Anda di halaman 1dari 19

Abstract

Cirrhosis of the liver is the ultimate journey of various liver diseases, characterized by fibrosis
resulting in a buildup of excess extracellular matrixes such as collagen, glycoproteins,
proteoglycans in the liver. The result is a decrease in the synthetic function of the liver,
deterioration of the liver's ability to detoxify, and portal hypertension with all its complications.
Patients come with the most major complaints are ascites, followed by symptoms of jaundice.
While on ultrasound examination, the most commonly found are ascites, rough hepatic eco-
structures, splenomegaly, portal hypertension and liver enlargement.
Keywords: cirrhosis of the liver, ascites, jaundice

Abstrak

Sirosis hati merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati, yang ditandai dengan
fibrosis yang mengakibatkan penumpukan kelebihan matriks ekstraseluler seperti kolagen,
glikoprotein, proteoglikan dalam hati. Akibatnya terjadi penurunan fungsi sintetik hati,
penurunan kemampuan hati untuk detoksifikasi, dan hipertensi portal dengan segala penyulitnya.
Penderita datang dengan keluhan utama terbanyak adalah asites, diikuti dengan gejala ikterik.
Sedangkan pada pemeriksaan USG, yang paling banyak ditemukan adalah asites, ekostruktur
hepar yang kasar, splenomegaly, hipertensi porta dan pembesaran hepar.

Kata kunci : sirosis hati, asites, ikterus

Pendahuluan

Sirosis Hati (SH) merupakan dampak tersering dari perjalanan klinis yang panjang dari
semua penyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan parenkim hati. Deskripsi suatu
“Sirosis” hati beronotasi baik dengan status pato-fisiologis maupun klinis, dan untuk menetapkan
prognosis pasien dengan penyakit hati.1

1
Secara klinis perlu dibedakan antara sirosis kompensata dan dekompensata yang didasarkan
pada tingkat hipertensi portal dan terjadinya komplikasi klinis namunn tidak selalu disertai
peristiwa biologis lain yang relevan termasuk perubahan regenerasi dan hilangnya fungsi hati
tertentu secara progresif.1

Dahulu SH dianggap sebagai proses yang pasif dan tidak dapat pulih kembali, namun
sekarang dianggap sebagai suatu bentuk respon aktif terhadap berbagai penyembuhan cedera hari
kronik yang dapat pulih kembali. Ada bukti nyata yang menunjukkan reversibilitas dari fibrosis
pada keadaan pre-sirosis. Namun faktor yang menentukan dari regresi fibrosis belum cukup
jelas, dan saat dimana sirosis betul-betul bisa pulih kembali belum ditetapkan secara morfologi
maupun fungsional. Dengan kata lain belum diketahui dengan pasti derajat fibrosis yang masih
reversibel.1

Anamnesis

Anamnesis yang akurat untuk memperoleh gambaran keluhan yang terjadi, karakteristik
keterkaitan dengan penyakit tertentu, penyakit hati kronis bisa menimbulkan keluhan akibat
gangguan fungsi sintetik, seperti edema, memar, ikterus, atau pruritus, disertai tanda-tanda
hipertensi portal, seperti asites, nyeri abdomen atau perdarahan varises, atau malaise umum,
kelelahan, dan anoreksia. Selain itu, etiologi yang mendasarinya, seperti konsumsi alkohol
berlebihan, juga bisa menjadi masalah yang tampak atau bisa ditemukan secara tak sengaja saat
melakukan pemeriksaan darah rutin.2

Penyebab yang penting di antaranya adalah penyakit hati akibat alkohol, hepatitis virus,
penyakit hati autoimun, sirosis biliaris primer, hemakromatosis, kolangitis skelrosis primer, dan
penyakit wilson.2

Pada anamnesis penyakit hati kronis perlu ditanyakan :

o Identitas dan pekerjaan2


o Umur2
o Jenis kelamin2
o Keluhan utama/ Keadaan umum yang dirasakan
Adakah ikterus, memar, distensi abdomen,rasa tidak enak, anoreksia, edema perifer,
bingung atau tremor ?2

