Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP)

CARDIAC ARREST

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kematian jantung mendadak (SCD) adalah kematian akibat kehilangan fungsi
jantung. Korban mungkin atau mungkin tidak memiliki didiagnosa penyakit jantung. Waktu
dan cara kematian yang tak terduga. Hal ini terjadi dalam beberapa menit setelah gejala
muncul. Alasan yang mendasari paling umum untuk pasien mati mendadak dari serangan
jantung adalah penyakit jantung koroner (buildups lemak dalam arteri yang memasok darah
ke otot jantung). Sehingga pembuluh darah sempit, otot jantung bisa berhenti karena
kekurangan suplai darah.
Dari 90 % korban dewasa sudden cardiac death (SCD), dua atau lebih dari korban
disebabkan karena arteri koroner utama menyempit oleh lemak. Sedangkan dua-pertiga dari
korban ditemukan bekas luka dari serangan jantung sebelumnya. Ketika kematian mendadak
terjadi pada orang dewasa muda, kelainan jantung lainnya merupakan penyebab yang lebih
mungkin. Adrenalin dilepaskan selama aktivitas fisik atau olahraga yang sering menjadi
pemicu munculnya SCD. Dalam kondisi tertentu, berbagai obat jantung dan obat lainnya,
serta penyalahgunaan obat terlarang dapat menyebabkan irama jantung abnormal yang juga
dapat menyebabkan kematian SDC.
Serangan tiba-tiba jantung (SCA) adalah suatu kondisi dimana jantung tiba-tiba dan
tak terduga berhenti berdetak. Ketika ini terjadi, darah berhenti mengalir ke otak dan organ
vital lainnya. SCA biasanya menyebabkan kematian jika tidak dirawat dalam beberapa menit.
SCA tidak sama dengan serangan jantung . Serangan jantung terjadi ketika darah
mengalir ke bagian dari otot jantung tersumbat. Selama serangan jantung, jantung biasanya
tidak tiba-tiba berhenti berdetak. SCA, bagaimanapun mungkin dapat terjadi setelah atau
selama pemulihan dari serangan jantung.
Orang yang memiliki penyakit jantung akan meningkatkan risiko untuk SCA. Namun,
kebanyakan SCA terjadi pada orang yang tampak sehat dan tidak memiliki penyakit jantung
atau faktor risiko lain untuk SCA. Seorang yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit
jantung atau ada anggota keluarga yang pernah meninggal mendadak perlu mewaspadai
terjadinya cardiac arrest. Upaya pencegahan lain adalah dengan menjalankan gaya hidup
sehat dan rutin berolahraga.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Cardiac Arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa
terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak.
Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat dengan gejala
maupun tanpa gejala

2.2 Etiologi
1. Faktor-faktor Risiko
a. Usia
Insiden CD meningkat dengan bertambahnya usia bahkan pada pasien yang bebas
dari CAD simtomatik.
b. Jenis kelamin
Tampak bahwa pria mempunyai insiden SCD yang lebih tinggi dibandingkan wanita
yang bebas dari CAD yang mendasari.
c. Merokok
2. Penyakit jantung yang mendasari
a. Tidak ada penyakit jantung yang diketahui
Pasien ini mempunyai pengurangan resiko SCD, bila dibandingkan dengan pasien
CAD atau pasien dengan pengurangan fungsi ventrikel kiri.
b. Penyakit arteri koronaria (CAD)
c. Sindrom prolaps katup mitral (MVPS)
d. Hipertrofi septum yang asimetrik (ASH)
e. Sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW)
f. Sindrom Q-T yang memanjang
3. Lain-lainnya
1. Hipertensi: peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic merupakan
predisposisi SCD
2. Hiperkolesteremia: tidak ada hubungan jelas antara kadar kolesterol serum
dan SCD yang telah ditemukan
3. Diabetes mellitus: dalam penelitian Framingham hanya pada wanita
ditemukan peningkatan insiden SCD yang menyertai intoleransi glukosa.

