Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus Divisi

Alergi Imunologi

SINDROM STEVENS
JOHNSON (SSJ)
Oleh: BADARIA

Pembimbing : Prof.Dr.dr.Syarifuddin Rauf, Sp.A(K)


Pendahuluan

 Sindrom Stevens Johnson penyakit mukokutan yang


mengancam kehidupan akibat reaksi mukokutaneus
dengan tanda dan gejala sistemik yang parah berupa
lesi target dengan bentuk yang tidak teratur, disertai
makula, vesikel, bulla, dan purpura yang tersebar luas
terutama pada rangka tubuh, terjadi pengelupasan
epidermis kurang lebih sebesar 10% dari area
permukaan tubuh, serta melibatkan membran mukosa
dari dua organ atau lebih.
Pendahuluan

 Etiologi SSJ = alergi obat, infeksi, keganasan, atau


idiopatik
 Insidens SSJ di Eropa dan USA = 1-6 kasus/1 juta
orang/tahun.
 Angka kematian pada SSJ bervariasi antara 5-12%.
Pendahuluan

 Fase Prodromal : demam, batuk, malaise, gatal,


kerongkongan gatal, nyeri.

 Diikuti oleh rash, suatu exanthema macula akut, serta


lepuhan yang terdapat pada kulit dan mukosa (mulut,
mata dan genitalia)

 Bulla yang besar terbentuk lalu diikuti dengan fase


pengelupasan kulit  pada kasus yang berat dapat
mengenai laring, bronchus dan esophagus.
Pendahuluan

 Umumnya pada pasien terjadi metabolism abnormal


pada obat yang diketahui diinduksi oleh reaksi
sitotoksik.
 Metabolit obat terakumulasi di kulit.
 Menyerang keratinosit yang dianggap sebagai antigen
asing.
 Reaksi berlebihan oleh (TNF α) di epidermis.
 Menyebabkan apoptosis di epidermis dan menstimulasi
sitotoksik limfosit T.
Pendahuluan

 Faktor mortilitas tergantung :


Dehidrasi
Pengobatan segera.
Keagresifan pengobatan.
Jumlah area yang terkena
Laporan Kasus

- Nama : AH
- Umur : 5 bulan 2
hari
- Jenis kelamin : laki-
laki
- Dirawat : 31-8-2018
Anamnesis

 Keluhan utama : kulit terkelupas pada daerah bibir,


lipatan tangan, kelopak mata, leher bagian belakang,
telinga kiri dan alat kelamin yang disertai kemerahan.

 Dialami sejak 6 hari sebelum masuk RS. Awalnya


berupa bintik-bintik merah di wajah dan leher lalu
kemudian melepuh dan menyebar ke telinga,
pantat dan genitalia.
Anamnesis

 Terdapat demam, letargi dan malaise.

 Bibir dan kelopak mata membengkak dan


memerah.

 Pasien cukup kesulitan untuk menetek.


Anamnesis

 Ada riwayat konsumsi obat Amoxicillin dan


Dexamethasone 2 minggu sebelum masuk RS, 1 minggu
kemudian muncul bintik-bintik merah di wajah dan leher.

 Pasien dirawat di RS Masserempulu selama 1 hari


diberikan Cefotaxime, Gentamicyn, Paracetamol dan
salep Bactroban.

 Dirujuk ke RS Wahidin Sudirohusodo karena tidak ada


perbaikan.
Pemeriksaan Fisik

 General condition: Moderate ill, good nourish, concious, GCS 15


 Vital sign : TD = 90/60 mmHg, Nadi 104 x/menit, Napas 32 x/menit, Suhu
37,9 oC
 Mata : Palpebra dextra edema, hiperemis. Tampak krusta pada palpebra
dextra.
 Mulut : Mukosa erosi, hiperemis, bibir tampak edema, erosi, krusta.
 Kulit : Tampak makula hiperemis pada wajah, leher, telinga kiri,
punggung, pantat dan genitalia. Tampak erosi di lengan kiri dan genitalia.
Tampak bulla di telinga kiri.
 Respiratorik & cardiovascular : dalam batas normal
 Abdomen: dalam batas normal.
 Genitalia : tampak macula hiperemis, bulla, erosi dan krusta pada daerah
scrotum.
Laboratorium

 (29/8/2018) RSUD  (31/8/2018) RS Wahidin


Massenrempulu Sudirohusodo
 Wbc 12.550/mm3  Wbc 20.450/mm3 ,
 Hb 12,8 g/dl  Hb 11,3 g/dl,
 Plt 315.000.  Plt 369.000
 GDS 116 mg/dl,  GDS 100 mg/dl,
 Ureum 27 mg/dl  Ureum 6 mg/dl,
 Creatinin 0,46 mg/dl.  Creatinin 0,19 mg/dl.
 SGOT 31 U/L,  SGOT 75 U/L,
 SGPT 16 U/L,  SGPT 59 U/L,
 albumin 3,3 gr/dl.  Na 135 mmol/l, K 4,5
mmol/l, Cl 100 mmol/l.
 Na 136 mmol/l, K 4,6
mmol/l, Cl 115 mmol/l.
Diagnosis Kerja

