Anda di halaman 1dari 6

Tugas Divisi GEH Nadya.AR.

Bubakar ( Senior)

Patogenesis Diare Kronik

Intoleransi laktosa

Laktase adalah suatu enzim yang berlokasi di mikrovili di usus halus. Laktase memecah dan
menghidrolisis laktosa yang didapatkan dari makanan (dalam bentuk disakarida) menjadi glukosa dan
galaktosa (dalam bentuk monosakarida) agar dapat melewati membrane sel. Jika tidak terdapat ataupun
kekurangan enzim lactase, laktosa yang tidak diserap menyebabkan terjadinya infulks cairan ke dalam
lumen usus, akibat dari tekanan osmotic. Laktosa yang tidak diserap kemudian memasuki kolon dan
digunakan sebagai substrat oleh bakteri usus, sehingga memproduksi gas dan asam lemak rantai pendek
melalui fermentasi. Asam lemak tersebut tidak dapat terserap oleh mukosa kolon, sehingga lebih banyak
cairan yang ditarik kembali ke dalam usus. Sejumlah laktosa dapat diserap, tetapi hasil penyerapan secara
keseluruhan, menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah cairan dan gas di dalam usus, sehingga muncul
gejala intoleransi laktosa termasuk diare.

Alergi Susu Sapi

Pada episode gastroenteritis akut, terjadi kerusakan mukosa usus (proses inisiasi)
sehingga menyebabkan absrobsi makromolekul (gangguan penyerapan makanan) yang
berlebihan, selanjutnya apabila terjadi gastroenteritis selanjutnya (tahap sensitasi) baru akan
terjadi reaksi hipersensitifitas karena masuknya protein susu sapi tersebut akibat kerusakan
mukosa usus yang terjadi seblumnya. Terjadilah proses hipersensitivitas yang terkait adalah tipe
I, III, dan IV. Dimana Reaksi ini akan melepaskan bahan-bahan yang disebut dengan mediator (seperti
histamin, prostaglandin, leukotrin) yang menimbulkan gejala klinis tergantung dari organ tempat
terjadinya reaksi tersebut. Bila menyerang saluran cerna, gejala yang paling sering muncul adalah diare
yang bisa terjadi berkepanjangan selama meminum atau memakan makanan yang berasal dari susu sapi.

Dengan perantaraan Ig E Selama respon alergi Ig E mediated, antigen masuk ke mukosa


gastrointestinal. Antigen presenting cells (APC) akan memakan antigen dan mempresentasikan
ke sel Th0. Pada individu atopik proses ini akan menstimulasi produksi Th2 yang akan
menstimulasi sel B untuk memproduksi Ig E spesifik terhadap protein tersebut. Ini disebut
sensitisasi, jika ada paparan antigen berikutnya, Ig E spesifik antibodi mengenali epitop atau area
tertentu dari protein makanan, dan akan terjadi ikatan antara protein dan antibodi, sehingga
terjadi degranulasi sel mast dan pelepasan histamin dan mediator lain, yang menyebabkan
peningkatan dilatasi vaskular dan permeabilitas sehingga terjadi inflamasi.

Dengan perantaraan non-Ig E mediated (T cell-mediated) Banyak penelitian berbasis


imunologi saluran cerna menunjukkan bahwa jelas ada keterlibatan T sel (terutama Th1) dan
eosinophil dalam alergi yang diperantarai non Ig E-mediated. Tsel tersensitisasi pada awal
paparan. Pada paparan berikutnya, epitop akan berkombinasi dengan T sel yang tersensitisasi dan
mengeluarkan sitokin, yang akan menimbulkan inflamasi kronik.

Malabsorbsi Asam Empedu

Dapat terjadi akibat malabsorpsi sekunder terhadap penyakit gastro-intestinal, atau menjadi
gangguan utama, terkait dengan produksi asam empedu yang berlebihan, karena dehidroksilasi asam
dioksikolik dalam empedu akan mengganggu fungsi mukosa usus, sehingga sekresi cairan di jejenum dan
kolon serta menghambat reabsorpsi cairan di kolon.

Kegagalan dalam melakukan absorpsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga
terjadilah diare.

Diare Akibat Bakteri Tumbuh lampau

Bakteri tumbuh lampau adalah meningkatnya jumlah bakteri di usus halus, akibat
kerusakan mukosa usus.