4. Ketidakaktifan fisik: gerak badan mempunyai manfaat tidak jelas dalam


mengurangi insiden SCD.
5. Obesitas: menurut data Framingham, obesitas meninggkatkan resiko SCD
pada pria, bukan wanita.
4. Riwayat aritmia
a. Aritmia supraventrikel
Pada pasien sindrom WPW dan ASH, perkembangan aritmia supraventrikel disertai dengan
peningkatan insiden SCD. Pasien CAD yang kritis juga beresiko, jika aritmia supraventrikel
menimbulkan iskemia miokardium. Tampak bahwa iskemia dapat menyebabkan tidak
stabilnya listrik, yang mengubah sifat elektrofisiologi jantung yang menyebabkan VT terusmenerus atau VF. Tetapi sering episode iskemik ini asimtomatik.
b. Aritmia ventrikel
Pasien dengan penyakit jantung yang mendasari dan VT tidak terus-menerus menpunyai
peningkatan insiden SCD dibandingkan pasien dengan VPC tersendiri. Kombinasi VT yang
tidak terus-menerus dan disfungsi ventrikel kiri disertai tingginya resiko SCD. Pasien CAD
dan VT spontan mempunyai ambang VT yang lebih rendah dibandingkan pasien CAD dan
tanpa riwayat VT. Sehingga pasien CAD dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang rendah dan
VF atau VT terus-menerus yang spontan mempunyai insiden SCD tertinggi.
5. Faktor pencetus
a. Aktivitas
b. Iskemia
c. Spasme arteri koronaria

2.3 Patofisiologi
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun,
umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti jantung,
peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk
semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya
suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak,
menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak
mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi
kematian
dalam
10
menit
(Sudden
cardiac
death).
Berikut akan dibahas bagaimana patofisiologi dari masing-masing etiologi yang mendasari
terjadinya cardiac arrest.
1. Penyakit Jantung Koroner
2. Stress Fisik
Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal berfungsi,
diantaranya:
a) perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam

b) sengatan listrik
c) kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma
yang berat
d) Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah
e) Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang memiliki
gangguan jantung.
f) Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal refleks
akibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.
3. Perubahan struktur jantung
Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat menyebabkan
perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat mengganggu impuls listrik.
Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung akibat tekanan darah tinggi atau
penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga dapat menyebabkan perubahan struktur
dari jantung.
4.

Obat-obatan

Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain, digoxin,
aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya materi yang
ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari keluarga atau teman pasien,
memeriksa medical record untuk memastikan tidak adanya interaksi obat, atau mengirim
sampel urin dan darah pada laboratorium toksikologi dapat membantu menegakkan
diagnosis.
5. Tamponade jantung
Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga tidak
mampu untuk berdetak, mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan kematian.
6. Tension pneumothorax
Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara akan
terus masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam paru. Hal ini akan
menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi, jantung akan terdesak dan
pembuluh darah besar (terutama vena cava superior) tertekan, sehingga membatasi aliran
balik ke jantung.

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi Klinis Cardiac Arrest :
1. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen,
termasuk otak.
2.

Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan


kesadaran (collapse).

3. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit,
selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit.
4. Napas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas).
5. Tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang dapat
terasa pada arteri.
6. Tidak ada denyut jantung.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


Elektrokardiogram
Tes darah
- Pemeriksaan Enzim Jantung
- Elektrolit Jantung
Test Obat
Test Hormon
Imaging tes
- Pemeriksaan Foto Torak
- Pemeriksaan nuklir
- Ekokardiogram
Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Ejection fraction testing
Coronary catheterization (angiogram)
2.6 Penatalaksanaan
Pasien yang mendadak kolaps ditangani melalui 5 tahap, yaitu:
1. Respons awal
Respons awal akan memastikan apakah suatu kolaps mendadak benar-benar
disebabkan oleh henti jantung. Observasi gerakan respirasi, warna kulit, dan ada
tidaknya denyut nadi pada pembuluh darah karotis atau arteri femoralis dapat
menentukan dengan segera apakah telah terjadi serangan henti jantung yang dapat
membawa kematian. Gerakan respirasi agonal dapat menetap dalam waktu yang
singkat setelah henti jantung, tetapi yang penting untuk diobservasi adalah stridor
yang berat dengan nadi persisten sebagai petunjuk adanya aspirasi benda asing atau
makanan. Jika keadaan ini dicurigai, maneuver Heimlich yang cepat dapat
mengeluarkan benda yang menyumbat. Pukulan di daerah prekordial yang dilakukan
secara kuat dengan tangan terkepal erat pada sambungan antara bagian sternum
sepertiga tengah dan sepertiga bawah kadang-kadang dapat memulihkan takikardia
atau fibrilasi ventrikel, tetapi tindakan ini juga dikhawatirkan dapat mengubah
takikardia ventrikel menjadi fibrilasi ventrikel. Karena itu, telah dianjurkan untuk