 Sindrom Stevens Johnson


 Leukositosis
Management

 Medical
 IVFD Asering 10 tpm
 Cefotaxime 340 mg/ 12jam/ intravena
 Gentamicin 17 mg/ 12 jam/ intravena
 Methylprednisolone 1 mg/ kgBB/ hari = 4 mg/ 12 jam/ oral
 Paracetamol 70 mg/8 jam/intravena (bila suhu ≥ 38,5◦C)
 Kompres Natrium Chloride 0,9% pagi dan sore.
 Fuson cream + betamethasone oles pagi dan sore setelah
kompres.
 ASI on demand.
 Konsultasi : Kerjasama bagian Kulit dan Kelamin.
2 nd
Follow up 4 th 7 th
KU: lemah KU: lemah KU: lemah
Tanda Vital : TD 90/60 mmHg, HR Tanda Vital : TD 90/60 mmHg, HR Tanda Vital : TD 90/60 mmHg, HR
100 x/Min, RR 30 x/min, S = 37.50C 98 x/Min, RR 32 x/min, S = 37.30C 100 x/Min, RR 28 x/min, S = 36.50C

Mata : palpebra edema, hiperemis. Mata : palpebra edema, hiperemis. Tampak makula hiperemis
Krusta (+) Mulut: mukosa erosi, hiperemis,
Mulut: mukosa erosi, hiperemis, bengkak pada bibir, krusta
pada wajah (berkurang),
bengkak pada bibir, krusta Kulit : Tampak makula hiperemis leher, telinga kiri, pantat
Kulit : Tampak makula hiperemis pada wajah, leher, telinga kiri, dan genitalia. Tampak erosi
pada wajah, leher, telinga kiri, punggung, pantat dan genitalia. di lengan kiri dan genitalia.
punggung, pantat dan genitalia. Tampak erosi di lengan kiri dan
Tampak erosi di lengan kiri dan genitalia.
genitalia. Telinga : macula hiperemis, krusta
Telinga : bulla di telinga kiri. (+)
Nickolsky sign (+)
IVFD Asering IVFD Asering (1) Cefadroxil 90 mg/ 12 jam/ oral
(2) Cefotaxime (4) Cefotaxime (7) Cefotaxime 340 mg/ 12jam/ intravena
 stop
(2) Gentamicin (4) Gentamicin
(7) Gentamicin 17 mg/ 12 jam/ intravena
(2) Methylprednisolone (4) Methylprednisolone  stop
Kompres Natrium Chloride 0,9% Kompres Natrium Chloride 0,9% Methylprednisolone 1 mg/ kgBB/ hari = 4
pagi dan sore. pagi dan sore. mg/ 12 jam/ oral
Fuson cream + betamethasone oles Fuson cream + betamethasone oles Kompres Natrium Chloride 0,9% pagi dan
pagi dan sore setelah kompres. pagi dan sore setelah kompres. sore.
Fuson cream + betamethasone oles pagi
ASI on demand. ASI on demand.
dan sore setelah kompres.
ASI on demand
Wbc 6000/mm 3 , Hb 12,4 g/dl, Plt
366.000/mm 3. CRP 28,3 mg/l,
Prokalsitonin 0,16 ng/l. IT ratio 0,14%
Apusan darah tepi: dalam batas normal
Follow up
10 th
KU: baik
Tanda Vital : TD 90/60 mmHg, HR 96 x/Min, RR 28
x/min, S = 36.50C

Tampak makula hipopigmentasi bekas


vesikel dan bula mengering. Palpebra dextra
tidak tampak jaringan sikatrik. Krusta pada
bibir tidak ada.

(1) Cefadroxil 90 mg/ 12 jam/ oral


(7) Cefotaxime 340 mg/ 12jam/ intravena  stop
(7) Gentamicin 17 mg/ 12 jam/ intravena  stop
Methylprednisolone 1 mg/ kgBB/ hari = 4 mg/ 12 jam/ oral
Kompres Natrium Chloride 0,9% pagi dan sore.
Fuson cream + betamethasone oles pagi dan sore setelah kompres.
ASI on demand
Hari Ke 2
Hari Ke 10
Diagnosis Definitif

 Sindrom Stevens Johnson


 Leukositosis
Prognosis

 Qua ad vitam : Dubia ad bonam


 Qua ad functionam : Dubia ad bonam
 Qua ad sanationem : Dubia ad bonam
Discussion

Sindrom Stevens Johnson (SSJ) merupakan


reaksi autoimune pada kulit yang bisa
mengancam jiwa.