2
o Riwayat penyakit sekarang1
Kapan pertama kali menyadari timbulnya gejala ? pernahkah ada perburukan, dan jika
ya, mengapa ? pernahkah ada perubahan obat atau bukti adanya infeksi ? apakah urin
pasien gelap ? apakah tinja pasien pucat ?2
o Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah ikterus ? 2
Adakah riwayat hematemesis atau melena ?2
Adakah riwayat hepatitis sebelumnya ? jika ya, didapat dari mana ( misalnya transfusi
darah, penggunaan obat intravena ) ?2
o Riwayat keluarga
Adakah riwayat penyakit hati dalam keluarga ?2
Adakah riwayat diabetes melitus dalam keluarga (pertimbangkan hemakromatosis)
o Riwayat obat yang sudah digunakan
Obat-obatan apa yang sedang dikonsumsi pasien ? adakah baru-baru ini terdapat
perubahan pemakaian obat ? apakah pasien pernah mengkonsumsi obat ilegal,
terutama intravena ?2
o Penggunaan alkohol
Apakah pasien pernah minum bir, anggur, minuman keras lainnya ?2
Bagaiman konsumsi alkohol pasien ? apakah pasien mengalami ketergantungan
alkohol?2

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Dimulai dari posisi berdiri lazimnya di sebelah kanan tempat tidur pasien, lakukan
inspeksi abdomen. Ketika memeriksa kontur abdomen dan mengamati gerakan peristalsis,
ada baiknya jika anda membungkuk atau duduk agar dapat melihat abdomen secara
tangensial.3

Perhatikan:

 Kulit yang meliputi:


Jaringan parut (sikatriks). Uraikan atau buat diagram yang menunjukkan lokasinya.

3
Striae. Striae atau stretch marks berwarna perak seperti diilustrasikan di atas merupakan
keadaan normal.3
Vena yang berdilatasi. Beberapa vena kecil mungkin normalnya akan terlihat.

Ruam dan lesi


 Umbilikus. Amati kontur serta lokasinya, dan setiap tanda-tanda inflamasi atau
hernia.3
 Kontur abdomen
Apakah rata, bulat, buncit (protuberan) atau skafoid-yaitu sangat cekung atau
konkaf.3 Apakah bagian pinggang terlihat membenjol ataukah terdapat benjolan
setempat?3 Dalam pemeriksaan ini, ikut sertakan pemeriksaan daerah inguinal dan
femoral.3
Apakah abdomennya simetris?3
Apakah terdapat organ atau massa yang dapat diraba? Cari pembesaran hati atau lien
yang teraba di bawah tepi iga.3
 Peristaltis. Amati gerakan peristaltis selama beberapa menit jika anda mencurigai
kemungkinan obstruksi intestinal. Peristaltis dapat terlihat secara normal pada orang
yang sangat kurus.3
 Pulsasi. Pulsasi aorta yang normal sering terlihat di daerah epigastrium.3

Palpasi

Posisikan tangan dan lengan bawah anda pada bidang horizontal, dengan jari-jari tangan
dirapratkan serta rata pada permukaan abdomen pasien, lakukan palpasi abdomen dengan
gerakan ringan, lembut, dan sedikit menekan. Ketika memindahkan tangan, angkat sedikit
tangan tanpa terlepas dari permukaan kulit.3

Palpasi Hati

Minta pasien untuk bernapas dalam. Rabalah bagian tepi hati. Perhatikan setiap nyeri tekan
yang terjadi. Jika hati pasien dapat diraba sepenuhnya, bagian tepi hati yang normal akan
terasa lunak, tajam, serta teratur dengan permukaan hati yang licin.3

4
Palpasi Limpa

Dengan tangan kiri anda, janhkau dan lingkari tubuh pasien untuk menyangga serta
mengangkat dinding iga kiri bawah dan jaringan lunak di dekatnya ke atas. Dengan tangan
kanan diletakkan di bawah margo kosta, lakukan penekanan ke dalam ke arah limpa. Minta
pasien untuk menarik napas dalam. Perhatikan setiap nyeri tekan, lakukan penilaian
terhadap kontur limpa dan ukur jarak antara titik terendah limpa dan margo kostalis kiri.3