menggunakan pukulan prekordial hanya pada pasien yang dimonitor; rekomendasi ini
masih controversial. Tindakan ke tiga selama respons inisial adalah membersihkan
saluran nafas. Gigi palsu atau benda asing yang di dalam mulut dikeluarkan, dan
maneuver Heimlich dilakukan jika terdapat indikasi mencurigakan adanya benda
asing yang terjepit di daerah orofaring. Jika terdapat kecurigaan akan adanya henti
respirasi (respiratory arrest) yang mendahului serangan henti jantung, pukulan
prekordial kedua dapat dilakukan setelah saluran napas dibersihkan.
2. Penanganan untuk dukungan kehidupan dasar (basic life support)
Tindakan ini yang lebih popular dengan istilah resusitasi kardiopulmoner
(RKP;CPR;Cardiopulmonary Resuscitation) merupakan dukungan kehidupan dasar
yang bertujuan untuk mempertahankan perfusi organ sampai tindakan intervensi yang
definitive dapat dilaksanakan. Unsur-unsur dalam tindakan RKP terdiri atas tindakan
untuk menghasilkan serta mempertahankan fungsi ventilasi paru dan tindakan
kompresi dada. Respirasi mulut ke mulut dapat dilakukan bila tidak tersedia
perlengkapan penyelamat yang khusus misalnya pipa napas orofaring yang terbuat
dari plastic, obturator esophagus, ambu bag dengan masker. Teknik ventilasi
konvensional selama RKP memerlukan pengembangan paru yang dilakukan dengan
menghembuskan udara pernapasan sekali setiap 5 detik, kalau terdapat dua orang
yang melakukan resusitasi dan dua kali secara berturut, setiap 15 detik kalau yang
mengerjakan ventilasi maupun kompresi dinding dada hanya satu orang.
Langkah-langkah penting dalam resusitasi kardiopulmoner. A. Pastikan bahwa
saluran nafas korban dalam keadaan lapang/ terbuka. B. Mulailah resusitasi respirasi
dengan segera. C. Raba denyut nadi karotis di dalam lekukan sepanjang jakun
(Adams apple) atau kartilago tiroid. D. Jika denyut nadi tidak teraba, mulai lakukan
pijat jantung. Lakukan penekanan sebanyak 60 kali per menit dengan satu kali
penghembusan udara untuk mengembangkan paru setelah setiap 5 kali penekanan
dada. (Isselbacher: 228)
3. Penanganan dukungan kehidupan lanjutan (advanced life support)
Tindakan ini bertujuan untuk menghasilkan respirasi yang adekuat,
mengendalikan aritmia jantung, menyetabilkan status hemodinamika (tekanan darah
serta curah jantung) dan memulihkan perfusi organ. Aktivitas yang dilakukan untuk
mencapai tujuan ini mencakup:
a) Tindakan intubasi dengan endotracheal tube
b) Defibrilasi/ kardioversi, dan/atau pemasangan pacu jantung
c) Pemasangan lini infuse.
4. Asuhan pasca resusitasi
Fase penatalaksanaan ini ditentukan oleh situasi klinis saat terjadinya henti
jantung. Fibrilasi ventrikel primer pada infark miokard akut umumnya sangat
responsive terhadap teknik-teknik dukungan kehidupan (life support) dan mudah
dikendalikan setelah kejadian permulaan. Pemberian infuse lidokain dipertahankan
dengan dosis 2-4 mg/menit selama 24-72 jam setelah serangan.

5. Penatalaksanaan jangka panjang


Bentuk perawatan ini dikembangkan menjadi daerah utama aktivitas
spesialisasi klinis karena perkembangan system penyelamatan emergency berdasarkomunitas. Pasien yang tidak menderita kerusakan system saraf pusat yang ireversibel
dan yang mencapai stabilitas hemodinamik harus dilakukan tes diagnostik dan
terapeutik yang ekstensif untuk tuntutan penatalaksanaan jangka panjang. Pendekatan
agresif ini dilakukan atas dasar dorongan fakta bahwadata statistikdari tahun 1970
mengindikasikan kelangsungan hidup setelah henti jantung di luar rumah sakit diikuti
oleh angka henti jantung rekuren 30 persen pada 1 tahun, 45 persen pada 2 tahundan
angka mortalitas total hampir 60 persen pada 2 tahun. Perbandingan historis
mendukung bahwa statistik buruk ini dapat diperbaiki dengan intervensi yang baru.
Tetapi seberapa besar perbaikannya idak diketahui karena kurangnya uji intervensi
bersamaan yang terkendali.

