Anda di halaman 1dari 18

1.

KONSEP KUTU PENYEBAB SCABIESIS (SARCOPTES SCABIEI)


a. Definisi
Sarcoptes scabiei adalah parasit yang termasuk dalam filum arthropoda. Pada
manusia oleh S. scabiei var homonis, pada babi oleh S. scabiei var suis, pada kambing
oleh S. scabiei var caprae, pada biri-biri oleh S. scabiei var ovis.

Secara morfolik, berupa tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung


dan perutnya rata. Berwarna putih kotor, ukuran betina berkisar 330-450 mikron x
250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200
mikron dan mempunyai empat pasang kaki. Dua pasang kaki di bagian anterior
memang menonjol keluar dari batas badan tungau, sedangkan dua pasang bagian
posterior tidak sampai melewati batas badan. Sarcoptes scabiei menyukai bagian
tubuh yang jarang rambutnya.
b. Siklus Hidup
Siklus hidup tungau ini adalah sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan)
yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tungau betina yang telah dibuahi
akan menggali terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 2-3 milimeter
sehari, sambil meletakkan telurnya 2-4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40-50.
Telur ini akan menetas biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yakni
sarcoptes muda yang mempunyai kaki tiga pasang.. Larva ini tinggal dalam

terowongan, tetapi dapat keluar juga. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai
dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari.
Akibat dari ulah sarcoptes betina yang membuat terowongan-terowongan di
kulit dan hypopi yang makan sel-sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami
kegatalan dan kesakitan. Rasa gatal tersebut timbul dari adanya allergen yang
merupakan hasil metabolisme Sarcoptes scabiei. Selain itu, adanya aktifitas
Sarcoptes scabiei misalnya berpindah tempat, juga dapat menyebabkan gatal.
Penderita jadi sering menggaruk kulitnya. Akibat infeksi ektoparasit tersebut
terbentuk kerak kudis yang berwarna coklat keabuan yang berbau anyir.
Sarcoptes tidak tahan dengan udara luar. Kalau orang yang menderita kudisan
dan sering menggaruk pada kulit yang terkena tungau, tungau-tungau itu tetap dapat
bertahan hidup karena kerak yang copot dari kulit memproteksi (jadi payung) tungau
terhadap udara luar.
c. Klasifikasi Sarcopes Scabiei
Kingdom

: Animalia

Phylum: Filum

: Arthropoda

Subphylum: Subfilum

: Chelicerata

Class: Kelas

: Arachnida

Subclass: Subclass

: Acarina

Superorder: Superordo

: Acariformes

Order: Order

: Astigmata

Suborder: Subordo

: Psoroptidia

Superfamily: Superfamili

: Sarcoptoidea

Family: Keluarga

: Sarcoptidae

Subfamily: Subfamili

: Sarcoptinae

Genus: Genera

: Sarcoptes

Species: Spesies

: S. scabiei

Binomial name

: Sarcoptes scabiei

2. KONSEP SCABIES
a. Definisi Scabies

Penyakit kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei yang menyebabkan


iritasi kulit. Parasit ini menggali parit di dalam epidermis sehingga menimbulkan
gatal-gatal dan merusak kulit penderita (Soedarto, 1992)
Penyakit kulit yang mudah menular dan ditimbulkan oleh investasi kutu
Sarcoptes scabiei var homini yang membuat terowongan pada stratum korneum kulit
terutama pada tempat predileksi (Wahidayat, 1998)
b. Etiologi
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Acarina,
superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali
itu

terdapat

S.

scabiei

yang

lainnya

pada

kambing

dan

babi.

Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung


dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 450 mikron x 250 350
mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 240 mikron x 150 200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai
alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut,
sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan
keempat berakhir dengan alat perekat.
c. Klasifikasi
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut
antara lain (Sungkar, S, 1995) :

Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated)


Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.

Skabies Incognito
Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga
gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih

bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang
tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.

Skabies Nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal
dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau
scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang
ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu
tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.

Skabies yang ditularkan melalui hewan


Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan
skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari
dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang
sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan
lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini
bersifat sementara (4 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei
var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.

Skabies Norwegia
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan
krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi
biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak
tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies
biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk
ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak
(ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga
sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembangbiak
dengan mudah.

Skabies pada bayi dan anak

Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder
berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi,
lesi di muka. (Harahap. M, 2000).

Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden)


Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat
tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. (Harahap. M, 2000).

d. Pemeriksaan Diagnostik
Penegakan diagnosis skabies dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorik (WENDEL dan ROMPALO, 2002),
yaitu sebagai berikut :

Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama maupun yang
baru. Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan KOH 10%
kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa di bawah mikroskop.
Diagnosis skabies positif jika ditemukan tungau, nimpa, larva, telur atau kotoran
S. scabiei (ROBERT dan FAWCETT, 2003).

Mengeluarkan S. skabiei dengan ujung jarum atau skalpel dari bagian terminal
terowongan dan memeriksanya dibawah mikroskop setelah lebih dulu dimasukan
dalam tetesan KOH 10% yang ditempatkan diatas kaca objek (BINTARI et al.,
1979; HERMS, 1961; FAUST dan RUSSEL, 1977).

Membuat kerokan kulit di daerah sekitar papula, kemudian dibuat sediaan di atas
kaca objek dengan kaca tutup, selanjutnya diperiksa dibawah mikroskop
(ISKANDAR, 1982; ISKANDAR et al., 1984).

Tes tinta pada terowongan di dalam kulit dilakukan dengan cara menggosok
papula menggunakan ujung pena yang berisi tinta. Papula yang telah tertutup
dengan tinta didiamkan selama dua puluh sampai tiga puluh menit, kemudian tinta
diusap/ dihapus dengan kapas yang dibasahi alkohol. Tes dinyatakan positif bila
tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis
zig-zag (HoEDOJO, 1989).

Visualisasi terowongan yang dibuat tungau juga dapat dilihat menggunakan


mineral oil atau flourescence tetracycline test (BURKHART et al., 2000) . Kedua
metode ini memiliki kekurangan, khususnya pada kasus yang baru terinfestasi S.
scabiei. Tungau akan sulit untuk diisolasi dari kerokan kulit dan gejala klinis yang
ditunjukkan mempunyai persamaan dengan penyakit kulit lainnya (WALTON et
al., 2004a).

Metode ELISA untuk deteksi skabies pada manusia masih mempunyai kelemahan
karena adanya reaksi silang antara kulit induk semang dan antigen varian S.
scabiei .
Tingginya latar (background) masih sering menyertai hasil ELISA. VAN DER
HEIJDEN et al. (2000) menduga fenomena tersebut akibat adanya kontaminasi
dari whole antigen ekstrak tungau dengan immunoglobulin induk semang.
Rendahnya pengetahuan tentang induksi dan waktu yang tepat terhadap respon
humoral spesifik pada sistem imun manusia naif dan sensitif juga menjadi kendala
dalam pengembangan ELISA ini (WALTON et al. 2004a). Kemajuan yang nyata
di bidang penelitian molekuler skabies dan kloning bahan alergen tungau atau
molekul lainnya menjadi tantangan untuk pengembangan ELISA yang spesifik
untuk manusia di masa yang akan datang

Videodermatoskopi, biopsi kulit dan mikroskopi epiluminesken (ARGENZIANO


et al., 1997; MICALI et al., 1999). Videodermatoskopi dilakukan menggunakan
sistem mikroskop video dengan pembesaran seribu kali dan memerlukan waktu
sekitar lima menit. Umumnya metode ini masih dikonfirmasi dengan basil
kerokan kulit (MICALI et a!., 1999). Pengujian menggunakan mikroskop
epiluminesken dilakukan pada tingkat papilari dermis superfisial dan memerlukan
waktu sekitar lima menit serta mempunyai angka positif palsu yang rendah
(ARGENZIANO et al., 1997) . Kendati demikian, metode-metode diagnosis
tersebut kurang diminati karena memerlukan peralatan yang mahal.

Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas putih
dan dilihat dengan kaca pembesar.

Dengan membuat biopsi irisan, caranya ; jepit lesi dengan 2 jari kemudian buat
irisan tipis dengan pisau dan periksa dengan miroskop cahaya.

Dengan biopsi eksisional dan diperiska dengan pewarnaan HE.

e. Penatalaksanaan
Ada beberapa cara pemberantasan untuk menghadapi penderita skabiesis, yaitu :

Cara-cara pencegahan. Lakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas


kesehatan tentang cara penularan, diagnosis dini dan cara pengobatan penderita
scabies dan orang-orang yang kontak

Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya.