Palpasi Ginjal

Palpasi ginjal kiri, tempatkan tangan kanan anda di belakang tubuh pasien tepat di bawah
iga ke-12 dan sejajar dengan tulang iga ini sampai ujung jari-jari tangan kanan anda
menjangakau angulus kostovertebralis. Angkat tubuh pasien untuk mencoba mendorong
ginjal ke arah anterior. Tangan kiri letakkan pada kuadran kiri atas, disebelah lateral
muskulus rektus dan sejajar denga otot ini. Minta pasien menarik napas dalam, dan pada
puncak inspirasi tekankan tangan kiri anda dengan kuat dan dalam pada kuadran kiri atas
tepat di bawah margo kostalis, dan coba untuk “menangkap” ginjall di antara kedua tangan.
Pada saat pasien ekspirasi perhatikan juga gerakan ginjal.3

Palpasi ginjal kanan, gunakan tangan kiri untuk mengangkat tubuhnya dari belakang, dan
kemudian dengan tangan kanan kanan, lakukan palpasi sampai pada kuadran kiri atas.
Lakukan seperti yang dilakukan sebelumnya.3

Perkusi

Perkusi membantu anda menilai jumlah dan distribusi gas di dalam abdomen dan
mengenali kemungkinan adanya massa yang padat ataupun berisi cairan. Lakukan perkusi
pada empat kuadran nilai apakah itu timpani atau redup. Biasanya timpani lebih dominan
karena keberadaan gas di dalam traktus gastrointestinal, namun daerah yang redup
terpencar-pencar. Bunyi redup yang luas mungkin menunjukkan adanya massa atau
pembengkakan. Perhatikan setiap sisi abdomen yang membuncit, perhatikan perubahan
bunyi dari timpani menjadi redup yang menandakan keberadaan struktur padat di
belakangnya.3

Auskultasi

5
Tempatkan ujung membrane dari stetoskop anda secara lembut pada abdomen pasien.
Dengarkan bunyi ususnya dan perhatikan frekuensi serta sifatnya. Bunyi normal terdiri atas
bunyi dentingan (click) dan gemericik (gurgles) yang terdengar dengan frekuensi yang
diperkirakan sekitar 5-34 kali per menit. Kadang juga ada bunyi borborigmi-bunyi
gemericik (gurgles) yang panjang dan lama karena hiperperistaltis (bunyi perut yang
kosong). Karena bunyi usus menjalar secara meluas ke seluruh abdomen, biasanya
auskultasi dengan mendengarkan bunyi tersebut pada satu titik kuadran saja sudah cukup.3

Jika pasien menderita hipertensi, dengarkan derah epigastrium dan setiap kuadran kanan
atas untuk menemukan bruits dan dengarkan juga daerah angulus kostoverterbralis pada saat
pasien duduk. Epigastric bruits yang terbatas pada sistol dapat didengar pada orang normal.

Pemeriksaan khas

Inspeksi

Pada inspeksi, dapat ditemukan tanda-tanda klinis pada sirosis yaitu, spider
telangiekstasis (Suatu lesi vaskular yang dikelilingi vena-vena kecil), eritema palmaris
(warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan), caput medusa, asites (perut
membuncit) fetor hepatikum (bau napas yang khas pada penderita sirosis), dan ikterus.1,4

6
Gambar 1. Spider telangiekstasis Gambar 2. eritema palmaris

Gambar 3. Asites dengan vena kolateral Gambar 4. Ikterus

Palpasi

Palpasi pada penderita sirosis hati ditemukan:

 Pada palpasi organ, hepar tidak teraba.


 Pada palpasi organ, lien membesar, dan teraba pada titik schuffner (sesuai dengan
seberapa besar pembesaran dari lien)
 Untuk memeriksa kemungkinan asites dapat menggunakan shifting dullness (tes untuk
pekak pindah), atau fluid wave (tes untuk gelombang cairan). 1,4
 Shifting dullness (tes untuk pekak pindah). Setelah membuat batas antara bunyi timpani
dan redup, minta pasien untuk memutar tubuhnya ke salah satu sisi. Lakukan perkusi dan
tandai batas tersebut sekali lagi. Pada pasien yang tidak mengalami asites, biasanya batas
antara bunyi timpani dan redup relatif tidak berubah.5
 Fluid wave (tes untuk gelombang cairan). Pasien atau asisten menekan dengan kuat ke
arah bawah pada garis tengah abdomen mengunakan permukaan ulnar kedua tangan.
Tekanan ini membantu menghentikan transmisi gelombang melalui jaringan lemak.
Sementara itu, dokter menggunakan ujung jari-jari tangan untuk mengetuk dengan cepat
salah satu pinggang pasien, raba sisi pinggang yang lain untuk merasakan impuls yang
ditransmisikan melalui cairan asites.3