BAB III
LAPORAN ANALISA SINTESA
RUANG GAWAT DARURAT

Nama Pasien:

Umur:

Diagnosa Medis:

Tanggal:

1. Pengkajian primer (Airway,breathing,circulation,disabillity)


A. :
B. :, distress pernafasan
C. :tekanan darah tidak ada, sianosis kuku dan bibir, CPR > 2 detik, Nadi perifer tidak
teraba
D. :
2. Diagnosa keperawatan (berdasarkan pengkajian primer)
1) Gangguan perfusi cerebral b.d penurunan suplai O2 ke otak
2) Gangguan pertukaran gas b.d suplai O2 tidak adekuat
3. Tujuan dan kriteria hasil
d) Analisa data

Data

Analisa

DS:
Cardiac arrest
DO:
- Warna kulit
pucat
kemampuan pompa
- Kulit Dingin jantung menurun
- CRT > 2 detik

Masalah
Keperawatan

Gangguan Perfusi
serebral

Curah Jantung menurun


Suplai O2 ke otak tidak
terpenuhi
Gangguan perfusi
serebral

DS:

Cardiac arrest

DO:
kemampuan pompa
- Cianosis kuku jantung menurun
dan bibir
Curah Jantung menurun
Suplai O2 ke jaringan
tidak terprnuhi

Gangguan perfusi
jaringan

Gangguan perfusi
jaringan

DO:
DS:
- Nilai GDA
tidak normal
- Terlihat
distress
pernafasan

Cardiac arrest

Gangguan
pertukaran gas

kemampuan pompa
jantung menurun
Curah Jantung menurun
Suplai O2 ke seluruh
tubuh menurun
Kebutuhan O2 di paruparu tidak terprnuhi
Gangguan pertukaran gas

DS:
DO:
- Tekanan darah
tidak ada
- nadi perifer
tidak teraba

Cardiac arrest

Penurunan curah
jantung

kemampuan pompa
jantung menurun
Curah Jantung menurun

INTERVENSI
1. Gangguan perfusi serebral b.d penurunan suplai O2 ke otak
TUJUAN

Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali lancar


KRITERIA HASIL

- Pasien akan mempertahankan tanda-tanda vital dalam batas normal


- Warna dan suhu kulit normal
- CRT < 2 detik.

No

Intervensi

Rasional

Berikan vasodilator misal


nitrogliserin, nifedipin
sesuai indikasi

Obat diberikan untuk


meningkatkan sirkulasi
miokardia.

Posisikan kaki lebih tinggi


dari jantung

Mempercepat
pengosongan vena
superficial, mencegah
distensi berlebihan dan
meningkatkan aliran balik
vena

Pantau adanya pucat,


sianosis dan kulit dingin
atau lembab

Sirkulasi yang terhenti


menyebabkan transport O2
ke seluruh tubuh juga
terhenti sehingga akral
sebagai bagian yang paling
jauh dengan jantung
menjadi pucat dan dingin.

Pantau pengisian kapiler


(CRT)

Suplai darah kembali


normal jika CRT < 2 detik
dan menandakan suplai O2
kembali normal

2. Gangguan pertukaran gas b.d suplai O2 tidak adekuat


TUJUAN

Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat berlangsung


KRITERIA HASIL

- Nilai GDA normal


- Tidak ada distress pernafasan

No

Intervensi

Rasional

Berikan O2 sesuai

Meningkatkan konsentrasi oksigen


alveolar dan dapat memperbaiki

indikasi

hipoksemia jaringan

Pantau GDA Pasien

Nilai GDA yang normal


menandakan pertukaran gas
semakin membaik

Pantau pernapasan klien Untuk evaluasi distress pernapasan

4. Pengkajian sekunder (head to toe)


5. Pemeriksaan penunjang
Elektrokardiogram
Tes darah
- Pemeriksaan Enzim Jantung
- Elektrolit Jantung
Test Obat
Test Hormon
Imaging tes
- Pemeriksaan Foto Torak
- Pemeriksaan nuklir
- Ekokardiogram
Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Ejection fraction testing
Coronary catheterization (angiogram)
6. Diagnosa keperawatan (berdasarkan hasil pengkajian sekunder dan pemeriksaan
penunjang,mengikuti pola PES)
Penurunan curah jantung b.d kemampuan curah jantung menurun
7. Tujuan dan kriteria hasil
1. Penurunan curah jantung b.d kemampuan pompa jantung menurun
TUJUAN
KRITERIA HASIL

:Meningkatkan kemampuan pompa jantung


:-Nadi perifer teraba
- Tekanan darah dalam batas normal

No

Intervensi

Rasional

Lakukan Pijat Jantung

untuk mengaktifkan kerja pompa


jantung

Berikan oksigen tambahan


dengan kanula nasal/masker
dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi)

Meningkatkan sediaan oksigen


untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.
Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas.

Palpasi nadi perifer

Penurunan curah jantung dapat


menunjukkan menurunnya nadi
radial, dorsalis pedis dan postibial.
Nadi mungkin hilang atau tidak
teratur untuk dipalpasi.

Pantau Tekanan Darah

Pada pasien Cardiac Arrest tekanan


darah menjadi rendah atau mungkin
tidak ada.

Kaji kulit terhadap pucat


dan sianosis

Pucat menunjukkkan menurunnya


perfusi sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung.

8. WOC

Anda mungkin juga menyukai