Bakteri tumbuh lampau juga memberikan kemungkinan terjadinya peningkatan


osmolaritas akibat defisiensi disakaridase sehingga terjadi dekonjugasi garam empedu yang
dapat menimbulkan kerusakan mukosa usus yang lebih lanjut. Bakteri tumbuh lampau juga dapat
menyebabkan terjadinya hilang protein (hipoproteinemia). Bakteri intralumen terutama
Bacteriodes dan coliform juga menggunakan B12 sehingga merupakan kompetitor dan
menyebabkan malabsorbsi vitamin B12, terjadi inhibisi air dan elektrolit yang berakibat
terjadinya diare kronik.
. Diare dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi sehingga keadaan ini menyebabkan
gangguan penyerapan makanan, waktu singgah makanan (Transit time ) pada usus menjadi lebih
lama. Terjadi perubahan mukosa (kerusakan ) pada usus, sehingga produksi asam lambung dan
enzim pancreas akan mengalami penurunan. Kejadian diare akut yang disertai kerusakan
mukosa usus ini, akan merubah ekologi kimiawi lumen usus, yang dapat menimbulkan keadaan
bakteri tumbuh lampau. Bakteri yang jumlahnya berlebihan tersebut akan memproduksi enzim
dan metabolik yang juga bisa menambah kerusakan pada mukosa usus, Sebagai akibatnya enzim
disakaridase akan berkurang akibat lesi mukosa setempat (patchy) yang menyebabkan atrofi vili.

Bakteri Tumbuh Lampau

Diare  Mg K

Motilitas
Disakaridase
Enzim Pankreas
Garam Empedu
Asam Lambung
Absorpsi Vit B12
Peubahan Mukosa Usus
Protein Loss
Waktu Singgah Usus
memanjang (Transit time)

Malarbsorpsi Nutrien

Malnutrisi Diare
Faktor infeksi

Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran
pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat
menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya
mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya
toksin bakteri akan menyebabkan transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang
kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat sehingga akan menyebabkan terjadinya Diare.

Perbedaan Breasfeeding jaundice dan Breastmilk jaundice


Breastfeeding jaundice Breastmilk jaundice
Definisi
Penyakit kuning pada bayi
Penyakit kuning saat proses
menyusui, biasanya terjadi baru lahir yang berlangsung
pada minggu pertama lebih lama biasanya
kehidupan saat bayi dan ibu
berlangsung beberapa minggu
dalam tahap awal mempelajari
cara menyusui. setelah bayi lahir pada saat

pemberian ASI

Etiologi
Bayi tidak menerima ASi yang
Saat ini belum diketahui,
adekuat untuk menurunkan namun dikaitkan dengan

kadar bilirubinnya sehingga substansi/kandungan zat


dalam ASI yang menghambat
menyebabkan bilirubin diserap
kemampuan hati untuk
kembali ke dalam usus yang memecah dan memproses

memicu timbulnya ikterus. bilirubin.

Prevalensi Terjadi pada 10 % bayi yang Terjadi pada 0,5 - 2 % bayi


disusui yang disusui
Patofisiologi
Pemberian ASI yang kurang Mekanismenya tidak jelas.

efektif menyebabkan ASI dan Hipotesis sementara faktor-

asupan kalori tidak mencukupi faktor (substansi) yang

dan berakibat pada penurunan ditemukan dalam susu yang

tinja dan peningkatan sirkulasi dapat menghambat UGT1A1

enterohepatik. Bayi juga bisa hati. Breast Milk Jaundice

mengalami dehidrasi dan dikaitkan dengan bayi Asia

menyebabkan ikterus Timur yang lebih mungkin

mengalami mutasi UGT1A1

(Uridin Glukoronosil

Tranferase 1 A1 ) dan

penurunan berat badan.

Deteksi metabolit yang tidak

biasa dari progesteron,

kehamilan-3 (alfa), 20 (beta)

-diol, yang ditunjukkan

menjadi penghambat

glukuronil transferase hati.

Terapi Melanjutkan ASI sesering Menghentikan ASI sementara


mungkin jika kadar bilirubin serum
>272µmol/l dan dilakukan
fototerapi

Anda mungkin juga menyukai