Laporan kepada Dinas Kesehatan setempat

Isolasi: Siswa sekolah atau pekerja yang terinfeksi dilarang masuk ke sekolah dan
pekerja sampai dilakukan pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit
diisolasi sampai dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan yang efektif.

Disinfeksi serentak: Pakaian dalam dan sprei yang digunakan oleh penderita
dalam 48 jam pertama sebelum pengobatan dicuci dengan menggunakan sistem
pemanasan pada proses pencucian dan pengeringan, hal ini membunuh kutu dan
telur. Tindakan ini tidak dibutuhkan pada infestasi yang berat. Mencuci sprei,
sarung bantal dan pakaian pada penderita Norwegian scabies sangat penting
karena potensi untuk menularkan sangat tinggi. Pakaian dan barang-barang asal
kain dianjurkan untuk disetrika sebelum digunakan. Sprai penderita harus sering
diganti dengan yang baru maksimal tiga hari sekali. Benda-benda yang tidak dapat
dicuci dengan air (bantal, guling, selimut) disarankan dimasukkan ke dalam
kantung plastik selama tujuh hari, selanjutnya dicuci kering atau dijemur di bawah
sinar matahari sambil dibolak batik minimal dua puluh menit sekali. Kebersihan
tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola hidup yang sehat akan
mempercepat kesembuhan dan memutus siklus hidup S. scabiei (WENDEL dan
ROMPALO, 2002).

Karantina: Tidak diperlukan

Immunisasi kontak: tidak ada.

Penyelidikan terhadap penderita kontak dan sumber penularan: Temukan

penderita yang tidak dilaporkan dan tidak terdeteksi diantara teman dan anggota
keluarga; penderita tunggal dalam satu keluarga jarang ditemukan. Berikan
pengobatan profilaktik kepada mereka yang kontak kulit ke kulit dengan penderita
(anggota keluarga dan kontak seksual)

Pengobatan spesifik: Pengobatan pada anak-anak adalah dengan permetrin 5%.

Alternatif pengobatan menggunakan gamma benzena hexachloride 1% (lindane


dan Kwell obat ini kontra indikasi untuk bayi yang lahir premature dan
pemberiannya harus hati-hati kepada bayi yang berumur < 1 tahun serta ibu yang
sedang

hamil);

Crotamiton

(Eurax

);

Tetraethylthiuram

monosulfide

(Tetmosol, tidak tersedia di AS) dalam 5% larutan diberikan 2 kali sehari; atau
menggunakan emulsi benzyl benzoate untuk seluruh badan kecuali kepala dan
leher. (Rincian pengobatan bervariasi tergantung dari jenis obat yang digunakan).
Pada hari berikutnya setelah pengobatan mandi berendam untuk membersihkan
badan, baju dan sprei diganti dengan yang bersih. Rasa gatal mungkin akan tetap
ada selama 1 sampai 2 minggu; hal ini jangan dianggap bahwa pengobatan
tersebut gagal atau telah terjadi reinfeksi. Pengobatan berlebihan sering terjadi,
untuk itu harus dihindari karena dapat menyebabkan keracunan terhadap obat
tersebut terutama gamma benzena hexachloride. Sekitar 5% kasus, perlu
pengobatan ulang dengan interval 7 10 hari jika telur bertahan dengan
pengobatan pertama. Lakukkan supervisi ketat terhadap pengobatan, begitu juga
mandi yang bersih adalah penting.

Lalu lintas ternak dari satu tempat ke tempat lainnya menjadi pintu masuknya
bibit penyakit ke suatu daerah sehingga harus diperhatikan secara serius .
Penyuluhan tentang penyakit skabies dan tata cara serta tindakan pengobatan
skabies perlu lebih digiatkan. Umumnya peternak kurang menyadari akan bahaya
skabies bagi dirinya sendiri mapun ternaknya. SUHARDONO et al. (2005)
membuktikan

bahwa

pengobatan

skabies

yang

dilakukan

peternak

pascapenyuluhan menunjukkan hasil yang nyata dibandingkan tanpa penyuluhan .

Umumnya, penderita masih merasakan gatal selama dua minggu pascapengobatan


. Kondisi ini diduga karena masih adanya reaksi hipersensitivitas yang berjalan
relatif lambat . Apabila lebih dari dua minggu masih menunjukkan gejala yang
sama, maka dianjurkan untuk kembali berobat karena kemungkinan telah terjadi

resistensi atau berkurangnya khasiat obat tersebut. Kegagalan pengobatan pada


skabies krustasi secara topikal diduga karena obat tidak mampu berpenetrasi ke
dalam kulit akibat tebalnya kerak (BURKHART et al., 2000).

f. EPIDEMIOLOGI
Skabies merupakan penyakit endemi pada banyak masyarakat. Penyakit ini
dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit ini banyak
dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua umur.
Insiden pada pria dan wanita sama.
Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang
sampai saat ini belum bisa dijelaskan. Ada dugaan interval antara akhir dari suatu
epidemi dan permulaan epidemi berikutnya adalah 30 tahun.
Insidennya di Indonesia masih cukup tinggi, terendah di Sulawesi Utara dan
tertinggi di Jawa Barat. Amiruddin dkk., dalam penelitian skabies di Rumah Sakit
Dokter Soetomo Surabaya, menemukan insiden penderita skabies selama 1983-1984
adalah 2,7%. Abu A. Dalam penelitiannya di RSU Dadi Ujung Pandang mendapatkan
skabies 0,67% (1987-1988).

g. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI

Kemiskinan
Higiene yang jelek
Seksual Promiskuitas
Diagnosis yang salah
Demografi
Ekologi
Derajat sensitasi individual

h. MANIFESTASI KLINIK

Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbantuk garis lurus atau berkelokkelok, panjangnya beberapa milimeter sampai satu centimeter, dan pada ujungnya

tampak vesikula, papula, atau pustula.


Tempat predileksinya adalah kulit dengan stratum korneum yang tipis, yaitu selasela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan,

areola mammae (wanita), umbilikus, abdomen bagian bawah, bokong, genitalia


eksterna (pria). Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dan kepala, kecuali
pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi di seluruh

permukaan kulit.
Pruritus nokturna, yakni gatal- gatal hebat pada malam hari. Terjadi karena
aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas, dan saat hospes

dalam keadaan tenang atau tidak beraktivitas.


Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok. Misalnya, dalam sebuah
keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga dapat terkena infeksi. Begitu pula
pada sebuah perkampungan yang padat penduduknya, misalnya asrama atau

penjara.
Ditemukannya tungau yang merupakan penentu utama diagnosis.

4. FARMAKOLOGI
Pengobatan pada pasien skabiesis harus dilaksanakan secara benar , rutin, dan tuntas.
Hal ini penting agar tungau tidak resisten terhadap obat. Syarat pengobatan yang ideal
adalah :
a. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.
b. Tidak menimbulkan iritasi.
c. Tidak berbau dan kotor.
d. Mudah diperoleh dan harganya murah.
Jenis obat topical meliputi : belerang endap (sulfurpresipitatum), emulsi benzyl
benzoate, gama benzene klorida, krotamiton 10 %, permetrin 5%

a. Gamma benzene hexachorida (GBH) bentuk krim lotion dapat menimbulkan


toksisitas akut pada susunan saraf pusat, sehingga tidak diberikan pada anak kecil,
bayi dan ibu hamil. Pemberian satu kali saja dengan menyapukan secara tipis ke
seluruh tubuh dan ekstremitas serta membiarkan selama 8-12 jam.
b. Sulfur 4% - 10%, aman untuk bayi dan anak kecil disapukan ke seluruh badan dan
ekstremitas tiap malam selama 3 hari setelah obat disapukan penderita mandi dengan
sabun dang anti pakaian.
c. Emulsi benzil-benzoas 20-25%, efektif terhadap semua stadium tungau, diberikan
setiap malam selama 3 hari bertutut-turut. Kekurangannya, dapat menimbulkan iritasi
kulit. Obat ini diyakini akan diserap oleh kutu dan tungau dan sehingga
menghancurkan kutu dengan bekerja pada sistem saraf. Obat ini tersedia tanpa resep,
namun harus dengan instruksi dokter karena harus dengan penggunaan yang tepat.
d. Krotamiton 10% dalam bentuk losion digunakan untuk terapi skabies, dan beberapa
penelitian menunjukkan krotamiton 10% juga efektif untuk kutu kepala dimana
diberikan ke kulit kepala dan didiamkan selama 24 jam sebelum dibilas. Aman untuk
anak, dewasa, dan wanita hamil.
e. Gamexan 1%, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium tungau,
mudah digunakan, serta jarang menimbulkan iritasi kulit. Namun obat ini tidak
dianjurkan bagi wanita hamil, maupun anak dibawah usia 6 tahun, karena bersifat
toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemakaiannya cukup satu kali.
f. Permetrin HCl 5%, efektifitasnya seperti Gamexan, namun tidak terlalu toksik.
Penggunaannya cukup sekali, namun harganya relatif mahal.
g. Kwell, suatu salep terdiri atas Lindane 1% (heksaklorosikloheksan). Setelah mandi
dengan air panas dan sabun, salep dapat dipergunakan.
h. Preparat sulfur presipitatum 5-10 % efektif untuk stadium larva, nimfa dan dewasa,
tetapi tidak efektif untuk membunuh telur. Karena itu, pengobatan minimal selama 3
hari agar larva yang menetas dari telurnya dapat mati oleh obat tersebut.

5. PRINSIP ETIK DAN LEGAL

a. Non- Maleficence
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada
klien. Perawat melakukan prosedur keperawatan dengan benar sehingga klien
terhindar dari hal yang merugikan.
Perawat melakukan kewaspadaan universal untuk mencegah terjadinya infeksi
terutama infeksi yang diakibatkan dari proses transfuse darah.
b. Beneficence
Beneficience berarti hanya melakukan sesuatu yang baik. Perawat
memberikan intervensi sesuai dengan kebutuhan dan diagnosa klien.
c. Respect for Autonomy
Perawat harus menjelaskan dengan jelas kepada keluarga tentang kondisi
yang dialami pasien tanpa ada sedikitpun yang ditutupi sehingga pasien mendapatkan
haknya.
d. Justice
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang
lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang
benar sesuai

hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh

kualitas pelayanan kesehatan.


Perawat harus bertindak adil dalam melakukan tindakan keperawatan tanpa
membedakan status ekonomi, suku, agama, dll. Agar pasien dapat merasakan
kenyamanan.
e. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan
untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan
dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar
menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan
penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani
perawatan.

6.

UNIVERSAL PRECAUTIONS

a.

Cuci Tangan : Teknik mencuci tangan yang baik


Teknik mencuci tangan yang baik meliputi mencuci tangan dengan sabun dan
air atau menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol. Kertas atau tisu
antimikroba sama efektifnya seperti sabun dan air dalam membersihkan tangan anda
tapi tidak sebaik pembersih berbasis alkohol.Sabun antimikroba telah menjadi populer
dalam beberapa tahun. Bagaimanapun, sabun ini tidak efektif dalam membunuh
kuman dibandingkan sabun biasa dan air. Menggunakan sabun ini dapat menyebabkan
perkembangan bakteri yang resisten terhadap agen antimikroba produk, sehingga
menyebabkan semakin sulit untuk membunuh kuman tersebut di kemudian hari.
Umumnya, sabun biasa cukup. Kombinasi menggosok tangan dengan sabun (baik
antimikroba atau bukan) dan membilas dengan air mengalir dan memindahkan bakteri
dari tangan anda.
Mencuci tangan dengan sabun dan air

Sumber : http://www.medicastore.com/med/artikel.php?
id=177&iddtl=&idktg=&idobat=&UID=20080722142019125.208.146.56

Ikuti instruksi ini untuk mencuci dengan sabun dan air :

Basahkan tangan anda dengan air yang hangat dan mengalir kemudian gunakan
sabun pembersih batang atau cair sampai berbusa.

Gosok kedua tangan anda minimal 15 detik.

Gosok semua permukaan termasuk bagian belakang tangan, pergelangan tangan,


bagian di antara jari dan di bawah kuku jari.

Bilas dengan baik.

Keringkan tangan dengan handuk yang bersih atau yang dapat dibuang.