SSJ ditandai dengan lesi yang terkena kurang dari


10% luas permukaan tubuh. Sementara untuk TEN
ditandai dengan lesi lebih dari 30%.

Pada kasus ini luas permukaan tubuh yang


terkena 18%
Bastuji – Garin dkk, 2000 mengklasifikasikan dalam;
1. Bullous erythema multiforme (EM)
2. SSJ = lesi <10% luas permukaan tubuh dengan makula
eritematous yang tersebar atau adanya lesi target.
3. SSJ/TEN overlap, lesi 10 – 30%
4. TEN dengan spot, meliputi lesi >30%, yang disertai
makula purpura yang tersebar.
5. TEN tanpa spots, , lesi >30%, tanpa makula purpura.
 Lee dkk, 2012  melaporkan insidens 1-6 kasus/1 juta
orang/tahun.

 Letko dkk, 2005  Kejadian SSJ pada perempuan lebih


banyak dari pada laki-laki dengan seks rasio 0,6.

 Pasien ini berjenis kelamin laki-laki dengan umur 5


bulan 2 hari.
French LE, 2008
Obat yang biasanya berhubungan dengan SSJ adalah antibiotik
misal sulfonamides, tetracyclines dan kuinolon; anti konvulsan
misal fenitoin, fenobarbital and carbamazapine; antiretroviral;
NSAID; dan allupurinol.

Mockenhaupt, 2011
Obat yang paling sering menyebabkan SSJ adalah antikonvulsan
(carbamazepine) dan antibiotik (cephalosporine), NSAIDs.

Djuanda, 2007
Obat yang berhubungan dengan SSJ adalah analgetik/antipiretik 45%,
carbamazepin 20%

Pada pasien ini, obat yang berhubungan dengan terjadinya SSJ adalah
amoxicilline
Patophysiology

 SSJ umumnya susah untuk ditentukan karena banyaknya


faktor yang berpengaruh, umumnya berkaitan dengan
respon imun terhadap obat.
 Reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun)
diinduksi oleh soluble complex antigen.

 Atau reaksi metabolitnya dengan antibodi IgM and IgG dan


delayed-type hypersensitivity reactions (hipersensitivitas
tipe IV)  yang dimediasi oleh limfosit T spesifik.

 Pengelupasan pada SSJ disebabkan oleh keratinisasi sel-sel


yang mati lewat proses apoptosis.
Rubino, Gejala klinis dari SSJ terbagi atas 3 fase: fase prodromal,
2004 fase akut dan fase pemulihan.

Fase akut (8 – 12 hari), melibatkan membran mukosa


biasanya meliputi konjungtiva, buccal, trachea, anus,
vagina atau perineum.

Sepsis umumnya penyebab kematian pada SSJ, disebabkan


Lissia, 2009 oleh infeksi bakteri seperti Staphylococcus aureus or
Pseudomonas

Kasus Fase prodromal dan fase akut terjadi dalam 7 hari


(demam, lethargy, malaise, rash macula dan timbulnya
bulla). Nikolsky sign (+).
Fase recovery terjadi pada hari ke-10 perawatan,
reepitelisasi dari membrane mukosa dan kulit.
Widgerow AD, 2011

Bakteri yang umumnya dapat ditemukan adalah


Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan
Enterobacteriaceae sp.

Pada kasus ini tidak ditemukan bakteri dalam hasil kultur


darah. Hasil septik work up, ADT dalam batas normal,
prokalsitonin 0,16 ng/l (N < 0,5) IT Ratio 0,14% (N <
0,16%). Hanya 1 parameter yang mendukung sepsis, CRP
28,3 mg/dl (N< 5)
Treatment

 Downey & cooper, 2011  Kortikostreroid merupakan


terapi utama dalam penanganan SSJ.

 Pada kasus ini, pasien telah diterapi dengan


Metilprednisolone 1 mg/kgbb/hari, dan pasien
mengalami perbaikan dan kesembuhan setelah dirawat
selama 10 hari.
IVIG (Intravenous
Immunoglobulin)
Prins dkk, 2003 : dosis IVIG 1 gr/ kgbb/ hari,
selama 3 hari.

48 pasien yang mendapat IVIG, angka harapan


hidupnya 88%.

Trent & kerdel, 2003 : Dari 16 pasien yang


mendapat terapi IVIG, dilaporkan hanya 1 yang
meninggal.
Al mutairi, 2004 : Untuk kasus TEN, dilaporkan 8
dari 9 pasien mampu bertahan hidup setelah diterapi
dengan IVIG dan metilprednisolone.
Prognosis

 SCORTEN digunakan untuk menentukan prognosis dan tingkat keparahan.

 SCORTEN sebaiknya sudah ditentukan dalam 24 jam saat masuk RS.

 Nilai Scorten kasus ini 1, yang meliputi luas permukaan tubuh > 10%,
prediksi angka mortalitasnya 3,2%.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai