ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri ataupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf jika terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan
makalah ini di saat yang akan datang.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………….
DAFTAR ISI…………………………………………………..
BAB I.PENDAHULUAN………………………………..
Latar belakang……………………………………………
Tujuan penulisan……………………………………….
BAB II PEMBAHASAN………………………………….
1. Diare...............................................................
2. Obstipasi..................................................................................
3. Perdarahan dan infeksi tali pusat..........................................
4. BBLR.......................................................
5. Sindroma gangguan pernapasan................................................
6. Kejang.............................................................
7. Hiportemia...................................................
BAB III PENUTUP……………………………………….
KESIMPULAN……………………………………………...
SARAN…………………….,………………………………...
DAFTAR PUSTAKA………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hippocrates mendefenisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Di
bagian Ilmu Kesehatan Anak, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau
bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.
Obstipasi adalah kondisi dimana feses memiliki konsensitensi keras dan sulit dikeluarkan,
masalah ini umum ditemui pada anak-anak. BAB mungkin disertai dengan rasa sakit dan
menjadi lebih jarang dari biasa.
Pengertian tali pusat adalah perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai
akibat dari trauma ,pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukan
trombus normal.Tali pusatlah yang bertugas untuk menyalurkan darah, nutrisi dan oksigen yang
juga dibutuhkan oleh bayi.
BBLR ialah bayi baru lahir yang berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram. Istilah
BBLR sama dengan prematuritas.
Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas ( Respiratory
Distress Syndrome /RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada
neonatus.
Kejang adalah gejala yang timbul dari efek langsung atau tidak langsung dari penyakit
sistem saraf pusat (SSP) atau disfungsi otak.
Hipotermia adalah suatu penyakit yang diderita bayi yang memiliki suhu di bawah normal.
Seperti suhu orang dewasa, suhu bayi dapat berubah berdasarkan pada beberapa hal.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu diare
2. Apa itu obstipasi
3. Apa itu perdarahan dan infeksi tali pusat
4. Apa itu BBLR
5. Apa itu sindroma gangguaan pernapasan
6. Apa itu kejang
7. Apa itu hiportemia
BAB II
PEMBAHASAN
1. Diare
a. Defenisi
Hippocrates mendefenisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Di
bagian Ilmu Kesehatan Anak, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau
bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neotatus dinyatakan diare
bila frekuensi buang air besar telah lebih dai 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1
bulan bila frekuensinya lebih dari 3 kali.
b. Etiologi
c. Patogenesis
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam ronggga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
- Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya akan
timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
- Gangguan motilitas usus
d. Patofisiologi
e. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan secara mendadak terjadi berbagai macam komplikasi
seperti :
- Dehidrasi
- Hipoglikemia
- Intoleransi laktosa sekunder sebagai akibat defesiensi enzim laktase karena kerusakan
vili mukosa usus halus
f. Pengobatan
Dasar pengobatan diare adalah pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumat) dan pemberian
makanan. Obat-obatan sering tidak diperlukan antibiotik, saat ini lebih disarankan terutama
pemberian zat probiotik dan zink.
2. Obstipasi
a. Defesnisi
Obstipasi adalah kondisi dimana feses memiliki konsensitensi keras dan sulit dikeluarkan,
masalah ini umum ditemui pada anak-anak. BAB mungkin disertai dengan rasa sakit dan
menjadi lebih jarang dari biasa. Pada anak normal, kosistensi feses dan frekuensi BAB dapat
berbeda-beda. Bayi yang masih minum ASI mungkin mengalami BAB setiap selesai disusui atau
hanya sekali dalam 7-10 hari. Bayi yang disusui formula dan anak yang lebih besar mungkin
mengalami BAB setiap 2-3 hari.
Frekuensi BAB yang lebih jarang atau kosistensi feses yang sedikitlebih padat dari
biasanya tidak selalu harus ditangani sebagai konstipasi. Penanganan konstipasi hanya
diperlukan jika pola BAB menyebabkan masalah pada anak. Umumnya dengan nutrisi yang baik,
perbaikan kebiasaan BAB, dan penggunaan obat yang sesuai jika diperlukan, masalah ini dapat
ditangani.
- Rewel
- Mengedan untuk mengeluarkan feses yang keras dapat menyebabkan robekan kecil
pada lapisan mukosa anus dan pendarahan.
c. Etiologi
d. Penanganan
Pada bayi usia di bawah 1 tahun, kemungkinan masalah organik yang mungin
menyebabkan konstipasi harus diteliti lebih cermat, terutama apabila konstipasi disertai gejala
seperti :
- Keluarnya feses pertama lebih dari 48 jam setelah lahir
- Gagal tumbuh
- Demam
- Banyak minum dapay mencegah konstipasi. Biasakan anak untuk minum setiap kali
makan, sekali diatara waktu makan dan sebelum tidur. Namun perlu diperhatikan
bahwa terlalu banyak mengonsumsi susu sapi dapat mengakibatkan konstipasi pada
sebagian anak.
Pengertian tali pusat adalah perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai
akibat dari trauma ,pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukan
trombus normal.Tali pusatlah yang bertugas untuk menyalurkan darah, nutrisi dan oksigen yang
juga dibutuhkan oleh bayi. Setelah masa kehamilan berakhir.tali pusat adalah jaringanmengikat
yang berhubungan plasenta (ari-ari) dengan janin.tali pusat berbentuk seperti tali yang
memanjang saat berada dalam kandungan. Fungsi tali pusat adalah menjaga kelangsungan hidup
pertumbuhan janin didalam kandungan dengan mengalihkan oksigen dan nutrisi dari ke aliran
darah janin(Abata,2015).
Tali pusat meretang dari umbilicus (pusar)janinke permukaan plasenta dan mempunyai
panjang normal kurang lebih 50-55cm,dengan ketebalan sekitar 1-2cm.tali pusat di anggapap
ukuran pendek mempunyai danpak tidak baikbagi bayi. Jika tali pusat terlalu panjang,akan
berresiko terjadi lilitan tali pusat di sekitar leher ataupun bagian tubuh janin yang lainnya.
Sebaliknya ,tali pusat yang pendek akan menyulitkan ketika proses persalinan bersalin .
Didefenisikan tali pusat atau funiculus umbilicus adalah saluran kehidupan bagi janin
selama dalam kandungan. Tali pusat hanya berperan selama proses kehamilan,ketika bayi sudah
dilahirkan maka tali pusat sudah tidak di bituhkan lagi. Itu sebabnya, tindakan yang paling sering
di lakukan adalah memotong dan mengikat tali pusat hinga akhirnya beberapa hari setelah itu tali
pusat hingga beberapa hari setelah tali pusat akan mongering dan lepas sendirinya
yang berasal dari lingkunga sekitar.Penyakit tetanus ini di derita oleh bayi baruh lahir di
sebabkan basil clostridium tetani yang dapat mengeluarkan toksin yang dapat menghancurkan sel
darah merah, merusak leukosit dan merupakan “tetanospsmin yang bersifat neurotropikl yang
menyebabkan ketegangan dan spasme otot (Jitowijoyo& Kristiyanasari, 2010).
Hal-hal yang peril di perhatikan dalam perawatan tali pusat menurut sodikin:
Jangan menggunakan plester dalam membalut tali pusat bayi karena dapat menyebabkan
iritasi sekitar daera tali pusat.daera tali pusat dan sekitarnya harus selalu dalam keadaan kering
dan bersih,jangan mengoleskan bahan atay ramuan apapun ke punting tali pusat. bila terdapat
tanda-tanda infeksi pada tali pusat,seperti kemerahan atau mengeluarkan nanah atau darah dan
berbau segera hubungi petugas kesehatan.
Hal-hal yang akan terjadi jika perawatan tali pusat kurang baik menurut sodikin (2012).
Bidan tali pusat tidak steril akan mengakibatkan beberapa gangguan kesehatan pada
bayi,diantaranyatetanus neonatorum dan omfalitis.untuk mencegah hal tersebut ibu di tekankan
untuk mengetahui tanda dan gejala adanya infeksi tali pusat bayi meraka yang dapat disebabkan
karena spora clostridium tetani dan bakteri stapilokokus,streptokokus,atau bakteri gram negatif
Tanda dan gejala infeksi tali pusat pada bayi yaitu bayi tiba-tiba panas dan tidak mau
menetek atau tidak dapat menyusui karena trismus (sebelimnya bayi menyusu seperti
biasa),adanya mulut yang mencucu seperti mulut ikan (karpermond), muda dan sering kejang
disertai sionosis,suhu meningkat,kuduk kaku,sampai opistotonus.
4. Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR)
Obstruksi saluran pernapasan bagian atas (atresia esofagus, atresia koana bilateral)
Kelainan parenkim paru (penyakit membran hialin,
Perdarahan paru-paru)
Kelainan di luar paru (pneumotoraks, hernia diafragmatika)
Tanda dan gejala sindrom gangguan pernapasan sering disertai riwayat asfeksia pada
waktu lahir atau gawat janin pada
akhir kehamilan. Adapun tanda dan gejalanya adalah :
Timbul setelah 6- 8 jam setelah lahir
Pernapasan cepat/hiperapnea atau dispnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari
60 kali/menit
Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspire asi
Sianosis
Grunting (terdengar seperti suara rintihan) pada saat ekspirasi
Takikardia yaitu nadi 170 kali/menit
d. Klasifikasi Sindrom Gangguan Pernapasan
Sindrom gangguan pernapasan terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Gangguan napas berat
Dikatakan gangguan napas berat bila : Frekuensi napas dari 60 kali/menit dengan sianosis
sentral dan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi.
2. Gangguan napas sedang
Dikatakan gangguan napas sedang apabila : Pemeriksaan dengan tarikan dinding dada
atau merintih saat ekspirasi tetapi tanpa sianosis sentral.
3. Gangguan napas ringan
Dikatakan gangguan napas ringan apabila : Frekuensi napas 60- 90 kali/menit tanda tarikan
dinding tanpa merintih saat ekspirasi atau sianosis sentral
Berdasarkan kriteria nilai APGAR maka bidan dapat melakukan penilaian untuk
mengambil tindakan yang tepat diantaranya melakukan rujukan medik sehingga keselamatan
bayi dapat ditingkatkan.
Penatalaksanaan RDS atau Sindrom gangguan napas adalah sebagai berikut :
Bersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap lendir dan kasa steril
Pertahankan suhu tubuh bayi dengan membungkus bayi dengan kaki hangat
Atur posisi bayi dengan kepala ekstensi agar bayi dapat bernafas dengan leluasa
Apabila terjadi apnue lakukan nafas buatan dari mulut ke mulut
Longgarkan pakaian bayi
Beri penjelasan pada keluarga bahwa bayi harus dirujuk ke rumah sakit
Bayi rujuk segera ke rumah sakit
Penatalaksanaan medik maka tindakan yang perlu dilakukan adalah sebagsai berikut :
Memberikan lingkungan yang optimal
Pemberian oksigen, tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis menghilang
Pemberian cairan dan elektrolit (glukosa 5% atau 10%) disesuaikan dengan berat badan
(60-125 ml/kgBB/hari) sangat diperlukan untuk mempertahankan homeostatis dan
menghindarkan dehidrasi
Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
Pemberian surfaktan oksigen
f. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam
terjadi RDS, ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut disebabkan oleh kekurangan
atau tidak adanya surfaktan. Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu menahan sisa udara
fungsional /kapasitas residu funsional (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga
menyebabkan ekspansi yang merata dan menjaga ekspansi paru pada tekanan intraalveolar
yang rendah.
Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan ketidakseimbangan
inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi. RDS atau sindrom gangguan pernapasan
adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48
jam) dan jika tidak ada komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam. Proses perbaikan ini,
terutama dikaitkan dengan meningkatkan produksi dan ketersediaan materi surfaktan.
6. Kejang
Pengertian Kejang
Kejang adalah gejala yang timbul dari efek langsung atau tidak langsung dari penyakit
sistem saraf pusat (SSP) atau disfungsi otak. Disfungsi otak tersebut dapat disertai dengan
motorik, sensorik dan gangguan otonom tergantung pada daerah otak yang terlibat baik organ itu
sendiri atau penyebaran ke organ yang lain.
Gejala Kejang
Gejala kejang tergantung dari bagian otak yang terkena dan jenis kejang nya. Namun yang
paling sering adalah kejang jenis tonik klonik, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau kaku
diikuti tahap klonik. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau
klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura.
Diagnosis Kejang
Pencegahan Kejang
Penanganan Kejang
Penangangan bisa diberikan dengan obat anti epilepsi (AED) terapi dengan empat tujuan,
yaitu: menghilangkan kejang atau mengurangi frekuensi mereka ke tingkat maksimum yang
mungkin, menghindari efek samping yang berhubungan dengan pengobatan jangka panjang, dan
membantu pasien dalam mempertahankan atau memulihkan kegiatan psikososial mereka, serta
dalam menjaga kestabilan kehidupan sehari-hari mereka.
Jika terdapat gejala seperti atau dicurigai sebagai kejang, segeralah periksakan diri ke
dokter. Penanganan yang tepat dapat meminimalisir akibat sehingga pengobatan bisa lebih cepat
dilakukan. Pilih dokter di rumah sakit yang tepat sesuai dengan kebutuhan kamu.
7. Hipotermia
Hipotermia adalah suatu penyakit yang diderita bayi yang memiliki suhu di bawah normal.
Seperti suhu orang dewasa, suhu bayi dapat berubah berdasarkan pada beberapa hal.
Banyak penyakit memiliki gejala hipotermia di antaranya infeksi berat seperti sepsis
neonatorum, radang selaput otak, radang paru, hipoglikemi, dan lain-lain. Hipotermia merupakan
hal berbahaya yang perlu penanganan segera. Oleh karena itu, pengenalan kondisi hipotermia
secara dini dan segera melakukan tindakan yang memadai sangatlah penting.
Cara pengukuran suhu yang akurat adalah dengan termometer (digital atau air raksa) yang
diletakkan di ketiak. Pengukuran suhu dengan termometer yang dilekatkan di dahi atau
dimasukkan di lubang telinga tidak dianjurkan karena tidak akurat. Sedangkan pengukuran suhu
dengan memasukkan termometer ke dalam lubang anus juga tidak dianjurkan karena dapat
mencederai anus. Apabila tidak tersedia termometer, perabaan dapat digunakan untuk
menentukan suhu tubuh bayi. Tempat perabaan untuk mengidentifikasi hipotermia adalah di
tubuh bayi (ketiak/perut bayi), dan ekstremitas (tangan dan kaki). Namun cara perabaan ini
kurang akurat, karena tidak dapat mengetahui suhu tubuh secara pasti.
Suhu normal bayi adalah antara 36,5-37,5°C. Hipotermia dibagi menjadi tiga jenis yaitu
stres dingin, hipotermia sedang, dan hipotermia berat. Batasan stres dingin suhu antara 35,5-
36,4°C, hipotermia sedang suhu antara 32-35,4°C, dan hipotermia berat apabila suhu kurang dari
32°C. Bila tubuh dan ekstremitas hangat maka interpretasinya adalah normal. Bila tubuh teraba
hangat tapi ekstremitas teraba dingin maka berarti bayi mengalami stres dingin. Sedangkan bila
tubuh dan ekstremitas teraba dingin berarti bayi mengalami hipotermia. Pada perabaan tidak
dapat ditentukan gradasi hipotermia.
Pada bayi yang mengalami stres dingin perlu dicari penyebabnya apakah popok yang
basah, suhu pendingin ruangan yang terlalu rendah, tubuh bayi basah, setelah mandi yang tidak
segera dikeringkan atau ada hal lain. Bila diketahui hal-hal ini maka segera atasi penyebabnya
tersebut. Untuk menghangatkan bayi dilakukan kontak kulit ke kulit antara bayi dan ibu sambil
disusui, dan ukur ulang suhu bayi setiap jam sampai suhunya normal. Bila suhunya tetap tidak
naik atau malah turun maka segera bawa ke dokter.
Bayi dengan suhu kurang dari 35,5°C mengalami kondisi berat yang harus segera
mendapat penanganan dokter. Tindakan yang dapat dilakukan oleh ibu sebelum dan selama
dalam perjalanan ke fasilitas kesehatan adalah terus memberikan air susu ibu (ASI) dan menjaga
kehangatan. Tetap memberikan ASI penting untuk mencegah agar kadar gula darah tidak turun.
Apabila bayi masih mampu menyusu, bayi disusui langsung ke payudara ibu. Namun, bila bayi
tidak mampu menyusu tapi masih mampu menelan, berikan ASI yang diperah dengan sendok
atau cangkir. Menjaga bayi dalam keadaan hangat dilakukan dengan kontak kulit ke kulit, yaitu
melekatkan bayi di dada ibu sehingga kulit bayi menempel langsung pada kulit ibu, dan ibu dan
bayi berada dalam satu pakaian. Kepala bayi ditutup dengan topi.
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mencegah hipotermia adalah menutup kepala bayi
dengan topi, pakaian yang kering, diselimuti, ruangan hangat (suhu kamar tidak kurang dari
25°C), bayi selalu dalam keadaan kering, tidak menempatkan bayi di arah hembusan angin dari
jendela/pintu/pendingin ruangan. Sebelum memandikan bayi perlu disiapkan baju, handuk, dan
air hangat. Setelah dimandikan, bayi segera dikeringkan dengan handuk dan dipakaikan baju.
Seperti perbedaan saat pagi dan sore hari, aktivitas, dan bahkan kondisi Si Kecil saat
sedang diukur suhunya. Secara umum, suhu anak harus berada di antara 36,5 derajat Celsius dan
37,5 derajat Celsius ketika diukur dengan termometer oral.
Ketika diambil dengan termometer yang dimasukkan ke pantat bayi, suhu bayi harus
sekitar 37,6 derajat Celsius.
Mengukur suhu bayi dengan menyimpan termometer di bawah lengan mereka (aksila),
adalah metode lain yang umum digunakan yang lebih mudah, tetapi masih kurang akurat. Suhu
aksila biasanya setidaknya satu derajat lebih rendah dari suhu dari pantat.
Jika suhu bayi turun di bawah 36,5 derajat Celsius akan menjadi tanda hipotermia pada
bayi. Suhu tubuh yang rendah pada bayi bisa berbahaya, dan, meskipun jarang, dapat
menyebabkan kematian.
Dr. Rosary, Sp. A, Dokter Spesialis Anak dari Rumah Sakit Pondok Indah - Pondok Indah
menjelaskan tanda–tanda terjadinya hipotermia pada bayi.
"Tanda-tanda yang dapat ditemukan ketika bayi mengalami hiportemia yaitu teraba dingin,
terlihat pucat atau kebiruan pada bibir dan ujung jari, tampak lemas atau banyak tidur, tangis
merintih, dan malas menyusu," jelasnya.
Dr. Rosary juga menjelaskan bahwa, bayi baru lahir, terutama bayi prematur dan bayi
dengan berat badan lahir rendah, rentan mengalami hipotermia. Ada beberapa mekanisme bayi
dapat kehilangan suhu panas, yaitu melalui:
Radiasi, yaitu kulit telanjang bayi langsung terpapar dingin dengan lingkungan
Evaporasi, yaitu misalnya pada bayi yang basah
Konduksi, yaitu saat bayi diletakkan di permukaan objek yang dingin
Konveksi, yaitu saat udara dingin membawa panas dari bayi, misalnya saat bayi
dekat jendela terbuka atau AC/kipas angin
James F. Peggs, MD, profesor kedokteran keluarga di University of Michigan mengatakan,
ada hal lain yang bisa menyebabkan bayi berisiko hipotermia. “Bayi, terutama yang tertidur di
kamar dingin, juga berisiko,” katanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hippocrates mendefenisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Di
bagian Ilmu Kesehatan Anak, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau
bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neotatus dinyatakan diare
bila frekuensi buang air besar telah lebih dai 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1
bulan bila frekuensinya lebih dari 3 kali.
Obstipasi adalah kondisi dimana feses memiliki konsensitensi keras dan sulit dikeluarkan,
masalah ini umum ditemui pada anak-anak. BAB mungkin disertai dengan rasa sakit dan
menjadi lebih jarang dari biasa.
Pengertian tali pusat adalah perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai
akibat dari trauma ,pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukan
trombus normal.Tali pusatlah yang bertugas untuk menyalurkan darah, nutrisi dan oksigen yang
juga dibutuhkan oleh bayi.
BBLR ialah bayi baru lahir yang berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram. Istilah
BBLR sama dengan prematuritas.
Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas ( Respiratory
Distress Syndrome /RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada
neonatus.
Kejang adalah gejala yang timbul dari efek langsung atau tidak langsung dari penyakit
sistem saraf pusat (SSP) atau disfungsi otak.
Hipotermia adalah suatu penyakit yang diderita bayi yang memiliki suhu di bawah normal.
Seperti suhu orang dewasa, suhu bayi dapat berubah berdasarkan pada beberapa hal.
B. Saran
Jika dalam penulisan makalah ini terdapat kekuarangan dan kesalahan, saya mohon maaf.
Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar saya dapat
membuat makalah yang lebih baik di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Rukiyah, AI Yeyeh. Lia Yulianti.2010. Asuhan Neotatus Bayi dan Anak Balita. Trans Info
Media:Jakara.