Gunakan handuk untuk mematikan kran.

b. Sarung Tangan ( memakai dan melepaskan )


Sarung tangan melindungi tangan dari bahan-bahan terinfeksi dan melindungi
pasien dari mikroorganisma yang berasal dari tangan petugas. Alat ini adalah satusatunya pembatas fisik yang lebih penting selain cuci tangan untuk mencegah
penyebaran infeksi.
Tergantung pada situasi yang dihadapi, sarung tangan rumah tangga perlu
dikenakan oleh semua petugas bila : Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah /
cairan tubuh, selaput lendir, dan kulit yang terbuka.
Langkah-langkah mengenakan sarung tangan:
LANGKAH 1:
Cuci tangan dengan air dan sabun 10-15 detik dan keringkan dengan handuk
kertas/kain sekali pakai atau pengering.
LANGKAH 2:
Kenakan kedua sarung tangan, dengan tangan yang dominan gunakkan dengan hatihati yakinkan bahwa jari tangan tepat di ruangnya dengan hati tarik sarung tangan
agar manutupi tangan tetapi jangan menyentuh bagian yang non-dominann ( tidak
steril ) lalu setelah memasang sarung tangan ke tangan yang dominan pakai sarung

tangan ke tangan non-dominan selipkan jari-jari ke dalam sarung tangan sama seperti
tangan dominan.

LANGKAH 3:
setelah selesai menggunakan lepaskan sarung tangan. Hati hati pada saat melepaskan
LANGKAH 4:
Dekontaminasi sarung tangan dengan merendam dalam larutan klorin 0.5% selama 10
menit bila sarung tangan akan dipakai lagi. Bila tidak dipakai ulang, buang kedalam
tempat sampah terkontaminasi yang anti bocor.
LANGKAH 5:
Cuci tangan dengan air dan sabun 10-15 detik dan keringkan dengan handuk
kertas/kain sekali pakai atau pengering udara sebelum kontak dengan pasien berikut
atau petugas.

6. Learning Objective
a. Terowongan linear
Yaitu lubang atau terowongan yang digali oleh kutu betina pada lapisan
superfisial kulit yaitu pada stratum korneum, berbentuk garis lurus atau berkelokkelok, berwarna coklat atau hitam, menyerupai benang, panjangnya beberapa mili
meter sampai 1 cm dengan kecepatan menggali terowongannya 1-5 mm/hari.
Terowongan ini lebih banyak terdapat di daerah yang berkulit tipis dan tidak banyak
mengandung folikel sebasea. Kutu tersebut akan memperluas terowongannya sambil
mengeluarkan telurnya 2-3 butir sehari sampai selama 2 bulan.
b. Mekanisme gatal
iritan / allergen mengiritasi kulit
kulit melepaskan histamine
respon histamine oleh sensor syaraf
spinal cord
thalamus : syaraf spinothalamic tract (STT)

cerebral cortex
sensasi gatal
gerakan menggaruk
Dalam keadaan gatal biasa seperti yang disebabkan gigitan nyamuk, sel pada
kulit melepaskan senyawa kimia yang dinamakan histamine. Sensor syaraf tertentu
kemudian merespons histamine lalu menyampaikan pesan rasa gatal ke spinal cord.
Selanjutnya pesan tersebut diteruskan lagi ke seluruh bagian otak yang disebut
thalamus. Syaraf-syaraf ini merupakan bagian dari sekumpulan syaraf spinal bernama
spinothalamic tract atau STT.
Dari thalamus, pesan rasa gatal itu diteruskan lagi ke bagian cerebral cortex
yang menerjemahkan sinyal dan menghasilkan sensasi rasa gatal.
Agar rasa gatal menjadi ringan, tubuh melakukan gerakan menggaruk.
Menggaruk menurunkan atau menghambat aktivitas pada neuron susunan saraf tepi
yang mentransmisi rasa gatal ke otak dan bergantung pada aksi yang dilakukan.
Pada kasus skabies, rasa gatal yang dirasakan klien merupakan akibat dari
reaksi imunologi tipe lambat terhadap terhadap kutu, dimana kutu akan mengeluarkan
produk ekskresinya / ekskreta yang akan menjadi allergen penyebab gatal. Selain itu,
rasa gatal ini juga disebabkan oleh aktivitas kutu saat menggali lobang, ataupun
aktivitas hypopi yakni sarcoptes muda dengan tiga pasang kaki, yang memakan sel-sel
di lapisan kulit itu, akibatnya penderita menggaruk kulitnya sehingga terjadi infeksi
ektoparasit dan terbentuk kerak berwarna coklat keabuan yang berbau anyir. Rasa
gatal ini akan meningkat pada malam hari karena peningkatan kehangatan kulit yang
menimbulkan efek stimulasi terhadap parasit tersebut yang mana aktivitas kutu akan
meningkat.
c. Terdapat krusta karena adanya cairan tubuh yang merupakan residu serum, darah, atau
pus yang tertinggal, yang kemudian mengering pada permukaan kulit. Selain itu,
cairan tersebut juga bisa berasal dari sekret yang berasal dari tungau betina maupun
cairan ekskreta yang berasal dari larva.

d. Plak Hiperkeratosis

Plak hiperkeratosis adalah penebalan lapisan tanduk (stratum corneum)

Ada 2 macam Hiperkeratosis, yaitu :

Orthokeratosis :
Yakni penebalan stratum korneum tanpa disertai dengan sel sel yang masih
berinti. Contoh: tinea versikolor, ichtyosis

Parakeratosis
Yakni penebalan stratum korneum yang disertai dengan sel-sel yang masih berinti.

e. Bagaimanakah perlawanan dan pertahanan tubuh kita terhadap si kutu?

Sarcoptes scabiei akan jarang ditemukan pada orang yang personal hygieni nya
baik. Imunoglobulin E akan bereaksi jika terdapat gangguan pada kulit. Flora
normal juga berperan dalam pertahanan tubuh.

f. Apakah ada kemungkinan infeksi sekunder karena lubang yang dibuat?


Jelaskan!

Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang memakan sel-sel
di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa gatal, akibatnya penderita
menggaruk kulitnya sehingga terjadi infeksi ektoparasit dan terbentuk kerak
berwarna coklat keabuan yang berbau anyir. Sarcoptes tidak tahan dengan udara
luar. Kalau orang yang menderita kudisan dan sering menggaruk pada kulit yang
terkena tungau, tungau-tungau itu tetap dapat bertahan hidup karena kerak yang
copot dari kulit memproteksi (jadi payung) tungau terhadap udara luar. Akibat lain
kegiatan menggaruk tadi adalah mundulnya infeksi sekunder, dengan munculnya
nanah (pus) dalam luka tadi. Hal ini akan menyulitkan pengobatan.

Daftar Pustaka

http://www.vet-indo.com/Kasus-Medis/Yang-Perlu-Anda-Tahu-tentang-Scabies.html
http://dokteranakku.com/?p=81
(asuhan keperawatn klien gangguan system integument oleh hj. Loetfia dwi rahariyani. S.kp.
M.Si Jakarta egc 2007).
(SKRIPSI : PERILAKU KESEHATAN SANTRI TERHADAP KEJADIAN SKABIES
PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-AQSHA DESA CIBEUSI KECAMATAN
JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG OLEH : GUSTINI WULAN SARI)
http://filzahazny.wordpress.com/category/parasitologi/
http://www.medicastore.com/med/artikel.php?
id=177&iddtl=&idktg=&idobat=&UID=20080722142019125.208.146.56
http://74.125.153.132/search?
q=cache:sg8mxXZGKgQJ:peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/wartazoa/wazo1615.pdf+pemeriksaan+diagnostik+skabies&cd=13&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a
http://ahyarwahyudi.wordpress.com/2009/05/
http://docs.google.com/gview?a=v&q=cache:_Dd5bll73NsJ:mki.idionline.org/index.php
%3FuPage%3Dmki.mki_dl%26smod%3Dmki%26sp%3Dpublic%26key%3DOTYtMTg
%3D+Pendekatan+Kedokteran+Keluarga+pada+Penatalaksanaan+Skabies+Anak+Usia+PraSekolah&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjz_3Pa_d8JKbA0lQ6_GYDj4Kwo2DSvAD1dj4cZT3MgYYsIT2Xl0XR2LZ84Z6tjFaKVEqLoj690gVe6CuEtTljHyaIxSlvllnvQKkRDrX9x7l09kA7K_XxWi2YU_0AAr6d23R&sig=AFQjCNHYcgd4
NiLxZAKGzksnB18hKKNP1w

Anda mungkin juga menyukai