Pemeriksaan Laboratorium

7
Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis sirosis hati. Beberapa
pemeriksaan yang dapat menilai fungsi hati antara lain dengan memeriksa kadar
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, serum albumin, prothrombin
time, dan bilirubin.

 Serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT)
meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik.
 Alkali fosfatase, meningkat 2-3 kali batas atas normal.
 Gamma glutamil transpeptidase (GGT) konsentrasinya meningkat.
 Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat
pada sirosis yang lanjut.
 Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan
perburukan sirosis.
 Globulin konsentrasinya meningkat.
 Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.1,4

Selain itu juga ada beberapa pemeriksaan, antara lain:

 Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena
pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati,
permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati
mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim
hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta,
pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis. Pada USG,
didapatkan gambaran hati mengecil, permukaan ireguler, ekogenitas inhomogen dan
kasar, pelebaran diameter vena porta > 13mm, splenomegali, pelebaran diameter vena
lienalis > 11mm. Adanya varises esofagus maupun gaster dapat dideteksi dengan
esofagogastro duodenoskopi (EGD).1,4,6
 CT dan MRI konvensional bisa digunakan untuk menentukan derajat beratnya SH,
misalnya dengan menilai ukuran lien, asites, dan vena kolateral.1,4,6

8
Diagnosis Kerja

Sirosis hati merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati, dengan fibrosis hati
progresif ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif, perubahan
arsitektur lobular, dan pembentukan hubungan vascular intra hepatic antara pembuluh darah hati
aferen (vena porta dan arteri hepatica) dan eferen (vena hepatica). Akibatnya terjadi penurunan
fungsi sintetik hati, penurunan kemampuan hati untuk detoksifikasi, dan hipertensi portal dan
segala penyulitnya. Penderita mengalami keluhan utama asites, eskostruktur hepar yang kasar,
splenomegaly, hipertensi porta, dan pembesaran hepar.1

Diagnosis Banding

Tuberkuloma Peritonitis

Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau viseral yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering mengenai seluruh
peritoneum dan alat – alat sistem gastrointestinal, mesenterium, serta organ genitalia interna.
Penyakit ini jarang berdiri sendiri, biasanya merupakan kelanjutan proses tuberkulosis di tempat
lain terutama dari paru, namun seringkali ditemukan pada waktu diagnosis ditegakkan, proses
tuberkulosis di paru sudah tidak kelihatan lagi. 1,4

Peritoneum dapat dikenai oleh tuberkulosis melalui beberapa cara yaitu melalui
penyebaran hematogen terutama dari paru – paru, melalui dinding usus yang terinfeksi, dari
kelenjar limfe mesenterium, dan melalui tuba falopii yang terinfeksi. Pada kebanyakan kasus
tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat penyebaran perkontinuitatum, tetapi sering
karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum yang diperoleh melalui penyebaran
hematogen proses primer terdahulu.1,,6

Gejala klinis bervariasi, umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan – lahan, sering
pasien tidak menyadari keadaan ini. Keluhan yang paling sering ialah tidak ada nafsu makan,
batuk dan demam. Pada pemeriksaan fisis gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam,
pembengkakan perut dan nyeri, pucat dan kelelahan. Tergantung lamanya keluhan, keadaan
umum pasien bisa masih cukup baik, sampai keadaan yang kurus dan kahektik. Pada perempuan
sering dijumpai tuberkulosis peritoneal disertai oleh proses tuberkulosis pada ovarium atau tuba,

9
sehingga pada pemeriksaan alat genitalia bisa ditemukan tanda – tanda peradangan yang sering
sukar dibedakan dari kista ovarii.1,6

Pada pemeriksaan darah sering ditemui anemia penyakit kronik, leukositosis ringan atau
leukopenia, trombositosis dan sering dijumpai laju endapan darah (LED) yang meningkat.
Sebagian besar pasien mungkin negatif uji tuberkulinnya. Uji faal hati dan sirosis hati tidak
jarang ditemui bersama – sama dengan tuberkulosis peritoneal.1,6

Hepatoma (hepatocellular carcinoma)


Merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan
karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma. Tumor ganas hati lainnya, kolangiokarsinoma dan
sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier. 1,6
Di Indonesia (khususnya Jakarta) HCC ditemukan tersering pada median umur antara 50 –
60 tahun, dengan predominasi pada laki – laki. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari
asimtomatik hingga yang gejala dan tandanya sangat jelas disertai gagal hati. Gejala yang paling
sering dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas abdomen.
Pasien sirosis hati yang makin memburuk kondisinya, disertai keluhan nyeri di kuadran kanan
atas atau teraba pembengkakakn local di hepar patut dicurigai menderita HCC. Demikian pula
jika tidak terjadi perbaikan pada asites, pendarahan varises atau pre-koma setelah diberi terapi
yang adekuat atau pasien penyakit hati kronik dengan HBs-Ag atau anti-HCV positif yang
mengalami perburukan kondisi secara mendadak. Juga harus diwaspadai bila ada keluhan rasa
penuh di abdomen disertai perasaan lesu, penurunan berat badan dengan atau tanpa demam.1,6
Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, kembung , konstipasi atau diare. Sesak nafas
dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan diafragma. Atau karena sudah ada
metastasi di paru. Sebagian besar pasien HCC sudah menderita sirosis hati, baik yang masih
stadium kompensasi, maupun yang sudah menunjukkan tanda – tanda gagal hati seperti malaise,
anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus. Temuan fisis tersering pada HCC adalah
hepatomegaly dengan tau tanpa “bruit” hepatic, splenomegaly, asites, icterus, demam dan atrofi
otot.1,6
Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, sirosis hati dapat diklasifikasikan menjadi:

- Alkoholisme

10
Alkoholisme penyebab penting di negara Barat. Manifestasi di hati ada 3 macam, yaitu
(1) perlemakan hati, (2) hepatitis alkoholik, dan (3) sirosis alkoholik. Sirosis alkoholik
terjadi bila mengonsumsi alcohol > 60 g/hari selama >10 tahun.1,7
- Sirosis akibat infeksi:
o Post hepatitis (hepatitis B dan C)6
o Infeksi lain: bruselosis, ekinokokus, skistosomiasis, toksoplasmosis, dan
sitomegalovirus.6
- Sirosis biliaris. Sirosis yang ditandai oleh terbentuknya jaringan ikat di sekitar duktus
bilier dan daerah portal serta kemudian antar portal. Dibagi menjadi sirosis bilier primer
(SBP) dan sekunder. SBP suatu penyakit imunologik. Sirosis bilier sekunder disebabkan
oleh obstruksi atau infeksi saluran bilier ekstrahepatik.1,6-7
- Sirosis kardiak, terjadi akibat bendungan hati kronik pada penyakit gagal jantung
kronik.1,6
- Sirosis akibat gangguan metabolic, deperti galaktosemia, penyakit gaucher, penyakit
simpanan glikogen, hemokromatosis, intoleransi fluktosa heriditer, tirosinemia heriditer,
dan penyakit wilson. 6
Hemokromatosis
Terdapat pengendapan ferritin pada sel parenkim berbagai organ akibat
hemosiderosis yaitu hati, pancreas, jantung dan kelenjar endokrin. Pada hati kerusakan
kronik menyebabkan sirosis mikronodular. Kerusakan pada pankreas menyebabkan
diabetes mellitus dan pengendapan pad akulit menimbulkan pigmentasi kulit.7
Penyakit Wilson
Penyakit akibat metabolism tembaga (Cu) terganggu.Terdapat defisiensi enzim dan
seruplasmin yang mengakibatkan Cu serum rendah dan penimbunan Cu dalam lisosom
dan mitokondria sel hati, otak, dan urin.7
- Sirosis akibat faktor keturunan, seperti defisiensi alfa 1 antitripsin, sindroma fanconi.1,6-7
Defisiensi A1AT (Alfa-1-Antitripsin)
Suatu penyakit genetic, berakibat emfisema dan kerusakan hati. Sering
dihubungkan dengan hepatitis neonatal.7
- Sirosis karena obat dan zat hepatotoksik, seperti metotreksat, α metildopa, amiodaraon,
dan arsenic.6

11
- Sirosis akibat NASH ( non alcoholic steatohepatitis), dan diperkirakan sekita 10% NASH
akan berkembang menjadi sirosis.6
- Sirosis akibat penyakit autoimun: hepatitis autoimun.6
Berdasarkan morfologinya, sirosis hati dibedakan menjadi
Sirosis mikronoduler. Terdiri dari nodul uniform, diameter < 3 mm. Penyebab:
alkoholisme, hemokromatosis, obstruksi bilier, obstruksi vena hepatica, pintasan jejuno-
ilial, Indian childhood cirrhosis.6

Sirosis makronuler. Nodul bervariasi > 3 mm. Penyebab: hepatitis kronik B, hepatitis
kronik C, defisiensi a-1 tripsin, sirosis bilier primer.6

Sirosis campuran kombinasi mikro dan makronodiler. Sirosis mikronoduler sering


berkembang menjadi makronoduler.6
Berdasarkan fungsinya, sirosis dapat dibedakan menjadi:
Pada sirosis hati kompensata belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya ditemukan
pada saat pemeriksaan skrining. Pada sirosis hati dekompensata biasanya gejala-
gejalanya sudah jelas, misalnya : asites, edema, dan icterus.1,6
Epidemiologi
Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita yang berusia
45-46 tahun (setelah penyakit kaardiovaskular dan kanker). Diseluruh dunia SH menempati
urutan ketujuh penyebab kematian. Penderita SH lebih banyak laki-laki, jika dibandingkan
wanita rasionya sekitar 1,6:1. Umur rata-rata penderitanya terbanyak golongan umur 30-59 tahun
dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun. Insidens SH di Amerika diperkirakan 360 per
100.000 penduduk. Penyebab SH sebagian besar adalah penyakit hati alkoholik dan non
alkoholik steatohepatitis serta hepatitis C. Di Indonesia data prevalensi penderita SH secara
keseluruhan belum ada. Di daerah Asia Tenggara, penyebab utama SH adalah hepatitis B (HBV)
dan C (HCV). Angka kejadian SH di Indonesia akibat hepatitis B berkisar antara 21,2-46,9%
dan hepatitis C berkisar 38,7-73,9%.1
Patogenesis
Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cedera kronik reveribel pada parenkim hati disertai
timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cedera fibrosis), pembentukan nodul degenerative
ukuran mikronodul sampai makronodul. Hal ini sebagai akibat adanya nekrosis hepatosit,

12
kolapsnya jaringan penunjang retikulin, disertai dengan deposit jaringan ikat, distorsi jaringa
vascular berakibat pembentukan vascular intra hepatic antar pembuluh darah hati aferen (vena
porata dan arteri hepatica) dan eferen (vena hepatica), dan regresid nodular parenkim hati
sisanya.6
Terjadinya fibrosis hati disebabkan adanya aktivasi dari sel stellate hati. Aktivasi ini dipicu
oleh faktor pelepasan yang dihasilkan hepatosit dan sel Kupffer. Sel stellate merupakan sel
penghasil uama matrix ekstraseluler (ECM) setelah terjadi cedera pada hepar. Pembentukan
ECM disebabkan adanya pembentuka jaringan fibroblast yang dihasilkan sel stellate dan
dipengaruhi oleh beberapa sitokin seperti transforming growth factor β (TGF-β) dan tumor
necrosis factors (TNF-α).6
Deposit ECM di space of Disse akan menyebabkan perubahan bentuk dan memacu
kapilarisasi pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah pertukaran normal aliran
vena porta dengan hepatosit, sehingga material yang seharusnya dimetabolisasi oleh hepatosit
akan langsung masuk ke darah. Proses ini akan menimbulkan hipertensi portal dan penurunan
fungsi hepatoselular.6

Manifestasi Klinis
Gejala klinis sandgat bervariasi, tergantung dari stadiumnya, mulai dari tidak ada gejala
sampai gejala yang sudah berat. Sirosis memiliki 2 fase yaitu fase kompensasi, kemudian diikuti
oleh fase dekompensasi dimana sudah muncul gejala akibat meningkatnya tekanan porta atau
karena gangguan fungsi hati atau keduanya. Sirosis tetap dapat terkompensasi selama bertahun-
tahun, sebelum berubah menjadi dekompensata.6
Fase kompensata biasanya tanpa gejala atau gejala ringan seperti lemas, mudah lelah, nafsu
makan berkurang, kembung, mual, berat badan menurun.6
Sirosis dekompensata diketahui dari timbulnya berbagai komplikasi seperti icterus, perdarahan
varises, asites, atau ensefalopati.6
Sesuai dengan consensus Baveno IV, sirosis dapat diklasifikasikan menjadi 4 stadium klinis,
yaitu:
Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites
Stadium 2: varises, tanpa asites
Stadium 3: asites dengan atau tanpa varises

13
Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa asites
Temuan klinis sirosis disebut stigmata sirosis, yaitu spider nevi, palmar eritem, ginekomastia,
atrofi testis, splenomegaly, asites, vena kolateral, kaput medusa, fetor hepatikum.6
Tabel 1. Tanda-Tanda Klinis Sirosis Hati dan Penyebabnya1
Tanda Penyebab
 Spider angioma atau spider nevi Estradiol meningkat
 Palmar eritema Gangguan metabolism hormone seks
 Perubahan kuku:
 Muehrche’s lines  Hipoalbuminemia
 Terrys’s nail  Hipoalbuminemia
 Clubbing  Hipertensi portopulmonal
 Osteoartopati Hipertropi  Chronic proliferative Periostisis
 Kontraktur Dupuytren  Proliferasi fibriplastik dan
gangguan deposit kolagen
 Ginekomastia  Estradiol meningkat
 Hipogonadisme  Perlu gonad primer atau
supresi fungsi hipofise atau
hipotalamus
 Ukuran hati: besar, normal,  Hipertensi portal
mengecil
 Splenomegali  Hipertensi portal
 Asites  Hipertensi portal
 Caput medusa  Hipertensi portal
 Murmur Cruveilher-  Hipertensi portal
Baungaeten (bising daerah
epigastrium)
 Fetor hepaticus  Diamethyl sulfide meningkat
 Ikterus  Bilirubin meningkat
 Asterixis/Flapping tremor  Ensefalopati hepatikum

Komplikasi
Tabel 2. Komplikasi dari Sirosis Hati

SIROSIS HATI
HEMATEMESIS ASITES
MELENA

HIPERTENSI PORTAL PERITONITIS 14


ENSELOPATI
BAKTERIAL
HEPATIKUM
SPONTAN
SINDROMA
HEPATORENAL

Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bacterial spontan, yaitu infeksi cairan
asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intraabodominal. Biasanya pasien
ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.1,6

Pada sindroma hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria, peningkatan
ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan
penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrate glomerulus.1,6
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus. Duapuluh sampai 40%
pasien sirosis dengan varises esophagus yang pecah menimbulkan pendarahan. Angka
kematiannya sangat tinggi, sebanya duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun
walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.1,6
Enselopati hepatic, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula – mula
ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran
yang berlanjut sampai koma.1,

Penatalaksanaan

Etiologi sirosis mempengaruhi penganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit,
menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan
komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1g/kgBB
dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.1

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi
kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di antaranya: alkohol dan

15
bahan – bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian
asetaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa menghambat kolagenik.1

Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada hemokromatosis
flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
Pada penyakit hati non alkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis.
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama.
Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama 1 tahun.
Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi, sehingga terjadi resistensi
obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6
bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.1

Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standard.
Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis MIU tiga kali seminggu dan
dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.1

Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada
peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata sebagai target
pengobatan dan mediator fibrogenik akan menjadi terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi
aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas
antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek
anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian
sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai anti fibrosis.
Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penelitian.1

Prognosis

Perjalanan alamiah SH tergantung pada sebab dan penanganan etiologi yang mendasari
penyakit. Beberapa sistem skoring dapat digunakan untuk menilai keparahan SH dan
menentukan prognosisnya. Sistem skoring ini antara lain skor Child Turcotte Pugh (CTP) dan
Model end stage liver Disease (MELD), yang digunakan untuk evaluasi pasien dengan rencana
transplantasi hati.1

Tabel 3. Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh1

16
Parameter Ringan Sedang Berat
(1 point) (2 point) (3 point)
Bilirubin serum (mg/dl) <2 2-3 >3
Albumin serum (g/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8
Masa protrombin (detik) <3,5 4-6 >6
INR <1,7 1,8-2,3 >2,3
Asites - Terkontrol Tidak Terkontrol
Ensefalopati - Minimal Berat
Penderita SH dikelompokkan menjadi CTP-A (5-6 poin), CTP-B (7-9 poin), dan CTP-C (10-
15 poin). Penderita SH dengan CTP kelas A menunjukkan penyakit jatinya terkompensasi baik,
dengan angka kesintasan berturut-turut 1 tahun dan 2 tahun sebesar 100%, dan 85%. CTP kelas
B angka kesintasan berturut-turut 1 tahun dan 2 tahun nya sebesar 81%dan 60%. Kesintasan
penderita SH dengan Child-Turcotte-Pugh kelas C 1 tahun dan 2 tahun berturut-turut adalah 45%
dan 35%.1

Pencegahan

Angka kejadian sirosis hati cukup banyak. Sirosis hati merupakan penyakit sangat berbahaya.
Bila tidak segera tertangani bisa mengancam jiwa penderita. Untuk itu keberadaannya perlu
dicegah. Ada 6 cara yang patut dilakukan untuk mencegah sirosis hati.8

1. Senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan

Jagalah kebersihan diri. Mandilah sebersih mungkin menggunakan sabun. Baju


juga harus bersih. Cuci tangan sehabis mengerjakan sesuatu. Perhatikan pula kebersihan
lingkungan. Hal itu untuk menghindari berkembangnya berbagai virus yang sewaktu-
waktu bisa masuk kedalam tubuh kita.8

2. Hindari penularan virus hepatitis

Hindari penularan virus hepatitis sebagai salah satu penyebab sirosis hati.
Caranya tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi virus. Juga
tidak melakukan hubungan seks dengan penderita hepatitis.8

3. Gunakan jarum suntik sekali pakai.

17
Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila jarum bekas pakai penderita
hepatitis kemudian digunakan kembali untuk menyuntik orang lain, maka orang itu bisa
tertular virus.8

4. Pemeriksaan darah donor

Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati. Permriksaan darah donor
perlu dilakukan utnuk memastiikan darah tidak tercemar virus hepatitis.bila darah
mengandung virus hepatitis penerima donor akan tertular dan berisiko terkena sirosis.8

5. Tidak mengkonsumsi alkohol

Hindari mengkonsumsi alkohol, barang haram ini terbukti merusak fungsi organ
tubuh, termasuk hati. Bila sudah terlanjur sering mengkonsumsi minuman beralkohol,
hentikan kebiasaan itu.8

Kesimpulan
Sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang ditandai dengan pembentukan
jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati. Patofisiologi sirosis
hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang
akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul.

Daftar Pustaka
1. Nurdjanah S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed ke-6 jilid 2. Jakarta: Interna Publishing;
2009.h.1978-83.
2. Jonathan Gleadle. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik;alih bahasa, Annisa
Rahmalia;editor bahasa Indonesia, Amalia Safitri. Jakarta: Erlangga, 2007: h.28-9 : 58-9.
3. Bickley L.S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan.Ed ke-8. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC ; 2009.h. 352-3.

18
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Ed ke-5
jilid 1. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009: 644-72.
5. Sylvia Anderson P, Lorraine McCarty W. Patofisiologi konsep-konsep klinis penyakit. Ed ke-
6. Jakarta: EGC; 2014.h. 235-40.
6. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran
UKRIDA;2012.h. 157-74.
7. Marwoto W. Patologi II (khusus). Jakarta: CV. Sagung Seto; 2013.h. 214-8.
8. Sulaiman A, Daldiyono, Akbar N, et al. Gastroenterologi hepatologi. Jakarta: CV agung seto ;
2012 : 314-23.

19

Anda mungkin juga menyukai